![]() Hasil Penelitian STUDI KASUS PELAKSANAAN GREEN HOSPITAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH R. SYAMSUDIN, SH KOTA SUKABUMI ![]() Gambar 1. Kontribusi negatif bangunan terhadap lingkungan Green hospital merupakan bagian dari suatu gerakan global green building, yang mulai berkembang sejak tahun 1970. National Health Service di Inggris menghitung sektor kesehatan menghasilkan jejak karbon >18 juta ton CO2/tahun mewakili 25% dari total emisi sektor publik. RS di Brazil menggunakan 10% dari total konsumsi energi negara. Di China, pengeluaran total untuk konstruksi kesehatan mencapai nilai USD 10 milyar yang merupakan angka yang sangat tinggi1. Takata2 menemukan bahwa rumah sakit memproduksi emisi jejak karbon (gas rumah kaca) 2,5 kali lebih besar dan menggunakan energi jauh lebih banyak dibandingkan dengan bangunan komersial biasa. Di Indonesia, dari hasil kajian terhadap 100 rumah sakit di Jawa dan Bali menunjukkan RS rata-rata memproduksi 3,2 kg sampah dan 416,8 liter limbah cair per tempat tidur per hari. Secara nasional, diperkirakan RS memproduksi 376.089 ton limbah padat dan 48.985,70 ton limbah cair per hari. Dari gambaran tersebut terlihat betapa besar potensi RS untuk mencemari lingkungan dan kemungkinannya menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit3. Penelitian ini dilakukan di RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi sebagai satu-satunya RS milik Pemda yang telah mencanangkan Green Hospital (sejak tahun 2010). Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan konsep green hospital di RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi dan mengapa mereka dapat melaksanakannya? Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh? Selengkapnya silakan klik disini. Webinar Kepemimpinan Klinik untuk RS-RS Rujukan Pada Rabu, 24 Mei 2017 diselenggarakan Webinar Kepemimpinan Klinik untuk RS-RS Rujukan. Kegiatan ini diikuti oleh tim klinisi dari RS Rujukan Nasional dan RS Vertikal. Dalam pertemuan ini dibahas berbagai isu kepemimpinan di sektor kesehatan dan di rumah sakit. Untuk mengunduh materi selengkapnya silakan KLIK DISINI Untuk mengisi form self-assesment atribut kepemimpinan klinik silakan klik disini Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Rumah Sakit KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau. Pedoman pelaksanaan tanpa rokok diatur dalam peraturan bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/Menkes/PB/2011 Nomor 7 Tahun 2011. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, kawasan tanpa rokok meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya yang ditetapkan. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Salah satu fasilitas pelayanan kesehatan adalah rumah sakit. Berbagai aspek berkaitan dengan pelaksanaan kawasan tanpa rokok telah diatur oleh Kementrian Kesehatan RI. Silakan klik disini untuk membaca lebih lanjut. |
|||
Website ini akan update setiap Selasa pagi. Nantikan Informasi terbaru setiap minggunya. | |||
+ Arsip Pengantar Minggu Lalu |
|||
|
Jogja PERSI EXPO 2017: “Medicolegal dalam Pelayanan Kesehatan: Menghadapi Tantangan di Era Keterbukaan” |
|
Master Plan BLUD RSUD dr. Ben Mboi, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur |
Studi Kasus Pelaksanaan Green Hospital Di Rumah Sakit Umum Daerah R. Syamsudin, SHh Kota Sukabumi
Hasil Penelitian
Studi Kasus Pelaksanaan Green Hospital Di Rumah Sakit Umum Daerah R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi
Hardyansyah[1], Hari Kusnanto[2], Dyah Permata[3]
2016
Kata kunci: Green Building, Green Hospital, Sustainability building, Manajemen lingkungan
Pendahuluan
Green hospital merupakan bagian dari suatu gerakan global green building, yang mulai berkembang sejak 1970. Saat itu, masyarakat prihatin akan perubahan kondisi lingkungan yang disebabkan oleh kontribusi negatif bangunan terhadap lingkungan, seperti pengeluaran limbah, konsumsi energi listrik, konsumsi air dan emisi jejak karbon (gas rumah kaca) yang pada akhirnya menimbulkan kondisi pemanasan global. Berikut adalah gambar kontribusi negatif bangunan terhadap lingkungan.

Gambar 1. Kontribusi negatif bangunan terhadap lingkungan
National Health Service di Inggris menghitung sektor kesehatan menghasilkan jejak karbon >18 juta ton CO2/tahun mewakili 25% dari total emisi sektor publik. RS di Brazil menggunakan 10% dari total konsumsi energi negara. Di China, pengeluaran total untuk konstruksi kesehatan mencapai nilai USD 10 milyar yang merupakan angka yang sangat tinggi1. Takata2 menemukan bahwa rumah sakit memproduksi emisi jejak karbon (gas rumah kaca) 2,5 kali lebih besar dan menggunakan energi jauh lebih banyak dibandingkan dengan bangunan komersial biasa.
