![]() Untuk itu, Kementerian Kesehatan diminta menyusun sistem informasi terpadu yang secara online memperbarui basis data terperinci tentang pusat-pusat layanan kesehatan, baik rumah sakit (RS) maupun puskesmas. “Saya harapkan sistem ini selesai pada 2013, agar bisa kita pakai untuk mengambil keputusan,” kata Wakil Presiden Boediono saat memimpin rapat pelayanan kesehatan di kantornya Jakarta, akhir pecan lalu. Sistem informasi akurat mengenai sekolah sudah tersedia di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Langkah serupa juga diharapkan dapat dilakukan Kemenkes. Sistem informasi kesehatan itu berisi data rinci mengenai jumlah dokter, tenaga medis, persediaan obat, kapasitas, maupun lokasi dilengkapi dengan koordinat geospasial dan foto terakhir. Kemenkes bersama-sama Kementrian Dalam Negeri harus merumuskan pembagian peran pusat dan daerah secara jelas.”Ini penting karena akan ada integrasi antara Jaminan kesehatan secara nasional dan yang diselenggarakan daerah,” kata Wapres. Pembagian peran itu juga menyangkut beban anggaran. Misalnya, untuk setiap satu rupiah dana yang dikeluarkan pusat, bisa saja ada kontribusi dalam jumlah tertentu dari pemerintah daerah.”Tentu ini harus kita sesuaikan dengan kemampuan masing-masing daerah,”tutur Wapres. Menteri Koordinator Menteri Agung Laksono pada kesempatan yang sama mengatakan, belum semua daerah mampu menjalankan SJSN. “Nanti akan ada sekitar 86 juta orang yang menggunakan SJSN,” kata Agung. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, untuk kapasitas RS, pemerintah akan menambah kapasitas sebanyak 16.500 tempat tidur pada 2013 ini. Upaya pemenuhan dilakukan dengan menimbang tingkat utilitas RS atau bed occupancy ratio (BOR). Jika BOR di satu kabupaten atau kota masih rendah, maka belum menjadiprioritas walaupun menurut perhitungan masih ada kekurangan. Setelah ada tambahan 16.500 tempat tidur itu, pada 2013 pemerintah menghitung masih ada kekurangan 70.421 tempat tidur. Kekurangan ini rencananya akan dipenuhi pada 2014. “Kita harus mempersiapkan dari sisi pasokan yang menjadi tanggung jawab pemerintah seperti pasokan dokter, tenaga medis, infrastruktur, obat-obatan, aturan dan ketentuan,” kata Agung. Sumber: pdpersi.co.id |
Baca Juga Berita Sebelumnya |
Banyak Rumah Sakit Lebih Mementingkan Profit
![]() Menurut Anggota Komisi Kesehatan dan Ketenagakerjaan Komisi IX DPR Poempida Hidayatulloh, sebaiknya pertolongan awal dapat dilakukan oleh rumah sakit tanpa harus memikirkan administrasi biaya. “Kondisi rumah sakit harus siap menerima siapa pun yang membutuhkan pertolongan, jika memang situasinya darurat,” ujarnya, Senin (11/2/2013). Dia menilai karena sifatnya hanya pertolongan pertama maka wajib menolong, jika kemudian perawatan selanjutnya dapat diarahkan ke rumah sakit yang memang menjadi tanggung jawab pemerintah. “Jika memang si pasien tidak mampu bayar, biayanya dapat dibukukan sebagai CSR [corporate social responsibility] rumah sakit itu,” tuturnya. Poempida mencontohkan kasus meninggalnya mahasiswi UI, Annisa Azward akibat tidak mendapat pertolongan secara maksimal dari RS Atmajaya Pluit setelah melompat dari angkutan kota, karena takut jadi korban penculikan. Anisa ditolak oleh RS Atmajaya Pluit karena tidak dapat membayar uang muka sebesar Rp12 juta, lalu dipindahkan ke RS Koja Jakarta Utara milik pemerintah, sehingga penanganan terlambat dan akhirnya menghembuskan nafas terakhir. “Seharusnya pihak rumah sakit swasta tidak menomersatukan uang jaminan, tapi pertolongan pertama terhadap korban yang utama,” ungkapnya. Sumber: solopos.com |
Baca Juga Berita Sebelumnya |
