Penganggaran RS Daerah yang Menerapkan PPK BLUD UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, khususnya Pasal 7 ayat 3 dan Pasal 20 ayat 3 mengamanatkan bahwa rumah sakit pemerintah harus berbentuk Badan Layanan Umum dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Dengan implementasi BLUD, prinsip efisiensi harus menjadi bagian dari sistem manajemen. Ini juga menjadi langkah awal untuk meningkatkan sistem manajemen di lembaga pelayanan publik agar mampu menghasilkan pelayanan yang lebih bermutu dan sesuai dengan kebutuhan penggunanya. |
|||
Website ini akan update setiap Selasa pagi. Nantikan Informasi terbaru setiap minggunya. | |||
+ Arsip Pengantar Minggu Lalu |
|||
|
Rumah Sakit Sayang Ibu & Bayi |
|
SEMINAR NASIONAL DAN PALEMBANG HOSPITAL EXPO 2017 |
Penganggaran RS Daerah yang Menerapkan PPK BLUD
UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, khususnya Pasal 7 ayat 3 dan Pasal 20 ayat 3 mengamanatkan bahwa rumah sakit pemerintah harus berbentuk Badan Layanan Umum dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Dengan implementasi BLUD, prinsip efisiensi harus menjadi bagian dari sistem manajemen. Ini juga menjadi langkah awal untuk meningkatkan sistem manajemen di lembaga pelayanan publik agar mampu menghasilkan pelayanan yang lebih bermutu dan sesuai dengan kebutuhan penggunanya.
Penjabaran lebih rinci dalam perundang-undangan mengenai BLUD dijelaskan pada Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Permendagri No. 61 Tahun 2007 pada Pasal 71 hingga pasal 79 mengatur tentang Penganggaran Badan Layanan Umum Daerah. Permendagri tersebut juga secara eksplisit menyebutkan bahwa BLUD menyusun Rencana Bisnis Anggaran (RBA) tahunan yang berpedoman kepada renstra bisnis BLUD. RBA disusun berdasarkan prinsip anggaran berbasis kinerja, perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanan, kebutuhan pendanaan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima dari masyarakat, badan lain, APBD, APBN dan sumber-sumber pendapatan BLUD lainnya.
Peraturan lainnya yang menjelaskan penganggaran BLUD adalah Permendagri No. 33 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan APBD TA 2018, khususnya pada Lampiran bagian V. Hal Khusus Lainnya, Nomor 27; Bagi SKPD atau unit kerja pada SKPD yang telah menerapkan PPK- BLUD, agar:
- Penyusunan rencana kerja dan anggaran menggunakan format Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA).
- Pendapatan BLUD dalam RBA dikonsolidasikan ke dalam APBD dalam jenis pendapatan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.
- Belanja BLUD dalam RBA dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, khususnya dalam Pasal 11 ayat (3a), SKPD atau Unit Kerja pada SKPD yang telah menerapkan PPK-BLUD, pagu anggaran BLUD dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang sumber dananya berasal dari pendapatan dan surplus BLUD, dirinci dalam 1 (satu) program, 1 (satu) kegiatan, 1 (satu) output dan jenis belanja.
- Tahapan dan jadwal proses penyusunan RKA/RBA, mengikuti tahapan dan jadwal proses penyusunan APBD.
Pada lampiran peraturan tersebut dengan jelas menyatakan bahwa RS Daerah yang menerapkan PPK BLUD dalam penganggaran menggunakan format RBA. Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan buku pedoman penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA). Buku pedoman penyusunan RBA menjelaskan bahwa dalam penyusunan dokumen RBA terdiri dari lima bab.
- Bab I
Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum BLUD, maksud dan tujuan dari BLUD dan susunan pejabat pengelola dan dewan pengawas.
- Bab II
Berisi tentang kinerja BLUD yaitu kinerja pelayanan dan kinerja keuangan. Bab ini juga menjelaskan kondisi lingkungan yang mempengaruhi pencapaian kinerja serta perbandingan asumsi pada saat penyusunan RBA dengan fakta yang terjadi saat ini.