Di Indonesia, dari hasil kajian terhadap 100 rumah sakit di Jawa dan Bali menunjukkan RS rata-rata memproduksi 3,2 kg sampah dan 416,8 liter limbah cair per tempat tidur per hari. Secara nasional, diperkirakan RS memproduksi 376.089 ton limbah padat dan 48.985,70 ton limbah cair per hari. Dari gambaran tersebut terlihat betapa besar potensi RS untuk mencemari lingkungan dan kemungkinannya menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit3.
Sumpah Hipocrates berbunyi Primum non nocere atau lebih dikenal dengan First, do no harm. Maknanya, sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab untuk memberikan tidak hanya pelayanan yang prima, namun juga mewujudkan RS yang dapat mendorong upaya kuratif bagi pasien dan juga upaya preventif baik bagi pasien maupun seluruh staf/karyawan. Masalah lingkungan menjadi penting karena jika RS gagal mengelola dampak lingkungan akan menyebabkan masyarakat menjadi sakit dan justru memerlukan lebih banyak pelayanan kesehatan, sebagaimana digambarkan berikut ini4.

Gambar 2. Relationship environmental damage, increased illness and environmental impact of medical clinical services
Kesadaran global akan dampak lingkungan pelayanan kesehatan telah bangkit melalui penerapan program green hospital. Di Amerika, 10 RS menerapkan green hospital tahun 2006. Di Eropa, 148 RS menerapkan green hospital tahun 2008. Di Indonesia, awareness tentang isu green hospital baru dimulai, dimana 3 RS mencanangkan penerapan green hospital, yaitu RS Kanker Dharmais, RS Persahabatan dan RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi. Sampai saat ini belum ada role model atau panduan standar yang berlaku baik secara global maupun secara nasional. Namun buku panduan untuk penerapan green and healthy hospital di Indonesia sedang disusun oleh Kementrian Kesehatan yang bekerja sama dengan Green Building Council Indonesia (GBCI)5. Kemenkes telah mencanangkan bahwa tahun 2020 semua RS sudah menerapkan Green Hospital (Kemenkes, 2012).
Penelitian di RS Kanker Dharmais dan RSUP Persahabatan telah dilakukan oleh Nugraha6. Penelitian yang akan dipaparkan kali ini dilakukan di RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi sebagai satu-satunya RS milik Pemda yang telah mencanangkan Green Hospital (sejak tahun 2010). Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan konsep green hospital di RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi dan mengapa mereka dapat melaksanakannya? Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh?
Bahan dan Cara Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus deskriptif yang merupakan kasus tunggal holistik. Dengan metode Purposive Sampling, informan dipilih berdasarkan pengetahuan terhadap topik penelitian, yaitu Direktur, Pelaksana Program, Ketua, Koordinator dan Pengawas. Instrumen yang digunakan adapah pedoman wawancara, observasi dan penelusuran dokumen. Data dianalisis menggunakan pattern matching.
Hasil dan Pembahasan
- Hasil Evaluasi pelaksanaan Green Hospital menurut kriteria Greenship
Pelaksanaan green hospital di RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi memenuhi kriteria berikut ini: Community Accessibility poin 1, 2 dan 3A, Site Landscaping poin 1 dan 3, Building neighbourhood poin 1 dan 3, Policy and Energy Management Plan poin P, Water Management policy poin P, Waste Management Policy poin P, Waste Management Practice poin 1,2, dan 3, No Smoking Campaign poin P, Environtmental Tobacco Smoke Control. Dari 51 kriteria yang terdapat dalam tolok ukur penilaian, RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi memenuhi 9 kriteria atau setara dengan 18%. Adapun rincian hasil dari penilaian akan dijelaskan berikut ini dengan gambar dan keterangan sesuai dengan kriteria yang dipenuhi.
- Identifikasi Faktor pendukung dan penghambat
Faktor pendorong terbesar meliputi: leadership dari direktur sebelumnya (yang memulai program ini), MKM, dukungan pemerintah (Kemenkes maupun Kementerian Lingkungan Hidup), kecenderungan dunia yang mengarahkan perhatian pada hal tersebut. Faktor penghambatnya adalah biaya investasi.
Keberhasilan dari suatu program dipengaruhi oleh manajemen dari program itu sendiri (by design). Menurut Stone dalam Handoko7, manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasaian, pengarahan dan pengawasan.

Gambar 3. Arti Manajemen
- Perencanaan,
RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi memiliki keinginan untuk menuangkan kebijakan mutu, K3 dan lingkungan dengan menciptakan fasilitas layanan masyarakat yang aman, nyaman berbasis green hospital, eco-friendly serta tidak menimbulkan dampak pada lingkungan sekitarnya sebagaimana dimaksud dalam keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Lingkungan Rumah Sakit8. Atas dasar itulah direktur terdahulu melakukan pencanangan program green hospital pada tahun 2010 dengan nama “Ecofriendly Hospital”. Dari segi pemilihan tujuan organisasi dan penentuan program sudah dilakukan. Namun penelitian ini menemukan dari segi penentuan strategi, arah kebijakan, sistem dan prosedur belum tersusun secara rapi dan mendalam dan terintegrasi bahkan belum ada penganggaran khusus sehingga masih menumpang pada biaya program lain.
