Jumpa lagi pembaca yang budiman dengan Budi Hartono, founder buttonMED COACHING -Healthcare & Hospital Coaching-. Pada seri hospital coaching, artikel bagian kedua ini akan melanjutkan pembahasan bagaimana coaching dapat dijadikan sebagai suatu terobosan untuk peningkatan kinerja rumah sakit dan fasilitas kesehatan. Setelah menemukan framework/model kinerja yang sesuai dan menjabarkannya dalam bentuk indikator kinerja utama, berikut adalah tahapan selanjutnya:
3. Menggunakan Pendekatan Coaching untuk Mencapai Indikator Kinerja Utama
Whitmore dalam “Coaching for Performance” menyatakan coaching membuka kunci dari potensi seseorang untuk memaksimalkan performanya, yaitu dengan membantu menggali pikirannya dan membuat proses belajar datang dari diri mereka. Hal ini bisa diartikan bahwa coaching dapat membuat potensi anggota organisasi selaras dengan target kinerja organisasi yang dicanangkan. Lalu, bagaimana menggunakan coaching untuk mencapai target kinerja utama tersebut?
Setelah target kinerja utama dijabarkan, baik dalam bentuk sistem, struktur, maupun proses serta target sub-sub indikator dalam Langkah Kedua maka selanjutnya memetakan hal-hal yang akan dicapai dalam jangka pendek. Coaching sebagai sebuah metodologi akan mulai digunakan pada aktivitas ini untuk mendapatkan teknik dan strategi dalam mencapai target sub-sub indikator tersebut karena coaching berkaitan dengan bagaimana berpindah dan merancang perubahan untuk mendapatkan tingkatan atau hasil yang diinginkan dengan berorientasi pada tindakan berbasis kondisi saat ini dan masa mendatang. Tehnik coaching yang impactful harus memperhatikan 2 aspek strategis, yaitu aspek kompetensi dan aspek metode. Dalam aspek kompetensi, International Coach Federation (ICF), suatu organisasi yang dibentuk dengan misi membangun, mendukung dan menjaga integritas pada profesi coach, telah menetapkan standar kompetensi. Terdapat sebelas kompetensi yang harus dijaga oleh seorang coach profesional dalam menjalankan praktek coaching. Kesebelas kompetensi berdasarkan standar ICF tersebut adalah:
- Memenuhi etika dan standar profesional (Meeting ethical standard and professional guidelines)
- Membangun perjanjian coaching (Establishing the coaching agreements)
- Membangun kepercayaan dan keakraban (Establishing trust and intimacy)
- Kehadiran diri dalam coaching (Coaching presence)
- Mendengarkan secara aktif (Active listening)
- Pertanyaan yang kuat (Powerful questioning)
- Komunikasi langsung (Direct communication)
- Menciptakan kesadaran (Creating awareness)
- Merancang aksi (Designing action)
- Perencanaan dan penetapan tujuan (Planning & goal setting)
- Mengelola kemajuan dan akuntabilitas (Managing progress & accountability)
Sebelas kompetensi ini harus melekat pada diri seorang professional coach. Pada setiap proses coaching yang dilakukan, akan menjamin bahwa proses coaching yang dilakukan memiliki standar yang cukup untuk memunculkan dampak yang kuat bagi pencapaian yang diinginkan oleh rumah sakit dan fasilitas kesehatan terhadap kinerja organisasinya.
