Evaluasi Kualitatif Kegiatan Sister Hospital dan PML
Liputan Lokakarya Diseminasi Hasil Kegiatan Sister Hospital dan Performance Management & Leadership di Provinsi NTT, Periode Juni – Oktober 2012
Banyak hal menarik yang terungkap dari lapangan berdasarkan hasil evaluasi kualitatif terhadap program Sister Hospital. Hasil ini dipaparkan oleh DR. Dra. Atik Triratnawati, MA sebagai pakar dalam bidang sosiologi kesehatan. Dari Monev yang dilakukan terhadap sebelas RS Mitra B di NTT, Beberapa RS – misalnya RSUD Soe – menyatakan secara eksplisit bahwa mereka perlu terus didampingi hingga beberapa tahun kedepan agar bisa mandiri.
Pada sebagian RS ditemukan bahwa residen bertindak hanya sebagai konsultan, tidak melayani di Poliklinik. Oleh karena itu, diharapkan pada tahun-tahun mendatang residen juga dapat dan mau menangani pasien di Poliklinik. Yang menarik adalah bahwa ada RS Mitra A yang masih ingin meneruskan kerjasama dan bermitra dengan RSUD Mitra B pasangannya, namun ada juga yang ingin “berganti pasangan”. Hal ini tentunya tidak terlepas dari ikatan yang telah terjalin antara kedua belah pihak, yang dipengaruhi oleh berbagai hal.
Point terpenting yang dari hasil evaluasi ini adalah bahwa jangka waktu dua tahun belum mampu membentuk etos kerja, budaya organisasi dan disiplin yang diharapkan untuk mendorong kemajuan RS. Masih dibutuhkan waktu lebih panjang agar kesemuanya ini terbentuk dan menjadi faktor keberhasilan jangka panjang RS Mitra B.
Ada keluhan juga terhadap RS Mitra A bahwa materi yang disajikan pada proses capacity building tidak berubah secara signifikan dari waktu ke waktu sehingga menimbulkan kebosanan. Kelompok aramedis lebih siap untuk mengikuti proses perubahan ini dibanndingkan dengan kelompok medis. Disisi lain RS Mitra A mengeluhkan bahwa masih banyak “jam karet” sehingga waktu yang tersedia tidak dapat dimanfaatkan secara optimal, kurangnya kemandirian direktur dalam meningkatkan pengetahuan, adanya janji.janji untuk menaikkan insentif bahkan gaji, dan sebagainya yang berpengaruh terhadap motivasi dan proses capacity building.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil monitoring dan evaluasi ini adalah:
-
Ada keragu-raguan jika ditinggal, masih dibutuhkan pendampingan baik pelayanan, manajemen dan administrasi.
-
Perlu membentuk solusi yg cepat agar trbentuk iklim yang kondusif.
-
Perlunya advokasi pihak mitra A ke pemda terkait exit strategi ini.
Untuk mengatasi hal tersebut di atas, DR. Atik mengusulkan solusi sebagai berikut:
-
cultural competency: semua harus menghargai saling pengertian
-
dibentuknya relationship RS, bagaimana jika humas yang tidak ada di RS dibangun lagi/dibentuk kembali karena penyebab konflik adalah kerena kurangnya intersitas berkomunikasi
-
ada outbound bisa juga piknik bersama
-
terkait dengan disiplin perlu ada komitmen (garis komando)
Liputan Diseminasi Hasil Kegiatan Sister Hospital & Performance Management & Leadership Provinsi NTT
Periode Juni- Oktober 2012

Bali, 18 – 19 Desember 2012
“Model Sister Hospital bisa digunakan untuk menyeimbangkan antara dokter di Jawa dengan di NTT dimana akan ada pertukaran antar daerah”, demikian antara lain disampaikan oleh Prof. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD selaku Team Leader UGM saat membuka acara lokakarya. Laksono mengatakan bahwa akan menarik bagi dokter-dokter untuk memiliki pengalaman bekerja di daerah etrpencil seperti NTT. “Namun tentunya ini sangat tergantung pada kemampuan UGM, AIPMNH dan terutama RS Mitra A”, lanjutnya.