April, Penilaian BLUD RSUD Solo Ditarget Rampung
![]() Dengan status BLUD, RSUD Solo bisa otonom dalam pengambilan kebijakan, terutama yang terkait dengan pelayanan. “Penilaian BLUD itu kemungkinan April bisa diselesaikan. Tim sudah bekerja. Ada teknis dan nonteknis yang dinilai tim. BLUD ini bisa mendorong kepada RSUD agar memiliki otoritas. Misalnya ada infus habis, RSUD bisa langsung beli tanpa harus menunggu. Dengan BLUD itu sebenarnya memberi keleluasaan bagi RSUD untuk percepatan pelayanan,” tegas Budi saat dijumpai wartawan, akhir pekan kemarin, di Akademi Perawat Nasional Solo. Tipe C Terpisah, Ketua Komisi IV DPRD Solo, Teguh Prakosa, mengatakan dengan status BLUD, RSUD Solo bisa lebih profesional, tidak lagi mengandalkan APBD. Selain itu, Teguh berharap pelayanan RSUD Solo bisa seperti rumah sakit-rumah sakit swasta lainnya yang mampu berkembang secara mandiri. “Penilaian itu berlangsung tiga bulan. Kalau selama tiga bulan tidak ada progres dari Pemkot, BLUD tetap jalan. Artinya penilaian itu selesai atau tidak, BLUD tetap harus jalan,” tandas Teguh. Selesainya penilaian BLUD itu, menurut Teguh, akan berbarengan dengan terbitnya tipe RSUD Solo itu. Dia menerangkan dengan fasilitas yang ada saat ini, RSUD itu berpotensi menjadi RSUD tipe C. “Sekarang problemnya, kalau itu [RSUD] tidak BLUD, saat butuh perawat atau dokter harus rekrutmen pegawai lewat BKD [Badan Kepegawaian Daerah]. Dengan BLUD, RSUD bisa otonom, bisa merekrut pegawai dan sebagainya,” paparnya. Kini, alokasi anggaran dari APBD masih penuh. Namun, Teguh lupa nilai anggaran untuk RSUD Solo 2013. Teguh menegaskan dengan BLUD diharapkan target pendapatan yang diperoleh bisa meningkat dari semula Rp600 juta menjadi lebih dari Rp1 miliar. Sumber: solopos.com |
Baca Juga Berita Sebelumnya |
Atap Rusak dan Bocor, Puluhan Bayi di RSUD Dievakuasi
![]() Puluhan bayi tersebut awalnya berada di Kamar B, Ruang Markisa lalu dievakuasi ke Kamar C dan D di ruang yang sama karena bagian atapnya bocor setelah hujan deras dan angin kencang yang membuat atap salah satu ruangan di RSUD rusak. Proses evakuasi dilakukan, tak berapa lama ketika hujan deras mengguyur dan menyebabkan atap Ruang Markisa bagian teras ambruk, sedangkan bagian ruang tengah dan Kamar B yang ketika itu berisi sekitar 20 bayi bocor. Ridwan Nurdika (38), warga Sukaluyu yang merupakan keluarga salah seorang pasien di ruangan tersebut menuturkan, kejadian tersebut terjadi pada Minggu siang. Ia melihat bagian atap teras sudah ambruk, khawatir dengan kondisi anaknya, Ridwan langsung masuk ke Ruang Markisa untuk memastikan keadaannya. “Kami kecewa dengan kondisi ini, seharusnya bukankah ada pengawas tentang hal ini. Misalnya ada bangunan yang sudah rusak kan sebaiknya langsung cepat ditangani. Apalagi ini di ruang bayi dan anak,” tuturnya. Ridwan berharap RSUD bisa segera menangani hal ini dan tidak terjadi lagi. Evakuasi dilakukan setelah sejumlah keluarga pasien mendesak. “Ke depan kami harap jika ada kejadian yang sama pihak RSUD bisa menenangkan dan memastikan kepada para keluarga pasien, bahwa ruangan yang digunakan untuk perawatan ataupun penyimpanan anak kami sudah aman, lebih reaktiflah,”katanya. Sementara itu, Kepala Teknik Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPSRS) Edi Sutanto membenarkan peristiwa tersebut. Namun, ia membantah, RUSD tidak mengetahui kerusakan atap sebelumnya. Ia mengatakan ruangan tersebut sudah dalam penanganan dan tahap perbaikan. “Kejadiannya,setelah hujan dan angin kencang. Bagian atap teras ruangan ini, ambruk, sedangkan bagian tengah ruang dan Kamar B bocor. Untuk bagian tengah ruangan dan Kamar B, terpaksa kita ambrukkan untuk perbaikkan,” tuturnya. Edi memastikan, Kamar C dan D yang digunakan untuk evakuasi puluhan pasien aman dan layak digunakan. “Ruangan tersebut aman. Untuk antisipasi, kita akan menyiapkan ruangan lain, bisa di Ruang Delima. Tapi, ruang yang digunakan saat ini, aman,” ujarnya. Edi juga mengimbau kepada keluarga pasien untuk tetap tenang. Apabila terjadi hal serupa, diharapkan pihak keluarga tidak panik dan mengutamakan keselamatan pasien. Sumber: pikiran-rakyat.com |