- Pengorganisasian,
Penelitian ini tidak menemukan adanya kelompok kerja yang ditentukan, penentuan sumber daya dan kegiatan-kegiatan yang diperlukan, penugasan tanggung jawab maupun pendelegasian. Tidak ada struktur formal, dan tidak ada pekerjaan yang ditetapkan, dibagi dan dikoordinasikan secara utuh dalam rangka green hospital. RS cenderung menggunakan struktur yang ada secara non formil melaksanakan kegiatan yang diyakini sebagai bagian dari pelaksanaan green hospital.
Sebenarnya struktur organisasi yang ada di RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi telah memenuhi lima unsur elemen dasar seperti yang diungkapkan oleh Mintzberg dalam buku yang ditulis oleh Nevizond Chatab, yaitu: The operating core (frontline staff yang menghasilkan produk atau jasa), The strategic apex (manajer puncak), The middle line (manajemen menengah), The technostructure (analis yang bertanggung jawab melaksanakan bentuk standarisasi tertentu) dan The support staff. Namun berdasarkan sifatnya, program green hospital di RS dapat dikategorikan sebagai kegiatan yang bersifat proyek karena bukan merupakan departemen utama organisasi. Untuk itu perlu ada organisasi khusus dimana koordinasi dapat melintasi berbagai unit fungsionalnya dengan struktur organisasi matriks. Berikut adalah contoh bentuk struktur organisasi matriks dalam pelaksanaan proyek program green hospital:
Gambar 4. Struktur Organisasi Matriks Proyek Green Hospital
- Penyusunan Personalia
Saat ini penyusunan personalia hanya didasarkan pada kesesuaian atau kedekatan prinsip kriteria greenship dengan tugas fungsionalnya. Misalnya pengelolaan sampah diatur oleh bagian sanitasi, pengelolaan landscape oleh bagian pertamanan. Dalam proses penyusunan ini peneliti menyarankan agar RS menyusun kriteria tertentu, misalnya Penanggung Jawab Program Green Hospital sedapat mungkin adalah seorang Greenship Asscociates (GA) atau Greenship Professional (GP). Penanggung jawab mengikuti pelatihan atau pengembangan melalui program pelatihan yang diadakan oleh organisasi yang seminat, dalam hal ini GBCI.
- Pengarahan,
Pengarahan secara khusus dan rutin belum dilakukan. Hal yang ditemukan adalah koordinasi di bagian atau tugas fungsionalnya masing-masing tentang pokok kriteria yang menjadi tugasnya. Jika ada struktur yang jelas, anggota tim yang sudah terbentuk dan pembagian tugas yang jelas, maka dapat dilakukan pengarahan untuk mendorong para staf melakukan apa yang diinginkan oleh tujuan organisasi. Fungsi ini disebut juga leading, directing, motivating, actuating.
- Pengawasan,
Terdiri dari pengawasan positif, yaitu mengetahui apakah tujuan organisasi dicapai dengan efektif dan efisien. Kemudian pengawasan negatif, mencoba menjamin bahwa kegiatan yang tidak diinginkan atau dibutuhkan tidak terjadi atau terjadi kembali.
Kesimpulan
Berikut adalah beberapa poin kesimpulan dari Pelaksanaan Green Hospital di RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi:
- Pelaksanaan Green Hospital di RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi dilaksanakan dengan pencanangan program eco friendly hospital yang meliputi : hemat air (save water), hemat energi (save energy), manajemen sampah (waste management) dan eco-protection.
- Dari 51 kriteria yang terdapat dalam tolok ukur penilaian Greenship, RSUD R. Syamsudin, SH memenuhi 9 kriteria (18%), meliputi tema Community Accessibility, Site Landscaping, Building neighbourhood, Policy and Energy Management Plan, Water Management Policy, Waste Management Policy, Waste Management Practice, No smoking Campaign, dan Environmental Tobacco Smoke Control.
- Faktor pendorong terlaksananya program Green Hospital di RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi: faktor Direktur (Leader) yang visioner, pemerintah melalui peraturan-peraturan manajemen lingkungan, dan isu global internasional berupa tren penerapan Green Hospital sebagai bagian dari upaya mengurangi pemanasan global.
- Faktor penghambat terlaksananya program ini: biaya investasi dan manajemen program yang belum baik.
DAFTAR PUSTAKA
- Health Care Without Harm (HCWH). (2011) Global Green and Healthy Hospital: A Comprehensive Environmental Health Agenda for Hospitals and Health Systems around the World.
- Manajemen Rumah Sakit (MRS). (2013) Green Hospital berbagai Pilihan Strategi-dan Inisiatif Hijau untuk RS. http://manajemenrumahsakit.net/2013/11/green-hospital-berbagai-pilihan-strategi-dan-inisiatif-hijau-untuk-rs/.
- Alamsyah, B. (2007) Pengelolaan Limbah di Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang untuk Memenuhi Baku Mutu Lingkungan. Tesis. Magister Ilmu Lingkungan. Universitas Diponegoro.
