manajemenrumahsakit.net :: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Jakarta 20/10/2014.
RS dr Soetomo Angkat Konsep Wisata Kesehatan
manajemenrumahsakit.net :: Surabaya (Antara jatim) – Rumah Sakit dr Soetomo Surabaya berencana mengangkat konsep wisata kesehatan dalam rangka menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) yang akan diberlakukan pada akhir tahun 2015.
Direktur Rumah Sakit dr Soetomo dr Dodo Anondo, Senin, mengatakan konsep tersebut sengaja dipersiapkan dalam rangka menghadapi pasar bebas ASEAN.
“Sebagai langkah awal, dalam waktu dekat ini kami akan mengumpulkan sejumlah direktur rumah sakit untuk menyamakan pandangan terkait dengan hal ini,” ucapnya.
Ia mengatakan, saat ini ada kecenderungan masyarakat akan mudah untuk berobat keluar negeri seperti Singapura, jika sakit.
“Terutama pada masyarakat kelas menengah atas yang sering keluar negeri jika berobat. Dan hal itu harus dikurangi, jangan sedikit-sedikit berobat keluar negeri,” ujarnya.
Ia mengatakan, yang menjadi permasalahan saat ini adalah kepercayaan masyarakat yang masih kurang terhadap tenaga dokter dalam negeri.
“Masyarakat yang kurang ‘sreg’ akan lebih memilih untuk pergi keluar negeri jika sedang sakit seperti di Singapura,” ucapnya.
Pada saat sampai di Singapura, kata dia, pasien tersebut akan diperiksa, kemudian sisanya akan diajak jalan-jalan dan akan sembuh.
“Oleh karena itu, konsep wisata kesehatan itulah yang akan kami usung mengingat banyaknya objek wisata yang ada di Jawa Timur,” tuturnya.
Pihaknya juga akan melakukan koordinasi dengan sejumlah agen wisata untuk turut serta mempromosikan wisata di Jawa Timur kepada pasien.
“Bahkan, bukan tidak mungkin pasien dari luar negeri akan datang ke Indonesia untuk berobat, sekaligus mengunjungi lokasi wisata yang ada,” katanya.(*)
Sumber: antarajatim.net
RSU Tipe B di Bojonegoro Rencana Beroperasi Mulai 2015
manajemenrumahsakit.net :: Bojonegoro – Rumah Sakit Umum Sosodoro Djatikoesoemo, tipe B di Jalan Veteran, Kota Bojonegoro rencananya akan difungsikan pada 2015 mendatang. Rumah sakit yang dibangun sejak 2005 lalu itu sempat lama terbengkalai dan kini sedang diperbaiki untuk dioperasionalkan.
Menurut Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro, Hariyono, Rumah Sakit Veteran akan mulai difungsikan melayani kesehatan masyarakat pada 2015. Sampai saat ini Pemkab setempat masih dilakukan renovasi dan pembenahan fasilitas pendukung. “Belum bisa dipastikan kapan bulannya, karena saat ini masih dalam proses pembenahan dan renovasi,” ungkapnya, Senin (20/10/2014)
Anggaran yang digunakan untuk renovasi dan pembenahan fasilitas pendukung rumah sakit itu mencapai Rp39 miliar dari APBD Bojonegoro tahun 2014. Rumah Sakit Veteran ini rencananya menyediakan 500 tempat tidur. Jumlah tenaga medis yakni dokter dan perawat yang akan bekerja di rumah sakit ini sebanyak 899 orang.
Sementara itu, pengoperasian rumah sakit tipe B ini juga memerlukan peralatan penunjang kesehatan. Dana yang diperlukan untuk penyediaan peralatan kesehatan penunjang sekitar Rp101 miliar. Sedangkan, dana untuk operasional rumah sakit sekitar Rp70 miliar.
Sesuai rencana untuk dana operasional rumah sakit akan dipenuhi dari pendapatan rumah sakit. Sedangkan untuk pengadaan alat kesehatan akan dipenuhi dari APBD Bojonegoro dan juga Provinsi Jatim. “Rumah Sakit Veteran diharapkan dapat memaksimalkan layanan kesehatan di Bojonegoro,” kata Hariyono.
“Hanya saja untuk pemindahan sejumlah peralatan medis dan juga tenaga medis di RSU Veteran ini tidak bisa serta merta melainkan secara bertahap. Pemindahan tidak bisa dilakukan seperti pindah kantor biasa,” sambungnya.
