Respon Para Dokter Menyambut Hari Dokter Nasional 2016 ![]() Kompas.com/Ika Fitriana Pada 24 Oktober 2016, bertepatan dengan hari Dokter Nasional para dokter telah melakukan berbagai aksi damainya dengan menyampaikan aspirasi kepada pemerintah untuk menolak kebijakan Dokter Layanan Primer (DLP) yang akan diterapkan oleh pemerintah. Mereka menganggap bahwa dengan penerapan program DLP tersebut, menyebabkan masa studi para calon dokter bertambah 3 tahun sebagaimana tertuang di dalam UU No 13 Tahun 2013 tentang pendidikan dokter. Jika kebijakan ini diberlakukan maka lama pendidikan bisa menjadi 9-10 tahun, namun di sisi lain para dokter memahami bahwa penguatan layanan kesehatan primer dengan meningkatkan kualitas SDM dokter itu mutlak diperlukan. Mereka meminta kepada pemerintah untuk dapat merevisi UU Pendidikan kedoteran. Informasi selanjutnya silakan klik di sini. State of The Art, Pengembangan Arsitektur RS dan Engineering RS PKMK-Jakarta. Pada Rabu, 14 September 2016 MMR Kuningan Jakarta menyelenggarakan seminar “State of The Art, Pengembangan Arsitektur RS dan Engineering RS” dengan menghadirkan perwakilan dari VK Architects and Engineering. Seminar ini dibuka oleh Prof.Dr. Laksono Trisnantoro M.Sc., PH.D dengan pertanyaan perlukan kita meng-hire seorang konsultan yang sesuai dengan bidang yang kita butuhkan untuk rumah sakit kita? Rumah sakit merupakan bangunan yang sangat kompleks untuk didesain, disinilah peran seorang konsultan arsitektur rumah sakit berperan, yaitu dengan mengetahui apa yang terbaik dalam membangun rumah sakit dan memberikan solusi desain dalam pembangunannya. VK Architects and Engineering merupakan sebuah lembaga konsultan arsitektur yang berpusat di Belgia dan bergerak di bidang desain bangunan rumah sakit sejak 1964. Dalam kunjungannya kali ini ke Jakarta, VK mendatangkan Mr. Serge Cappon sebagai International Business Development Manager of VK Architects and Engineering, Mr. Nick Robinson General Director of VK Architectures and Engineering for Asia Pacific yang berkedudukan di Hanoi, Vietnam dan salah satu engineer mereka. Dalam presentasinya di Jakarta (14/9), Mr. Cappon sebagai representatif membeberkan beberapa poin penting dalam pekerjaan VK, seperti : Seminar Himpunan Perawat Manajer Indonesia (HPMI) 2016 “Perawat Sebagai Investasi Rumah Sakit” Salah satu staf Divisi Manajemen Rumah Sakit PKMK FK UGM, Tri Yuni Rahmanto berkesempatan mengikuti pertemuan ilmiah tahunan, seminar dan workshop HPMI 2016. Reportase ini akan memaparkan catatan penting yang dibahas saat sesi keynote speaker yang disampaikan Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M. Sc, PhD. Laksono memaparkan sejumlah poin penting terkait ‘Perawat Sebagai Investasi Rumah Sakit’. Salah satu upaya untuk investasi perawat ialah proses rekruitmen yang terus diperbaiki, memberikan kesempatan kepada tim perawat untuk mengikuti konferensi internasional, pembinaan karir perawat, dan sebagainya. Agenda tahunan kali ini digelar di Hotel Royal Ambarukmo pada 23-25 September 2016. Selengkapnya silakan klik di sini.