- Azmal, M., Kalhor, R., Dehcheshmeh, N.F., Goharinezhad, S., Heidari, Z.A. and Farzianpour, F. (2014) Going toward Green Hospital by Sustainable Healthcare Waste Management: Segregation, Treatment and Safe Disposal. Health, 6, 2632-2640. http://dx.doi.org/10.4236/health.2014.619302
- (2015) Panduan-Green-Hospital-Sedang-Disusun-Kemenkes-dan-GBCI http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/v13/component/content/article/73-berita/1455-panduan-green-hospital-sedang-disusun-kemenkes-dan-gbci.html. diakses 7 juli 2015
- Nugraha, Eka Surya. (2014) Green Hospital. Pendekatan baru dalam pengelolaan rumah sakit. Studi Kasus di RSUP Persahabatan dan RS kanker Dharmais.
- Handoko, T. hani. (2009) Manajemen, BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta
- (2010) Pencanangan Go Green RSUD R. Syamsudin, SH.. http://pkrsbunut.blogspot.com/2010/07/pencanangan-go-green-rsud-r-syamsudin.html. Diakses pada 22 Juni 2015.
[1] Postgraduate Study of Hospital Management Program, Faculty of medicine, Gadjah Mada University
[2] Public Health Department, Faculty of Medicine, Gadjah Mada University
[3] Public Health Department, Faculty of Medicine, Gadjah Mada University
Indonesia Dukung ‘No One Left Behind’ dalam Capai SDGs
Indonesia menjadi salah satu co-sponsors 2 Side Event membahas pentingnya menjamin ‘no one left behind.’, pembangunan kesehatan yang inklusif, dalam pencapaian SDGs (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030) pada Sidang World Health Assembly ke-70 yang diselenggarakan di Kantor PBB, Jenewa.
Pada tanggal 25 Mei 2017, bersama negara-negara Foreign Policy and Globalh Health, Indonesia menyelenggarakan Side Event dengan tema ‘Addressing the Health of Vulnerable Populations for an Inclusive Society’. Indonesia menjadi salah satu panelis yang diwakili Kepala Badan Litbang Kesehatan, menyampaikan bahasan ‘Tantangan dalam pencapaian kesehatan semesta untuk menangani masyarakat dalam situasi rentan’ (Challenges in Achieving UHC to Address the Health of Population in Vulnerable Situations).
Dalam paparannya Ka Badan Litbang Kesehatan menyatakan: ‘Indonesia telah mencapai kemajuan yang cukup signifikan dalam upaya pencapiaan cakupan kesehatan semesta’. Lebih lanjut, di hadapan Delegasi WHA yang hadir, beliau menyampaikan bahwa sampai bulan Maret tahun 2017, cakupan JKN di Indonesia telah mencapai lebih dari 176 juta penduduk. Selama periode 2014-2017, telah terjadi peningkatan peserta dari 133,4 juta peserta menjadi lebih dari 176 juta peserta, atau terjadi kenaikan sebesar 32%.
Terkait dengan penanganan kelompok masyarakat rentan, Ka Badan Litbang Kesehatan menyampaikan kepada Delegasi WHA bahwa Indonesia memiliki komitmen tinggi dalam pendekatan pembangunan kesehatan secara inklusif. Disampaikan di hadapan Delegasi WHA, bahwa untuk menangani DTPK (Daerah Terpencil, Perbatasan, dan Kepulauan), Indonesia telah meningkatkan insfrastruktur fasyankes (puskesmas dan rumah sakit pratama), dan penempatan tenaga Nusantara Sehat. Untuk masyarakat miskin, premi JKN dibayarkan oleh pemerintah (PBI). Untuk korban bencana, telah dibentuk Pusat Krisis Kesehatan. Untuk gangguan jiwa berat, ada program ‘zero pasung’. Untuk persalinan di daerah terpencil, telah dikembangkan ‘rumah singgah’. Kesemua itu merupakan upaya pemerintah dalam mengedepankan pembangunan kesehatan yang inklusif (Leaving No One Behind).
Pada tanggal 26 Mei 2017, Indonesia bersama Norwegia dan Chili menyelenggarakan Side Event dengan tema ‘Leaving No One Behind: equity, gender, and human rights policy to practice’.
Indonesia juga menjadi panelis yang diwakili Ka Badan Litbang Kesehatan, dengan menyampaikan paparan ‘Pengalaman Indonesia dalam meningkatkan pemantauan ketidakmerataan kesehatan dan bagaimana mengatasinya’ (Indonesian experiences in enhancing inequality monitoring and how to address it).
Dalam paparannya Ka Badan Litbang Kesehatan menunjukkan bahwa Indonesia telah melakukan pemantuan ketidakmerataan pembanguanan kesehatan melalui Sistem Informasi Kesehatan (SIK) dari lapoan data rutin, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), dan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM), dan juga tool WHO: Health Equlity Assessment Tool (HEAT).
Lebih jauh Ka Badan Litbang Kesehatan menyampaikan bahwa dari IPKM dan HEAT telah teridentifikasi adanya ketimpangan kesehatan lintas provinsi, lintas pulau, lintas kabupaten/kota, dan juga antar desa vs kota.
Untuk mengatasi ketimpangan/kesenjangan tersebut, Kementerian Kesehatan telah menetapkan tiga pilar pembangunan kesehatan, yakni Paradigma Sehat, Peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, dan peningkatan cakupan jaminan kesehatan semesta sampai akhir tahun 2019.
