Reportase Seminar:
Perawat Sebagai Investasi Rumah Sakit
Reporter: Tri Yuni Rahmanto
(PKMK FK UGM/ Seksi Pelayanan RSUD Wonosari, DIY)
Telah berlangsung Pertemuan Ilmiah Tahunan serta Seminar & Workshop Himpunan Perawat Manajer Indonesia (HPMI) di Hotel Royal Ambarukmo, YogYakarta 21-23 September 2016. Sebagai keynote speaker, Prof. Laksono Trisnantoro menyampaikan makalah berjudul: “Perawat Sebagai Investasi Rumah Sakit” pada hari pertama, Kamis (21/9/2016) sebagai pembekalan bagi peserta dalam acara selanjutnya sampai dengan hari ke-3.
Dalam awal paparannya, Prof. Laksono Trisnantoro mengajak peserta seminar untuk melihat terlebih dahulu beberapa perspektif sebelum masuk pada investasi perawat di RS, antara lain: Sistem Kesehatan dan tujuannya, Jenis-jenis perawat, Investasi di Perawat: Apa yang dapat dilakukan dan apa yang tidak dapat dilakukan oleh RS?, dan Kepemimpinan yang diperlukan.
Pertama, sistem kesehatan adalah semua kegiatan yang bertujuan utama untuk meningkatkan, mengembalikan dan memelihara kesehatan dengan cara peningkatan status kesehatan, perlindungan risiko kesehatan dengan universal coverage dan dan tercapainya kepuasan publik akan layanan keseahatan. Pertanyaan besarnya adalah dimanakah peran perawat dalam sistem tersebut baik di RS maupun di masyarakat? Apakah visi dan misi RS telah melibatkan perawat secara jelas sehingga dapat dikatakan bahwa perawat sebagai investasi RS? Disinilah kemudian tantangan terbesar perawat terutama manajer perawat muncul, yaitu untuk menunjukkan eksistensinya dengan ikut serta bersama pelaku kesehatan di dalam sistem kesehatan terutama di rumah sakit.
Kedua, terkait dengan jenis-jenis perawat yang ada di Indonesia sekarang ini meliputi perawat yang bekerja di area klinis maupun administratif, pada area kesehatan komunitas masyarakat atau perawat yang menjadi dosen dan peneliti baik pada lembaga birokrasi pemerintah dan atau swasta ditambah perawat yang secara khusus aktif dalam organisasi profesi dan kolegium. Semua jenis perawat ini memiliki peran yang besar dalam memikirkan dan mewujudkan investasi perawat di rumah sakit sehingga peran aktif dalam sistem kesehatan di rumah sakit khususnya.
Ketiga, apa yang dapat dilakukan dan tidak dapat dilakukan oleh RS dalam investasi perawat? Investasi yang dapat diartikan sebagai usaha menanamkan dana, usaha, waktu dan berbagai sumber daya untuk mendapatkan keuntungan finansial dan/atau manfaat di waktu mendatang. Apakah investasi dilakukan dalam rumah sakit saja? Atau harus bersamaan dengan invetasi di perawat dalam Sistem Kesehatan? Pertanyaan tersebut harus terlebih dahulu dijawab oleh perawat atau HPMI sebagai organisasi yang mewadahi profesi perawat pada lingkup manajerial secara luas. Di dalam sebuah rumah sakit harus diakui bahwa perawat sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) dan profesi yang strategis dalam value chain principal. Secara operasional Prof. Laksono Trisnantoro menjelaskan dalam konteks rumah sakit, investasi perawat dapat berupa perbaikan sistem rekruitmen perawat untuk mendapatkan bakat-bakat yang terbaik; ppembinaan karir perawat agar bakat-bakat yang terbaik dapat berkembang, termasuk pelatihan; remunerasi yang memadai dengan tidak menimbulkan kegoncangan atau kesulitan hidup lembaga RS karena jumlah perawat banyak; persiapan masa pensiun yang baik, atau sistem pensiun yang memungkinkan kembali bekerja. Kemudian investasi dalam recruitment dapat berupa meritokrasi dalam merekrut dan mengembangkan tenaga-tenaga berbakat; jangan sampai terjadi KKN dalam rekrutmen perawat; RS perlu mendanai proses rekrutmen sebagai investasi. Selanjutnya, tidak kalah penting dalam pengelolaan SDM Perawat harus ditempuh dengan cara: membina para pemimpin perawat, yang berada di jalur klinis dan di jalur administrasi dengan sebaik-baiknya. Untuk RS Pendidikan: pengembangan perawat yang berada di jalur pendidikan dan latihan (dosen dan instruktur, serta kemampuan peneliti); dan di berbagai negara mengadakan inovasi-inovasi.