Laporan 1: Pembukaan Pada Rabu dan Kamis, 7 – 8 September 2016 telah diselenggarakan Pertemuan Tahunan Hospital Management Asia di Hotel Sheraton, Ho Chi Minh (d/h Saigon) Vietnam. Kegiatan pertemuan ilmiah dan expo manajemen rumah sakit terbesar di Asia ini dihadiri oleh sekitar 1000 peserta dengan 120-an pembicara. Dalam kegiatan ini diselenggarakan pula pemberian Award untuk RS-RS di Asia yang prestasinya menonjol. Dari UGM hadir Prof. Laksono Trisnantoro sebagai salah satu Jury Award dan pembicara mengenai transisi sistem manajemen RS pemerintah di Indonesia. Kegiatan HMA ini bersifat tahunan dan telah berlangsung lebih dari 15 tahun. Vietnam sudah 3 kali menjadi tuan rumah. Sementara Negara tetangga, yaitu Bangkok telah berkali-kali sudah menjadi tuan rumah. Selanjutnya, pada tahun berikutnya (2017) akan diselenggarakan di Manila. Sementara, Indonesia belum pernah menjadi tuan rumah kegiatan ini. Laporan mengenai isu-isu kunci dapat diikuti di web ini. Pembukaan dilakukan pukul 09.00 waktu setempat oleh Richard Ireland sebagai managing director EO, Clarion Events. kemudian, acara dilanjutkan dengan pidato pembukaan oleh Dirjen Pelayanan Medik Kemenkes Vietnam. Sementara, pembukaan resmi dilakukan oleh Menkes Vietnam. Silahkan klik tombol di bawah untuk mengikuti laporan selanjutnya: Pembukaan Konferensi Health Promoting Hospital “Penyediaan fasilitas kesehatan merupakan salah satu upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Tujuan dari pembangunan nasional adalah tercapainya hidup sehat dan pencapaian derajat kesehatan yang optimal. Healthy hospital adalah RS yang berwawasan lingkungan dan berusaha mewujudkan kenyamanan pasien dan masyarakat sekitarnya”. Demikian kutipan sambutan gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X yang dibacakan oleh Wakil Gubernur KGPAA Paku Alam X pada pembukaan Health Promotion Hospital Conference yang diselenggarakan di Yogyakarta pada 3-5 Agustus 2016. Konferensi ini diikuti oleh peserta dari beberapa negara anggota Global Green and Healthy Hospital (GGHH), antara lain Filipina, Taiwan dan Korea Selatan. Selengkapnya silakan simak di sini. Harapan Hidup Meningkat 5 Tahun Sejak Tahun 2000, Tetapi Masih Tidak Merata (Laporan Monitoring SDG oleh WHO, 2016)
Selama empat hari (12 – 15 April 2016) ARSADA menyelenggarakan musyawarah nasional yang merupakan mekanisme transisi kepemimpinan dan kepengurusan ARSADA. Sebagai tradisi, acara Munas selalu dibarengi dengan aktivitas updating pengetahuan dan informasi terbaru sesuai dengan isu yang berkembang. Munas kali ini mengambil tema “Bila RSD Menjadi UPTD, Dapatkah Mempertahankan dan Meningkatkan Mutu Pelayanan di Era JKN dan MEA?” yang dibuka dengan seminar Pra-Munas pada 12 April dengan tema “Perubahan Organisasi Perangkat Daerah: Gonjang Ganjing Komunitas RSD dan Pengaruhnya pada Mutu Layanan”. Informasi seputar pelaksanaan seminar akan disajikan setiap hari di website ini, di hari berikutnya. Silakan simak laporan selengkapnya. ASM Series Bidang Leadership: Penguatan Sistem Rujukan di Era Jaminan Kesehatan Nasional Bagaimana Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan menyusun sistem rujukan agar dapat mengalirkan beban penyakit sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas masing-masing tingkat pelayanan. Apakah konteks geografis dan sebaran institusi pelayanan kesehatan telah dipertimbangkan? Menyadari pentingnya mekanisme rujukan dalam sistem kesehatan di Indonesia serta fakta yang menunjukkan masih banyak isu di lapangan terkait dengan sistem rujukan tersebut, maka Annual Scientific Meeting (ASM) Kelompok Kerja Leadership FK UGM tahun 2016 bermaksud menggali lebih dalam isu sistem rujukan dan menggambarkan situasi di lapangan secara lebih nyata. Melalui kegiatan ini, diharapkan terjadi pembahasan atas berbagai alternatif solusi atas masalah rujukan yang terjadi sehinga dapat direkomendasikan kepada pengambil kebijakan. ASM Pokja Leadership kali ini mengambil tema Penguatan Sistem Rujukan di Era Jaminan Kesehatan Nasional yang dikemas dalam kegiatan lokakarya satu hari pada Kamis, 24 Maret 2016. Selengkapnya: |
|||
Website ini akan update setiap Selasa pagi. Nantikan Informasi terbaru setiap minggunya. | |||
+ Arsip Pengantar Minggu Lalu |
|||
|
Pengantar Perpres Nomor 77 tahun 2015 |
|
LEAN HOSPITAL – Bagian 2 |
Unjuk Rasa Dokter Bikin Pasien Menumpuk di Rumah Sakit

Sejumlah dokter dari IDI Temanggung, Jawa Tengah, melakukan audiensi di kantor DPRD setempat untuk menyampaikan aspirasi terkait penolakan UU Pendikikan Kedokteran, Senin (24/10/2016). Kompas.com/Ika Fitriana
TEMANGGUNG – Aksi damai sejumlah dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Senin (24/10/2016), berdampak pada pelayanan kesehatan di rumah sakit dan beberapa puskemas.