- Bab III
Bab III ini merupakan bab yang menggambarkan anggaran tahun yang dianggarkan. Bab ini berisi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja BLUD tahun depan, asumsi-asumsi yang digunakan dalam menghitung pendapatan dan biaya, program kerja dan kegiatan, pendapatan dan biaya. Biaya-biaya tersebut terdiri dari biaya operasional dari masing-masing unit yang ada di BLUD, biaya investasi dan pendanaan.
- Bab IV
Bab ini berisi proyeksi keuangan tahun yang dianggarkan. Proyeksi keuangan tersebut terdiri dari Proyeksi Neraca, Proyeksi Laporan Operasional, Proyeksi Aliran Kas dan Catatan Proyeksi laporan keuangan.
- Bab V
Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam melaksanakan Badan Layanan Umum Daerah dan kesimpulan dari dokumen RBA secara keseluruhan.
Penyusunan dokumen RBA BLUD RS Daerah yang merupakan bagian dari APBD, juga harus mengikuti tahapan dan proses dalam penyusunan APBD.
Oleh: Yos Hendra, MM, M.Ec.Dev, Ak
Kumpulkan Limbah Medis, Pegawai RS di Majalengka Ini Dipecat dan Ditahan Polisi
Majalengka – Seorang pegawai rumah sakit di Kabupaten Majalengka, Sa (36) diamankan Reskrim Polres Majalengka atas tuduhan menyimpan dan memanfaatkan limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) medis tanpa izin.
Barang-barang tersebut masing-masing 10 masker pernafasan bekas, 45 selang pernafasan, 16 buah selang infusan, 11 buah jarum infusan dan 42 botol infusan bekas.
“Alat bekas rumah sakit itu pelaku pungut dari tempat pembuangan sampah (TPS) rumah sakit setiap harinya. Hal itu sudah dilakukannya sejak setahun lalu. Untuk kemudian duual ke tukang rongsok demi menambah penghasilan. Namun belum sempat dijual, pelaku sudah terlebih dahulu diamankan,” papar Kasat Reskrim Polres Majalengka, AKP Rina Perwitasari saat pres rilis di Ruangan Satreskrim. Senin (7/8/17).
Rina menjelaskan, pelaku ditangkap karena tidak memiliki izin dari pihak berwenang mengenai tindakannya melakukan penyimpanan dan pemanfaatan limbah B3 di sebuah perumahan atau di lingkungan masyarakat. Perbuatan itu melanggar UU no 32 tahun 2009 pasal 102, pasal 59 ayat (4) tentang lingkungan hidup.
Atas perbuatannyacoelaku terancam hukuman penjara minimal satu tahun dan maksimal tiga tahun. Atau denda Rp 1 milyar.
“Pelaku menyimpan barang itu dirumahnya. Padahal pengelolaan dan penyimpanan limbah B3 tanpa ijin dikhawatirkan akan merugikan dan membahayakan kesehehatan masyarakat di lingkungan sekitar. Unsur-unsur dalam pasal yang tadi saya sebutkan yakni, setiap orang yang melakukan, dan pengelolaan limbah B3 tanpa izin pihak berwenang,” ungkapnya.
Dikatakan Rina, saat ini pelaku tidak ditahan Reskrim Polres Majalengka, namun perbuatan pelaku sudah diproses pihak Kejaksaan Negeri Majalengka.
“Pelaku bukan hanya pegawai biasa rumah sakit, bukan pejabat rumah sakit,” tegasnya.
Dari informasi pihak Reskrim, pegawai rumah sakit tersebut langsung dipecat dari status kepegawaianya, begitu dikatahui melakukan tindakan yang melanggar hukum tersebut. (Mugni/Gragepolitan)
Sumber: gragepolitan.com
Empat Cara yang Perlu Dilakukan untuk Peningkatan Kualitas Obat di Rumah Sakit
BEKASI – Upaya peningkatan kualitas obat di rumah sakit bisa dilakukan melalui empat lini yakni dalam rumah sakit sendiri, berupa pemberdayakan keberadaan apoteker di rumah sakit, dengan kontrol distributor obat secara ketat oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan.