Baca Juga Berita Sebelumnya |
Legislator Sesalkan RS Atmajaya Tolak Mahasiswi UI
![]() “Nasib Anisa yang ditolak oleh RS Atmajaya Pluit karena tidak bisa memberikan uang muka sebesar Rp12 juta yang kemudian menghembuskan nafas terakhir di RS Koja, Jakarta Utara, sangat menyedihkan dan menjadikan kita pilu,” kata Okky Asokawati melalui pesan singkat di Jakarta, Minggu (10/2). Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengatakan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia memerlukan perubahan bahkan suatu terobosan. Menurut Okky, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 29 huruf (f ) menyebutkan rumah sakit harus melaksanakan fungsi sosial dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu atau miskin serta pelayanan gawat darurat tanpa uang muka. “Namun, dalam praktiknya undang-undang yang sudah demikian adil ternyata mandul. Tidak berfungsi sama sekali,” ujarnya. Dia mengatakan undang-undang terasa tidak memiliki gigi karena pemerintah belum juga membuat peraturan pemerintah (PP) sebagai aturan turunan atau pelaksana. Akibatnya, kata dia, tidak ada sanksi atau konsekuensi yang jelas bagi rumah sakit yang melanggar undang-undang tersebut. “Kinerja pemerintah terkait dengan pembuatan berbagai PP memang seperti jalan di tempat. PP amanah UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial saja yang seharusnya sudah selesai November 2012 yang lalu sampai saat ini belum terlihat batang tubuhnya,” tuturnya. Namun, terlepas dari lemahnya aturan dari pemerintah, Okky menilai Rumah Sakit Atmajaya Pluit tetap telah melakukan pelanggaran terhadap UU Rumah Sakit. “Saya tidak memiliki informasi apakah Annisa memiliki KTP Jakarta atau tidak. Kalau dia memiliki KTP Jakarta, tetapi tetap ditolak rumah sakit, maka tentu lebih mengenaskan lagi. Kalau dia tidak memiliki KTP Jakarta, Rumah Sakit Atmajaya Pluit tetap melanggar UU,” pungkasnya. Sumber: antarasumbar.com |
Baca Juga Berita Sebelumnya |
Kekurangan Dana, Pelayanan di RSUD WZ Johanes Buruk
![]() Terlebih setelah kematian Gregorius Seran, pasien yang dipulangkan oleh pihak RSUD karena menggunakan Jaskesmas, dengan dalih masa berlaku kartu tersebut sudah habis. Menanggapi hal ini Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTT, Hendrik Rawambaku, mengatakan, salah satu alasan belum maksimalnya pelayanan RSUD karena dana tahun 2013 sebesar Rp 113 miliar belum dicairkan. Apalagi, RSUD harus nombok dana pelayanan kesehatan menggunakan askes, jamkesmas, dan jamkesda sebesar Rp 70 miliar. “Dananya belum cair. Dana jamkesmas, Askes dan Jamkesda hanya sebesar Rp 53 miliar, sehingga harus nombok Rp 70 miliar,” katanya. Hendrik Rawambaku menilai RSUD Johanes Kupang adalah rumah sakit rujukan, sehingga pasien yang dirawat di situ seharusnya pasien rujukan dari rumah sakit Kabupaten/kota, namun kenyataannya RSUD juga melayani pasien umum di Kota Kupang. “Sesuai hasil peninjauan di RSUD, ternyata mereka masih melayani pasien umum. Padahal, RSUD adalah rumah sakit rujukan,” katanya kepada wartawan, Kamis, 31 Januari 2013. Terkait kematian Gregorius