Dalam aspek metode, proses coaching yang efektif adalah proses yang tidak mencampuradukan coaching dengan berbagai metode lainnya (pure coaching). Hal ini penting untuk misi pendidikan dan pemberdayaan itu sendiri. Akhirnya, tentu akan kembali kepada kemampuan dan kompetensi dari seorang coach untuk dapat menstimulasi secara kreatif selama proses coaching tersebut dilakukan. Dalam konsep The Science of Coaching digambarkan bahwa evidence harus menjadi hal yang dibawa untuk dipikirkan (thoughts), hasil pikiran ini akan menyebabkan munculnya perasaaan seperti motivasi, keinginan, keyakinan (feelings), hasil feeling ini akan menyebabkan munculnya tindakan dan perilaku (actions) yang selaras dengan apa yang dibutuhkan oleh lingkungan. Atas dasar itu, proses coaching yang efektif tentunya harus bersandar pada konsep The Science of Coaching tersebut. Natalie dalam “Bring Out Their Best” menyampaikan bahwa coaching adalah teknik yang sangat kuat dalam mendengarkan dan bertanya yang memungkinkan seseorang mendapatkan kesadaran dan mengidentifikasi apapun untuk membuat mereka bergerak maju. Whitmore (1996) memperkenalkan Grow Model for Coaching, yaitu model ini memiliki mekanisme metodologi yang sesuai dengan prinsip The Science of Coaching. GROW kependekan dari Goal, Reality, Option, dan Way Forward. Proses coaching yang dilakukan adalah dengan cara mendengarkan dan bertanya (yang dilakukan oleh coach kepada coachee) dengan menggunakan model GROW sehingga memungkinkan seseorang mendapatkan kesadaran dan mengidentifikasi apapun untuk membuat mereka bergerak maju.
Berikut panduan proses coaching di rumah sakit dan fasilitas kesehatan dengan model GROW,yaitu:
1. Goal, yaitu coach dan coachee sepakat pada sasaran yang spesifik. Hal ini menjadi vital dalam coaching. Jika kita tidak tahu ke mana kita akan pergi maka kemungkinan kita akan kesasar. Coach membasiskan pertanyaan pada seputar tujuan yang menjadi agenda coachee sehingga coachee menyepakati agar proses coaching yang akan dilakukan berfokus pada tujuan spesifik dan outcome yang diinginkan, yaitu untuk memastikan bahwa tujuan tersebut berada pada interest terbaik coachee dan segala sesuatu yang mendekatkan padanya. Agenda ini harus selaras dengan evidence yang terjadi atau yang dialami oleh rumah sakit dan fasilitas kesehatan, misal agenda meningkatkan kedisplinan staf dalam bekerja. Hal ini selaras dengan upaya tantangan rumah sakit dan fasilitas kesehatan dalam meningkatkan kinerjanya.
Contoh pertanyaan Goal:
- Apa yang ingin dicapai pada sesi coaching ini?
- Apa tujuan yang ingin difokuskan?
- dll
2. Reality, yaitu coach membimbing coachee agar mengetahui secara realitas di mana mereka sekarang berada dan di mana mereka akan mulai. Coach membasiskan pertanyaan eksploratif pada self-assessment, feed back, pemahaman terhadap permasalahan, dst.
Contoh pertanyaan Reality:
- Apa yang terjadi pada realitas saat ini?
- Seberapa besar gap/kesenjangan realitas yang terjadi dengan tujuan yang diharapkan?
- dll
3. Option, yaitu coach membimbing coachee dalam berfikir mengenai sejumlah cara untuk mencapai tujuan dan coachee memutuskan cara yang disepakatinya. Coach membasiskan pertanyaan pada berbagai kemungkinan atas cara yang dapat mencapai tujuan sehingga coachee sampai pada cara yang tepat.
Contoh pertanyaan Option:
- Kemungkinan-kemungkinan apa saja yang dapat dilakukan agar tujuan tercapai?
- Mana yang paling baik dari kemungkinan-kemungkinan tersebut?
- dll
4. Way Forward, yaitu coache akan termotivasi untuk bertindak mencapai tujuan bila menyenangi hal tersebut. Coach dan coachee melihat pada hambatan-hambatan yang mungkin terjadi dan bagaimana cara mengantisipasinya. Coach membasiskan pertanyaan pada hal-hal yang dapat membuat coachee bergerak maju, berbagai hambatan dan cara mengatasi hambatan tersebut, serta bagaimana coachee mengelola waktu dan tanggung jawab akan langkah-langkah tersebut.