Juga mengontrol secara ketat limbah rumah sakit yang diharapkan menjadi perhatian Kementerian Lingkungan Hidup, serta ketersediaan obat di pasar.
Hal ini terungkap saat workshop Peningkatan Kompetensi Apoteker dan Implementasi Pelayanan Kefarmasian Yang Baik’ (Permenkes No 72 Tahun 2016/GPP) di 40 RS Se Kota Bekasi, Senin (7/8/2017).
PP IAI menggandeng FAPA Foundation, Good Pharmacy Pracice (GPP) Expert Group merumuskan bagaimana Permenkes 72/2016 dapat diimplementasikan di rumah sakit.
GPP Consulting Team terdiri dari Mr Joseph Wang (President FAPA), Dr Chang Yuh Lih (Taipe Veterans General Hospital), Dr Chiang Shao Ching (Sun Yat Cancer Center), dan Ivan HungChang Chou (Executive Director Taiwan Young Pharmacist Group) membantu Tim GPP IAI selama kegiatan ini berlangsung.
“Dari dalam rumah sakit, upaya dilakukan dengan memberdayakan apoteker yang menjadi penjaga gawang bagi keamanan obat yang diberikan kepada pasien,” kata Joseph Wang, Senin.
Jumlah apoteker yang cukup di setiap unit, keterlibatan apoteker dalam pengadaan obat-obatan diharapkan menjadi salah satu cara untuk menghindari masuknya obat-obatan palsu maupun obat dengan kualitas dibawah standar ke rumah sakit .
Ketersediaan apoteker di Rumah sakit, selama ini belum secara signifikan mempengaruhi peringkat akreditasi yang diperoleh oleh Rumah Sakit.
Seharusnya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem pelayanan di rumah sakit, ketidakseimbangan jumlah apoteker dengan jumlah tempat tidur dan banyaknya pasien yang dilayani menjadi satu pertimbangan rendahnya akreditasi yang dapat diraih oleh rumah sakit tersebut.
“Sehingga sangat patut dipertimbangkan untuk merasionalisasi jumlah apoteker dengan kapasitas pelayanan di rumah sakit. Jika tidak, Komite Akreditasi Rumah Sakit perlu memberikan penekanan khusus agar rasio apoteker dan kapasitas pelayanan dapat diseimbangkan,” katanya.
Kementerian Kesehatan harus melakukan kontrol ketat terhadap distributor yang bertanggungjawab terhadap distribusi obat hingga ke rumah sakit.
Dalam hal ini, rumah sakit harus melakukan seleksi ketat pula dalam memilih distributo resmi untuk pengadaan obat-obatan di rumah sakitnya.
Pengolahan limbah menjadi persoalan penting dalam mencegah terjadinya pemalsuan obat.
“Sepatutnya Kementerian Lingkungan Hidup menaruh perhatian dalam pengolahan limbah rumah sakit yang memungkinkan untuk disalahgunakan, sebagaimana yang terjadi dalam kasus vaksin palsu tahun lalu,” katanya.
Ketua PP IAI Nurul Falah Eddy Pariang menambahkan, ketersediaan obat menjadi alasan paling be
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang bertugas mengawasi pelaksanaan UU No 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, diharapkan dapat membantu mengurai masalah ini.
Direktur Pelayanan Kefarmasian Kemenkes RI, R. Dettie Yuliati berharap dari worskhop ini mampu meningkatkan pelayanan kefarmasian yang baik sesuai Permenkes 72/2016.