Seran, jelasnya, Gregorius adalah pasien kanker stadium akhir dari Atambua yang dikirim ke Kupang, sehingga tidak bisa tertolong lagi. “Tidak ada yang salah dalam pelayanan di RSUD Johanes Kupang,” katanya. Sepekan terakhir ini, RSUD Johanes Kupang mendapat sorotan dari berbagai kalangan karena buruknya pelayanan dan penolakan terhadap pasien kanker yang menewaskan Gregorius Seran dan terlantarnya, Viktoria Polce Teon, serta terlantarnya pasien cuci darah, karena ketiadaan selang. Dia mengakui RSUD masih kekurangan, terutama sarana prasarana dan dokter. Namun, RSUD tidak pernah menolak pasien yang berobat ke rumah sakit itu. “Tidak ada alasan untuk menolak pasien,” katanya. Sumber: kabarindonesia.com |
Diabaikan Dokter, Pasien Obesitas Dapat Kompensasi Rp 3,5 M
![]() Para ahli kesehatan Australia mengatakan, kasus Luis Almario ini merupakan kasus pertama di negara bagian New South Wales, dan akan memaksa para dokter untuk memastikan para pasien yang kegemukan menurunkan berat badan, bila mereka tidak mau digugat, demikian lapor situs smh.com.au hari Kamis (7/2). Dr Emmanuel Varipatis, seorang dokter di daerah Manly di Sydney, sekarang mengajukan banding ke Mahkamah Agung Australia, karena dianggap lalai tidak mengirim Almario (68) ke klinik obesitas ataupun merujuk ke ahli bedah mengenai apakah dia bisa menjalani operasi “gastric band.” Almario yang berasal dari Colombia dan pernah menjadi calon anggota parlemen NSW, berada di bawah naungan dokter Varipatis dari tahun 1997 sampai 2011. Selama masa ini, beratnya 140 kilogram meskipun tingginya hanya 154 cm. Pengadilan menyebutkan bahwa Almario menderita kanker hati disebabkan oleh penyakit hati yang disebabkan karena kegemukan. Dia diperkirakan hanya akan hidup selama 40 minggu lagi. Dalam keputusannya, Hakim Joseph Campbell mengatakan ketika dr Varipatis bertemu dengan pasiennya pertama kali di tahun 1997, Almario “sudah sangat gemuk dan menderita berbagai penyakit – yang disebabkan karena kegemukan, termasuk penyakit hati.” Hakim mengatakan sang dokter bertanggung jawab secara hukum karena penyakit itu kemudian berkembang menjadi sirosis, gagal ginjal dan akhirnya kanker ginjal. “Saya puas bahwa kalau tergugat tidak lalai, penyakit hati ini tidak akan berkembang menjadi cirrhosis, dan kesehatan sang pasien akan meningkat tajam bila dia menjalani operasi pengikatan usus, dan dia akan mencapai berat badan ideal.” kata Hakim Campbell. Dr Varipatis didukung oleh perusahaan asuransi Avant yang sekarang mengajukan banding. Hakim menjatuhkan hukuman kompensasi senilai 569.332 dollar, namun dikurangi menjadi 364.372 dollar, dengan memperhitungkan bahwa Almario kemungkinan hanya akan bertahan hidup selama 40 minggu lagi. “Almario sekarang sudah cacat total. Dia sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk menjalankan kehidupan sehari-hari. Semua makanannya harus dibuat jadi bubur, dan dimasukkan lewat selang. Dia tidak bisa berjalan ke dapur. Semua obatnya harus dimasukkan lewat selang. Dia hanya bisa duduk di ruang tamu menonton televisi ataupun di ranjang melihat komputer.” kata Hakim Campbell. Ikatan Dokter Australia belum mau memberikan komentar karena masih ada banding. Namun Dr Adrian Sheen, presiden dari kelompok bernama Doctor’s Action mengatakan keputusan Mahkamah Agung ini akan memberikan “beban” berlebihan bagi para dokter. “Ini akan membuat dokter merujuk pasien untuk melakukan tes apa saja karena takut akan digugat. Biayanya bagi sistem layanan kesehatan akan sangat besar sekali.” kata Sheen. Sumber: health.kompas.com |
Warga Perbatasan Punya RS Bergerak