Lebih jauh dijelaskan kepada Delegasi WHA bahwa Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) dan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) merupakan upaya prioritas dalam mengeksekusi Paradigma Sehat.
Sumber: kemkes.go.id
Pentingnya Mutu dan Keselamatan Pasien
Bertempat di Gedung Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan (RSGMP) Lantai 4, Rabu (24/5) berlangsung kegiatan Workshop Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien. Acara diikuti oleh 100 peserta terdiri dari dokter, perawat, analis, laboran, tenaga kependidikan, dan mahasiswa co-ass Kedokteran Gigi. Hadir sebagai narasumber yaitu dr. Yeni, M.Si dan Dr. dr. Nendyah Roestijawati, M.KK.
dr. Yeni, M.Si. menjelaskan materi tentang Insiden Keselamatan Pasien. Menurutnya dewasa ini sering kali terjadi komplain yang berhubungan dengan pelayanan/ perawatan pasien di rumah-sakit, baik yang meyangkut ketidak puasan pelayanan RS atau masalah yang berkaitan dengan proses pengobatan yang diterima pasien. “Seringkali rumah-sakit harus mengeluarkan biaya yang besar sebagai kompensasi “ tambah dr. Yeni. Apabila kasus-kasus seperti ini terus terjadi, mampukah Rumah-sakit menanggung kerugian finansial dan menurunnya akuntabilitas, lalu siapa yang bersalah , dokter yang merawat atau manajemen rumah-sakit ? Sehingga upaya mencegah keadaaan yang tidak diinginkan maka apabila terjadi insiden segera untuk melaporkan kepada tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit/KPRS.
KPRS merupakan suatu sistem dimana rumah-sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk : assesmen risiko, Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien; pelaporan dan analisis insiden; kemampuan belajar dari insiden dan tindaklanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang diakibatkan melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Sementara itu Dr. dr. Nendyah Roestijawati, M.KK. menyampaikan materi Manajemen Mutu dan Manajemen Resiko. Peningkatan mutu harus selalu dilakukan oleh Rumah Sakit (RS) seperti yang diamanatkan oleh UU. Penilaian mutu RS merupakan unsur pokok akreditasi yang harus dilaksanakan oleh unit kerja yang ada di RS. “Peningkatan mutu dapat dilakukan melalui upaya identifikasi risiko keselamatan pasien, hasil identifikasi keselamatan pasien merupakan dasar perbaikan untuk peningkatan mutu” jelas Nendyah.
Maju Terus Pantang Menyerah!!
Sumber: unsoed.ac.id
Integrasi KJS Disempurnakan Warga tidak Khawatir Sakit di Luar Kota
DINAS Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta memastikan kartu Jakarta sehat (KJS) tidak hanya dapat digunakan warga ketika berada di Ibu Kota. Dalam kondisi darurat di luar kota, pasien pemegang KJS tetap dapat berobat dengan memanfaatkan fasilitas KJS.
“Jika memang seorang pasien KJS sedang bepergian dan ternyata mengalami kondisi gawat darurat, pasien dapat langsung menuju rumah sakit yang berintegrasi dengan BPJS tanpa perlu menggunakan surat rujukan dari klinik kesehatan tingkat pertama,” ujar Kepala Dinkes DKI Jakarta, Koesmedi Priharto, kemarin.
Dia mengatakan pasien cukup menunjukkan KTP asli Jakarta serta KJS kepada pihak rumah sakit. Sistem semacam ini telah dirancang KJS, sudah diintegrasikan ke dalam Jaminan Kesehatan Nasional yang dilaksanakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sejak 2014.
“Mereka bisa disebut sebagai PBI (penerima bantuan iuran). Jadi, jika warga DKI sakit di luar daerah, mereka bisa pakai kartu KJS-nya untuk mendapatkan layanan rumah sakit kelas 3 yang bekerja sama dengan BPJS,” ujar dia.
Namun kini, menurutnya, layanan integrasi KJS dengan sistem nasional telah mengalami berbagai perkembangan dan perbaikan. Pemprov DKI telah mengalokasikan dana sebesar Rp1,2 triliun untuk KJS pada tahun anggaran 2017.
Dengan peserta sebanyak 91% dari 10,3 juta penduduk DKI Jakarta, Unit Penyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah Dinkes DKI terus berupaya meningkatkan pelayanan, salah satunya integrasi dengan BPJS.
Yantra Jaya, 54, ialah salah satu pemegang KJS yang telah merasakan manfaat kartu tersebut meski dia menjalani pengobatan di RSUD Dr A Dadi Tjokrodipo, Teluk Betung, Bandar Lampung.
“Yantra menjalani pengobatan karena mengalami pembengkakan di Jantung. Karena mendadak, langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat. Semalam masuk di IGD sekitar jam delapan malam,” ujar Dewi Mamora, adik perempuan Yantra.
Pada Sabtu (27/5) malam saat berkunjung ke rumah kerabatnya di Lampung, Yantra terpaksa dilarikan ke rumah sakit karena mengalami sesak napas, jantung berdebar, serta demam.