Pembangunan rumah sakit yang kini disebut RSU Veteran itu dilakukan pada masa Bupati Bojonegoro, Santoso. Rencananya rumah sakit itu berstandar internasional. Pembangunan rumah sakit itu menelan anggaran Rp110 miliar dan dilakukan secara bertahap sejak tahun 2005. Namun, setelah selesai dibangun rumah sakit itu tak kunjung difungsikan dan dibiarkan terbengkalai. [uuk/ted]
Sumber: beritajatim.com
Hari 4, 18 Oktober 2014
Menyongsong HKN ke 50 dan Perubahan Sistem Pelayanan Kesehatan Sebagai Dampak Dari Pelaksanaan UU RI No. 40 Tahun 2004 Tentang SJSN
15 Oktober 2015 – 18 Oktober 2015
Hari 1 :: Hari 2 :: Hari 3 :: Hari 4
Paripurna 11 : Patient Centered Care Dalam Akreditasi Versi 2012
Hari terakhir pada Seminar Nasional XIII PERSI, Seminar Tahunan VIII Patient Safety dan Hospital Expo XXVII membahas topik mengenai patient centered. Pada sesi ini, dr. Djoni Darmadjaya, SpB, MARS bertindak sebagai moderator. Sementara, narasumber sesi ini terdiri atas: dr. Nico A. Lumenta, K. Nefro, MM, MH.Kes (KARS) dan dr. Djoti Atmodjo, SpA, MARS (KARS). Untuk narasumber lain yaitu Prof. Dr. Hardyanto Soebono, dr, Sp KK (K) dan Prof. Dr. dr. Herkutanto, SpF, SH, LLM (Ketua Konsil Kedokteran) berhalangan hadir namun inti dari bahan yang akan disampaikan oleh kedua narasumber tersebut dipaparkan dalam pembahasan narasumber lainnya, sehingga peserta tetap mendapatkan pemaparan yang lengkap.
Dr. Nico A. Lumenta menyoroti mengenai kolaborasi interprofesional dalam asuhan pasien pada standar akreditasi baru yaitu akreditasi versi 2012 dimana pelayanan berfokus pada pasien (Patient Centered Care). Hal ini tentunya membutuhkan kolaborasi interprofesional dan kompetensi interprofesional. Pada model tradisional, dokter menjadi pusat pelayanan dan nakes berada di sekeliling sehingga patient safety tidak terjamin. Terdapat dua kubu yaitu dokter vs pasien sehingga dapat terjadi potensi konflik yang tinggi. Sedangkan dengan konsep PCC yang menjadi pusat pelayanan adalah pasien dan keluarga. Nakes diposisikan di sekeliling pasien dan menjadi partner dari pasien. Hal ini berbeda jauh dengan model tradisional dan nakes harus mempunyai kompetensi yang baik dan melakukan tugas mandiri. Dengan konsep PCC ini pasien dengan dokter dan nakes menjadi satu kubu dan potensi terjadinya konflik menjadi rendah.
Konsep PCC dilihat dari sisi pasien akan lebih memberikan martabat dan respek (menghormati dan menghargai) terhadap pasien, berbagi informasi, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, dan dapat berkolaborasi. Sedangkan dari sisi nakes, dengan konsep PCP ini terdapat hubungan interdisiplin, interprofesional (kolaborasi dan pendidikan), kompetensi, dan DPJP sebagai clinical leader. Beberapa elemen dalam praktek kolaborasi diantaranya tanggung jawab, akuntabel, koordinasi, komunikasi, kerja sama, asertif, otonomi, serta percaya dan respek. Kompetensi interprofesional meliputi beberapa ranah kompetensi. Ranah kompetensi pertama adalah nilai atau etika dalam praktek interprofesional yang meliputi kerja sama nakes dari berbagai profesi lainnya. Ranah kompetensi kedua adalah peran atau tanggung jawab dimana mengkomunikasikan secara jelas peran dan tanggung jawab nakes kepada pasien. Ranah kompetensi ketiga adalah komunikasi interprofesional dimana mengkomunikasikan secara konsisten pentingnya kerja sama. Serta ranah kompetensi keempat adalah kerja sama tim dimana kerja sama ini akan mencerminkan kinerja individu dan tim.
Dalam menerapkan konsep PCC ini juga terdapat beberapa hambatan seperti pasien yang pasif, kurangnya pengetahuan dan pelatihan terhadap nakes, serta budaya organisasi. Namun dari kesemuanya itu konsep PCC lebih banyak memberikan nilai yang positif bagi pasien dimana pasien dapat lebih patuh untuk mengikuti anjuran dokter dan nakes yang merawat mereka.
Topik selanjutnya yang dibahas adalah integrated notes dalam standar akreditasi versi 2012 yang dipaparkan oleh dr. Djoti Atmojo. Pola pikir dalam pengembangan akreditasi adalah pengumpulan bukti yang kemudian dijadikan dokumen. Dari dokumen tersebut akan menghasilkan regulasi. Dokumen akreditasi rumah sakit di dalamnya terdapat regulasi sebagai dasar pelaksanaan asuhan dan dokumentasi bukti. Komunikasi antar pemberi asuhan berisi progress note (catatan perkembangan pasien terintegrasi), ringkasan pulang, ringkasan rawat jalan, dan formulir transfer intra hospital dan intern hospital (rujukan). Progress note ini dilakukan oleh dokter, perawat, maupun tenaga kesehatan lainnya yang menjelaskan kondisi pasien dan terapi yang diberikan atau direncanakan.
