Sumber: beritasore.com
Kualitas RS Tak Optimal, Warga Depok Pilih Berobat ke Jakarta
Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok Hardionomengatakan, saat ini ada 25 rumah sakit, baik di dalam maupun luar Kota Depok yang telah bekerja sama dengan Pemerintah Kota Depok dalam melayani pasien Jamkesda.
“Kita bekerja sama dengan semua rumah sakit yang ada di Kota Depok, namun tetap harus bekerja sama dengan rumah sakit di luar Depok karena sarana dan prasarana di Kota Depok yang kurang,” tuturnya kepada wartawan di Balai Kota Depok, Selasa (14/5/2013).
Menurut Hardiono, saat ini Depok hanya memiliki tiga rumah sakit B, yaitu Rumah Sakit Puri Cinere, Rumah Sakit Meilia, dan Rumah Sakit Sentra Medik. Sementara rumah sakit lainnya masih tipe C dengan kapasitas tempat tidur tidak lebih dari seratus. Tipe rumah sakit tersebut dilihat dari jumlah rumah sakit, jumlah dokter dan tenaga kesehatan lainnya, serta sarana dan prasana rumah sakit.
“Rumah sakit tipe B di Kota Depok pun semuanya masih B minus, jadi sebenarnya harus perlu ditingkatkan lagi sarana dan prasarananya, sehingga bisa memenuhi persyaratan sebagai rumah sakit tipe B,” katanya.
Sementara itu, saat ini rumah sakit di Depok juga masih kekurangan 72 tempat tidur di ruangan perawatan intensif. Saat ini sudah ada 113 tempat tidur intensif care yang ada di semua rumah sakit yang ada di Kota Depok, yaitu 36 tempat tidur Intensive Care Unit (ICU), empat tempat tidur Intensive Coronary Care Unit (ICCU), empat tempat tidur High Care Unit (HCU), 31 tempat tidur Neonatal Intensive Care Unit (NICU), dan 15 tempat tidur Pedriatic Intensive Care Unit (PICU).
Jumlah tempat tidur intensive care masih kurang 16 tempat tidur ICU, enam tempat tidur ICCU, delapan tempat tidur HCU, 18 tempat tidur NICU, dan 24 tempat tidur PICU.
“Dinas Kesehatan Kota Depok berupaya terus meningkatkan kualitas rumah sakit di Kota Depok. Salah satunya, menghimbau setiap rumah sakit untuk menyediakan sarana intensive care,” tandasnya.
Sumber: health.okezone.com
Pelecehan seksual marak di RS Jiwa Australia
Di Australia, sebuah laporan baru mengungkap 45 persen wanita di rumah-rumah sakit jiwa negara bagian Victoria mengalami serangan seksual selama perawatan.
Statistik baru telah membongkar suatu kenyataan pahit tentang pengalaman para wanita yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa.
Sebuah laporan oleh Victorian Mental Illness Awareness Council (VMIAC) mengungkapkan, 45 persen wanita di rumah-rumah sakit jiwa negara bagian itu mengalami serangan seksual selama dalam perawatan.
Laporan itu menemukan 70 persen wanita yang dirawat di rumah-rumah sakit jiwa menjadi korban gangguan seksual. Malahan bagi banyak wanita, itu menjadi penyebab penyakit mental mereka.
Meskipun telah dilakukan perombakan belakangan ini, termasuk ruangan-ruangan khusus wanita, para korban mengatakan, sistem yang diterapkan untuk melindungi mereka dan respon pihak rumah sakit sangat tidak memadai.
Direktur Victorian Mental Illness Awareness Council (VMIAC), Isabell Collins, mengatakan kepada program 7.30 ABC, kultur pelecehan seksual tidak dapat lagi ditolerir.
“Kita tidak boleh punya sikap bahwa hal-hal seperti itu memang bisa terjadi di RS Jiwa,” katanya.
“Insiden-insiden itu terjadi karena situasinya memungkinkan, karena sistem kita memungkinkannya terjadi dan respon kita memungkinkannya terus terjadi.”
Laporan itu merekomendasikan antara lain, keharusan melaporkan kepada kepala rumah sakit, pintu yang dapat dikunci untuk pasien wanita – yang hanya dapat dibuka dengan kunci perawat dan rencana perawatan yang mempertimbangkan trauma seksual sebelumnya.