“Saat perawatan diberikan oksigen, obat, suntikan, cek darah, tindakan rontgen, serta EKG. Adanya KJS benar-benar sangat membantu keluarga. Coba kalau enggak ada KJS, pasti memberatkan pihak keluarga,” paparnya. (Ant/J-4)
Sumber: mediaindonesia.com
BPJS Siapkan RS Trauma Center
TEGAL – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Cabang Tegal menyiapkan rumah sakit trauma center (RSTC) atau pusat pelayanan kesehatan untuk mengatasi kecelakaan kerja di Kota dan Kabupaten Tegal serta Brebes. Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Tegal Alpian mengatakan, seluruh puskesmas di Kota Tegal dalam persiapan dibentuk layanan trauma center.
Bagi anggota BPJS Ketenagakerjaan yang terkena kecelakaan kerja nantinya untuk sementara akan dirawat di RSTC. ”Ini sebagai bentuk pelayanan yang disiapkan bila anggota BPJS Ketenagakerjaan mengalami kecelakaan kerja. Bila terjadi kecelakaan kerja maka segera dibawa ke trauma center untuk ditindaklanjuti,” kata dia.
Dia mengungkapkan, sementara di Kota Tegal masih dalam persiapan di Kabupaten Tegal, sudah ditandatangani kesepakatan bersama seluruh puskesmas yang diwakili oleh Dinas Kesehatan setempat bersama BPJS Ketenagakerjaan. Menurut Alpian, dengan mengadakan kerja sama dengan puskesmas dan rumah sakit bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan kepada pekerja khususnya di wilayah kerja BPJS Ketenagakerjaan Cabang Tegal.
”Banyak manfaat yang akan di dapatkan dalam kerjasama ini , di antaranya akan memudahkan peserta mendapat pengobatan secara cepat ketika terjadi kecelakaan kerja. Peserta juga bisa mendapat jaminan penuh di rumah sakit/puskesmas yang bekerja sama yang di sebut juga RSTC,” kata dia.
Penggantian Biaya
Kepala Bidang Pelayanan Yetty Laini Yusefa, mengatakan, RSTC akan mendapat kepastian penggantian biaya pengobatan dan perawatan sesuai indikasi medis tanpa dibatasi biayanya. Nantinya setelah Kabupaten Tegal dan Kota Tegal, dilanjutkan di puskesmas dan rumah sakit di Brebes. ”Keuntungan ini bukan hanya di rasakan peserta tapi juga oleh perusahaan dan juga rumah sakit dan Puskesmas.
Perusahaan tidak perlu menganggarkan biaya perawatan dan pelatihan pekerja yang mengalami kecelakaan dan akan meningkatkan loyalitas pekerja dan produktivitas. Adapun bagi rumah sakit atau puskesmas, akan lebih dikenal oleh masyarakat luas,” kata dia. (enn- 49)
Sumber: suaramerdeka.com
Rumah Sakit Wajib Sediakan Alkes dan Obat Untuk Pasien BPJS
BENGKULU – Terkait adanya laporan keluhan yang diterima pihak Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan Bengkulu dari masyarakat pemegang kartu Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) terhadap sinyalemen kebijakan pihak Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta di Bengkulu yang diduga membatasi rawat inap pasien hanya diperbolehkan selama 3 hari, dan ada juga yang membeli obat ke luar rumah sakit, semestinya tidak boleh terjadi. Mengingat semua pembiayaan berobat bagi masyarakat yang sudah ditanggung JKN-KIS, sudah ditanggung pihak BPJS Kesehatan. Begitu juga untuk Alat Kesehatan (Alkes) dan obat-obatannya, pihak rumah sakit setempat harus menyediakannya.
Pernyataan tersebut diungkapkan Anggota Komisi IX DPR RI Hj. Elva Hartati Murman S.Ip, MM. Menurut Elva, kebijakan pihak rumah sakit di daerah terhadap keluarga pasien untuk membeli obat diluar, bisa saja asalkan obat yang ada diresep benar-benar tidak ada disediakan pihak rumah sakit. Tetapi setelah obat tersebut dibeli diluar, agar pihak rumah sakit setempat juga harus mengganti biayanya.
“Program JKN-KIS yang diluncurkan Pemerintah, tujuannya masyarakat dalam berobat gratis dan kebijakan tersebut harus berjalan dengan baik di Bengkulu ini,” ungkap Elva Hartati, kemarin (28/5).
Selain itu dikatakan Elva, sinyalemen kebijakan pihak rumah yang membatasi pasien JKN-KIS rawat inap hanya selama 3 hari, dari koordinasi pihaknya kesidak belum lama ini tidak ada. Bahkan pihak rumah sakit milik pemerintah daerah, berjanji akan mentaati segala aturan yang berkaitan dengan pelaksanaan program JKN-KIS ini di Bengkulu. “Sebetulnya pertimbangan lain bagi pihak rumah sakit untuk mengetahui pasien bersangkutan sudah sembuh atau belumnya, berkonsultasi dengan dokter yang menangani pasien. Jika tidak dilakukan itu, sama saja ada kesan pihak rumah sakit membatasi pasien dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang semestinya menjadi haknya,” katanya.