Program Sister Hospital (SH) Provinsi NTT pada saat ini telah memasuki masa akhir dari project tahun kedua. Program SH yang telah dimulai sejak bulan Juli 2010 ini bertujuan untuk menyediakan pelayana RS PONEK 24 jam. Sejak tahun 2012 Program SH juga didukung dengan program Performance Management Leadership (PML) yang bertujuan meningkatkan kompetensi manajemen kepemimpinan di RS yang saat ini sudah berada pada tahap akhir tahun pertama. Program SH dan PML saat ini akan memasuki periode masa transisi (Januari-Juni 2013) dan kemudian akan masuk ke periode terminasi (Juli 2013- Juni 2014).
Lokakarya ini bertujuan untuk ntuk menyajikan, membahas dan menindaklanjuti hasil Monev program SH dan PML dengan tujuan khusus:
- Mengevaluasi keberhasilan pencapaian indikator Program SH dari aspek klinis, manajemen dan kualitatif
- Mengevaluasi pelaksanaan manual rujukan KIA di masing-masing kabupaten dan kesiapan RS dan Dinkes Kabupaten untuk menerapkan manual tersebut
- Membahas prosedur hand-over program RS PONEK 24 jam dari RS Mitra A kepada dokter RSUD yang telah selesai menjalani pendidikan dokter spesialis dan kembali bertugas
- Membahas kemajuan pelaksanaan kegiatan exit strategy
- Menyusun rencana kerja Program SH untuk periode transisi (Januari-Juni 2013)
- Mengevaluasi keberhasilan pencapain indikator Program PML
- Menyusun rencana kerja Program PML untuk periode transisi (Januari-Juni 2013)
Lokakarya yang diselenggarakan selama 2 hari di Hotel Sanur Paradise Plaza Bali ini selain dihadiri oleh para leaders dan anggota tim yang terlibat dari UGM, AIPMNH, RS Mitra A dan RS Mitra B, juga dihadiri oleh Dirjen BUK untuk membuka pertemuan, serta para Direktur Utama dari beberapa RS Mitra A. Dalam sambutannya, Dirjen BUK, dr. Supriyantoro, Sp.P., MARS mengatakan bahwa dukungan pemerintah setempat (NTT) perlu ditingkatkan lagi untuk mendukung MDGs: menurunkan angka kematian ibu dan bayi, sehingga diharapkan semua yang terlibat dapat mendukung program ini. Dalam kesempatan ini Dirjen BUK membacakan sambutan dari Menteri Kesehatan, Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A., MPH yang intinya mengharapkan bahwa kegiatan ini bisa dilaksanakan secara berkesinambungan untuk membuka akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat di seluruh pelosok nusantara.
Direktur AIPMNH, Louse Ann Simpson, menyampaikan penghargaan kepada RS yang mampu memperbaiki peralatan yang rusak menjadi bisa terpakai lagi/berfungsi kembali. Louse juga menyatakan kegembiraannya karena angka kematian ibu dan bayi di NTT menurun. Dr. Mina Sukri, MARS yang mewakili Kepala Dinas Provinsi NTT menyampaikan bahwa dampak positif adanya program PML dan SH terasa cukup besar. Angka kematian ibu dan bayi menurun, RSUD Ende sudah BLUD dan rumah sakit-rumah sakit yang sudah terakreditasi.
Sesi-sesi selanjutnya sampai dengan hari kedua diisi dengan presentasi mengenai hasil monitoring dan evaluasi terhadap program Sister Hospital yang dilakukan oleh UGM secara kuantitatif maupun kualitatif, evaluasi yang dilakukan oleh Hogsi, evaluasi program PML, serta menyusun plan of action untuk kelanjutan program pada tahun 2013.
Dyah Dewi.,ST.,MKes
INFORMASI unit cost DI RUMAH SAKIT, UNTUK APA?
(Anastasia Susty Ambarriani)
Unit cost pelayanan, isu hangat
Perhitungan unit cost menjadi isu hangat pada berbagai rumah sakit di Indonesia. Manajemen rumah sakit mengalokasikan waktu dan biaya khusus terkait dengan penghitungan unit cost pelayanan di rumah sakit. Berbagai konsultan rumah sakit juga sibuk mendapat permintaan pelatihan penghitungan unit cost. Informasi unit cost rupanya merupakan hal penting saat ini bagi rumah sakit, terutama karena ditegaskan antara lain dalam PP 23 tahun 2005 dan Permendagri no 61 tahun 2007 bahwa tarip pelayanan BLU dan BLUD harus ditentukan berdasarkan unit cost.