Progress note ini berisi informasi mengenai pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan laboratorium, dan hal – hal yang terjadi dalam 24 jam terakhir. Setelah melakukan pengisian progress note maka selanjutnya perlu dilakukan asessment yang mengintegrasikan dan menganalisa masalah dalam asuhan pasien. Langkah selanjutnya ialah membuat rencana asuhan dan prgram berdasarkan diagnosa setiap masalah. Saat ini, penulisan progress note menggunakan model SBAR yang didalamnya menggambarkan situasi gejala yang dialami pasien, riwayat kesehatan pasien, tanda vital, dan cek permintaan perawat terhadap dokter misalnya perlu vicite, pemeriksaan laboratorium radiologi, perubahan obat, pemberian cairan intravena, maupun observasi dan pelaporan.
Paripurna 12 : Motivator
Pada sesi yang paling akhir ini, peserta diberi motivasi yang dapat menggugah semangat untuk memajukan masing-masing rumah sakitnya. Dr. (HC) Ary Ginanjar Agustian sebagai motivator ulung dan pendiri ESQ mengemukakan bahwa dalam setiap perubahan pasti ada respon. Perubahan dapat berupa sistem serta budaya dan perilaku yang dapat menimbulkan reaksi bermacam-macam. Pada penetapan program BPJS tentunya mendapat berbagai reaksi, diantaranya kecemasan oleh pengelola rumah sakit, ketakutan oleh dokter maupun pengelola rumah sakit, ancaman, perasaan bersalah, depresi, bahkan akhirnya berujung pada permusuhan. Namun ada pula yang bereaksi bahagia yaitu rakyat Indonesia yang akhirnya dapat dijamin kesehatannya oleh pemerintah. Zona reaksi yang cukup berbahaya adalah depresi dan pada akhirnya dapat mengakhiri operasional rumah sakit. Namun jika rumah sakit mau menerima malah rumah sakit tersebut akan semakin maju dan semakin bersemangat untuk bereksplorasi.
Salah satu cara untuk mengatasi perubahan adalah dengan menerima perubahan itu sendiri sehingga akan menghasilkan keefektifan. Empat hal yang menghambat sebuah organisasi untuk berubah menjadi sukses adalah low priority little action, fast start little out, anxiety frustation, dan just a dream. Lebih lanjut Ary Ginanjar memotivasi para peserta untuk menjadi agent of change not victim of change. Jika tidak, maka tidak akan bertahan dalam jangka panjang. Contoh yang diambil adalah kehidupan dan perjuangan ikan salmon di Samudera Atlantik dan Samudera Pasifik. Ikan salmon terlahir di sungai di daerah Columbia USA. Pada tahun pertama mereka pindah ke lautan selama 4 – 7 tahun. Setelah waktu tersebut ikan salmon harus kembali ke sungai. Selama perjalanan pulang ikan salmon tidak makan, banyak mati karena luka, letih, maupun dimakan pemangsa. Namun setelah sampai ke hulu sungai, seekor salmon betina dapat menelurkan 3,000 butir telur baru sebagai generasi baru salmon.
Dari cerita tersebut kita mendapat gambaran bahwa dengan diterapkannya program BPJS terkadang rumah sakit mengalami disharmoni. Dalam menghadapi perubahan di era BPJS ini, karakter gigih dan rela berkorban harus mendasari kemauan untuk berubah. Rumah sakit harus disiplin, pantang menyerah, rela berkorban, dan bekerja dalam satu tim untuk menjalankan program BPJS secara optimal. Selain itu rumah sakit harus mengetahui misi, visi, nilai, dan strategi rumah sakit, bukan hanya sebagai tulisan saja. Rumah sakit memerlukan hospital corporate culture agar dapat menjadi rumah sakit yang setaraf dengan rumah sakit di Asia Pasific. Tiga kekuatan yang harus dibentuk adalah kekuatan intelektual (IQ), emosional (EQ), dan spiritual (SQ). Ketiga ini yang harus disatukan agar dapat menjadikan rumah sakit Indonesia emas.
Reporter: Elisabeth Listyani
Editor: Widarti
Hari 3, 17 Oktober 2014
Menyongsong HKN ke 50 dan Perubahan Sistem Pelayanan Kesehatan Sebagai Dampak Dari Pelaksanaan UU RI No. 40 Tahun 2004 Tentang SJSN
15 Oktober 2015 – 18 Oktober 2015
Hari 1 :: Hari 2 :: Hari 3 :: Hari 4
Paripurna 8 : Abuse dan Fraud dalam Pelayanan JKN di RS
Dampak implementasi JKN terhadap provider swasta menjadi topik yang diangkat pada paripurna keempat ini yang dimoderatori oleh de. Hanevi Djasri, MARS dengan narasumber Prof. dr. Budi Sampurna, SpF, SH (dewan BPJS Kesehatan), dr. Koesmedi Priharto, SpOT, MKes (Dirut RSUD Tarakan jakarta), dr. Mochmmad Syafak Hanung, SpA (Dirut RSUP Dr. Sardjito), dan Dewi Ariyani, SSc, Apt (BPJS Kesehatan).
