JAKARTA – Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tidak hanya memudahkan masyarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan yang komprehensif, tetapi juga membuat rumah sakit yang menjadi
JAMKESNAS: Rumah Sakit Agar Tak Ragu Bergabung
JAKARTA — Deretan delapan bangku berkapasitas empat orang di loby Rumah Sakit Hermina Depok, pagi itu, Rabu (23/9/2015) dipenuhi calon pasien. Padahal jarum jam belum menunjukan pukul delapan. Tak hanya duduk, ada pula pengunjung yang berdiri. Antrian ini merupakan pasien rawat jalan yang menggunakan asuransi yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
“Tiap hari selalu ramai. Pengunjung sudah mulai datang sejak pukul tujuh bahkan ada yang lebih pagi untuk mendapatkan nomor antrian,” kata Erick Charly, petugas yang membagikan nomor antrian di RS Hermina, Depok, Rabu (23/9/2015).
Meski antrian dimulai pagi, Erick mengatakan rumah sakit tetap menerima pasien yang datang hingga pukul 20.00 WIB. Antrian diberlakukan untuk mengantisipasi penumpukan dan waktu menunggu yang lama. Pelayanan rawat jalan ini diberikan dari Senin hingga Jumat. Sedangkan Sabtu dan Minggu hanya untuk kejadian darurat.
Ichsan Hanafi, Koordinator BPJS Rumah Sakit Hermina Group mengatakan alokasi pasien yang menggunakan fasilitas Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari BPJS Kesehatan mencapai 30% dari kapasitas jaringan rumah sakitnya. Saat ini Hermina Group memiliki 26 Rumah Sakit yang tersebar di berbagai provinsi. Bahkan, Ichsan yang juga Direktur Utama Hermina Daan Mogot ini menuturkan di tempat yang ia kelola 35% kapasitas rawat inap dialokasikan untuk pasien BPJS.
Ketika baru bergabung dengan BPJS pada 2014 lalu, dia melanjutkan, tak semua dokter di lingkungan Hermina Group mendukung program. Banyak yang khawatir pendapatan mereka turun. Ditambah lagi penerapan Indonesia Case Base Groups (Ina CBGs) sebagai dasar pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan membuat margin share rumah sakit menurun. Namun, setelah melewati serangkaian diskusi akhirnya seluruh dokter dan pegawai RS Hermina mendukung keputusan manajemen bergabung sebagai mitra BPJS.
“Pendapatan kami naik 30% . Penurunan margin share terkompensasi dengan peningkatan jumlah pasien yang berobat, ” kata Ichsan.
Tak hanya pengelola rumah sakit yang merasakan dampak positif penerapan BPJS. Para dokter juga merasakan hal sama. Muhammad Sofyan, Pimpinan Puskesmas Sudiang Kota Makassar menuturkan era BPJS membuat pendapatan dirinya sebagai dokter menjadi meningkat. Karena itu dokter tak perlu takut untuk menerima pasien BPJS.
Sofyan mengatakan kala bekerjasama dengan PT Asuransi Kesehatan Indonesia (Askes) nilai kapitasi yang diterima hanya Rp2.000. Dari jumlah ini masih dikurangi dengan pembelian obat, honor petugas paramedik hingga pajak daerah sehingga jasa medik yang diterima sangat rendah.
“Sekarang sangat terasa peningkatan pendapatannya. Kapitasi kami dengan tiga dokter Rp6.000 dengan layanan menjangkau 20.500 orang,” katanya.
Fachmi Idris, Direktur Utama BPJS Kesehatan mengakui saat ini memang belum seluruh rumah sakit swasta berkerjasama dengan BPJS Kesehatan. Meski belum bekerjasama, kata Fachmi, semua rumah sakit tersebut mau menerima peserta BPJS Kesehatan dalam keadaan darurat. Fachmi meyakini kedepan rumah sakit yang ada akan dapat bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sehingga jumlah antrian pasien dapat berkurang seiring bertambahnya kapasitas layanan.
Tercatat hingga 11 September 2015 jumlah fasilitas kesehatan yang telah bekerjasama dengan BPJS mencapai 1.713 rumah sakit, 4.393 dokter perorangan, 90 klinik utama, 8 rumah sakit tipe D, 1.109 dokter gigi, 3.020 klinik pratama, 9.799 puskesmas, 719 klinik TNI, 571 klinik Polri, 1.793 apotek, serta 882 optik.
BERBENAH
Sementara, Ichsan yang juga menjabat Sekretaris Jenderal Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia ini menuturkan untuk memperoleh hasil maksimal pengelola rumah sakit harus bisa bekerja secara efektif.
“Untuk itu perlu clinical patway sebagai panduan. Apalagi nanti 2019 seluruh penduduk akan menggunakan BPJS,” katanya.
Clinical Pathway merupakan alur pelayanan pasien yang spesifik dan terintegrasi yang mencakup pelayanan medis, pelayanan keperawatan, pelayanan farmasi serta layanan lainnya mulai dari pasien masuk sampai pulang. Dengan alur itu rumah sakit dapat memperkirakan prediksi lama hari dirawat dan biaya pelayanan kesehatan yang dibutuhkan sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada.