“Diharapkan dimasa datang, kegiatan ini dapat dilakukan di kota-kota lain di seluruh Indonesia, sehingga Permenkes No 72/2016 dapat dilaksanakan dan dipatuhi oleh seluruh rumah sakit yang beroperasi di Indonesia. Dengan begitu, akan turut serta berperan dalam meningkatkan derajat kesehatan Indonesia,” katanya.
Sumber: tribunnews.com
Dukung akreditasi Rumah Sakit melalui produk Safetosleep
Niaga Mutu Prima Sejati, distributor tunggal alat kesehatan produk Safetosleep, bersama Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) mendukung upaya akreditasi rumah sakit agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit dan kinerja keselamatan pasien.
Hal ini ditegaskan Bernard Tjioe selaku Direktur PT. Niaga MutuPrima Sejati pada peluncuran produk Safetosleep di Jakarta.
Ia menjelaskan, produk ini berguna dalam mendeteksi dini gangguan pernafasan pada bayi yang pada akhirnya menekan angka kematian bayi di Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2009, tercatat dari 9 juta kematian bayi di Indonesia, sebanyak 2 juta meninggal akibat pneumonia. Data menyebutkan setiap menit sebanyak 5 bayi meninggal. Dari 5 kematian tersebut, satu diantaranya meninggal disebabkan pneumonia disusul oleh diare.
Selain Pneumonia, penyebab kematian bayi di Indonesia pada bayi usia 0 – 28 hari adalah Premature dan Infeksi.
“Kami mendukung akreditasi rumah sakit di Indonesia, khususnya dalam keselamatan pasien bayi. Safetosleep adalah produk kesehatan berteknologi terkini, namun aman untuk kondisi bayi,” ujar Bernard kepada Lensaindonesia.com di Jakarta Senin (7/8/2017).
Ia menjelaskan pada tahap awal ini diperkenalkan pada rumah sakit dan masyarakat umum dua produk ini.
Yang pertama adalah Safetosleep Prosystem yang dapat digunakan sebagai alas pada tempat tidur bayi dan terhubung dengan sebuah sistem yang dapat dikontrol secara komputerisasi, sehingga memudahkan bagi perawat dan bidan untuk mengetahui kondisi bayi tersebut tanpa menunggu bayi itu menangis.
Produk yang kedua adalah Safetosleep tipe STS200 yang dapat digunakan dirumah sebagai alas tidur yang dapat dikontrol melalui piranti smartphone berteknologi bluetooth.
“Kami memberikan produk Safetosleep Prosystem ini gratis kepada seluruh rumah sakit yang ada di Indonesia dan Puskesmas di daerah-daerah. Sedangkan produk Safetosleep STS200 dijual seharga 500 dolar AS,” tutur Bernard.@rudi
Sumber: lensaindonesia.com
Selain Berikan Perawatan Medis, RS Harus Hormati Hak Pasien Lainnya
CITRA sebuah rumah sakit ditentukan oleh pelayanannya yang berfokus pada pasien. Pelayanan ini bukan hanya mengenai perawatan medis kepada pasien, tapi juga hak-hak pasien yang lainnya. Hak-hak pasien ini harus dipahami oleh sebuah rumah sakit.
“Untuk bisa memahami dan menghormati hak-hak pasien, seorang public relation (PR) dan marketing di sebuah rumah sakit memegang peranan kunci,” ungkap dr Sutoto M.Kes, Ketua Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS), saat ditemui dalam sebuah acara di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, baru-baru ini.
PR atau marketing rumah sakit harus bisa memberikan informasi yang dibutuhkan oleh pasien. Menurut dr Sutoto, informasi yang dibutuhkan oleh pasien antara lain mengenai rumah sakit tempat dia berobat, detail penyakit yang dideritanya, dan kompetensi petugas medis yang merawatnya. Petugas medis yang merawat pasien tentulah harus berkompeten di bidangnya.
Selain itu, PR atau marketing rumah sakit harus segera menanggapi dan menangani apabila ada pasien yang komplain. Pasien yang berobat di sebuah rumah sakit memang memiliki hak untuk komplain jika pelayanan yang diterimanya kurang berkenan. Di sinilah peran sebuah PR dan marketing rumah sakit untuk bisa memberikan informasi, solusi, dan edukasi.
