TASIK
Seminar Permasalahan dan Kemajuan dalam Revisi PP No.38/2007 dan PP No.41/2007
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM
Menyelenggarakan
LUNCH SEMINAR
Permasalahan dan Kemajuan dalam Revisi PP No. 38/2007
dan PP No. 41/2007
Sabtu, 22 Februari 2014
Ruang Senat, Gd. IKM Lt.2 FK UGM, Yogyakarta
Latar Belakang
Rencana dan upaya untuk merevisi PP No. 38 Tahun 2007 (tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota) dan PP No. 41 Tahun 2007 (tentang Organisasi Perangkat Daerah) sudah cukup lama digagas, didiskusikan, dan diformulasikan draftnya. Dari sisi ketentuan perundang-undangan, revisi tersebut idealnya dilakukan setelah revisi UU No. 32 Tahun 2004 (tentang Pemerintahan Daerah) karena UU No. 32 Tahun 2004 merupakan “induk” dari kedua PP tersebut. Masalahnya, jika harus berurutan seperti itu, tentu akan banyak waktu yang terbuang. Oleh karena itu, rencana dan upaya merevisi kedua PP tersebut dilakukan simultan dengan upaya revisi UU No. 32 Tahun 2004. Dalam perkembangannya, banyak kendala yang terjadi sehingga revisi yang direncanakan belum juga terwujud. Khusus di Bidang Kesehatan, bagaimana draft mutakhir revisi kedua PP tersebut belum banyak diinformasikan.
Secara strategis, revisi UU No. 32 Tahun 2004, PP No. 38 Tahun 2007, dan PP No. 41 Tahun 2007, akan berdampak besar terhadap Bidang Kesehatan khususnya Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit Daerah. Berdasarkan latar belakang tersebut, seminar “Permasalahan dan Kemajuan dalam Revisi PP No. 38/2007 dan PP No. 41/2007” ini akan diselenggarakan agar segala sesuatunya menjadi jelas.
Tujuan
- Mendapatkan gambaran tentang permasalahan dan kemajuan dalam revisi UU No. 32 Tahun 2004, PP No. 38/2007 dan PP No. 41/2007.
- Mendapatkan masukan untuk penyempurnaan draft revisi PP No. 38/2007 dan PP No. 41/2007 khususnya di Bidang Kesehatan.
- Mendapatkan masukan untuk penyusunan strategi mempercepat proses revisi PP No. 38/2007 dan PP No. 41/2007.
- Menyusun Rencana Tindak Lanjut untuk mendukung revisi PP No. 38/2007 dan PP No. 41/2007 khususnya di Bidang Kesehatan.
Pembicara/Nara Sumber
- Kementerian Dalam Negeri RI
- Ketua Adinkes
- Ketua Arsada
- PKMK FK UGM
Sasaran Peserta
- Kementerian Kesehatan RI
- Kepala dan staf Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota
- Direktur RSUP dan RSUD beserta jajarannya
- Kepala UPT di lingkungan dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota
- Mahasiswa S2/S3
- Peneliti dan konsultan.
Tempat dan Waktu
Seminar diselenggarakan di:
Pemkab Muratara Usulkan Penambahan Fasilitas Rumah Sakit
Skalanews – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Musirawas Utara (Muratara), Sumatera Selatan, mengusulkan penambahan beberapa fasilitas rumah sakit umum setempat yang saat ini masih memprihatinkan.
Fasilitas bangunan diusulkan itu antara lain penambahan ruangan pasien, gawat darurat dan ruangan dokter spesialis, kata Penjabat Bupati Muratara H Akisropi Ayub melalui Kabag Humas Sunardin, di Musirawas Utara, Rabu.
Ia mengatakan, bila fasilitas bangunan rumah sakit itu sudah ditambah, maka pelayanan kepada masyarakat bisa ditingkatkan termasuk penambahan tenaga dokter.
Sebagai kabupaten pemekaran dari kabupaten induk Musirawas beberapa bulan lalu masih banyak fasilitas yang perlu ditambah, namun lebih mengutamakan pelayanan rumah sakit.
Apa lagi Rumah sakit Umum itu berada di pinggir Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum), tidak hanya melayani warga setempat, tapi bisa melayani pengguna jalinsum yang terkena musibah.