Selain itu, untuk memperluas layanan pemerintah juga harus terus mendorong lebih dari 800 rumah sakit swasta yang belum bergabung segera menjadi mitra BPJS. Pemerintah juga perlu mencari solusi yang tepat mengatasi kendala obat sesuai formulasi nasional. Salah satu kendala adalah sulitnya pihak swasta mengakses sistem e-Catalog milik pemerintah yang menyediakan obat dengan harga lebih murah.
“Akibatnya tidak semurah melalui e-Catalog,” katanya.
Dia juga berharap pemerintah bisa memberi insentif pada rumah sakit swasta yang melayani pasien BPJS. Insentif itu bisa berupa pemotongan pajak ketika mendatangkan alat kesehatan ataupun mensuport industri dalam negeri untuk memproduksi alat kesehatan yang bermutu dengan harga terjangkau.
Fajriadinur, Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan berharap partisipasi rumah sakit swasta semakin bertambah. Dia memastikan rumah sakit tak akan dirugikan dengan menerapkan BPJS selama menerapkan kendali mutu dan kendali biaya yang telah ditetapkan. Dia meyakini sistem ini akan menciptakan efisiensi dalam sistem pengobataan nasional.
Sumber: bisnis.com
Edisi Minggu ini: 22 – 28 September 2015
Dear Pengunjung website, RBA atau RKA?
Patient-Centered Care: Faktor apa yang paling mempengaruhi?
|
|||
Website ini akan update setiap Selasa pagi. Nantikan Informasi terbaru setiap minggunya. | |||
+ Arsip Pengantar Minggu Lalu |
|||
|
Hospital Management in Asia 2015 |
|
Clinical Leaders di RS Rujukan Nasional |
Bangunan Tujuh Lantai RSUD Temanggung Butuh Rp 70 Miliar
TEMANGGUNG – Direktur RSUD Temanggung Artiyono mengatakan, pada akhir tahun 2015 ini direncanakan akan dimulai pembangunan gedung tujuh lantai untuk tempat pelayanan rawat inap. Guna membangun gedung tersebut, setidaknya dibutuhkan biaya sebanyak Rp 70 miliar.
RSPAD Siap Tangani Kasus MERS
Jakarta, Kasus MERS CoV dikhawatirkan akan mewabah di Indonesia menyusul kepulangan jemaah haji dari tanah suci. Berbagai persiapan terus dilakukan.
Middle East Respiratory Syndrome Corono Virus (MERS CoV) banyak ditemukan di negara-negara timur tengah, termasuk Arab Saudi. Jelang kepulangan jemaah haji, Rumah Sakit Pusat AD (RSPAD) Gatot Soebroto melakukan sejumlah persiapan untuk mengantisipasi penyebaran virus tersebut.
“Dengan kedatangan jemaah haji kami harus mampu menyiapkan. Berita dari Arab Saudi, kondisi jemaah haji dari berbagai negara sepenjuru dunia serta puluhan dokter dan petugas RS King Abdul Aziz di Arab Saudi tertular MERS,” ujar Kepala RSPAD Brigjen TNI dr. Terawan A.P. Sp.Rad (RI).
Hal tersebut diungkap Terawan usai simulasi penanganan kasus MERS CoV di RSPAD, Jakpus, Selasa (22/9/2015). Dari data yang ada, sampai akhir Agustus 2015 di Arab Saudi ada 1.184 kasus MERS CoV. Di mana sebanyak 509 kasus di antaranya meninggal.
“Artinya angka kematian penyakit ini 43 persen, masih cukup tinggi. Jemaah haji kita yang sakit atau terkena penyakit umum hampir mencapai 40i55 persen. Salah satu penyakit infeksi yang banyak menyerang jemaah dan memiliki virulensi tinggi adalah MERS CoV sehingga sangat berpotensi timbulnya wabah,” jelas Terawan.
“Untuk mengantisipasi kepulangan jemaah dan petugas haji ke tanah air maka diperlukan kesiap-siagaan dari pemerintah RI untuk mempersiapkan upaya penanganan kasus MERS CoV. Kalau tidak dilakukan antisipasi segera, maka ini merupakan ancaman terhadap ketahanan negara. Apalagi kami dari sisi militer harus bisa siap menghadapi,” sambungnya.
Kesiapan yang dilakukan RSPAD sudah dilakukan sejak dini. Mulai dari penyiapan fasilitas kesehatan, SDM, dan bahkan hari ini RSPAD melakukan simulasi sebagai upaya peningkatan kemampuan kognitif dan psikomotor SDM di RSPAD.
RSPAD pun juga melakukan kerjasama dengan pihak-pihak terkait, seperti kementerian, dan juga pihak bandara. Komunikasi dengan bandara disebut Terawan selalu dilakukan.