Seperti terlihat di RSUD Temanggung sempat terjadi penumpukan pasien di beberapa poliklinik dan loket pendaftaran.
Sukarti (52), salah satu pasien RSU Temanggung mengaku telah mendaftar pukul 08.00 WIB. Namun ia harus mengantre selama lebih dari 2 jam untuk mendapatkan pelayanan dokter.
Saat itu, Sukarti hendak memeriksakan cucunya yang masih bayi. Namun ia diminta untuk menunggu karena dokter belum tiba di rumah sakit.
“Katanya suruh nunggu karena dokternya lagi ada kepentingan. Tak tahu kepentingan apa,” ujar Sukarti.
Pada waktu yang bersamaan, para dokter menggelar aksi damai ke gedung DPRD Kabupaten Temanggung. Sebalum itu, mereka melakukanlong march dari RSU Temanggung menuju gedung DPRD setempat.
Dengan berpakaian putih, mereka juga terlihat mengusung sejumlah poster. Sampai di gedung dewan, mereka diterima oleh Ketua DPRD Kabupaten Temanggung M Subchan Bazari, Wakil DPRD Kabupaten Temanggung dan para anggota Komisi D DPRD Kabupaten Temanggung.
Ketua IDI Temanggung, Antoni, menuturkan bahwa aksi damai tersebut bertujuan untuk menolak pendidikan dokter layanan primer (DLP) yang akan diterapkan oleh pemerintah.
Antoni berpendapat, penerapan sistem tersebut akan menambah lama pendidikan dokter karena ditambah tiga tahun sehingga menjadi 10 tahun.
Meski demikian, pihaknya tidak menampik bahwa penguatan layanan kesehatan primer dengan peningkatan kualitas SDM dokter itu diperlukan.
“Tetapi tidak perlu menambah pendidikan 3 tahun lagi, sebagaimana tercantum pada UU 13 No 2013 tentang Pendidikan Kedokteran,” ucapnya.
Menurutnya, apabila regulasi itu benar diterapkan maka akan semakin menghambat waktu pengabdian calon dokter maupun dokter kepada masyarakat. Pihaknya meminta pemerintah untuk merevisi UU pendidikan kedokteran.
“Penguatan SDM dokter sebenarnya bisa dilakukan dengan seminar, lokakarya, workshop. Tanpa harus menempuh pendidikan khusus atau nambah tiga tahun,” jelasnya.
Jauhari Setyawan, peserta aksi damai, mengungkapkan bahwa di Kabupaten Temanggung masih kekurangan dokter umum apalagi dokter spesialis. Tidak jarang dokter yang menjabat kepala puskesmas turut pula terjun untuk memeriksa pasien.
“Warga juga diperiksa oleh perawat atau mantri kesehatan. Padahal harusnya dokter yang periksa. Hal ini harus mendapatkan perhatian dari pemda,” ungkap pria yang juga menjabat sebagai kepala Puskemas Kedu itu.
Mendengar aspirasi para dokter itu, Ketua DPRD Kabupaten Temanggung Subchan Bazari berjanji akan meneruskannya kepada pemerintah pusat dan DPR RI.
Pihaknya juga meminta kepada IDI Temanggung untuk mendata jumlah puskemas yang sampai saat ini masih kekurangan dokter, sehingga diharapkan bisa segera ditangani oleh pemerintah daerah setempat.