Pricing dan costing adalah dua hal yang berbeda. Pricing policy dapat dilakukan dengan berbagai metode dan cara, salah satunya adalah metode cost-based pricing, atau metode penentuan tarif berdasarkan biaya. Namun demikian, cost-based pricing bukanlah satu-satu nya metode penentuan tarif, dan bahkan dalam dunia bisnis yang sangat kompetitif, metode ini sudah mulai ditinggalkan karena tidak dapat mendeteksi adanya inefisiensi.
Penentuan tarif rumah sakit berbasis unit cost
Salah satu metode penentuan tarif adalah metode cost-based pricing. Dalam metode ini penentuan tarif atau harga ditentukan berdasarkan biaya. Prinsip dari metode ini adalah bahwa tarif atau harga seharusnya dapat menutup semua biaya, hal tersebut merupakan hal yang sangat wajar dalam dunia usaha.
Meskipun rumah sakit tidak diorientasikan pada laba, tetapi rumah sakit perlu dikelola dengan prinsip efisiensi dan efektivitas seperti badan usaha lainnya. Hal ini diperlukan agar rumah sakit tidak menderita kerugian berkepanjangan yang dapat berujung pada rendahnya kualitas pelayanan.
Unit cost sebagai dasar penentuan tarif memang sangat masuk akal, meskipun demikian, penentuan tarif berbasis unit cost harus dilakukan secara hati-hati. Proses penentuan tarif berdasarkan unit cost dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka pelayanan, kemudian berdasarkan biaya tersebut, tarif diperoleh dengan cara menjumlahkan unit cost dan marjin yang diharapkan. Dalam dunia usaha yang sangat kompetitif, penentuan tarif berbasis unit cost dianggap sangat berbahaya, karena tidak mendukung pengendalian biaya dan efisiensi biaya. Jika organisasi atau badan usaha tidak efisien, maka unit cost yang diperoleh akan terlalu tinggi (over costed) dan karena tarif ditentukan berbasis cost, mungkin saja tarif yang ditentukan juga menjadi terlalu tinggi. Dalam kondisi persaingan yang sangat ketat, masalah harga adalah sangat sensitif, sedikit saja harga ditentukan terlalu tinggi dari harga pesaing, maka pelanggan akan lari ke badan usaha pesaing. Oleh karena itu, dalam kondisi persaingan yang sangat ketat, biasanya badan usaha akan menghindari metode cost-based pricing, tetapi mereka memilih metode market pricing, dan kemudian dengan berharap sejumlah marjin tertentu mereka menentukan target cost, tentu saja tanpa mengorbankan kualitas, karena kualitas juga merupakan hal sesnitif dalam dunia usaha yang lingkungan persaingannya sangat ketat. Metode ini dikenal sebagai “target costing”.
Rumah sakit tentu berbeda dengan dunia usaha yang berorientasi pada laba. Perbedaan yang sangat jelas adalah bahwa rumah sakit tidak diorientasikan pada laba. Perbedaan kedua adalah, meski kondisi persaingan dalam industri rumah sakit mulai kelihatan, namun demikian tingkat ketatnya persaingan masih sangat jauh dibandingkan dengan dunia usaha yang berorientasi pada laba. Terutama rumah sakit milik pemerintah, relatif tidak terlalu dicemaskan oleh kondisi persaingan yang ketat. Subsidi pemerintah, sumber daya yang hampir melimpah dan captive market menyebabkan rumah sakit pemerintah tidak perlu terlalu mencemaskan masalah persaingan. Kondisi yang demikian, jika rumah sakit menentukan tarif sepenuhnya berdasarkan unit cost, maka perlu dilakukan secara hati-hati. Tidaklah sulit menentukan unitcost, apalagi dibantu oleh banyak konsultan. Masalahnya adalah apakah unit cost yang ditentukan tersebut merupakan unit cost yang wajar?. Jika unit cost dihitung berdasarkan ‘actual cost’, maka semua biaya yang telah dikeluarkan di masa lalu tinggal dijumlahkan, dialokasikan dengan metode tertentu, dan kemudian akan ditemukan informasi tentang unit cost pelayanan.