Sumber: radioaustralia.net.au
RS Siloam Manado Kurangi Pasien Berobat ke Malaysia
Selanjutnya, kelak kehadiran RS Siloam di kawasan lain Indonesia Timur seperti Ambon (Maluku) dan Papua Barat, juga bisa mengurangi jumlah warga yang berobat ke luar negeri. “Memang, selama ini RS swasta di Indonesia Timur masih sedikit, khususnya yang menyediakan layanan spesialis. Maka kami melakukan ekspansi ke kawasan yang belum dijamah pemain RS swasta yang lain,” kata Cixo. Peralatan medis canggih yang dihadirkan di RS Siloam di Jakarta, juga dihadirkan di Indonesia Timur. Semaksimal mungkin, kualifikasi peralatan medis di Indonesia Timur setara dengan di Jakarta. Kata Cixo, “Hanya saja, kuantitasnya mungkin tidak sama. Misalnya, kalau di Jakarta ada dua atau tiga catch lab, di Kupang cukup satu.”
Di Makassar, Sulawesi Selatan, manajemen RS Siloam bekerja sama dengan Universitas Hasanuddin untuk pengadaan ataupun pelatihan dokter. Di kota lain di Indonesia Timur, tidak tertutup kemungkinan bahwa pola serupa digunakan. “Kami pun akan mengutamakan tenaga medis putra daerah, porsi mereka sampai 98 persen dan didampingi tenaga ahli dari Jakarta,” Cixo mengatakan.
Dapat dikatakan bahwa segmen pasien yang dibidik RS Siloam di Indonesia Timur, campuran, yaitu segmen menengah ke bawah ataupun atas. Cixo menampik anggapan bahwa RS Siloam identik dengan layanan pengobatan yang mahal. “Dengan membidik segmen pasar bervariasi, kami membuat subsidi silang. Pasien kaya menyubsidi yang tidak mampu,” ujar Cixo. Siloam Hospitals menargetkan mempunyai 77 buah rumah sakit di tahun 2017. Saat ini, RS yang sedang dibangun ada di Padang (Sumatera Barat), Medan (Sumatera Utara), dan Kupang (Nusa Tenggara Timur).
Most Michigan parents, grandparents prefer research hospitals for pediatric care
ANN ARBOR, Mich. – Four out of five parents and grandparents in Michigan say they’d rather take children to a hospital that does medical research for children than one that does not, according to a new poll from the University of Michigan.
A new study from the Michigan Child Health Research Priorities team at C.S. Mott Children’s Hospital found that more than 80 percent of parents and grandparents prefer a hospital that does medical research about children — if they can expect the same level of care, the hospital is equally accessible and with no difference in cost.
The study also found that one out of four parents and grandparents in Michigan would be interested in their children or grandchildren taking part in medical research, although only 2 percent say their children or grandchildren have done so before.
“This project is the first of its kind to ask parents and grandparents about medical research for children, how they want to be involved, and what that means for where they would take their children for medical care,” says Matthew M. Davis, M.D., M.A.P.P., the director of the Michigan Child Health Research Priorities or M-CHRP team.
“We found that the public recognizes the importance of pediatric research and the benefits of healthcare providers who are engaged in that research. They want their children to be cared for by people who are actively involved in developing new ways to prevent and treat illnesses for children.
“Based on this study, we think there is great potential for participation in child health research in Michigan,” says Davis.
M-CHRP is a statewide research effort designed to inform and stimulate public engagement in Michigan around child health research. This poll’s representative sample of 758 adults was made up of Michigan residents who were parents or grandparents of children aged 0 to 17.
In the poll, respondents were given the opportunity to also indicate what types of diseases they think should get the most attention from researchers. The top 10 areas rated as “very important”:
Childhood cancers: 83 percent
Safety of medications: 79 percent
Safety of vaccines: 79 percent
Heart problems: 76 percent
Causes of infant deaths: 74 percent
Diabetes: 73 percent
Birth defects and other genetic problems: 73 percent
Transplants for cancer and other diseases: 71 percent
Prevention of infections: 69 percent
Asthma: 68 percent
“Through M-CHRP, the people of Michigan can express what kind of research they think is important for children. We hope this data can help U-M better reach families who want to contribute to child health research today and in the future,” Davis says.