Dana pembangunan rumah sakit yang diusulkan itu mencapai miliaran rupiah dan diharapkan bantuan dari Kabupaten induk Musirawas dan Provinsi Sumatera Selatan, ujarnya.
Direktur Rumah sakit Umum Daerah (RSUD) Rupit, Muratara dr Arios Saplis mengatakan, pihaknya mengusulkan penambahan empat bangunan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Keempat bangunan tersebut, yaitu ruang kamar operasi, ruang ICU, rontgen dan gudang diharapkan bisa direalisasikan 2014-2015 termasuk penambahan peralatan medis lainnya.
Hal itu bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat setempat dan warga lainnya serta bisa sejajar seperti rumah sakit tetangga lebih maju.
Selain itu, pihaknya juga mengusulkan peralatan ke pusat, baik Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pelatihan-pelatihan tingkat nasional.
“Kita akan bekerja sama dengan Universitas-Universitas fakultas kedokteran dan pihak Rumah Sakit Sobirin Musirawas, RS Siti Aisyah Lubuklinggau, terutama dibidang spesialis, yakni spesialis dalam, bedah kandungan, mata, anak, serta penyakit dalam,” Ujarnya. (ant/mar)
Sumber: skalanews.com
RS PKU Muhammadiyah Bantul Miliki Tim Siaga Bencana Beranggotakan 20 Orang
Bantul – Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, hingga akhir pekan lalu menangani sebanyak 32 pasien akibat hujan abu erupsi Gunung Kelud Kediri, Jawa Timur. Mereka dirawat di Instalasi Gawat Darurat dan ditangani tim medis siaga bencana RS itu yang beranggotakan 20 orang, sementara untuk IGD dioperasikan lima sampai tujuh orang. Jumlah tim itu diharapkan bisa membantu korban korban bencana yang lazimnya datang bersamaan.
Kesiapsiagaan RS dalam menangani korban bencana diterapkan pascabencana erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Sleman DIY pada 2010 lalu, tim medis mendapat pelatihan penanganan risiko bencana.
Jumlah korban kemungkinan bisa bertambah mengingat hujan abu vulkanik lembut masih terjadi hingga Jumat siang.
BPJS Kesehatan Jaga ‘Cashflow’ Rumah Sakit
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dari pendapatan iuran peserta sebesar Rp 2,570 triliun (per 31 Januari 2014), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sampai dengan 19 Februari 2014, biaya pelayanan kesehatan yang direalisasikan untuk pembayaran kapitasi fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama Januari 2014 Rp 645,178 miliar dan Februari Rp 395,207 miliar.
Secara nasional, sudah ada 953 rumah sakit (RS) atau faskes lanjutan dari 1.750 RS yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan yang telah mengajukan klaim. “Dan sedang kita lakukan verfikasi,” ujar Direktur Hukum Komunikasi dan HAL BPJS Kesehatan Purnawarman Basundoro dalam temu pers di Media Center kantor pusat BPJS Kesehatan, Kamis (20/2).
Verifikasi dilakukan selama 15 hari untuk kemudian klaim dibayarkan oleh BPJS Kesehatan. Apabila melebihi 15 hari dan BPJS Kesehatan belum membayarkan, institusi transformasi dari PT Askes (Persero) ini akan terkena denda 1 persen dari klaim yang masuk.
Berdasarkan data yang ada, baru enam rumah sakit yang telah selesai diverifikasi klaim dan telah dibayarkan oleh BPJS Kesehatan yaitu RS Medistra, RS Angkatan Darat Kabupaten Bone, RS Muara Dua, RS Metro, RS Harapan Bunda, RS AMC Metro.
BPJS Kesehatan: Pemerintah Pastikan RS Tetap Untung
Bisnis.com, BANDUNG–Kementerian Kesehatan memastikan rumah sakit masih mendapatkan untung atau margin minimal sebesar 30% ketika menganut tarif paket Indonesia Nasional Case Base Groups (INA-CBG’s) dalam pelaksanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan.
Kepala Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan Usman Sumantri mengatakan, kisruh pelaksanan BPJS Kesehatan diantaranya tidak lepas dari INA CBG’s yang dianggap oleh rumah sakit nilainya terlalu rendah. Hal ini terjadi karena opini tersebut keluar dari penyataan pribadi bukan institusi.