“Kami ingin tahu, ada berapa puskesmas di Temanggung dan berapa kekurangannya di tiap puskemas dan keseluruhan di Temanggung,” katanya.
Sumber: kompas.com
Unjuk Rasa Dokter Bikin Pasien Menumpuk di Rumah Sakit
TEMANGGUNG – Aksi damai sejumlah dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Senin (24/10/2016), berdampak pada pelayanan kesehatan di rumah sakit dan beberapa puskemas.
Seperti terlihat di RSUD Temanggung sempat terjadi penumpukan pasien di beberapa poliklinik dan loket pendaftaran.
Sukarti (52), salah satu pasien RSU Temanggung mengaku telah mendaftar pukul 08.00 WIB. Namun ia harus mengantre selama lebih dari 2 jam untuk mendapatkan pelayanan dokter.
Saat itu, Sukarti hendak memeriksakan cucunya yang masih bayi. Namun ia diminta untuk menunggu karena dokter belum tiba di rumah sakit.
“Katanya suruh nunggu karena dokternya lagi ada kepentingan. Tak tahu kepentingan apa,” ujar Sukarti.
Pada waktu yang bersamaan, para dokter menggelar aksi damai ke gedung DPRD Kabupaten Temanggung. Sebalum itu, mereka melakukanlong march dari RSU Temanggung menuju gedung DPRD setempat.
Dengan berpakaian putih, mereka juga terlihat mengusung sejumlah poster. Sampai di gedung dewan, mereka diterima oleh Ketua DPRD Kabupaten Temanggung M Subchan Bazari, Wakil DPRD Kabupaten Temanggung dan para anggota Komisi D DPRD Kabupaten Temanggung.
Ketua IDI Temanggung, Antoni, menuturkan bahwa aksi damai tersebut bertujuan untuk menolak pendidikan dokter layanan primer (DLP) yang akan diterapkan oleh pemerintah.
Antoni berpendapat, penerapan sistem tersebut akan menambah lama pendidikan dokter karena ditambah tiga tahun sehingga menjadi 10 tahun.
Meski demikian, pihaknya tidak menampik bahwa penguatan layanan kesehatan primer dengan peningkatan kualitas SDM dokter itu diperlukan.
“Tetapi tidak perlu menambah pendidikan 3 tahun lagi, sebagaimana tercantum pada UU 13 No 2013 tentang Pendidikan Kedokteran,” ucapnya.
Menurutnya, apabila regulasi itu benar diterapkan maka akan semakin menghambat waktu pengabdian calon dokter maupun dokter kepada masyarakat. Pihaknya meminta pemerintah untuk merevisi UU pendidikan kedokteran.
“Penguatan SDM dokter sebenarnya bisa dilakukan dengan seminar, lokakarya, workshop. Tanpa harus menempuh pendidikan khusus atau nambah tiga tahun,” jelasnya.
Jauhari Setyawan, peserta aksi damai, mengungkapkan bahwa di Kabupaten Temanggung masih kekurangan dokter umum apalagi dokter spesialis. Tidak jarang dokter yang menjabat kepala puskesmas turut pula terjun untuk memeriksa pasien.
“Warga juga diperiksa oleh perawat atau mantri kesehatan. Padahal harusnya dokter yang periksa. Hal ini harus mendapatkan perhatian dari pemda,” ungkap pria yang juga menjabat sebagai kepala Puskemas Kedu itu.
Mendengar aspirasi para dokter itu, Ketua DPRD Kabupaten Temanggung Subchan Bazari berjanji akan meneruskannya kepada pemerintah pusat dan DPR RI.
Pihaknya juga meminta kepada IDI Temanggung untuk mendata jumlah puskemas yang sampai saat ini masih kekurangan dokter, sehingga diharapkan bisa segera ditangani oleh pemerintah daerah setempat.
“Kami ingin tahu, ada berapa puskesmas di Temanggung dan berapa kekurangannya di tiap puskemas dan keseluruhan di Temanggung,” katanya.