Terkait dengan informasi, ke depannya akan ada sebuah sistem baru yang diterapkan rumah sakit. “Rumah sakit nantinya wajib memiliki sistem pendaftaran rawat jalan dan rawat inap berbasis. Standar baru ini akan mulai disosialisasikan walaupun sudah ada rumah sakit yang menerapkannya. Dalam jangka waktu 3 tahun, standar ini sudah harus diterapkan oleh seluruh rumah sakit,” tambah dr Sutoto.
Penilaian terhadap sebuah rumah sakit juga melibatkan cara rumah sakit itu berkomunikasi dengan masyarakat, pasien dan keluarganya, serta antarpetugas medis. Sebagian besar kasus yang terjadi di rumah sakit disebabkan oleh cara berkomunikasi yang salah. “Komunikasi adalah kunci sukses dari pencitraan sebuah rumah sakit,” kata dr Sutoto.
Di Indonesia, akreditas penilaian rumah sakit memiliki lima tahapan di mulai dari perdana, basic atau dasar, madya, utama, hingga paripurna. 50% dari rumah sakit yang sudah terakreditasi masuk dalam kategori paripurna. Akreditasi tidak hanya melihat gedung dan fasilitas yang diberikan oleh rumah sakit. Tapi juga melihat pada proses pelayanan pasien dan output yang diberikan rumah sakit kepada pasien.
(hel)
Sumber: okezone.com
WAJIB!!!! Pelayanan di Rumah Sakit harus Maksimal
SAMPIT— Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), terus berupaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat, seperti halnya di rumah sakit RSUD dr Murjani Sampit. Hal tersebut dilakukan guna memberikan rasa nyaman terhadap masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan dan medis.
Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah Kotim Halikinnor menyampaikan, saat ini pihak rumah sakit umum daerah terus berbenah untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat. Meskipun beberapa ruangan sedang dilakukan perbaikan, namun dirinya meminta untuk pelayanan medis di rumah sakit tetap berjalan bagaimana mestinya.
”Pemerintah tetap berupaya untuk memaksimalkan pelayanan di rumah sakit, perbaikan terus dilakukan agar masyarakat dapat selalu merasakan pelayanan yang terus membaik,” jelasnya, akhir pekan tadi.
Rumah sakit milik pemerintah tersebut memang terus berbenah, mulai dari pembangunan dan pelayanan. Seperti belum lama tadi, telah di bangun ruang perawatan kelas III bertingkat. Ditambah lagi hadirnya pelayanan Poli Jiwa, hal tersebut dilakukan sebagai salah satu upaya pembenahan peningkatkan pelayanan terhadap masyarakat.
”Semoga ke depan rumah sakit selalu dapat meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat, sehingga masyarakat yang mendapatkan pelayanan di rumah sakit merasa puas dengan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah,” pungkas Halikin.
Diakuinya, dalam tahap peningkatkan kualitas pelayanan pasti akan ada sorotan dari berbagai pihak. Namun tegas Halikin, hal tersebut dianggap sebagai kritik dan saran yang membangun untuk pemerintah agar dapat memberikan pelayanan yang lebih baik lagi terhadap masyarakat, terutama dalam penanganan di bidang medis. (dc/gus)
Sumber: prokal.co
Pegawai RSUD Bob Bazar Kalianda Ikuti Sosialisasi dan Simulasi Pemadam Kebakaran
Lampung Selatan – Segenap pegawai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bob Bazar Kalianda, Lampung Selatan, mengikuti sosialisasi dan simulasi penanggulangan bencana kebakaran, Jum’at (4/8/2017) di RSUD setempat.
Sosialisasi ini langsung menurunkan petugas ahli dari jajaran pemadam kebakaran (Damkar) dari kantor Satpol-PP dan Damkar Lampung Selatan.
Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat sesuai dengan standar yang dikeluarkan oleh lembaga Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS).
Dimana, setiap pegawai disiapkan agar tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan semata, namun dapat menggunakan Alat Pemadam Api Ringan (tabung APAR) sewaktu-waktu jika terjadi kebakaran.
Kepala Seksi Pemadam Kebakaran (Kasi Damkar) Rully Fikriansyah menjelaskan, selain memberikan pemahaman secara teori, pihak Damkar melakukan simulasi langsung. Pertama, melakukan pemadaman pada kompor/selang gas bocor. Kedua, langsung memadamkan api dengan menggunakan tabung APAR.
“Harus dipegang secara langsung, agar pada saat terjadi kebakaran ringan, mereka langsung dapat melakukan pemadaman secara darurat,” kata Rully.
Ia mengatakan, yang harus dipahami oleh peserta simulasi manakala terjadi kebakaran adalah rasa panik. Pasalnya, hal tersebut yang dapat minimbulkan rasa takut, sehingga api membesar dan tidak jadi dipadamkan.
“Intinya, pada saat terjadi kebakaran jangan panik, ikuti langkah-langkah yang sudah dipaparkan pada saat sosialisasi dan simulasi tadi. Terlebih, saat terjadi kebakaran di rumah sakit, sehingga tidak menyebabkan kepanikan terhadap pasien,” ujarnya.
(Dirsah/Edu)
Sumber: kupastuntas.co
BPJS Kesehatan akan Gelar Lomba Rumah Sakit Berkualitas
Kalau tidak ada aral melintang BPJS Kesehatan Kantor Deputi Wilayah Sumatera Bagian Tengah dan Jambi akan mengadakan lomba penilaian Rumah Sakit berkualitas di Provinsi Riau. Lomba tersebut akan melibatkan masyarakat sebagai penilai.
“Kita minta Forum wartawan BPJS Kesehatan Provinsi Riau untuk menjadi panitia dan juri dalam lomba tersebut. Silahkan kawan-kawan mencari tema lomba, formula dan indikator penilaian. Kita akan memfasilitasi ruang untuk rapat serta kebutuhan lainnya,” kata Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Sumbagteng dan Jambi, Siswandi di Pekanbaru.
Dikatakan, perlombaan tersebut dimaksudkan dalam upaya mendorog pihak rumah sakit agar terus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang baik kepada peserta JKN KIS. Karena dengan digelarnya perlombaan tersebut, maka diyakini pemilik RS akan berupaya meningkatkan kualitas pelayanan mereka dan BPJS Kesehatan akan makin disegani oleh seluruh lapisan masyarakat.
Adapun dilibatkannya Forum Wartawan BPJS Kesehatan Provinsi Riau untuk menjadi panitia dan juri dalam lomba ini karena forum yang sudah berdiri sejak 2014 ini telah banyak menyampaikan aspirasi masyarakat dan mempublikasikan program JKN KIS.
“Dalam setiap pemberitaannnya Forum cenderung mewakili suara masyarakat dan dinilai mampu menapungkan berbagai aspirasi masyarakat khususnya dalam mendukung peserta JKN-KIS agar mendapatkan pelayanan yang berkualitas,” katanya.
Menurut Siswandi, Lomba tersebut juga digelar dalam rangkai percepatan penuntasan pencapaian kepesertaan sebesar 18,34 persen, pada 2017 ada tiga fokus utama yang menjadi landasan dalam menyusun arah dan kebijakan yang akan dijalankan BPJS Kesehatan.
“Fokus pertama adalah keberlangsungan finansial, bagaimana menjamin keberlangsungan program JKN menuju cakupan semesta dengan cara peningkatan rekrutmen peserta potensial dan meminimalkan “adverse selection”, peningkatan kolektibilitas iuran peserta dan seluruh segmen,” katanya.
