MATA Drs. H. Endang Irzal, Akt, MBA tampak berkaca-kaca ketika sampai di gerbang
Rumah Sakit dan Dokter Nakal di Malang Jadi Momok Pasien BPJS
Malang (beritajatim.com) – Per 1 Januari 2014, pemerintah meresmikan lembaga publik bernama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS, termaktub dalam Undang-Undang (UU) Nomer 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS).
Secara tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah badan hukum publik. BPJS dibentuk dengan UU BPJS adalah BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
BPJS
Aksi Peduli Ginjal
Tanggal 03 MAret 2014 Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih kedatangan tamu dari Yayasan Sayang Ginjal Indonesia atau IKCC ( Indonesia Kidney Care Club ) yang kali ini diwakili Ibu Sulastri didampingi 3-4 orang dari IKCC dan Kalbe Farma. Kedatangan IKCC ini dalam rangka hari Ginjal sedunia.
IKCC adalah Klub sayang Ginjal Indonesia yang dibentuk tanggal 05 Mei 2004
Alasan Rumah Sakit Elit di Jakarta Menolak Pasien BPJS
VIVAnews – Puluhan rumah sakit di Jakarta menolak bergabung dalam program Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola oleh PT Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. JKN mulai diluncurkan pada 1 Januari 2014 lalu.
Kepala Dinas Kesehatan Dien Emmawati, mengatakan ada 71 rumah sakit swasta di Ibu Kota yang tidak bersedia melayani pasien BPJS. Kata dia, rata-rata yang tidak bersedia adalah rumah sakit swasta murni dengan pajak yang sangat tinggi.
“Jaminan kesehatan sudah kami bahas dengan BPJS, di Jakarta itu ada 152 rumah sakit yang ada, tapi hanya 81 yang bersedia ikut. Artinya hanya separuh kan,” kata Dien saat dihubungi VIVAnews, Selasa, 4 Maret 2014.
Rumah sakit yang tidak bersedia bergabung dengan BPJS di antaranya rumah sakit elit, seperti Rumah Sakit Pondok Indah, Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre (MMC) dan Rumah Sakit Medistra.
Selain harus membayar pajak tinggi, rumah sakit juga harus bayar listrik, air dan sebagainya. Rumah sakit yang tergolong elit itu juga hanya dibebani pasien kelas III antara 17 sampai 22 persen.
“Berbeda dengan rumah sakit Tarakan dan rumah sakit milik pemerintah lainnya dengan subsidi tinggi dan pajaknya juga kecil. Kalau rumah sakit daerah milik DKI kan untuk melayani pasien kelas III bisa sampai 80-90 persen,” katanya.
Sebenarnya, kata Dien, 71 rumah sakit swasta yang belum tergabung dalam BPJS itu hanya tinggal membenahi ikatan kerjasama (IKS). Sebab, rumah sakit yang tergolong elit itu pun masih memiliki ruang kelas III sebanyak 17-22 persen. Sehingga sangat disayangkan apabila tidak dioptimalkan.
“Alangkah baiknya apabila ruang kelas III di rumah sakit elit itu digunakan dalam keadaan darurat saja.” Selanjutnya, setelah masa kritis pasien berlalu, maka segera dirujuk ke rumah sakit yang memiliki ikatan kerjasama dengan BPJS.
Misalkan, ujar Dien, ada kecelakaan di depan RS Medistra. Pihak rumah sakit harus menolong dulu. Emergency-nya akan dibayar BPJS, setelah itu dirujuk ke RS yang IKS dengan BPJS sudah bagus.
Tak pengaruhi pelayanan
Meski ada rumah sakit yang menolak gabung, Dien memastikan itu tidak mempengaruhi pelayanan terhadap pasien BPJS di Jakarta. Menurut Dien, mereka menolak bergabung karena tidak cocok dengan sistem pembayaran Indonesian Case Based Groups (INA CBGs).
“Di Jakarta sudah banyak rumah sakit yang ikut BPJS, ada 81 rumah sakit, 340 Puskesmas dan 88 klinik. Itu sudah banyak. Coba cari di provinsi lain yang sebanyak DKI ada tidak? Ini karena masyarakatnya saja yang belum care. Jakarta ini di klinik saja ada BPJS,” ujarnya menerangkan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan lagi upaya peventif dan promotif. Promotif dilakukan supaya masyarakat lebih tahu. Sehingga, ketika sakitnya tidak terlalu parah, mereka tidak langsung datang ke rumah sakit. Tetapi bisa datang dulu ke Puskemas atau klinik.
Dengan upaya preventif, warga Jakarta bisa mencegah sebelum mengobati penyakit. Di luar negeri pun, kata dia, dilakukan hal yang seperti itu. Jadi rumah sakit tidak terlalu banyak didatangi pasien.