Sumber: kompas.com
Rumah Sakit UGM Sebagai Wahana Pendidikan Kedokteran
Sebagai Rumah Sakit Pendidikan, Rumah Sakit UGM menjadi wahana pendidikan bagi mahasiswa FK UGM dalam kegiatan Center of Excellence International Comprehensive Right-based Family Planning Training 2016. Kegiatan ini didukung oleh Pusat Kesehatan Reproduksi, BKKBN Pusat, UNFPA, USAID, Kementerian Sekretariat Negara, Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr. Sardjito & FK UGM. Peserta trainingadalah dokter yang berasal dari Afganistan, Banglades dan Timur Leste.
Kegiatan Center of Excellence International Comprehensive Right-based Family Planning Training 2016 berlangsung 2 hari. Hari pertama Rabu, 19 Oktober 2016, diisi dengan penyampaian materi oleh dr. Wikan Kurniawan, Sp.U – Dokter Spesialis Urologi RS UGM di Bagian KONTAP RSUP Dr. Sardjito. Untuk kegiatan hari kedua Kamis, 20 Oktober 2016 dilakukan pelayanan KB Metode Operasi Pria (MOP) Vasektomi yang yang diikuti 15 peserta dari Yogyakarta & Jawa Tengah. Acara berlangsung di Poli Bedah RS UGM dari pukul 07.30 s.d 16.00 WIB didukung oleh seluruh tenaga kesehatan RS UGM.(Humas/Puri).
Sumber: rsa.ugm.ac.id
PERTUNI, Yayasan Damandiri dan Rumah Sakit Mata JEC Gelar Bakti Sosial Operasi Katarak Gratis
Dalam rangka memperingati Hari Penglihatan Sedunia (World Sight Day – WSD), Persatuan Tuna Netra Seluruh Indonesia (PERTUNI) bersama Yayasan Damandiri dan Rumah Sakit Mata JEC menggelar Bakti Sosial Operasi Katarak gratis untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya pada hari Sabtu (22/10/2016).
WSD adalah ajang tahunan yang jatuh pada hari Kamis setiap minggu kedua di bulan Oktober dan bertujuan untuk meningkatkan perhatian global atas kebutaan dan low vision. WSD tahun 2016 kali ini, jatuh pada tanggal 13 Oktober 2016 lalu.
Hadir dalam bakti sosial ini, Menteri Kesehatan Republik Indonesia Prof. Nila F. Moeloek, Ketua Dewan Pembina PERTUNI Mohamad Bob Hasan, Dewan Pembina PERTUNI Letjen (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin, Ketua Yayasan Damandiri, Subiakto Tjakrawerdaya dan sejumlah Pemimpin Redaksi media nasional serta jajaran pengurus Pusat PERTUNI yang dipimpin ketua umumnya, Aria Indrawati.
Dan dari RS Mata JEC hadir Dr. Darwan M. Purba, SpM (K), Komisaris utama JEC Korporat; Dr. Tjahjono D. Gondhowiardjo, SpM (K), Direktur Pengembangan dan Pendidikan JEC Korporat; Dr. Vidyapati Mangunkusumo, SpM (K), pengarah kegiatan Bakti Katarak JEC; Dr. Setiyo Budi Riyanto, SpM (K), Ketua Service Katarak dan Bedah refraktif JEC; dan Dr. Damara Andalia, SpM., Ketua Pelaksana Kegiatan Bakti Katarak JEC.
“Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan yang dapat dicegah dan ditanggulangi jika penderitanya mendapatkan penanganan medis pada saat yang tepat,” ujar Ketua Service Katarak dan Bedah Refraktif JEC, Dr. Setiyo Budi Riyanto, SpM (K), dalam siaran pers yang diterima Jakartakita.com, baru-baru ini.
Penyelenggaraan Operasi Katarak Gratis ini juga sejalan dengan Program WHO – Vision 2020 yang menyebutkan, ‘A world in which nobody is needlessly visually impaired, where those with unavoidable vision los scan achieve their full potential and where there is universal access to comprehensive eye care services.’
Program ini bertujuan, untuk mengurangi risiko kebutaan hingga 25 persen pada tahun 2019 mendatang, dengan mengacu pada prevalensi tahun 2010.
Ketua Umum PERTUNI, Aria Indrawati menjelaskan, bahwa operasi katarak gratis kali ini diikuti oleh sekitar 80 (delapan puluh) warga kurang mampu dari berbagai wilayah di Jakarta.