Prof. Budi Sampurna mengemukakan isu penting yang dihadapi dalam implementasi JKN adalah kualitas layanan dan efisiensi biaya, ketersediaan obat dan alat kesehatan, pengumpulan iuran dari peserta sektor informal, kepatuhan terhadap regulasi, standar, dan protokol, serta pencegahan fraud dan abuse. Pada implementasi asuransi sosial dengan premi yang murah dapat menimbulkan pelayanan yang kurang baik bahkan dapat menimbulkan fraud. Saat ini belum jelas antara fraud dengan tindakan kriminal karena kita tidak sadar kapan kita betul-betul melakukan sebuah kriminal. Fraud yang umum dilakukan di rumah sakit seperti memperpanjang penggunaan ventilator di ICU ataupun tindakan medis yang tidak relevan. Pelakunya ada personil rumah sakit itu sendiri pada saat memberi pelayanan (diagnosis) ataupun saat memproses tagihan rumah sakit.
Gerakan mencegah fraud dapat dilakukan dengan memberi informasi secara terbuka, data dikonsolidasi, review pra pembayaran, melakukan audit, dan provider harus turut serta melakukan pencegahan dengan memberi sanksi kepada pelaku. Rumah sakit harus dapat menginvestigasi dan memberi disiplin kepada pelaku misalnya sampai pada pencabutan SIP. Masalah fraud dan abuse pada implementasi JKN tidak dapat dibebankan kepada masalah-masalah yang dihadapi karena hal tersebut juga terjadi di banyak negara.
Abuse dan fraud di rumah sakit, tanggung jawab siapa? Pertanyaan yang cukup menarik untuk dijawab. dr. Koesmedi Priharto memaparkan bahwa seperti kita ketahui bahwa penentuan tarif CBG’s diambil dari data keuangan. Namun di lapangan ditemukan bahwa masih banyak tarif BPJS yang dianggap tidak adil oleh rumah sakit. Misal penentuan tarif bedah orthopedi menjadi rendah dibanding unit cost karena selama ini plat yang dipasang untuk pasein uangnya dipegang oleh dokter dan tidak dilaporkan sehingga tidak tercatat di rekam medik rumah sakit.
Ketika CGB’s dijalankan timbul beberapa pertanyaan, seperti siapkah institusi menjalankan, siapkah profesi menjalankan, dan siapkah masyarakat menerima sistem tersebut. Selain itu, terkait mindset dokter yang harus diubah dengan kesiapan menggunakan obat generik dan mengurangi ALOS serta berkaitan dengan pembiayaan langsung. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa dari 400 data pasien rawat inap ditemukan 40% under code, 7% upcode, dan 3% berpotensial menaikkan tarif. Dari semuanya ini, kita harus bertanggung jawab terhadap fraud dan abuse.
Peran direktur rumah sakit mencegah fraud dikemukakan oleh dr. Syafak Hanung. Potensi fraud di rumah sakit dapat dikatakan cukup tinggi. Kejadian upcoding, phantom billing, infated bills, service unbunding or fragmentation, self referral, type of room charges, key stroke mistake, cancelled services, no medical value, standard of care, dan unnecesary treatment dapat berpotensi terjadinya fraud. Contoh kasus yang diangkat pada diskusi ini salah satunya adalah pemasangan stent jantung. Biaya rumah sakit untuk pemasangan 3 stent dalam 1 kali pemasangan adalah Rp. 90 juta. Dengan tarif BPJS untuk satu kali pemasangan Rp. 46.327..090 dimana tarif BPJS lebih rendah dibanding klaim yang akan diajukan. Melihat kondisi tersebut maka rumah sakit melakukan pemasangan stent sebanyak tiga kali dengan pasien dirawat inap setiap bulan sebanyak tiga kali sehingga nilai klaim dapat lebih tinggi.
Pencegahan fraud dapat dilakukan dengan adanya kerja profesional dan laporan khusus INA CBG’s. Selain itu menetapkan komitmen pelayanan dengan mutu pelayanan, keselamatan pasien, dan kepuasan pelanggan. Rumah sakit perlu membangun sistem pencegahan dan penindakan fraud dengan membentuk tim anti fraud, pendidikan anti fraud bagi staf rumah sakit, melakukan program deteksi dan investigasi internal, melakukan program tindakan, pelaporan, dan pengembalian dana, serta melakukan penelitian mengenai potensi fraud di rumah sakit.