![]() Mereka tidak perlu lagi bersusah-payah harus dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Harapan Insan Sendawar (HIS) yang membutuhkan waktu tempuh hampir dua hari karena berlokasi di ibukota Sendawar. Kementerian Kesehatan telah mengalokasikan dana sebesar Rp 8,5 miliar untuk pembangunan rumah sakit umum bergerak atau yang dikenal dengan istilah rumah sakit pratama atau rumah sakit kelas D untuk wilayah perbatasan pada tahun anggaran 2012. Pembangunan rumah sakit Pratama yang berlokasi di Kampung Long Lunuk Kecamatan Long Pahangai tepat berada di tengah antara Kecamatan Long Apari dan Long Pahangai yang dicapai dengan waktu sekitar 1 jam. Saat ini proses pembangunan rumah sakit Pratama sudah dalam tahap pondasi berukuran 50 x 50 meter persegi di atas lahan seluas 1 hektare (ha). Lahan itu telah dihibahkan oleh masyarakat Long Lunuk dan diharapkan pada April 2013 rumah sakit ini sudah mulai beroperasi. “Rumah Sakit Pratama ini atau rumah sakit bergerak ini dibangun tidak dari bahan baku beton melainkan menggunakan partisi-partisi yang terbuat dari baja yang akan dikirimkan dari Jakarta oleh Kementerian Kesehatan. Hanya saja proses pengiriman itu tanggung jawab Kementerian Kesehatan,” ungkap dr Teguh Kabid Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kutai Barat yang juga sekaligus Kepala Pengawasan Pembangunan Rumah Sakit Bergerak atau Pratama. Lebih jauh diceritakannya, rencana pembangunan rumah sakit bergerak di Kabupaten Kutai Barat sudah tergaung pada tahun 2010, hanya saja baru dapat terealisasi pada 2012. Kementerian Kesehatan menawarkan pembangunan rumah sakit tersebut di wilayah perbatasan Kubar, menerima lampu hijau itu, Dinas Kesehatan bekerjasama dengan DPRD Kubar dan masyarakat Kecamatan Long Apari dan Long Pahangai menyiapkan lahan seluas 1 hektar di Kampung Long Lunuk Kecamatan Long Pahangai. Lokasi tidak jauh dari Lapangan Terbang Datah Dawai. Hal ini penting sekali apabila ada pengiriman obat-obatan dari Kutai Barat atau Samarinda atau Jakarta tidak terlalu jauh untuk diantar ke rumah sakit Pratama ini. Kalau beda kampung saja, berapa besar lagi ongkos transportasi keluar agar dapat mengantar obat-obatan tersebut maupun tenaga medis yang harus segera datang. “Akhirnya dengan penuh keikhlasan masyarakat Long Lunuk menghibahkan tanah seluas 1 hektare yang berlokasi di atas gunung yang kebetulan tanah datar sehingga tidak terlalu banyak diratakan, serta utama jauh dari banjir karena kebetulan sangat dekat dengan Sungai Mahakam sekitar 100 meter,” ujar Teguh. Dia menambahkan, bangunan rumah sakit ini tidak dibangun dari beton melainkan dari partisi baja sehingga tidak berkarat dimakan cuaca. Selain itu di dalamnya terdapat sekat-sekat seperti rumah sakit umum. Seperti ruang rawat inap, ruang pelayanan kesehatan, ruang unit gawat darurat, ruang bedah, ruang obat. Rumah sakit bergerak ini juga dilengkapi dengan udara pendingin (AC), serta disiapkan dua genset berkekuatan besar yang dipergunakan secara bergantian selama 24 jam. “Kalau tidak ada halangan direncanakan April 2013, RSU Bergerak sudah beroperasi karena seluruh partisinya sudah mulai dikirimkan dari Jakarta, karena pondasinya telah selesai dibangun dan bangunan ini akan berdiri setinggi 1 meter dari tanah guna menghindar banjir,” tegas Teguh. Sumber: tribunnews.com |
Sampah rumah sakit kotori Pantai Laehari
Ambon-Puluhan kantong berisi ratusan botol plastik dan kain berdarah yang diduga limbah buangan dari satu rumah sakit mengotori tiga lokasi berbeda di Pantai Desa Laehari, Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon, Maluku, pada beberapa hari ini.