“Kalau dilihat sejarahnya INA CBG’s telah dilaksanakan sejak 2006, lantas
JKN, Dirut RS Tarakan Rencanakan Pendaftaran Online untuk Berobat
DALAM sistem pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), harus diakui masih banyak kekurangan, salah satunya antrian panjang peserta yang berobat di rumah sakit. Antrian yang panjang peserta ini pada akhirnya menyebabkan penumpukan sehingga banyak keluhan dari masyarakat.
Menurut Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan, dr. Kusmedi Priharto, Sp.OT, untuk mengatasi permasalahan penumpukan peserta di rumah sakit harus dilakukan perbaikan di sistem pendaftaran.
Kemenkes: BPJS Kesehatan Tak Perlu Juklak-Juknis
INILAH.COM, Bandung – Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan, Usman Sumantri mengatakan BPJS Kesehatan tak memerlukan aturan tambahan. Sebab, aturan yang ada sekarang, sudah lebih dari cukup.
“Juklak (petunjuk pelaksanaan) juknis (petunjuk teknis) tidak perlu. Cukup dengan 15 peraturan, ditambah aturan tentang BPJS,” ujar Usman seusai konferensi pers Sosialisasi Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Bandung, Kamis (20/2/2014).
Seperti diketahui, rumah sakit maupun petugas BPJS kerap menjadikan juklak dan juknis sebagai alasan tidak maksimalnya pelayanan. Mereka mengaku membutuhkan juklak-juknis yang mengatur lebih detail tentang apapun.
Menanggapi itu, Usman menjawab ringan. “Tak perlu. Baca saja perpres lebih hebat dari juklak-juknis. Tak perlu lah kita menambah lagi aturan,” tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Padjadjaran (Unpad) Nunung Nurwati mengatakan, dalam konteks kelembagaan, BPJS masih ada di persimpangan jalan.
“Bukan cuma kasus klaim saja yang sulit. Secara kelembagaannya saja masih belum jelas. Aturan hukum yang memayungi BPJS belum rampung,” kata Nunung.
Menurutnya, dari 14 peraturan pemerintahan (PP) yang kudu diselesaikan, baru 7 PP yang rampung. Meski rampung, ke tujuh PP tersebut belum memiliki petunjuk pelaksaan dan petunjuk teknis (Juklak-Juknis) yang jelas.
“Makanya, itu menyebabkan karut-marut BPJS hingga kini. Itu terasa hingga di bawah, tataran lapangan,” ungkap perempuan yang menjabat kepala Pusat Penelitian Kependudukan dan Pengembangan SDM Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unpad. [rni]
Sumber: inilahkoran.com
BPJS Kesehatan, Margin Keuntungan RS 30 Persen
INILAH.COM, Bandung – Kementerian Kesehatan menegaskan, tarif paket Indonesia Nasional Case Base Groups (INA-CBG’s) dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilaksanakan BPJS Kesehatan sudah dilakukan sejak 2006. Bahkan, rumah sakit mengantongi margin minimal 30 persen.
“Saya heran, aturan ini sudah berlangsung sejak lama, kenapa baru ramai di 2014. Padahal dulu, nilainya jauh lebih rendah dibanding sekarang,” ungkap Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan, Usman Sumantri seusai konferensi pers Sosialisasi Program JKN melalui BPJS Kesehatan di Bandung, Kamis (20/2/2014).
Usman menyatakan, keluhan terlalu rendahnya INA CBG’s dikeluarkan oleh individu bukan rumah sakit secara institusi. Karena, dari hasil survei sembilan rumah sakit yang dilakukan belum lama ini, delapan rumah sakit mengantongi margin keuntungan minimal 30 persen. Sembilan rumah sakit yang di survei di antaranya Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
“Ini memerlukan pemahaman yang panjang. Kalau rugi mereka ribut, tapi kalau untung mereka diam,” cetus Usman.
Usman mengingatkan, kesehatan pada dasarnya adalah kemanusiaan. Makanya berdasarkan UU, RS sama sekali tidak boleh menolak pasien. Ketika pasien tersebut datang ke rumah sakit tertentu, mau tak mau RS harus menerimanya, siapapun itu.
“Ketika kami mengeluarkan sebuah program, kami memperhatikan RS. Yang penting RS tidak rugi,” pungkasnya. [rni]
Sumber: inilahkoran.com