“Kami (PERTUNI) berharap kerjasama ini dapat terus berkesinambungan, mengingat masih banyak warga DKI Jakarta kurang mampu yang membutuhkan bantuan operasi katarak gratis,” ujar Aria Indrawati.
“Kami senang dapat turut terlibat dalam penanggulangan buta katarak sekaligus menandai peringatan WSD 2016 bersama Pertuni dan Yayasan Damandiri, melalui pelaksanaan operasi katarak pada hari ini,” tambah Dr. Damara Andalia, SpM., Ketua Pelaksana Kegiatan Bakti Katarak JEC.
Asal tahu saja, Bakti Sosial Operasi Katarak gratis sendiri telah berlangsung sejak tahun 1980-an, atas inisiatif Presiden kedua RI, Soeharto.
Pelaksanaan Bakti Sosial Operasi Katarak yang pertama kali melibatkan para dokter Rumah Sakit Mata JEC, seperti almarhum Prof. Dr. Istiantoro, SpM(K); Dr. Darwan M. Purba, SpM (K); Dr. Johan A. Hutauruk, SpM(K); Dr. Setiyo Budi Riyanto, SpM(K); Dr. Vidyapati Mangunkusumo, SpM(K); dan Dr. Tjahjono D. Gondhowiardjo, SpM(K), PhD.
Pelaksanaannya dibantu dan diindentifikasi pertama kali oleh Yayasan Dharmais, yang saat itu dipimpin oleh Soeharto dan Mohamad Bob Hasan.
Hingga tahun 2015, pelaksanaan bakti sosial katarak gratis dilakukan di JEC.
Menurut Presiden Direktur JEC Korporat, Dr. Johan A. Hutauruk, SpM(K), JEC sudah melakukan operasi sebanyak lebih dari 200 ribu pasien penyandang katarak di seluruh Indonesia.
Sumber: jakartakita.com
Pemerintah Diminta Cari Terobosan Agar Rumah Sakit tak Tolak Pasien
JAKARTA — Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) tepat berusia dua tahun pada 20 Oktober lalu. Berbagai problem masih terjadi di setiap bidang, termasuk di bidang kesehatan.
Anggota Komisi IX Okky Asokawati mengatakan masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dibereskan. Dia mengatakan salah satunya mengenai pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Hingga kini masih ada pasien yang ditolak rumah sakit.
Penyebabnya, kata dia, karena sistem pembayaran dengan sistem paket berdasarkan penyakit yang diderita (paket INA CBGs) dinilai tidak menguntungkan pihak RS. “Oleh karenanya, pemerintah semestinya melakukan terobosan misalnya dengan memberi insentif pajak bagi RS yang menjadi mitra BPJS,” ujarnya, Senin (24/10).
Di sisi lain, hari ini para dokter menggelar aksi demonstrasi memprotes kebijakan Dokter Layanan Prima (DLP). Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan diimbaua mencari jalan keluar yang berorientasi win win solution. Kebijakan DLP ini berisi agar dokter menempuh pendidikan tambahan selama dua tahun yang bertujuan agar dokter di Puskesmas memiliki kualitas setara dengan dokter spesialis.
Saat di Komisi IX, Kemenkes mengatakan program ini sifatnya opsional alias tidak wajib. Namun saat Komisi IX melakukan kunjungan kerja spesifik di Yogyakarta, informasi dari pihak BPJS Kesehatan menyebutkan pemerintah hanya akan membayar kapitasi kepada RS yang memiliki DLP yang berarti wajib. Hingga saat ini peraturan pemerintah (PP) atas UU No 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran terkait dengan DLP belum selesai dibahas bersama pemangku kebijakan seperti Kemenkes, Kemenristekdikti serta Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
“Saya mengusulkan sebaiknya dicari jalan tengah di masa transisi ini dengan memasukkan kurikulum DLP ke perkuliahan program sarjana kedokteran sembari menunggu penyiapan perangkat regulasi dan infrastruktur lainnya,” kata Okky.