“Kantong-kantong itu diduga berasal dari sampah pencucian darah yang dilakukan salah satu rumah sakit di sini,” kata Wenly Thenu, anggota DPRD Kota Ambon dalam rapat dengar pendapat antara Komisi I DPRD dengan sejumlah staf eksekutif setempat, Selasa.
Ia menyatakan khawatir, limbah rumah sakit itu membahayakan kesehatan orang di sekitarnya.
Karenanya, Wenly minta perhatian Pemerintah Kota Ambon untuk melihat dan menegur pembuang sampah tersebut.
“Paling tidak ada teguran, sebab kalau tidak, pembuangan sampah seperti itu akan dilakukan terus,” ujar Wenly yang berdomisili di Desa Hutumury yang bertetangga dengan Desa Leahari.
Sekretaris Kota Ambon Antony Latuheru berjanji pada hari itu juga meninjau lokasi untuk memastikan sampah apa saja yang dibuang di sana.
“Kalau memang sampah itu berasal dari sisa-sisa kotoran pencucian darah seperti yang disampaikan, kita akan melihat lagi sebab RS yang melakukan pencucian darah hanya satu di Ambon,” ujarnya.
Sumber: antaranews.com
RS Nur Hidayah Adakan Operasi Cacat Bawaan Gratis
Jakarta – Rumah Sakit (RS) Nur Hidayah di Jetis, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta DIY), akan mengadakan operasi bibir sumbing dan cacat bawaan lahir secara gratis bagi anak-anak kurang mampu pada Maret 2013.
“Ini program kerja sama kami dengan kegiatan corporate social responsibility (CSR) dari PT Tempo Scan Pacific Tbk yang bernama Program Sosial Indonesia Tersenyum. Program ini sudah berjalan sejak 2008 dan tahun ini kami adakan lagi Maret nanti,” kata Direktur RS Nur Hidayah Arrus Ferry.
Sepanjang 2008 hingga 2012 ada 157 pasien penderita cacat bawaan yang telah dioperasi melalui program tersebut. “Respons masyarakat cukup bagus, bukan Cuma dari Bantul yang datang tetapi juga dari seluruh wilayah DIY bahkan Jawa Tengah,” kata Arrus.
Syarat penerima program ini, masyarakat tidak mampu dengan umur maksimal 14 tahun dengan cacat bawaan lahir seperti bibir sumbing, kelebihan jumlah jari, jari dempet, tidak memiliki anus, alat kelamin tidak sempurna, dan lainnya.
“Bagi yang ingin mengikuti operasi gratis bisa langsung mendaftar ke RS atau bisa juga menelepon dulu untuk menjelaskan keluhannya. Selanjutnya kami akan memeriksa pasien apakah layak untuk dioperasi atau tidak,” kata Arrus.
Tak ada batasan jumlah pasien yang ingin mendapatkan layanan operasi gratis. Pihak RS justru berharap bisa mengoperasi penderita cacat bawaan lahir sebanyak-banyaknya. “Agar mereka tidak rendah diri dan bisa tersenyum menatap hidup yang lebih indah,” kata Arrus.
Sumber: pdpersi.co.id