Contoh pertanyaan Way Forward:
- Apa yang dapat dilakukan dalam waktu dekat?
- Apa hambatan-hambatan yang mungkin terjadi?
- Bagaimana mengatasi hambatan-hambatan tersebut?
- dll
Hal tersebut sebelumnya adalah serangkaian contoh jenis pertanyaan yang sesuai dengan model GROW. Inilah yang membedakan antara tools coaching dengan tools lainnya (mentoring, training, counseling), yaitu dalam proses coaching, coach memberikan pembimbingan berupa pertanyaan, kemudian coach mendengarkannya. Selama coach terus mendengarkan, akan terjadi proses pembelajaran oleh seorang coachee. Pertanyaan itulah yang memancing coachee untuk menghasilkan jawaban dari dirinya sendiri sehingga proses belajar benar-benar datang dari diri coachee sendiri. Saat di sesi kelas, baik perkuliahan program pascasarjana maupun sesi pelatihan manajemen rumah sakit, penulis sering menanyakan kepada peserta pembelajaran tentang mana yang lebih membekas bagi peserta, menjawab pertanyaan atau mendengarkan pernyataan-pernyataan? Hampir seluruh peserta menjawabnya dengan menjawab pertanyaan. Inilah kekuatan coaching. Hal ini akan memberikan efek pemberdayaan yang kuat dan kemandirian yang sejati bagi SDM rumah sakit dan fasilitas kesehatan. Ada kaidah yang mengatakan: “Ilmu adalah perbendaharaan, kuncinya adalah pertanyaan.” Kaidah lain mengatakan, “Upaya memahami masalah merupakan setengah jawaban dari masalah tersebut.” Metode coaching sangat sesuai dengan kaidah-kaidah ini.
Aplikasi metode coaching pada kinerja rumah sakit dan fasilitas kesehatan tentunya memiliki prinsip yang sama dengan mekanisme kaidah tadi. Tematik/goal-goal dari sesi coaching ini hanya saja harus selaras dengan target sub-sub indicator yang telah dicanangkan pada langkah ke-2. Bila hal ini dilakukan pada semua target sub-sub indicator yang merefleksikan indicator kinerja utama maka coachee (SDM RS dan Fasilitas Kesehatan) akan memiliki pemahanan, kesadaran, dan cara yang kuat akan pencapaian tujuan tersebut. Hal itu akan menguatkan kepemimpinan, komunikasi, motivasi, dan manajemen terhadap upaya pencapaian indicator kinerja kunci tersebut. Hasil dari sesi coaching ini tentunya akan menjadi sebuah desain program yang harus dilaksanakan bersama demi tercapainya kinerja rumah sakit dan fasilitas kesehatan secara keseluruhan.
4. Evaluasi Hasil Capaian
Tahap ini merupakan tahap terakhir dari 4 langkah teknis dalam mencapai kinerja rumah sakit dan fasilitas kesehatan dengan menggunakan pendekatan coaching. Ruang lingkup evaluasi ini adalah setelah pelaksanaan hasil sesi coaching. Indikator yang dievaluasi adalah efektivitas, efisiensi, serta sustainabilitas atas pencapaian kinerja yang dimaksud. Bila target kinerja tercapai dengan baik maka kegiatan evaluasi merekomendasikan agar program tersebut dijalankan kembali. Bila tidak tercapai maka perlu dilakukan proses coaching kembali untuk menemukan program yang tepat atas pencapaian yang diharapkan dan berdampak pada target kinerja.
Upaya-upaya strategis yang dilakukan seperti penyiapan model atau framework kinerja dan indikator kinerja utama yang dijabarkan. Pendekatan coaching yang digunakan dan evaluasi hasil capaian tentunya akan berujung pada meningkatnya kinerja rumah sakit dan fasilitas kesehatan manakala budaya dan nilai yang dimiliki organisasi ini mendukung. Bila tidak maka percuma saja upaya strategis ini dilakukan. Kestabilan budaya organisasi menjadi momen yang sangat kritis bagi filosofi pencapaian kinerja rumah sakit dan fasilitas kesehatan. Untuk mendapatkan kestabilan budaya organisasi maka rumah sakit dan fasilitas kesehatan tentu dapat memanfaatkan metode coaching ini dengan prinsip dan teknik yang sama sebagaimana penjelasan sebelumnya.