Untuk mencegah fraud perlu adanya peran verifikator dalam memverifikasi klaim BPJS. Hal inilah yang dipaparkan oleh Dewi Ariyani, SSc, Apt. Sistem CBG’s masih terdapat kelemahan sehingga dapat meningkatkan kasus hospitalisasi yang tidak perlu, readmisi pada kasus biaya tinggi, upcoding, pasien yang sembuh dipulangkan terlebih dulu, fasilitas kesehatan memberi layanan berlebihan di luar paket, dan pemberikan layanan yang kurang baik karena tarif tidak mencukupi. Disini peran verifikator diperlukan untuk memverifikasi sesuai dengan aplikasi verifikasi, melakukan verifikasi sesuai kaidah INA CBG’s, melakukan koordinasi dengan fasilitas kesehatan, menjaga kerahasiaan klaim, memelihara data, dan melakukan pengecekan sampai ke rekam medik jika diperlukan.
Deteksi dini fraud dan and abuse dapat dilakukan dengan mempelajari titik-titik kritis terjadinya inefisiensi, menghitung potensi kerugian biaya, dan melakukan pengecekan. BPJS sendiri telah membentuk tim anti fraud karena fraud menjadi tanggung jawab bersama.
Paripurna 9 : Kompetisi Rumah Sakit Dalam Dunia Internasional
Persaingan dalam dunia internasional sangatlah ketat sehingga rumah sakit harus siap berkompetisi. Topik inilah yang dibahas pada sesi yang dimoderatori oleh dr. Adib A. Yahya, MARS dengan narasumber Dr. dr. Hananto Andriantoro, SpJP (K), MARS, FIHA, FICA, FAsCC (Dirut RS Jantung Harapan Kita), Dr. James Riady (Kadin), dr. Ario Djatmiko, SpB (K) Onk, FICS (senior Consultant RS Onkologi), dan Prof. Dr. dr. Bambang Supriyatno, SpA (K) (Ketua KKI).
Dr. Hananto Andriantoro memaparkan pengalaman RS Jantung Harapan Kita dalam mencegah pasien Indonesia berobat ke luar negeri. Rumah sakit menghadapi dilema hubungan antara pasien, dokter, dan rumah sakit itu sendiri. Contoh kasus yang dapat diangkat seperti pasien mengeluh sakit dada dan menginginkan diberi pelayanan pemeriksaan EKG sampai lima kali berurut-turut setiap bulan padahal hal tersebut belum tentu perlu untuk dilakukan. Di sisi lain, dokter mengijinkan hal tersebut bahkan rumah sakit memfasilitasi. Keputusan klinis medis harus etis dimana keputusan medis harus ada indikasi medis, berdasar evidence based, ada landasan bio medik, serta harus ada keputusan etik.
Rumah sakit harus memberi edukasi medis baik kepada tenaga medis maupun pasien. Dokter harus mempunyai knowledge dan hardskill serta soft skill sehingga dapat memberikan kualitas pelayanan kepada pasien. Kemampuan medis dan etika yang dimiliki oleh dokter akan menghasilkan keputusan medis yang beretika. Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan luar negeri, Di RS Harapan Kita membentuk teamwork layanan per spesialisasi, memberikan remunerasi kepada dokter, melakukan master of knowledge, mengembangkan layanan unggulan, bekerja sama dengan center-center di luar negeri, dan publish jurnal hasil kerja sama dengan pihak luar negeri.
Rumah sakit yang baik adalah rumah sakit yang mengutamakan hak pasien, mengutamakan layanan, dan mendidik rumah sakit PPK 1 dan 2 untuk berkontribusi. Selain itu jika rumah sakit ingin mendapat dokter yang baik maka rumah sakit harus mengubah paradigma setiap dokter, membuat dokter menjadi baik, dan membuat visi misi rumah sakit yang baik.
Peluang dokter asing bekerja di rumah sakit di Indonesia sangatlah mungkin. Hal tersebut dikemukakan oleh dr. Ario Djatmiko. Rumah sakit menjadi berbeda karena spirit rumah sakit itu sendiri dan sistem yang dijalankan. Sampai saat ini pemerintah belum mampu menyediakan layanan kesehatan yang memadai. Beberapa penentuan untuk SDM antara lain kecukupan dokter spesialis, kemampuan SDM, dan yang tidak kalah penting adalah WNI. Jika persayaratan tersebut tidak terpenuhi maka rumah sakit akan mengambil SDM dari luar negeri. Untuk itu diperlukan upaya meminimalisasi kekurangan spesialisasi adalah dengan meningkatkan pendidikan tenaga medis WNI, pendistribusian spesialis, maupun program shortcut.
Gap antara dokter Indonesia dengan dokter luar negeri sangat tinggi dari sisi kuantitas. Pelayanan sangat dipengaruhi oleh nilai dari rumah sakit tersebut saat ini money driven services. Peran pemerintah dibutuhkan untuk peningkatan kompetensi spesialisasi. Selain itu pemerintah perlu bekerja sama dengan bidang industri. Layanan kesehatan perlu dilihat dari sisi health security, health humanity, dan health economy. Namun yang menjadi pertanyaan adalah health economy yang ada di Indonesia segera terwujud.