Kendati demikian ditegaskan Anggota DPR RI dari Dapil Bengkulu ini, apabila memang ada ditemukan masalah pasien dibatasi rawap inap dan membeli obat di luar rumah sakit, dipersilakan melaporkan kepada Komisi IX DPR RI secara langsung dan pihaknya menjanjikan akan menegur pihak BPJS dan manajemen rumah sakit bersangkutan.
“Saya selaku wakil rakyat di parlemen Senayan Jakarta yang kebetulan duduk di Komisi IX DPR RI dengan bidang tugas salah satunya bidang kesehatan, silakan masyarakat melaporkan kepada saya secara langsung. Nanti kita akan tindak lanjuti laporannya. Bahkan jika perlu menegur secara langsung pihak BPJS Kesehatan dan rumah sakit setempat,” tegasnya.
Sementara itu sebelumnya, Direktur Rumah Sakit M Yunus Bengkulu Zulkimaulud ketika dikonfirmasi membantah pihaknya sudah membatasi pasien rawat inap selama 3 hari dan ada yang membeli obat di luar. “Informasi tersebut perlu dibuktikan dahulu. Apakah benar kita selama ini membatasi pasien rawat inap dan ada yang membeli obat di luar. Bahkan jika ada keluarga pasien yang membeli obat di luar, itu karena obatnya memang tidak ada di rumah sakit dan setelah dibeli, kita juga mengganti seluruh biaya yang dikeluarkan keluarga pasien dalam membeli obat yang diminta dokter,” tutupnya. (idn)
Sumber: radarbengkuluonline.com
Gaji Pegawai Honorer RS Pirngadi Nunggak
Medan. Sejumlah pegawai honorer di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Pirngadi Medan mengeluhkan menunggaknnya gaji mereka. Bahkan gaji tersebut belum dibayarkan oleh rumah sakit (RS) milik Pemko Medan itu, sejak bulan Februari lalu.
“Sudah tiga bulan, tepatnya sejak Februari lalu kita belum dapat gaji. Manajemen rumah sakit, juga tidak ada memberikan jawaban yang jelas,” ungkap salah seorang pegawai honorer RS Pirngadi, kepada wartawan, Jumat (26/5).
Pegawai honorer yang enggan identitasnya disebutkan ini, mengatakan, akibatnya ia dan teman-temannya mengalami kesulitan finansial. Apalagi, saat ini sudah memasuki bulan puasa, sehingga gaji tersebut sangat dibutuhkannya.
“Harapannya gaji itu bisa dibayarkan secepatnya. Tak perlu harus dibayarkan semua. Sebagiannya saja dulu juga tidak apa-apa,” ujarnya.
Menunggaknya gaji itu, kata dia, dialami oleh seluruh pegawai honorer di RS Pirngadi. Mulai dari perawat, sekuriti, hingga petugas cleaning service belum mendapatkan haknya.
Menanggapi ini, Kassubag Hukum dan Humas RSUD dr Pirngadi Medan Edison Peranginangin, saat dikonfirmasi prihal ini mengaku belum mengetahui informasi tersebut.
Ia menyarankan agar persoalan ini ditanyakan ke Bagian Keuangan RS tersebut saja. “Saya belum dapat informasinya. Coba tanya ke Bagian Keuangan saja ya,” sebutnya.
Sementara itu, Wadir Keuangan RSUD dr Pirngadi Syarifuddin Irsan Dongoran, mengatakan, tertunggaknya gaji pegawai honorer di RS Pirngadi bukannya sejak bulan Februari, melainkan sejak bulan Maret. “Bulan Februari sudah dibayarkan. Kalau bulan Maret memang belum,” sebutnya.
Ia mengaku, gaji pegawai honorer itu belum diberikan pihaknya dikarenakan klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kepada RS ini belum didapatkan. Namun, ia berjanji, apabila klaim itu sudah keluar, maka gaji para pegawai honorer pasti akan dibayarkan. “Nanti pasti diberikan, tak usah khawatir. Karena kita masih menunggu klaim BPJS itu keluar dahulu,” pungkasnya. (rozie winata)
Sumber: medanbisnisdaily.com
RSI Jemursari Menuju Cyber Hospital
SURABAYA — Jangan kaget ketika datang ke Rumah Sakit Islam (RSI) Surabaya Jemursari, Anda akan diarahkan petugas untuk melakukan pendaftaran di anjungan mandiri yang ada di lobi rumah sakit. Seperti yang dilakukan Kukuh W, salah seorang pasien yang berobat ke RSI Jemursari, Sabtu (23/5).
Kukuh yang sudah lama menjadi pasien RSI Jemursari dengan mudah melakukan pendaftaran mandiri. Dia hanya memasukkan kartu berobat lalu tinggal menekan tombol-tombol yang ada di layar. Memilih poli dan dokter yang dituju. “Kalau ke pendaftaran mandiri syaratnya harus punya kartu berobat dulu. Seperti kita ke ATM. Mudah dan cepat. Tidak perlu antre,” ujar Kukuh.