Beberapa benchmark yang bisa didapatkan antara lain dari Eastern Health Alliance and Changi General Hospital Singapore dan RS Chi Mei Taiwan. Di Changi General Hospital menggunakan prinsip Agility, Produktivitas, dan Longevity. Dalam Agility, diharapkan ada SDM yang stabil, kompeten (termasuk kompeten dalam komunikasi), juga flkesibel. Ada program Ready, untuk menyiapkan tenaga muda berbakat untuk berkembang. Ini merupakan program regenerasi, untuk perawat terdapat tingkatan-tingkatan. Untuk produktivitas, dilakukan berbagai pengelolaan secara prosedur, peralatan, dan bangunan agar terjadi pengurangan heavy duty work. Untuk prinsip longevity dikembangkan berbagai hal sehingga mendorong sumber daya yang baik terus bekerja bahkan sampai pasca pensiun. Bagi mereka yang fit dan baik ditawari program re-employment setelah usia 62 tahun. Masa kerja bisa diperpanjang dengan 5 tahun kontrak dan terjadilah Ageless work. Juga dikembangkan berbagai program agar terjadi harmoni dalam kehidupan bekerja, sosial, dan keluarga. Diharapkan terjadi wellness di kalangan pekerja. Sedangkan di RS Chi Mei Taiwan dikembangkan Total Talent Management for Nurses dengan cara: mengembangkan lingkungan kerja yang positif dan ada Nursing Information System; melakukan kerjasama yang baik antar profesi, terutama antara dokter dengan perawat. Hubungan dengan dokter harus dibina terus; memberi kesempatan kepada para perawat untuk mengikuti konferensi-konferensi internasional dengan didanai oleh lembaga; melakukan pelatihan-pelatihan perawat dan manajer melalui pelatihan terstruktur; online education; pengembangan pusat-pusat ketrampilan, dan penyelenggaraan konferensi-konferensi ilmiah; dengan program Total Talent Management for Nurses, setelah 15 tahun, turn over rates dan vacancy rates perawat turun.
Catatan penting dari Prof. Laksono adalah “Investasi Perawat di RS tidak mungkin dilakukan tanpa investasi perawat dalam Sistem Kesehatan”. Hal tersebut dapat dicapai dengan cara Investasi dalam mengembangkan Kebijakan Pemerintah dengan: Investasi untuk kebijakan pendidikan dan pelatihan perawat; Investasi untuk kebijakan yang memperjelas karir perawat klinik, administratif, dosen-peneliti, sampai ke perawat kesehatan masyarakat; Investasi untuk kebijakan mutu keperawatan. Sedangkan cara lain adalah Investasi untuk Menata Organisasi Profesi dan Kolegium-Kolegium, ditempuh dengan Bagaimana Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) memperkuat diri sebagai ikatan profesi yang mampu; memperjuangkan kebutuhan dan keinginan anggota, sekaligus; memenuhi harapan masyarakat, bangsa, dan negara. Kemudian Investasi untuk Lembaga-lembaga Pendidikan Tinggi Keperawatan, meliputi mengembangkan tenaga perawat pendidikan (termasuk pendidik klinis dan manajemen); mengembangkan kapasitas dan mutu lembaga pendidikan keperawatan dengan tolok ukur internasional; mengembangkan sistem kerjasama pendidikan dengan lembaga-lembaga pelayanan kesehatan.
Selanjutnya tantangan yang dihadapi perawat secara umum menurut Prof. Laksono adalah Bagaimana PPNI mengembangkan diri sebagai semacam Perhimpunan Profesi dan tidak perlu menjadi terlalu kompleks; perlu dipikirkan pembentukan kolegium-kolegium yang independen di luar PPNI untuk memajukan ilmu; karena jumlah anggota yang banyak, bagaimana PPNI mengatur dirinya agar tidak mirip seperti partai politik; bekerjasama dengan Lembaga Pendidikan Tinggi Kesehatan; dan bagaimana PPNI dapat masuk ke arena internasional dengan baik.
Keempat, adalah kepemimpinan yang diperlukan. Investasi untuk pengembangan kepemimpinan dapat ditempuh dengan cara Investasi dibutuhkan untuk Pelatihan-pelatihan, pendidikan, dan dukungan teknis untuk para pemimpin; dalam masa yang dinamis ini dibutuhkan para perawat yang menjadi pemimpin dalam konteks masing-masing. Diharapkan ada pemimpin-pemimpin Perawat yang mempunyai ciri: (1) Menetapkan Visi Keperawatan, (2) Memobilisasi Komitmen Perawat untuk mengembangkan lembaganya/atau sistem kesehatan, (3) Memicu Kemampuan Organisasi dan (4) Mempunyai Karakter Pribadi yang baik.
Sebagai penutup, Prof.Laksono menyampaikan beberapa hal, antara lain Saat ini dalam masa transisi yang dinamis, dibutuhkan berbagai investasi untuk perawat di RS dan di Sistem Kesehatan secara bersamaan; Investasi ini mencakup pula pengembangan Kepemimpinan; Tanpa adanya berbagai investasi dikawatirkan dunia keperawatan Indonesia tidak berperan dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat dan kalah bersaing dengan luar negeri (TYR).