Dr. James Riady sebagai praktisi dan owner salah satunya di bidang kesehatan, memaparkan Indonesia masih kekurangan dokter dimana distribusinya juga tidak merata. Kebutuhan akan layanan kesehatan sangatlah besar sedangkan kemampuan layanan kecil. Sebenarnya dengan tekad untuk melakukan dan pengalaman di berbagai kasus maka seharusnya spesialis akan semakin ahli. Masalah bukan hanya pada ketersediaan spesialis namun juga pada sistemnya. Seharusnya dengan sistem yang lebih baik akan meningkatkan produktivitas spesialis mencapai kurang lebih 30 – 40 %.
Rumah sakit milik grup Lippo sendiri telah membuka banyak rumah sakit di pelosok. Lokasi terakhir yang dibuka adalah Bau-Bau. Karakteristik kebutuhan layanan di pelosok lebih pada pelayanan emergency. Dalam menghadapi berbagai masalah di BPJS maka Rumah sakit milik grup Lippo dapat menggunakan teknologi maupun telemedicine. Konsep kerja sama dengan dokter semakin diperkuat dengan adanya doctor’s first agar kemitraan rumah sakit dengan dokter semakin nyata.
AEC Tahun 2015 dan peran dokter ASEAN di Indonesia dipaparkan oleh Prof. Bambang Supriyatno. Masyarakat harus terlindungi oleh dokter yang terstandarisasi. Pada tahun 2015, akan dibuka AEC sehingga tenaga ahli asing dapat masuk ke Indonesia dan tenaga ahli Indonesia dapat keluar untuk bekerja di luar negeri. Permasalahan yang dihadapi jika ketersediaan spesialis tidak memadai di Indonesia maka yang menjadi pertanyaan adalah mengapa tidak mengambil tenaga ahli dari luar negeri? Apakah AEC 2015 merupakan ancaman ataukah peluang bagi Indonesia? Jika siap menghadapi AEC 2015 maka hal ini merupakan kesempatan, namun jika kita tidak siap maka hal ini merupakan ancaman dengan masuknya dokter asing ke Indonesia.
Kebijakan untuk menghadapi AEC 2015 diantaranya dengan memperkuat regulasi domestik. Hal ini dapat dilakukan dengan pembatasan kuota, dapat berbahasa Indonesia, dapat beradaptasi, mengikuti uji kompetensi, menjadi anggota perhimpunan, bersedia didistribusikan, tidak berbisnis, dan mempunyai STR ahli. Selain itu dari internal, spesialis Indonesia perlu meningkatkan penguasaan bahasa, teknologi dan informasi, serta visioner. Menjadi dokter yang baik adalah dokter yang mempunyai kompetensi, memperbarui kemampuan dan mempunyai perilaku baik, mempunyai hubungan baik dengan pasien, jujur, dan berintegritas. JADILAH TUAN RUMAH DI NEGERI SENDIRI.
Paripurna 10 : Implementasi Robotic Surgery dan Telemedicine pada Rumah Sakit di Indonesia
Robotic surgery dan telemedicine saat ini merupakan sesuatu yang sedang mulai diterapkan di dunia kedokteran di Indonesia. Sesi ini dimoderatori oleh Dr. dr. Hanny Rono Sulistyo, SpOG, MM dengan narasumber dr. Mursyid Bustami, SpS (K), KIC, MARS (Dirut RS Pusat Otak Nasional), dan dr. Ivan Rizalsini, SpOG (RSB Bunda Jakarta).
dr. Mursyid Bustami memaparkan mengenai pengalaman RS Pusat Otak Nasional dalam menerapkan telemedicine. Dengan keterbatasan jumlah tenaga kesehatan yang harus melayani 230 juta jiwa penduduk Indonesia, distirbusi dokter yang tidak merata, serta sulitnya akses di daerah terpencil, juga sarana prasarana yang kurang memadai di daerah menjadi masalah yang masih dihadapi Indonesia sampai saat ini. Untuk mengurai masalah tersebut salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan telemedicine yaitu pelayanan kesehatan jarak jauh dengan teknologi informasi untuk menegakkan diagnosis, riset, dan pendidikan berkelanjutan. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan telepon (simpel), robotic surgery (kompleks), maupun video conference.
Manfaat yang didapat dari telemedicine ini adalah meningkatnya kualitas layanan, berkurangnya biaya, berkurangnya ALOS, meningkatnya jaringan pelayanan rujukan (homecare), serta deteksi dini penyakit sehingga dapat menurunkan angka kematian. Namun di sisi lain hal ini membutuhkan investasi yang tidak sedikit, membutuhkan jaringan komunikasi yang baik, pelatihan untuk staf, dan aspek mediolegal serta ketidaknyamanan pasien karena tidak tatap muka langsung. RS Pusat Otak Nasional sudah banyak melakukan telemedicine dengan berbagai rumah sakit di Indonesia untuk membantu dalam melakukan diagnosis maupun tindakan pembedahan. Dengan penggunaan telemedicine ini dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terutama untuk daerah terpencil yang terbatas jumlah tenaga spesialisnya.