“Jadi inginnya supaya kita cegah supaya orang tidak sakit, di luar negeri itu rumah sakit sepi, tidak ramai. Karena di ujungnya main preventifnya. Kemudian konsultasi ke dokter pribadinya jalan. Itu yang akan kami galakkan. Sudah ada Puskesmas di pasar dan Puskesmas di rusun,” kata Dien. (umi)
Sumber: metro.news.viva.co.id
Direktur RSUD Sulbar Ditetapkan Sebagai Tersangka Alkes
Makassar, Sayangi.com – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menetapkan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi Sulawesi Barat, Sup sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan peralatan kesehatan (Alkes) tahun anggaran 2013 senilai Rp5,4 miliar.
“Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap saksi-saksi diketahui dalam kasus pengadaan Alkes 2013 di RSUD Sulbar itu telah terjadi kerugian negara dan penyidik juga sudah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus itu,” jelas Asisten Pidana Khusus Kejati Sulselbar, Gerry Yasid di Makassar, Senin (3/3), seperti dikutip Antara.
Selain Direktur RSUD Sulbar yang menjadi tersangka, seorang rekanan yang diduga turut serta dalam kerugian negara itu juga sudah ditetapkan sebagai tersangka yakni, Misran serta Ramadhan.
Ia mengatakan, semua tersangka yang ditetapkan itu mempunyai peran masing-masing dalam terjadinya kerugian negara dimana Direktur RSUD Sulbar, Sup bertindak sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) proyek pengadaan medis tersebut.
Sedangkan Direktur PT Khitan Fadhillah Pratama, Mis ditetapkan karena peranannya sebagai rekanan yang mengerjakan semua proyek itu. Serta pejabat pembuat komitmen (PPK) yakni Ram.
Dia menyebutkan, modus korupsi pada pengadaan alat-alat kesehatan pada RSUD Provinsi Sulbar tersebut dengan menggelembungkan harga sehinga terjadi kemahalan.
“Jadi modusnya, mereka bersama-sama menciptakan suatu pekerjaan dengan cara menggelembungkan harga-harga peralatan medis. Kerugian negara terjadi karena adanya kemahalan harga,” katanya.
Kerugian negara yang ditaksir berdasarkan hitungan sementara atau harga penghitungan sendiri (HPS) ditaksir lebih dari Rp1 miliar. Atas kerugian itu, penyidik kemudian meminta bantuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sulawesi Barat untuk melakukan audit.
Aktivis anti korupsi, Abdul Razak menyatakan, jika penetapan tersangka dengan kasus yang sama dalam tindak pidana korupsi adalah bukti dari tidak maksimalnya kinerja dari Inspektorat Pengawasan Pemprov Sulbar.
Karena, setiap kali terjadi tindak pidana korupsi pada masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dirinya menilai jika modus yang digunakan semuanya adalah sama yakni adanya kemahalan harga.
“Ada namanya tindakan preventif dan Inspektorat selaku pengawas daerah, semestinya bisa mengantisipasi agar kasus yang sama tidak berulang lagi. Tetapi ini terus berulang,” jelasnya.
Sumber: sayangi.com
span style=”font-size: medium;”
Pasca Ditutup, Dinkes Siap Bantu Izin RS IPHI Pedan
KLATEN, suaramerdeka.com – Dinas Kesehatan Klaten siap membantu pengurusan izin operasional Rumah Sakit (RS) Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (RS IPHI) Milik Yayasan Jamaah Haji Kecamatan Pedan. Pada 21 Februari lalu, operasional RS tersebut dihentikan karena belum mengantongi izin.
Padahal RS tersebut sudah beroperasi bertahun-tahun dan mempunyai pasien yang cukup banyak. Sejak diberikan surat penghentian operasional, RS diberikan waktu hingga pekan ini untuk mempersiapkan diri. Selanjutnya RS tak boleh melayani pasien sebelum mengurus izin operasional.
”Pengelola sudah kami minta sudah segera mengurus izinnya, saat ini mereka baru mengantoni izin pendirian RS saja. Kami siap memfasilitasi pengurusan izin tersebut. Saya harap pekan ini, sudah mulai diurus,” kata Kepala Dinkes Klaten dr Ronny Roekmito MKes di kantornya, Senin (3/3).
Izin pendirian RS diterbitkan Bupati, tapi belum mendapat izin operasional sementara dari Bupati jadi seharusnya tak boleh
beroperasi. Pengobatan pasien rawat jalan yang biasa dilayani di RS IPHI, untuk sementara waktu bisa dialihkan ke RS atau puskesmas terdekat, sehingga pelayanan masyarakat tak terganggu.