At C.S. Mott Children’s Hospital, pediatric research is a top priority. The University of Michigan Medical School was ranked in 2013 as one of the top 10 research medical schools nationwide by U.S. News & World Report. About $320 million in National Institutes of Health funding was awarded to U-M faculty in fiscal year 2011.
“We need to make it a priority to get the word out about research opportunities for children,” says Davis. “Medical research often needs healthy volunteers as well as those who may have the particular disease being studied. While many people may think of medical research as testing new medicines, children’s medical research also includes other types of health studies related to topics such as behavior, nutrition, and mental health.”
Source: uofmhealth.org
Elderly patients face longer hospital waits for care home transfer
Researchers found older people are waiting on average three days longer in hospital for a residential home position than when the Coalition government took office.
Experts said this meant the NHS hospitals were funding a substantially higher proportion of social care costs because of “needless” waiting by patients.
Health officials are currently grappling with accident and emergency wards that are full to bursting, with part of the problem attributed to delays in discharging patients from hospitals.
According to new figures published on Tuesday by Age UK, it costs the health service at least £1750 a week to maintain one bed compared to almost £530 weekly charge for care homeroom.
The charity said patients now wait an average of 30.3 days before finding a place in a residential care home, a rise of three days per patient since 2010.
Since the Coalition was formed, they said the number of days lost to “delayed discharge” was more than one million and an estimated to the NHS of up to £260m.
Charity officials said that a third of the “days lost” due to delayed discharge are linked to patients waiting for social care.
“Waiting in hospital needlessly not only wastes NHS resources but it can also undermine an older person’s recovery and be profoundly upsetting for them and their families as a result,” said Michelle Mitchell, the Age UK charity director general.
“We are very worried that the growing crisis in social care is having a significant impact on the length of time that older people are having to stay in hospital waiting for social care support to be put in place.”
Over the past two years many local authorities, which provide social care, have been “struggling” to balance their books because of funding cuts, she added.
Many authorities have since raised their eligibility criteria so that older people have to be more frail and disabled to qualify for help.
Cllr Zoe Patrick, chairman of the Local Government Association’s (LGA) Community Wellbeing Board, said: “Sadly this research highlights the very real crisis we are facing in providing even the most basic care to the most vulnerable members of society.
“The current system promotes an inefficient use of taxpayers’ money but more worryingly it also reduces the quality of care people receive.
“Radical reform of the way adult social care is paid for and delivered in future [is needed] or things will get much worse.”
The Department of Health (DoH) yesterday announced that health and social care would be “fully joined up” by 2018
A DoH spokesman said that at present “inadequate co-ordination” between hospital and social care staff leads to some older patients facing “long waits” before being discharged.
He said other elderly people are discharged from hospital to homes which are not adapted to their needs, which leads to them deteriorating or falling and ending up back in A&E.
Source: telegraph.co.uk
RSUD Majalaya Dituding Sering Telantarkan Pasien Miskin
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG – Pasien pemegang kartu Jaminanan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), mengeluhkan pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Majalaya, Kabupaten Bandung. Pihak rumah sakit dituding sering membiarkan pasien dari kalangan miskin dan tidak memberi pelayanan kesehatan.
Tokoh masyarakat Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Agus Darajat (50), mengatakan sudah lama hal tersebut dirasakan warga. Beberapa orang dari desanya yang dulu pernah berobat menggunakan Jamkesmas sempat ditelantarkan.
“Pelayanan di sana memang kenyataannya kurang memuaskan. Apalagi untuk yang menggunakan Jamkesmas. Beberapa orang warga Tarumajaya sudah mengalami pelayanan yang kurang baik. Mereka tidak mau melayani pasien Jamkesmas dengan alasan kamar rawat inap penuh,” ujar Agus, Senin (13/5/2013).
Salah seorang warga Tarumajaya, kata dia, bahkan meninggal dunia dalam perjalanan karena tidak bisa dirawat di RSUD Majalaya. Pihak rumah sakit menolak memberikan pelayanan. Padahal ia tidak mempunyai biaya jika harus berobat ke rumah sakit yang lain. Harusnya pihak rumah sakit bisa memberikan pelayanan yang cepat agar nyawa warga tersebut bisa diselamatkan. Bisa saja kejadian seperti ini juga terjadi kepada warga yang lain.