Selain penggunaan telemedicine, hal lain yang menjadi topik bahasan adalah penggunaan robot untuk operasi yang disajikan oleh dr. Ivan Rizalsini. Perkembangan teknik bedah sudah semakin maju dan berkembang, dimulai dari bedah terbuka kemudian laparascopy dan saat ini robotic surgery. Pola kerja teknologi robotic surgery adalah tangan robot akan mengikuti tangan dokter sehingga dokter lebih cepat untuk beradaptasi terhadap teknologi ini dibanding saat menggunakan teknologi laparascopy. Dengan teknologi in,i maka presisi akan semakin baik dan membuat pekerjaan semakin mudah.
Negara yang menggunakan robotic technology seperti USA, Eropa, dan negara-negara lain seperti di benua Australia dan Asia yang menggunakan teknologi ini sudah banyak menangani kasus dengan teknologi robotic surgery. Di Indonesia, teknologi ini baru diterapkan di RS Bunda pada tahun 2012. Kasus yang sudah ditangani kurang lebih 100 kasus. Teknologi ini mempunyai nilai yang tinggi terhadap pasien namun biaya yang harus dibebankan sangatlah tinggi bisa mencapai kurang lebih Rp. 90 – 100 juta per tindakan bedah. Kasus yang banyak ditangani oleh RS Bunda adalah endometriosis. Dengan menggunakan robotic surgery dapat mengurangi resiko ovum berkurang saat pembedahan. Hal ini dibandingkan dengan open surgery ataupun laparascopy yang dapat mengurangi ketersediaan ovum sehingga kesuburan wanita dapat berkurang. Hasil yang dapat diperoleh dari teknologi robotic surgery ini adalah ALOS kurang lebih 2.2 hari, tingkat kenyerian rata-rata 2.3 dari 10, dan pasien dapat pulih dalam 1 – 2 minggu sehingga dapat kembali bekerja.
Reporter: Elisabeth Listyani
Editor: Widarti
Edisi Minggu ini: 21 – 27 Oktober 2014
Halo Pengunjung web,
Ini adalah hari pertama Presiden dan Wakil Presiden yang baru dilantik bekerja. Kita berharap semoga sistem kesehatan khususnya rumah sakit menjadi lebih maju, didukung oleh sistem pembiayaan kesehatan yang baik, mampu melayani masyarakat dan menjangkau hingga ke pelosok sembari di sisi lain bersaing dan mampu bersuara di kancah internasional.
20 Oct2014
Perki-Rumah Sakit Otorita Batam Pelatihan ‘EKG’manajemenrumahsakit.net :: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki) Cabang Batam bekerja sama dengan Rumah Sakit Otorita Batam (RSOB) menggelar pelatihan Elektro Kardiogram untuk meningkatkan keahlian para anggota. ‘Sebagai organisasi, kami ingin meningkatkan kemampuan para anggota, sehingga kegiatan ini digelar rutin,’ kata Ketua Perki Cabang Batam, dr Afdhalun A Hakim pada kegiatan di Rumah Sakit Otorita Batam (RSOB) Badan Pengusahaan Batamdi Sekupang, Sabtu. Elektro Kardiogram (EKG) merupakan rekaman listrik jantung yang diperoleh dengan bantuan elektroda yang ditempel pada permukaan tubuh seseorang. EKG merupakan salah satu pemeriksaan penunjang noninvasif, relatif murah, praktis dan dapat dibawa ke mana-mana, serta sebagai alat bantu untuk mendiagnosis penyakit. Pelatihan tersebut diikuti 36 peserta yang terdiri atas para dokter dan paramedis berasal dari sejumlah rumah sakit di berbagai daerah di Kepulauan Riau, seperti Tanjung Pinang, Lingga, Tanjungbalai Karimun, Batam dan Natuna. ‘Peserta pelatihan yang termasuk pengetahuan dasar ini diberikan teori atau pengetahuan untuk bisa membaca rekam dan gambar grafik jantung, praktik penggunaan peralatan dan mendiagnosa penyakit,’ kata dia. Dengan pelatihan tersebut, kata Afdhalun, diharapkan mampu meningkatkan kemampuan para dokter dalam membaca rekaman dan gambar grafik sehingga mampu menangani pasien lebih maksimal. ‘Dengan meningkatkan kemampuan, diharapkan akan lebih bisa memberikan layanan terbaik kepada masyarakat,’ kata Afdalun.(ant/rd) Sumber: ciputranews.com
20 Oct2014