Pertanyaannya adalah benarkah biaya obat tidak terlalu berlebihan, yakinkah penggunaan supplies telah efisien? Sudah tepatkah tindakan medis yang dilakukan oleh dokter? Tidakkah tejadi tumpang tindih tindakan? Apakah pemeriksaan laboratorium tidak berlebihan?. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menentukan apakah terjadi over costed dalam penentuan unit cost pelayanan atau tidak. Jika unit cost terlalu tinggi sebagai akibat hal-hal tersebut di atas, maka jelas jika tarif ditentukan berdasarkan unit cost, tarif itu akan menjadi terlalu tinggi. Dan karena rumah sakit, terutama rumah sakit pemerintah relatif tidak mempunyai pesaing, maka tarif itu akan mudah diterima. Sebagian orang bisa saja yang mungkin merasakan tarif tersebut terlalu mahal, tetapi masalhnya sulit menjelaskan mengapa tarif itu terlalu mahal karena tidak ada standar biaya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pelayanan di rumah sakit tidak dapat distandardisasi, karena kondisinya juga tidak dapat distandardisasi, meskipun demikian, perlu juga ada pengendalian aktivitas pelayanan, yang kemudian mengarah pada pengendalian biaya, yang ujungnya adalah pada kualitas pelayanan yang masuk akal bagi para pengguna jasa pelayanan rumah sakit atau pasien dan keluarganya.
Untuk Apa Rumah Sakit Menghitung Unit Cost?
Jika penentuan tarif berdasarkan unit cost mempunyai kelemahan, pertanyaannya adalah perlukah rumah sakit berlelah-lelah menghitung unit cost? Tentu sangat penting. Informasi tentang unit cost merupakan informasi vital bagi semua organisasi, baik yang berorientasi pada laba, maupun yang bersifat non profit.Informasi unit cost tidak hanya diperlukan untuk penentuan tarif, tatapi informasi tentang unit cost justru lebih dipelukan untuk berbagai kepentingan manajerial lainnya.
Informasi unit cost dibutuhkan untuk memberikan informasi kepada pihak eksternal atau pun pihak internal atau manajemen rumah sakit. Informasi unit cost dibutuhkan oleh pihak eksternal untuk mengetahui berapa besarnya unit cost pelayanan di rumah sakit, yang kemudian oleh pihak eksternal tersebut, informasi ini digunakan untuk mengambil keputusan dalam hubungan mereka dengan pihak rumah sakit. Sebagai contoh, pemerintah sebagai pihak eksternal rumah sakit membutuhkan informasi tentang unit cost sebagai dasar untuk mempertimbangkan besarnya tarif paket jaminan dan pemberian subsidi.
Pihak internal atau manajemen rumah sakit membutuhkan informasi tentang unit cost untuk berbagai kepentingan manajerial. Beberapa contoh manfaat informasi unit cost bagi pihak manajemen rumah sakit adalah: untuk keperluan analisis efisiensi biaya, evaluasi kinerja aktivitas, pengambilan keputusan taktis dan strategik dan berbagai kepentingan lain, termasuk sebagai alat bernegosiasi dengan pihak eksternal, termasuk pemerintah.
Informasi unit cost yang ditujukan untuk pihak eksternal dan pihak manajemen merupakan dua hal yang berbeda, dan tidak bisa dicampuradukkan, oleh karena itu komponen biaya, metode dan cara penentuannya pun harus berbeda.
Jika informasi unit costditujukan untuk pihak eksternal, maka harus ada rules yang jelas tentang penghitungan unit cost. Dengan demikian persepsi pihak eksternal tentang informasi tersebut sama, sehingga dapat melakukan penilaian secara obyektif. Sebagai contoh, Pemerintah sebagai pihak eksternal rumah sakit umum (pemilik)mempunyai kepentingan untuk mengetahui unit cost setiap rumah sakit pemerintah, untuk berbagai kepentingan, semisal untuk mengevaluasi tarif paket jaminan atau pemberian subsidi. Untuk kepentingan ini, pemerintah harus mempunyai pedoman penentuan unit cost pelayanan rumah sakit yang didalamnya berisi tentang definisi standar tentang unit cost pelayanan, aktivitas standar pelayanan, komponen-komponen apa yang harus masuk di dalam unit cost dan metode penentuannya. Terlebih jika informasi tentang unit cost ini akan digunakan sebagai dasar penentuan kebijakan secara nasional.Penentuan unit cost untuk kepentingan penyajian informasi kepada pihak eksternal seharusnya mengikuti pedoman yang telah ditentukan, sehingga bagi rumah sakit hal ini sudah jelas cara penentuannya.