“Kami juga tidak menyalahkan sepenuhnya kepada pihak rumah sakit. Soal nyawa memang sudah ada yang mengatur. Tapi kalau mereka mau memberikan penanganan cepat dan serius kejadian seperti ini bisa tidak terjadi. Kami harap tidak ada perbedaan penanganan terhadap pasien Jamkesmas,” katanya.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bandung, Eddy Hidayat, mengaku kecewa setelah mendengar keluhan warga saat melakukan acara reses di Balai Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari ini.
“Kejadian yang menimpa warga Tarumajaya tidak boleh terulang kembali. Pihak rumah sakit harus cepat tanggap dalam menangani pasien. Jangan membedakan antara pasien yang menggunakan Jamkesmas atau tidak. Jamkesmas kan sudah ditanggung pemerintah. Jadi tidak ada alasan untuk tidak melayani pasien dengan baik,” ujar Eddy.
Pihaknya, kata Edi, segera meminta Bupati Bandung untuk melakukan evaluasi. Pasalnya anggaran untuk Jamkesmas sudah ada di APBD Pemkab Bandung. Pihaknya akan segera meminta untuk memperbaiki kinerja direktur utama serta jajaran manajemen RSUD Majalaya.
“Kalau pelayanan seperti ini terus, akan saya minta Bupati untuk mengganti direkturnya. Kalau perlu semua jajaran manajemen di sana dirombak besar-besaran agar bisa memberikan pelayanan yang baik ke masyarakat,” ujarnya.
Direktur Utama RSUD Majalaya, Kusmawan Dardja membantah jika ada pasien pemegang kartu Jamkesmas yang mereka persulit. Selama ini pihak rumah sakit tidak pernah mengambil uang sedikit pun dari pemegang Jamkesmas.
“Tidak benar jika ada keluhan seperti itu. Selama ini kami tangani semua pasien yang masuk ke rumah sakit. Malah jika ada pasien yang ke UGD selalu kami tangani dulu. Masalah administrasi itu belakangan. Kalau tidak percaya silakan cek langsung saja,” ujar Kusmawan melalui sambungan telepon, Senin (13/5).
Biasanya warga yang mengeluh itu karena persyaratan Jamkesmasnya tidak lengkap. Jadi seakan pihak rumah sakit yang mempersulit untuk memberikan pelayanan. Ia pun menghargai setiap saran yang diterima. Agar pelayanan yang diberikan bisa lebih baik.
Sumber: tribunnews.com
Klaim Rumah Sakit Akhirnya Dibayar
SURABAYA – Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim mulai membayar tunggakan klaim Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) untuk sejumlah rumah sakit milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim. Besaran tunggakannya Rp 4,95 miliar.
”Jadi sudah tidak ada tunggakan lagi Dinas Kesehatan pada beberapa rumah sakit yang melayani pasien Jamkesda. Dan untuk ke depan proses pembayaran akan berlangsung lancar,” jelas dr Harsono, Kepala Dinkes Jatim, Senin (13/5).
Dia mengatakan, pencairan klaim Jamkesda di beberapa rumah sakit itu nantinya akan dilakukan secara bertahap. Hal itu dilakukan hingga penghitungan kuota Jamkesmas dari Pemerintah Pusat selesai. Karena itu dirinya meminta agar pihak rumah sakit bersabar atas telatnya klaim Jamkesda yang diajukan.
”Kami berharap pelayanan kesehatan rumah sakit terhadap gakin tetap dilaksanakan, bahkan ditingkat,” katanya.
Sekadar diketahui, anggaran Jamkesda yang siap dikucurkan oleh Pemprov Jatim mencapai Rp 120 miliar. Anggaran itu akan dipergunakan setelah ada kepastian mengenai kuota Jamkesmas yang diputuskan oleh Kemenkes pada 1 Juni mendatang. Meski begitu, klaim dari beberapa rumah sakit akan tetap dilayani kalau mengajukan tunggakan.
Sebelumnya rumah sakit yang pembayaran klaimnya terhambat diantaranya RSU dr Soetomo. Rumah sakit ini setiap bulan mengajukan klaim Jamkesda yang biasanya cair pada bulan berikutnya.
Kondisi yang sama juga dialami RSJ Menur. Hanya klaim Jamkesdanya tidak besar, hanya sekitar Rp 315 juta dari Januari hingga Maret.