Salam Hebat – Untuk RS dan Fasilitas Kesehatan yang lebih baik
Great Leading Great Managing
Bahan Bacaan
1. Robbins, Stephen, “Prilaku Organisasi”, PT Indeks, 2006, Jakarta
2. Grant, “The Efficacy of Executive Coaching in Times of Organizational Change”, Journal of International Coach Federation, 2013
3. Foster & Seeker, “Caching For Excellence”, Penerbit PPM, 2011
4.WHO,” Measuring Hospital Performance To Improve The Quality Of Care In Europe: A Need For Clarifying The Concepts And Defining The Main Dimensions”, Report On A Who Workshop Barcelona, Spain, 10-11 January 2003
5.Hartono,”Pengembangan Model Pengukuran Kinerja Rumah Sakit Untuk Mencapai Misi Rumah Sakit di Indonesia”, Disertasi, FKM UI 2011.
6.www.coachfederation.org
Penulis
Budi Hartono
Penulis adalah seorang Healthcare & Hospital Coach, Health Administration & Policy Consultant, Certified Lecturer dan Executive Trainer. Ia adalah founder dari buttonMED COACHING sebuah lembaga strategis yang berfokus pada empowerment SDM kesehatan serta pionir dalam bidang pengembangan coaching di fasilitas kesehatan dan rumah sakit di Indonesia. Ia memiliki pengalaman lebih dari 15 tahun dalam area Manajemen Rumah Sakit dan Kesehatan seperti: Pengembangan Organisasi dan Kepemimpinan, Budaya dan Mutu Layanan Kesehatan, Manajemen Keuangan, Unit Cost & Pricing, Ekonomi Kesehatan, Manajemen Strategi serta Administrasi & Kebijakan Kesehatan. Ia telah bekerja secara intensif dengan mitra strategis di fasilitas dan institusi terkait kesehatan seperti Rumah Sakit (RS), Puskesmas, Dinas Kesehatan dan Kementerian Kesehatan serta di beberapa Kementerian dan Perusahaan lainnya sebagai Instruktur Pelatihan, Peneliti, Konsultan dan Executive Coach. Pada tahun 2011, Ia berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul: “Pengembangan Model Pengukuran Kinerja RS Dalam Mencapai Misi RS di Indonesia” dan mendapatkan gelar doktor dari FKM UI dengan predikat sangat memuaskan. Ia adalah seorang yang memotivasi dan berkapasitas dalam coaching maupun pemberdayaan untuk menjadikan pribadi eksekutif bertumbuh dan berkembang bersama potensi dasarnya dalam sebuah pencapaian prestatif sehingga mereka dapat berkontribusi signifikan dalam mencapai misi dan visi luhur di organisasi manapun mereka berada. Ia telah memberikan pelatihan dan coaching dihadapan lebih dari 15,000 peserta. Ia memiliki sertifikasi pada sejumlah professional skill sepertiCertified Coach Practitioner, Certified Professional Coach, Associate Certified Coach dariInternational Coach Federation (ICF) USA, and Certified Lecturer dari Kementerian Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. Ia dapat dihubungi melalui WA di 0816-48500-94, email: [email protected], FB: Budi Hartono Abihanni.
Info Konsultansi, Training & Coaching untuk Empowerment Program SDM dan Organizational Development di Rumah Sakit atau Fasilitas Kesehatan dapat menghubungi Annisah Zahrah, SKM atau Amina di no. 0815-8428-2656 | Kantor no. 7864978.
Penulis : Dr. Budi Hartono, SE, MARS, ACC
Editor : Paulus Yesaya Jati
Sumber: harianbernas.com