“Kami sangat siap, setiap pasien terduga akan ditangani sesuai dengan skenario. Penanganan seperti tadi, bagaimana cara-cara transportasinya, cara triage, memisahkan di ruang isolasi. Kalau pasien belum ada, kita berdoanya nggak ada,” kata Terawan.
“Kami juga sudah konsultasi dan koordinasi dengan pihak bandara supaya tidak ada yang terdadak, dari kemarin dilakukan dan akan terus dilakukan. Tentunya RSPAD tidak bisa bekerja sendiri, selalu koordinasi dengan kementerian lain dikoordinasi oleh Komisi Nasional Penanggulangan Zoonosis,” imbuhnya.
Fasilitas kesehatan untuk pasien terduga atau positif MERS pun sudah disiapkan. Termasuk SDM di RSPAD. Bahkan pihak RS sudah menyiapkan 4 ruang ICU khusus di bagian gedung penyakit paru. RSPaD pun juga memiliki ambulance semi ICU yang memiliki peralatan lengkap di dalamnya.
“Untuk bagian paru kita punya 4 kamar isolasi tekanan negatif untuk emergency. Kalau yang tidak emergency kita bisa buka kamar gedung isolasi paru, bisa kita tingkatkan sampai 50 yang sudah terisolasi. Kalau jumlahnya ratusan kami sudah siapkan Paviliun Amino, di seberang sungai, itu bisa menampung ratusan,” terang Terawan.
Lalu bagaimana masalah biaya bagi calon pasien MERS ini?
“Namanya bencana tidak mikir uang di sini. Kita lakukan upaya terhadap pasien agar MERS tidak mewabah. Ini urusan nasional, menyelamatkan bangsa ini dari bencana. Apalagi kami dari militer, harus siap,” tegas Terawan mengakhiri. (elz)
Sumber: analisadaily.com
Mahasiswa UR Melakukan Kunjungan ke RSUD Siak
Siak – Sebanyak 114 Mahasiswa/i dari Fakultas Kedokteran Universitas Riau (UR) melakukan kunjungan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Siak, Selasa, (22/09/2015). Pasalnya, kunjungan yang dilakukan ini dalam rangka mata kuliah untuk melihat dan mengetahui bagaimana management di RSUD langsung.
“Kunjungan ini sebagian dari mata kuliah group 19 tentang management kesehatan. Selain dapat pelajaran perkuliahan juga dapat melihat secara langsung management RSUD, “ungkap drg. Tuti R M.Kes selaku pembimbing dari Mahasiswa/i Kedokteran UR kepada Bertuahpos.com.
Lebih lanjut dijelaskan Tuti, dalam kunjungan ini Mahasiswa/i dapat melihat dan mengetahui bagaimana management RSUD,
RSU A.Yani Metro Harap Kartu Sehat dan BPJS Sentuh Masyarakat Miskin
Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro mengharapkan Kartu Sehat dan BPJS menyentuh masyarakat miskin, sehingga masyarakat miskin tidak terkendala layanan saat berobat ke rumah sakit.
Pembangunan Rumah Sakit Arjasa Kepulauan Kangean Sumenep Ngambang
Sumenep: Rencana pemerintah kabupaten (pemkab) Sumenep, Madura membangun rumah sakit (RS) di Kecamatan/kepulauan Arjasa, ternyata hanya isapan jempol. Buktinya, hingga saat ini belum ada pembangunan rumah sakit pelat merah itu.
Bahkan, di APBD Sumenep 2015 tidak ada klausul pembangunan rumah sakit Arjasa itu. Padahal, wacana itu sudah menggelinding sejak 2012 lalu. “Sampai saat ini belum ada pembangunan rumah sakit Arjasa, masih sebatas rencana saja,” kata Kepala Dinkes Sumenep, dr. Fatoni.
Sebab, menurut dia, membangun rumah sakit itu semudah membalikkan tangan. Dimungkinkan membutuhkan anggaran sebesar Rp 100 miliyar. Rp 50 miliyar untuk bangunan gedung, sedangkan sisanya untuk peralatan medisnya. “APBD hampir dipastikan tidak mampu,” ucapnya.
Kendati demikian, pihaknya memastikan untuk bisa mewujudkan pembangunan RS Arjas itu. Kemungkinan akan mengajukan anggaran ke pemerintah pusat. “Bisa jadi nanti di 2016. Tapi, kami tidak bisa memastikan. Namun, Arjasa sudah layak jadi rumah sakit,” ungkapnya.
Menurut Fatoni,
Warga Pinggiran Kab Bekasi Berharap Pembangunan Rumah Sakit Segera Terwujud
WARGA di pesisir wilayah Kabupaten Bekasi, antaranya di Kecamatan Cabangbungin dan Muaragembong, berharap rencana Pemerintah Kabupnaaten Bekasi membangun rumah sakit di Utara Kabupaten Bekasi bisa segera terwujud. Mereka sangat yakin, di tangan Bupati Bekasi Hj Neneng Hasanah Yasin yang berlatarbelakang seorang dokter, pasti masalah kesehatan menjadi prioritas dalam Bekasi pemerintahannya.
Warga di