Ronny menambahkan, sesuai prosedur, pendirian RS harus mengantongi izin pendirian RS dan izin operasional sementara. Untuk RS kelas C dan D, izin diterbitkan oleh Bupati melalui Kantor Pelayanan Terpadu (KPT). Setelah itu baru bisa beroperasi. Tahap berikutnya, pengelola mengurus izin operasional RS dan penentuan kelas RS.
”Khusus RS tipe C dan D, izinnya cukup dari bupati hanya perlu memberikan pemberitahuan ke Provinsi dan ada semacam rekomendasi. Sebenarnya prosesnya mudah, namun aturan yang harus dipenuhi memang cukup ketat terutama masalah kecukupan SDM di RS tersebut,” tegas Ronny.
Sumber: suaramerdeka.com
Jatim siap operasi transplantasi tanpa ke luar negeri
LENSAINDONESIA.COM: Berbagai bidang layanan untuk masyarakat terus digencarkan Pemprov Jawa Timur. Salah satu fokus yang kini terus dikembangkan adalah bidang kesehatan. Berkaitan itu Gubernur Jawa Timur Soekarwo terus mendalami hubungan kerjasama dengan negara Jepang melalui Yayasan Kobe International Medical Alliance (Kobe IMA).
Kerjasama meliputi berbagai hal. Diantaranya transfer ilmu kedokteran melalui pertukaran tenaga medis, pengadaan alat kesehatan penyakit dalam dan peralatan medis lainnya. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan mutu para tenaga medis dan rumah sakit yang ada di Jatim. Soekarwo berharap pasien di Indonesia, khususnya Jatim yang membutuhkan operasi transplantasi nantinya tak perlu ke luar negeri, karena segera akan bisa dilayani di Surabaya,
Tim Dokter Pengoperasi Hafidz Gelar Tumpengan
SENTUL – Tim dokter gabungan yang melakukan operasi transplantasi hati Muhammad Sayid Hafidz (7) di Rumah Sakit Pertamedika Sentul City, Jawa Barat, mengadakan acara pemotongan tumpeng. Acara tumpengan yang digelar hari ini itu sebagai syukuran karena berhasil melakukan operasi pencangkokan hati Hafidz dengan donor ayahnya sendiri, Sugeng Kartika.
Tim dokter gabungan ini berasal dari RS Pertamedika, RSUD dr. Soetomo Surabaya, RS Cipto Mangunkusumo, dan RS Hasan Sadikin Bandung. Tim ini dibantu oleh ahli transplantasi hati dari Jepang, Profesor Koichi Tanaka yang sudah 2500 kali melakukan operasi cangkok hati.
“Ini salah satu keberhasilan anak bangsa. Kami berharap kami bisa sembuhkan Hafidz dan juga penderita liver lainnya,” ujar Presiden Direktur PT. Pertamedika Sentul DR Dany Amrul Ichdan siang tadi.
Menurut Dany, angka kematian akibat penyakit liver dan jantung yang meningkat saat ini menggugah rumah sakitnya untuk menyediakan pelayanan unggulan berupa pusat hati dan jantung (Liver dan Cardiac Center). Sementara tim dokter untuk pencangkokan hati Hafidz, kata dia, sudah disiapkan sejak September 2013 lalu.
Setelah mempersiapkan segala kelengkapan dan pemeriksaan untuk Hafidz, tim dokter yang disebutnya sebagai Dream Team itu baru bisa melaksanakan operasi pada 24 Februari. Proses operasinya berlangsung selama 13 jam.
“Kami sempat ragu karena rumah sakit ini baru dibangun. Tapi kami yakin sekali bisa melakukannya, sehingga kami putuskan lakukan operasi itu. Ada mukjizat di balik operasi ini bersama dream team kami untuk Hafidz,” sambungnya.
Dalam syukuran ini, tidak semua anggota tim dokter hadir. Hanya dokter dari RS Pertamedika saja yang hadir serta beberapa dokter tamu. Termasuk salah satunya Dr. Tjhang Supardjo, SpBD (hepatobilier), yang ahli dalam pengobatan liver. Ia salah satu dokter Indonesia yang sudah 70 kali melakukan operasi cangkok hati.
“Operasi transplantasi ini tidak mengenal batasan umur pasien. Itu tergantung dari kondisi tubuhnya juga. Ada yang bayi 2,5 bulan pernah dioperasi, ada yang lansia 80 tahun. Jadi kita lihat saja perkembangannya. Semoga operasi ini bisa membawa kesembuhan untuk Hafidz,” kata Dr. Tjhang.(flo/jpnn)
Sumber: msn.com