Merawat orang dalam kondisi normal mungkin sudah biasa dialami siapa pun. Namun terbayangkah jika yang dirawat itu orang yang mengalami gangguan kesehatan jiwa? Beragam tingkah polah pasien jadi makanan sehari-hari perawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Lampung. Riko Bana Utama (35), salah satu perawat RSJ, pun harus menjalani rutinitas berbeda tersebut di tengah kewajibannya berpuasa.
Laporan Prima Imansyah P., BANDARLAMPUNG
MATAHARI mulai meninggi, nyaris sejajar berada di atas kepala. Bila di sejumlah tempat nuansa kesibukan mulai terlihat, tidak begitu dengan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung kemarin siang. Suasana lengang masih terasa. Namun, tetap terlihat satu per satu perawat dan pegawai di RSJ menunaikan tugasnya.
Di salah satu sudut ruangan, tampak lelaki berpakaian biru dengan hati-hati membuka sebuah pintu ruangan. Ya, dialah Riko Bana Utama, perawat pelaksana Ruang PICU (Psikiater Intensif Care Unit) RSJ Lampung. Lelaki dengan kulit sedikit gelap itu telah bekerja di sana sejak tahun 2014.
Wartawan koran ini yang kemarin berkunjung ke RSJ pun lantas menyapanya dengan tujuan hendak mendengar cerita selama ia bekerja di sana. Menurutnya, awal dia bekerja ditempatkan sebagai perwat pelaksana di Ruang Cendrawasih yang menangani pasien gaduh gelisah sejak tahun 2004-2012. Seiring waktu, dia kemudian ditempatkan di IGD dari tahun 2012-2015, hingga kini bertugas di ruang Picu dari tahun 2015 sampai dengan sekarang.
Riko mengatakan, selama ia bekerja di sana telah melewati bulan Ramadan sebanyak 13 kali. Dan menurutnya setiap lebaran ia pun tepat bertugas.
Dia mengakui, merawat pasien RSJ di bulan Ramadan cukuplah berat. Ya, dirinya harus benar-benar bisa menahan emosi. Beruntung, ia mempunyai trik khusus untuk mengatasi emosi saat nmerawat pasien RSJ dengan menangani pasien bersama-sama.
’’Agar tidak emosi, biasanya saya menagani pasien bersama rekan yang lain dengan meminta bantuan Satpam, Satpol PP dan petugas ruangan lain, agar pasien dan petugas tak cedera,” ungkapnya.
Diakuinya, kesedihan kadang dirasakannya saat harus bertugas di hari raya lebaran. ’’Kalau lagi beruntung biasanya perawat yang belum nikah suka gantiin piket lebaran atau perawat yang rumahnya jauh biar nantinya mereka bisa libur setelah ramadan,” terangnya.
Menurutnya, selama dia bertugas telah banyak pengalaman yang dilalui. Baik suka maupun duka. Pengalaman kurang menyenangkan adalah saat menerima pasien yang baru datang dengan badan besar, karena akan susah untuk mengendalikannya. ’’Di sini saat untuk pasien yang baru pertama kali masuk RSJ akan susah mengendalikannya, dari pada yang telah sering masuk RJS,” ujarnnya. Ya, menurutnya orang yang baru masuk RSJ kali pertama akan susah menerima kenyataan dan merasa dirinnya sehat.
Tak jarang dirinya menerima ancama dari pasien yang baru datang. Seperti ancaman dengan kata-kata kasar. ’’Awas kamu ya kalau ketemu gua di luar, nggak tau gua ini siapa?” ujarnya menirukan perkataan pasien yang baru masuk RSJ. Riko pun menuturkan, ia pernah dipukul oleh pasien RSJ saat dalam perawatan.
Hal terburuk yang pernah dialaminya selama menjadi perawat pelaksana di RSJ didapatinya pada tahun 2007, saat masah bertugas di Ruang Cendrawasih. Kala itu dia bahkan sampai mengalami patah jari kelingking tangan kanan. ’’Saat itu saya hendak memberikan obat ke pasien. Tiba-tiba pasien nerobos keluar dan kelingking saya terhantam olehnya,” ujar Riko. Lebih parah, menurut Riko, rekannya ada yang sampai mengalami patah tangan dalam merawat pasien RSJ.
Hal yang dia suka di RSJ, yaitu saat melihat pasien yang dirawat telah sembuh dan kembali ke masyarakat umum. ’’Saya senang mas kalau ketemu mereka yang pernah dirawat, sudah ada yang jualan martabak, pecel, dan lainnya,” ujarnya. Tentu saja hal tersebut membuat dirinya bangga. (c1/sur)
Sumber: radarlampung.co.id