Jika semua dirasa sudah siap, maka kebijakan tersebut dapat secara penuh dilaksnaakan di lapangan. Kemenkes, kata dia, juga harus mendorong adanya penelitian dan pengembangan dengan melibatkan universitas dan perusahaan swasta terkait dengan pemberdayaan tumbuh-tumbuhan sebagai bahan produksi obat-obatan. Hingga saat ini, menurut dia, di sektor ini belum digarap dan belum mendapat perhatian serius.
Sumber: republika.co.id
IHMA 2016 Pacu Rumah Sakit Sukseskan Progam KB
Jakarta– Peningkatan peran rumah sakit pemerintah dan swasta dalam pelayanan program Keluarga Berencana Rumah Sakit (KBRS) merupakan bagian dari strategi revitalisasi program KB Nasional. Upaya ini juga diharapkan ikut berkontribusi pada penurunan angka kematian ibu dan bayi.
Deputi KB dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Dwi Listyawardani mengatakan, pada 1980 sampai 1990-an, PKBRS terbilang cukup sukses bahkan sampai tingkat ASEAN. Saat itu PKBRS diselenggarakan hampir di seluruh rumah sakit di Indonesia dengan membentuk Unit Pelaksana Fungsional (UPF) yang dipimpin oleh penanggung jawab PKBRS di bagian obstetri dan ginekologi.
Namun dalam beberapa tahun terakhir ini cakupan pelayanan KB di rumah sakit belum sesuai harapan. Hasil SDKI 2012 memperlihatkan pelayanan KB yang dilaksanakan di rumah sakit mengalami penurunan. Untuk RS pemerintah menurun dari 4,9 persen (2007) menjadi 4,4 persen (2012), sedangkan RS swasta hanya meningkat 0,1 persen dari 2,2 persen (2007) menjadi 2,3 persen (2012).
Untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB khususnya di rumah sakit, BKKBN bekerja sama dengan PERSI sejak 2009 lalu membuat terobosan. Salah satunya dengan menggelar Indonesian Hospital Management Award (IHMA).
“Penghargaan ini kami maksudkan untuk meningkatkan peran RS dalam menyukseskan layanan KB di rumah sakit,” kata Dwi Listyawardani di Jakarta, Senin (24/10).
IHMA 2016 khusus untuk kategori Hospital Family Planning Project diberikan kepada tiga rumah sakit, yaitu RS Surya Husadha Nusa Dua Bali (juara 1), RS Inco Sorowako (juara 2), dan RS Cut Meutia Langsa Aceh (juara 3). Mereka mendapatkan nilai tertinggi dan tersaring dari seluruh rumah sakit pemerintah, swasta, BUMN, dan TNI/Polri yang setingkat dengan RS tipe C. Malam penganugerahan IHMA 2016 dilaksanakan baru-baru ini.
Menurut Dwi, pemberian penghargaan ini sekaligus dapat memacu para pengelola rumah sakit meningkatkan mutu pelayanan kesehatan serta melakukan inovasi dalam bidang manajemen, produk jasa maupun sarana prasarana. Tujuan akhirnya adalah memberikan nuansa baru bagi dunia perumahsakitan di Indonesia dan meningkatkan daya saing serta berbagi ide dan pembelajaran di antara para anggota PERSI.
Diharapkan di 2017 ini jumlah rumah sakit yang berpartisipasi dalam pelayanan KB khususnya KB pascapersalinan dan pascakeguguran, utamanya metode kontrasepsi jangka panjang dapat meningkat.
Sumber: beritasatu.com
RSJD AHM Raih Akreditasi Paripurna dari Kemenkes
SAMARINDA – Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Atma Husada Mahakam (AHM) mendapatkan Akreditasi Paripurna yaitu lulus tingkat sempurna dari 15 standar akreditasi versi 2012 yang mengacu pada standar akreditasi internasional dari JCI-USA.
Akreditasi ini didapatkan setelah kunjungan penilaian dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) Kementerian Kesehatan RI pada 23-25 Agustus lalu.
“RSJD AHM berdasarkan penilaian dari KARS yang telah melakukan survei, dinyatakan lulus dengan poin 80,” kata Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam Padilah Mante Runa, Jumat lalu.
Dengan telah terakreditasi tingkat paripurna, hal ini diartikan bahwa RSJD AHM telah memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang ditentukan sehingga dapat memberikan pelayanan medik prima yang berorientasi pada keselamatan pasien, fokus terhadap kebutuhan pasien, efektif dan kompetitif, menyediakan layanan baru sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi demi menciptakan kepuasan bagi masyarakat.