Sebaliknya, jika informasi unit cost ditujukan untuk kepentingan pihak internal, maka penentuan unit cost mengacu pada prinsip different cost for different purpose. Tidak ada satu pedoman pasti untuk menentukan unit cost untuk kepentingan pihak manajemen. Pihak manajemen rumah sakit membutuhkan informasi tentang unit cost untuk berbagai kepentingan, antara lain, untuk perencanaan dan penganggaran, mengevaluasi efisiensi biaya pelayanan, mengevaluasi kinerja aktivitas dan melakukan berbagai pengambilan keputusan, baik taktis maupun strategik. Informasi tentang unit cost yang akurat juga dibutuhkan untuk melakukan berbagai negosiasi dengan pihak eksternal.
Ada banyak metode penentuan unitcost. Tidak ada satu metode penentuan unit cost yang paling baik digunakan untuk segala kepentingan manajerial. Peran akuntan rumah sakit pada rumah sakit sangat penting dalam menentukan metode penentuan unit costsesuai tujuan manajerial. Oleh karena itu, mereka harus memahami berbagai metode akuntansi biaya dan memahami cara penggunaannya.
Rumah sakit pemerintah yang telah menjadi Badan layanan Umum mempunyai fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan. Pihak manajemen rumah sakit harus mengelola rumah sakit dengan prinsip-prinsip efisiensi dan efektivitas. Dalam kondisi seperti ini, manajemen membutuhkan informasi yang akurat untuk mendukung fungsi-fungsinya. Salah satu informasi penting yang harus dimiliki oleh pihak manajemen adalah informasi yang akurat tentang unit cost. Oleh karena itu manajemen rumah sakit harus memahami bahwa ada banyak sekali metode penentuan unit cost untuk tujuan yang berbeda-beda.
Kesimpulan
Informasi unit cost pelayanan sangat dibutuhkan oleh rumah sakit untuk berbagai kepentingan. Penentuan unit cost harus mengacu pada prinsip different cost for different purpose.
Rekomendasi
Sebelum memutuskan untuk menghitung unit cost, pihak rumah sakit harus menentukan terlebih dahulu tujuan penentuan unit cost. Dengan demikian rumah sakit dapat memilih metode yang tepat untuk tujuan tersebut.
Pihak konsultan semestinya harus mengetahui tujuan klien untuk menentukan unit cost, sehingga dapat menentukan materi pelatihan dengan metode yang tepat sesuai dengan kebutuhan rumah sakit.
Jika pemerintah atau pembuat kebijakan mengharapkan informasi tentang unit cost berbagai rumah sakit, maka semestinya menentukan pedoman yang jelas tentang penghitungan unit cost, baik dari segi komponen, penyajian dan metode nya, dengan demikian akan lebih mudah melakukan evaluasi dan penilaian terhadap berbagai rumah sakit.
Referensi:
- Hansen, Don R & Maryanne M. Mowen, “Managerial Accounting”,2008
- Matz & Usry “Cost Accounting”, 2010
- PP no 23 tahun 2005 tentang BLU
- Permendagri no 61/2007 tentang Pedoman Teknik Pengelolaan Keuangan BLUD
Arsip Audio Streaming
Tanggal | Audio Streaming |
---|---|
08 Desember 2012 | Seminar Harapan Direktur terhadap Perilaku Dokter Spesialis dan Dokter di RS Puri Indah dalam Konteks Sistem Kontrak Kerja
|
Petunjuk Audio Streaming
- Audio streaming hanya akan menampilkan lagu-lagu umum pada saat tidak ada agenda.
- Harap menggunakan Headset untuk kualitas suara yang lebih baik.
- Untuk berpartisipasi dalam diskusi, menyampaikan opini dan bertanya,
silakan menghubungi 0274 – 547 487 - Selama bertanya melalui telepon, jangan memutus sambungan telepon supaya bisa melakukan diskusi secara langsung.
- Harap mengecilkan volume audio streaming selama anda bertanya menggunakan line telepon.
Teganya, RS Israel Tolak Rawat Anak Palestina Penderita Kanker
Rumah sakit Kaplan Israel menolak merawat seorang anak Palestina bernama Lin Hassan yang menderita penyakit kanker di kedua ginjalnya.
Seperti dikutip dari kantor berita PIC (Palestinian Information Center), ibu dari anak itu mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Sabtu 15/12 bahwa puterinya sudah mulai melakukan perawatan, namun pihak rumah sakit kemudian memberitahukan bahwa mereka menghentikan semua layanan untuk Lin.