Pelayanan yang cepat, mudah dan tepat ini memang sedang diterapkan RSI Surabaya Jemursari. Cyber Hospital pun sudah diluncurkan Sabtu (23/5). Tidak hanya pendaftaran secara mandiri atau e-registration, ada layanan digital lain yang disediakan. Di antaranya, e-laboratorium, e-Radiologi, hingga e-resep dan sedang dikembangkan pada fasilitas lainnya.
Direktur RSI Surabaya Jemursari, Prof Dr dr Rochmad Romdoni Sp PD Sp JP (K), menjelaskan era digital saat ini, pihaknya mencoba berinovasi dengan menerapkan sistem digitalisasi dalam pelayanan. “Kami sudah memulai secara bertahap sistem cyber hospital, sebenarnya sudah berjalan 3 bulan. Dan kami sedang mengupdate yang kurang,”jelasnya.
Menurutnya, penyesuaian sarana prasarana menjadi sistem online memang membutuhkan waktu, apalagi jika penyesuaian tersebut berkaitan dengan sumber daya manusianya. Seperti pada fasilitas rekam medik pasien yang mengubah kebiasana dokter. “Nggak gampang ngubah kebiasaan dokter nulis rekam medik langsung di komputer dan resep-resepnya. Kalau laboratorium dan resep kan tinggal centang saja,” tambahnya.
Respon positif masyarakat juga diterima dengan memotong regulasi antrian yang ada. Sebab, melalui anjungan mandiri pasien bisa langsung memilih dokternya dan tahu kapan wktu pelayanannya. “Jadi pasien bis apulang dulu dan kembali untuk pelayanannya sesuai jam yang sudah ditentukan,”jelasnya.
Selain itu, hasil pemeriksaan dan laboratorium juga bisa terpantau oleh dokter melalui rekam medik yang terintegrasi. Hal ini menambah kunjungna pasien di rumah sakitnya. Biasanya kunjungan pasien berkisar 600 sampai 700 orang. Saat ini bisa mencapai 1.200 pasien tiap harinya.
Karena perkembangan ini, RSI Jemursari juga mengadakan workshop untuk Asosiasi Rumah Sakit Islam NU (Arsinu). Sehingga bisa menambah pengetahuan dan minat anggota Arsinu untuk peningkatan kualitas. “Biasanya orang sudah under estimate dengan Arsinu, jadi kami bersedia membimbing RS lain kalau memang ingin menerapkan Cyber Hospital,” ujarnya.
Ketua Arsinu Pusat Dr. Dr Zulfikar Assar mengaku kagum dengan RSI Surabaya Jemursari. “Alhamdulillah ada rumah sakit NU yang sudah akreditasi B dan akan menjadi rumah sakit pendidikan. Karena terus terang masih banyak anggota Arsinu yang masih kelas C. Kita akan dorong lagi supaya bisa menjadi lebih baik. Dan kami juga berterima kasih karena RSI Jenursari mau berbagi ilmu agar semua anggota Arsinu bisa menafaatkan kecanggihan teknologi ini,” jelasnya. (end)
Sumber: duta.co
Pembangunan RS Milik Pemda Terkesan Asal Jadi
MANADO -Pembangunan Rumah Sakit milik Pemerintah Daerah ( Pemda) terkesal asal jadi. Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Komisi 4 DPRD Sulut, James Karinda.
Karinda pun mencontohkan pembangunan Rumah Sakit Ratumbuysang, Rumah Sakit Mata dan Rumah Sakit Noongan. Kepada wartawan, Karinda mendesak agar Pemerintah segera memberikan sanksi serta tindakan tegas kepada pengusaha yang membangun rumah sakit tersebut.
” Jika rumah sakit dibuat dengan kualitasnya jelek maka sudah pasti akan berimbas kepada kesehatan dari pasiennya sendiri,” ungkap Karinda.
Politisi Partai Demokrat dari dapil Manado mengingatkan anggaran yang dihabiskan untuk pembangunan RS Ratumbuysang cukup besar. Dengan harapan RS Ratumbuysang dapat segera digunakan. ” Kasus Rumah Sakit Ratumbuysang segera ditindaklanjuti jangan dibiarkan harus ada sanksi,” kata Karinda dengan nada tegas.
Karinda juga menghimbau agar pembangunan rumah sakit milik Pemda harus ada pengawasan. Sebab jika kualitasnya tidak baik maka akan berpengaruh pada pelayanan kesehatan pada masyarakat, begitu juga dengan konsultan pembangunan.
” Konsultan yang membuat RS, harus orang yang berpengalaman, karena cara membuat RS berbeda dengan membangun gedung-gedung biasa. Disitu harus ada standarnya,”ujar Karinda.
Karinda pun berharap, para konsultan yang sudah dipercayakan oleh kontraktor untuk membangun RS milik pemda harus betul-betul mampu untuk mengerjakan bangunan. “Yang terjadi sekarang pembangunan rumah sakit milik Pemda di Sulawesi Utara dibuat asal jadi dan ini sudah ada buktinya,” tutup Karinda, sambil menyatakan, kontraktor yang dipercayakan membangun rumah sakit harus punya jika kemanusian. (mom)
Sumber: manadoline.com