Untuk Fokus kedua, katanya lagi, yakni berupa kepuasan peserta dilakukan dengan perbaikan sistem pelayanan online untuk seluruh peserta, implementasi Coordination of Benefit (COB) untuk Peserta Pekerja Penerima Upah, dan perluasan dan peningkatan kualitas fasilitas kesehatan (tingkat pertama dan lanjutan) khususnya optimalisasi peran FKTP sebagai link pelayanan tingkat pertama, serta kemudahan penanganan keluhan pelanggan dan akses informasi peserta.
Sedangkan fokus menuju cakupan semesta, dilakukan dengan cara percepatan rekrutmen peserta, mobilisasi peran strategis kelembagaan baik pemerintah maupun non pemerintah untuk menggerakan partisipasi dan peran serta masyarakat agar sadar memiliki jaminan kesehatan, serta peran aktif Kader JKN-KIS melalui organisasi kemasyarakatan, keagamaan yang memiliki struktur nasional daerah berbasis masyarakat dengan pola kerjasama dan pertanggungjawaban yang jelas.
“Kami akan melakukan perbaikan terus menerus walau hasilnya saat ini sudah di atas total target tahunan yang sudah ditetapkan dalam Annual Management Contract (AMC) dan sebagai modal untuk memperkuat kinerja BPJS Kesehatan menuju Cakupan Semesta tahun 2019,” katanya. (azw)
Sumber: riauaktual.com
Standar Akreditasi Rumah Sakit Cegah Kematian Balita
Kementerian Kesehatan mencatat, sejak 2009, terjadi 9 juta kematian balita di Indonesia. 2 juta balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia.
Selain pnemonia, penyebab kematian bayi di Indonesia pada bayi usia 0-28 hari adalah prematur, diare dan infeksi.
Direktur PT Niaga Mutuprima Sejati Bernard Tjioe menjelaskan, pneumonia disebut sebagai forgetten killer atau pembunuh yang terlupakan.
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2015, sekitar 5,9 juta kematian balita, sekitar 15 persennya setiap tahun diakibatkan pneumonia.
“Indonesia termasuk 10 besar, setidaknya ada dua sampai tiga anak meninggal dunia per jam karena pneumonia,” ujar Bernard dalam keterangannya, Senin (7/8).
Dia mengatakan, penyebab pneumonia adalah bakteri Streptococcus Pnemokokus atau bakteri Haemophilius dengan gejala sesak nafas dan batuk.
Karena itu, untuk meningkatkan keselamatan pasien terutama balita, PT Niaga Mutuprima Sejati mendukung upaya akreditasi rumah sakit. Di mana salah satu poin yang paling penting adalah keselamatan pasien.
Bernard memaparkan, terdapat enam sasaran keselamatan pasien, yakni ketepatan identifikasi pasien, peningkatan komunikasi yang aktif, dan peningkatan keamanan obat. Kemudian kepastian tepat lokasi, prosedur dan operasi, penanganan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, serta penanganan pasien jatuh.
“PT Niaga Mutuprima Sejati selaku distributor produk safe to sleep mendukung rumah sakit di Indonesia dapat meningkatkan kinerja mengenai keselamatan pasien, khususnya bayi. Produk safe to sleep merupakan produk kesehatan yang berteknologi terkini, namun aman untuk kondisi bayi,” bebernya.
Lanjut Bernard, pada tahap awal diperkenalkan pada rumah sakit dan masyarakat dua produk matras untuk bayi. Yang pertama adalah Safe to Sleep Prosystem yang dapat digunakan sebagai alas pada tempat tidur bayi dan terhubung dengan sebuah sistem yang dapat dikontrol secara komputerisasi. Sehingga sangat memudahkan perawat untuk mengetahui kondisi bayi tanpa menunggu sang bayi menangis.
“Safe to Sleep juga memperkenalkan matras bayi tipe STS200. Produk ini dapat digunakan di rumah sebagai alas tidur bayi yang dapat dikontrol melalui piranti smartphone menggunakan teknologi Bluetooth,” demikian Bernard. [zul]
Sumber: kesehatan.rmol.co