Sementara, Sekdaprov Jatim Rasiyo mengatakan, anggaran Jamkesda itu memang sudah diturunkan kepada masing-masing rumah sakit. Sehingga, sampai saat ini sudah tidak ada masalah lagi karena tunggakan tersebut sudah dipenuhi oleh Pemprov Jatim. “Sudah tidak ada masalah lagi karena Jamkesda sudah dibayarkan rumah sakit. Dan anggaran Jamkesda di Jatim cukup banyak dan tak perlu khawatir pihak rumah sakitnya,” cetusnya.
Sumber: surabayapost.co.id
RSUD Lubuk Basung Kekurangan Tenaga Medis
Agam-Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Lubuk Basung, Kabupaten Agam, akan kekurangan tenaga medis bila pengangkatan pegawai tidak tetap (PTT) tidak bisa dilakukan tahun ini.
Pasalnya, tahun ini gedung baru poli dan IGD akan dioperasikan. Untuk itu dibutuhkan penambahan tenaga. Namun terbentur aturan yang tidak memungkinkan untuk mengangkat pegawai PTT, seperti disampaikan Kepala RSUD Lubuk Basung, Dr. H. Hendri, Selasa (7/5) di ruang kerjanya.
Gedung baru poli telah digunakan untuk pelayanan, dan gedung baru IGD akan dioperasikan pertengahan tahun ini. Untuk itu dibutuhkan tambahan tenaga 25 PTT. Bahkan telah dianggarkan biayanya dalam DPA RSUD Lubuk Basung tahun 2013.
Setelah diajukan kepada bupati Agam melalui BKD, yang disetujui hanya untuk pengangkatan 4 orang PTT baru, yaitu dokter umum, dokter gigi, dan apoteker. Sedangkan untuk bidan, perawat, analis, rekam medik, cleaning servis, dan pramusaji, dengan jumlah seluruhnya 21 orang, tidak bisa diadakan tahun ini.
“Kami baru saja rapat dengan pihak BKD Agam, menurut Kepala BKD memang tidak ada peluang untuk mengangkat PTT, kecuali untuk dokter umum, dokter gigi, dan apoteker,” ujarnya.
Sekaitan dengan kenyataan tersebut, Dr, Hendri mengaku terpaksa berpandai-pandai memanfaatkan tenaga yang ada untuk memaksimalkan pelayanan. Karena ia mengaku tidak mau melanggar aturan, karena sanksi hukumnya sangat jelas.
Bupati Agam H. Indra Catri Dt. Malako Nan Putiah, ketika dihubungi via ponselnya mengatakan memang ada peraturan yang tidak memungkinkan Pemkab Agam melakukan pengangkatan PTT. Peraturan tersebut diterbitkan Pemerintah Pusat, untuk menekan biaya pegawai sampai di bawah 50 persen.
Sumber: seputarsumbar.com
Waspada! 40 Pasien Rumah Sakit Jiwa Kabur
Nairobi : Warga Kenya harus waspada. Ada 40 pasien yang menderita gangguan jiwa dari rumah sakit jiwa setempat kabur. Insiden kaburnya para pasien dari Mathari Mental Hospital itu terjadi pada Senin 13 Mei malam waktu setempat.
Dilansir dari Zeenews, Selasa (14/5/2013), polisi Kenya hingga saat ini masih melakukan pencarian terhadap ke-40 pasien tersebut.
Samuel Anampiu, kepala polisi yang bertanggung jawab atas daerah di mana Rumah Sakit Jiwa Mathari berada mengatakan, 70 pasien laki-laki itu menguasai rumah sakit dan membuat para penjaga kewalahan. Akibat kekacauan tersebut, 40 pasiennya berhasil melarikan diri.
Menurut keterangan Samuel, beberapa orang yang sempat kabur sebelumnya mengeluhkan obat yang diberikan kepada mereka tidak efektif.
Terkait hal tersebut, beredar kabar tempat perawatan kesehatan mental di Kenya mengalami kekurangan dana. Diduga akibat kemiskinan dan kurangnya akses serta stigma terkait gangguan mental menjadi penyebab pasien di rumah sakit jiwa itu kurang mendapatkan bantuan yang lebih baik.
Sumber: news.liputan6.com