Kunjungan Kerja Anggota DPRD Kabupaten Kapuas ke RSUDmanajemenrumahsakit.net :: Pada hari Jum’at, 17 Oktober 2014 anggota DPRD Kabupaten Kapuas mengadakan kunjungan ke RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo. Dalam kunjungan ini anggota dewan menanyakan masalah pasien-pasien BPJS Kesehatan. Selain itu dewan juga menanyakan tentang rehab ruang Anggrek dan lelang Paviliun. Direktur menjelaskan bahwa saat ini masyarakat miskin memerlukan dana premi untuk BPJS Kesehatan. Tentang rehab anggrek akan diusahakan dari dana yang ada. Diharapkan tahun depan dapat 10 ruangan. Sedangkan untuk paviliun belum digunakan untuk perawatan karena bangunan belum selesai. Anggota dewan mengeluhkan bahwa masyarakat yang tinggalnya jauh tidak bisa membayar premi karena di pedalaman tidak ada bank. Direktur menjelaskan tentang niat Bupati untuk menjadikan rumah sakit menjadi tipe B. Untuk mendanai dokter spesialis digunakan dana BLUD. Selain itu beliau juga menjelaskan tentang keluhan masyarakat yang menyatakan lama menunggu dokter spesialis. Hal itu terjadi karena dokter spesialis harus periksa pasien di ruangan atau sedang operasi. Mengenai tenaga kesehatan direktur menjelaskan bahwa rumah sakit kekurangan tenaga yang bersifat khusus seperti spesialis. Anggota dewan menanyakan tentang kelengkapan persyaratan BPJS Kesehatan. Selain itu juga ada pertanyaan tentang dana premi untuk pasien BPJS Kesehatan. Sumber: kapuas.info
20 Oct2014
RS Nur Rohmah Gelar Pengobatan Gratismanajemenrumahsakit.net :: GEDANGSARI, (KH) — Rumah Sakit Nur Rohmah, Bandung, Playen, Gunungkidul menggelar pengobatan gratis di Desa Ngalang, Kecamatan Gedangsari, Sabtu (18/10/2104). Antusias masyarakat cukup tinggi, hingga sebelum acara dimulai mereka telah mengantri di tempat pendaftaran yang disediakan panitia. Humas Rumah Sakit Nur Rohmah, Wahyu Hidayat mengatakan, bakti sosial pengobatan gratis ini sebagai bentuk nyata pengabdian RS. Nur Rohmah kepada masyarakat. Rumah sakit tipe D ini berkomitmen memberikan manfaat dengan mengedepankan pelayanan terbaik guna menjadikan manusia yang sehat. “Dengan acara ini kita berharap kedekatan antara RS Nur Rohmah dengan masyarakat bisa terwujud, acara pengobatan gratis ini kita gelar setiap tiga bulan sekali di seluruh pelosok Gunungkidul,” kata Wahyu, saat ditemui di Balai Desa Ngalang seusai membuka acara. Sementara itu, dr. Sukma, salah satu dokter yang bertugas di RS. Nur Rohmah mengatakan, pemeriksaan kesehatan meliputi cek tekanan darah serta cek gula darah. Bagi pasien yang memiliki potensi gula darah tinggi dilakukan uji laboratorium yang telah disediakan oleh pihak RS. Nur Rohmah. “Para pasien yang sudah kita periksa, kita diagnosa kemudian diberikan obat secara gratis. Ada sekitar 150 warga yang mengikuti acara ini, 75 persen merupakan lanjut usia, sisanya anak-anak dan remaja,” ucapnya. Dia menambahkan, dalam pemeriksaan gratis tersebut, RS. Nur Rohmah juga menyediakan pelayanan bedah minor atau operasi ringan. Layanan tersebut belum sepenuhnya dimengerti oleh para pasien, sehingga hanya ada 2 orang yang mendapat penanganan bedah minor. “Mereka masih merasa asing dengan operasi yang dilakukan pada saat pengobatan gratis. Masalah persendian atau yang lebih kita kenal dengan penyakit reumatik menjadi keluhan terbanyak dari pasien. Meskipun disini tidak dipungut biasa (gratis), namun pelayanan yang kita berikan tetap sama seperti yang kita berikan di rumah sakit,” tegas dr. Sukma. Dalam kesempatan tersebut, RS Nur Rohmah tidak hanya memberikan pengobatan gratis, 2 dokter RS. Nur Rohmah yang bertugas, juga memberikan edukasi hidup sehat kepada warga yang hadir. Mereka diajak menjaga kesehatan dengan menanamkan pola hidup sehat dan tidak meninggalkan olahraga. Terpisah, Kepala Desa Ngalang, Ngaderi berharap, upaya pendekatan RS Nur Rohmah kepada masyarakat diharapkan dapat menumbuhkan ikatan batin di masyarakat. Pihaknya menyambut baik acara tersebut. Pengobatan gratis ini diharapkan dapat meringankan beban masyarakat. “Saya sangat berterimakasih kepada pihak RS Nur Rohmah, semoga kegiatan serupa dapat kembali digelar ditahun-tahun berikutnya,” Pungkasnya.(Juju/Tty) Sumber: kabarhandayani.co
20 Oct2014
Ada Rumah Sakit Baru di Kulonprogo, Bagaimana Perekrutan Karyawan?manajemenrumahsakit.net :: KULONPROGO |