Ibu itu juga mengatakan bahwa putrinya sudah dijadwalkan untuk operasi pengangkatan tumor, tapi pihak rumah sakit kemudian menolaknya dengan alasan Otoritas Palestina tidak membayar biaya rawat inap Lin yang sebelumnya di rumah sakit Israel. Kondisi kesehatan Lin saat ini terus memburuk setelah mereka kembali ke rumah mereka di kamp pengungsi Breij di pusat Jalur Gaza karena di sana tidak ada fasilitas pengobatan untuk anak kecil.
Sumber: republika.co.id
RS di Kabupaten Diminta Siapkan Alat Cuci Darah
Renon. Pemerintah Provinsi Bali meminta seluruh rumah sakit tingkat kabupaten atau daerah di Bali untuk menyiapkan peralatan cuci darah. Hal ini menyusul kebijakan pemerintah provinsi Bali untuk memasukkan pelayanan cuci darah dalam program jaminan kesehatan Bali mandara (JKBM) atau jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin.
Kepala Dinas Kesehatan Bali Ketut Suarjaya dalam keteranganya di Renon (18/12/2012) menyatakan dimasukkannya layanan cuci darah dalam program JKBM merupakan upaya pemerintah provinsi Bali dalam memberikan peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat Bali. Walaupun kebijakan tersebut nantinya akan berdampak pada peningkatan anggaran.
“Kasus cuci darah di Bali itu sekitar 1.250 kasus, hitung-hitunganya sekitar Rp 50 sampai Rp 70 miliar per tahun untuk cuci darah, prioritasnya rumah sakit yang memiliki tempat hemodialisis, tentu kalau pasien yang dari daerah yang tidak memiliki hemodialisis, bisa dirujuk ke yang terdekat,” jelas Ketut Suarjaya.
Suarjaya menyebutkan, untuk tahun 2013, pemerintah provinsi Bali telah mengalokasikan dana mencapai lebih dari Rp. 200 miliar bagi pelaksanaan program JKBM. Jika dalam perjalanannya jumlah alokasi dana tersebut tidak memadai maka akan diusulkan tambahan pendanaan pada APBD perubahan.
Sumber: beritabali.com
RS Pendidikan USU Siap Terima Pasien
Medan: Rumah Sakit Pendidikan Universitas Sumatera Utara siap menerima pasien yang membutuhkan layanan kesehatan, seiring dengan akan diresmikannya rumah sakit tersebut, pada Kamis (20/12).
“Menurut rencana, peresmian Rumah Sakit Pendidikan USU akan dilakukan Mendikbud M. Nuh, bertepatan dengan perayaan Dies Natalis ke 60 USU. Sesudah itu, masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan sudah bisa berobat,” kata Kabag Humas Universitas Sumatera Utara (USU) Bisru Hafi di Medan Selasa [18/12].
Rumah sakit itu diproyeksikan menjadi unggulan dalam tiga layanan medis, yakni ginjal, penyakit tropik dan “Traumatic Centre”. Untuk ketiga bidang ini, rumah sakit telah memiliki sumber daya manusia yang cukup dari Fakultas Kedokteran USU.
Pelayanan ketiga penyakit itu ke depan dinilai sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Untuk itu, dengan adanya spesifikasi unggulan ini diharapkan mampu melayani masyarakat di Sumut, maupun di luar Sumut dengan baik.
Ramah Sakit pendidikan USU memiliki fasilitas 28 klinik spesialis/sub spesialis, rawat inap dengan kapasitas 474 tempat tidur, ditambah instalasi gawat darurat dengan pelayanan 24 jam, 12 kamar bedah, 18 ruang persalinan, 42 bed perawatan intensif, dan 25 unit “bed hemodialise”.
Untuk mendukung kelancaran pelayanan medis, berbagai tenaga spesialis dan subspesialis di bawah 18 departemen medik yang ada di USU akan menyelenggarakan fungsi-fungsi pelayanan, pendidikan dan riset.
Dia mengatakan, selain menjadi rumah sakit pendidikan, juga diharapkan dapat berperan sebagai rumah sakit pelayanan rujukan utama, dan riset klinik di wilayah Indonesia Barat, khususnya daerah Sumut.
“Karena termasuk rumah sakit pemerintah, RS Pendidikan USU akan tetap menyediakan porsi untuk pasien miskin dengan layanan asuransi kesehatan, hal ini sesuai dengan UU Kesehatan tahun 2009, tentang penyedian untuk pasien miskin,” katanya.
Sumber: beritasore.com