Akreditasi rumah sakit sendiri merupakan upaya untuk melindungi pasien dari pelayanan sub-standar melalui pelayanan yang sesuai dengan standar dan prosedur, mulai dari sumber daya manusia, administrasi dan komunikasi, peralatan medis, hingga fasilitas penunjang lain serta upaya peningkatan mutunya.
“Kami memiliki perbedaan yang tidak dimiliki rumah sakit lainnya yaitu berbagai segmen pelayanan terhadap pasien yang melakukan perawatan karena tidak hanya pasien orang dengan gangguan jiwa. Akan tetapi, juga fasilitas pasien ketergantungan narkotika dan klinik spesialis untuk pasien umum lainnya,” katanya.
Mengenai keberhasilan meraih akreditasi paripurna tersebut, Padilah mengatakan ini merupakan kerja keras seluruh staf dan karyawan RSJD AHM. Sukses ini diharapkan semakin memacu semangat untuk tetap memberikan kenyamanan dan rasa aman bagi seluruh pasien di RSJD AHM.
“Keberhasilan meraih akreditasi dengan lulus paripurna ini bukanlah akhir. Namun merupakan upaya peningkatan kualitas secara terus menerus. Setiap peluang untuk melakukan perbaikan akan dilakukan oleh RSJD AHM demi meningkatkan mutu layanan dan demi keselamatan pasien. Kami berharap, setelah kelulusan ini seluruh pegawai dapat membudayakan standar kerja yang lebih bermutu dan mengutamakan keselamatan pasien sebagaimana tujuan utama dari akreditasi,” katanya. (rus/sul/humasprov)
Sumber: kaltimprov.go.id
Tunjangan tenaga medis RS Sulbar belum dibayar
Mamuju – Tunjangan tenaga medis di Rumah Sakit (RS) Regional Provinsi Sulawesi Barat selama tujuh bulan terakhir belum terbayarkan.
“Kami sudah mengetahui adanya keluhan para tenaga medis akibat tunjangan yang tak kunjung dibayarkan,” kata Kabid Pelayanan RS Regional Sulbar, Anwar di Mamuju, Minggu.
Bahkan para tenaga medis sempat berencana untuk mogok kerja, lantaran tunjangan dari jasa mereka mulai bulan April hingga Oktober tak kunjung direalisasikan oleh pihak rumah sakit.
Kondisi ini langsung di atasi untuk segera mencari solusi bijak agar gaji itu segera dicarikan solusinya.
Anwar mengatakan, direktur RS Regional memberikan solusi dengan memfasilitasi tenaga medis untuk bertemu langsung dengan Gubernur Sulbar Anwar Adnan Saleh.
“Saya belum dapat informasi yang jelas, apakah sudah ada jawaban dari gubernur atau tidak terkait pembayaran jasa medis ini. Direktur rumah sakit sudah menghadap gubernur bersama dengan tim medis ini,” katanya.
Ia menyebutkan, gaji tim medis senilai Rp2 milliar tersebut telah dibayarkan lantaran adanya rasionalisasi anggaran yang dilakukan Bappeda sehingga hal itu terkesan lambat direalisasikan.
“Tim medis ini terdiri dari dokter umum, dokter gigi, perawat. Memang sejak April sampai bulan ini belum dibayarkan. Persoalan itu tetap menjadi utang rumah sakit dan diusahakan dibayar tahun depan. Ini sebenarnya akibat adanya rasionalisasi anggaran untuk menutupi biaya pemilihan kepala daerah,” katanya.
Karena itu, kata dia, para tenaga medis maklum terhadap kondisi ini agar sistem layanan kesehatan di RS tetap berjalan dengan baik.
Sumber: antarasulsel.com
Puskesmas di Surabaya, Rasa Rumah Sakit
Surabaya – Beberapa orang antre di ruang tunggu Puskesmas Sawahan, Surabaya, pada Senin sore lalu. Salah satunya adalah Heri Isnanto, karyawan swasta yang akan menggunakan layanan alat suntik steril. “Alhamdulillah ada layanan kesehatan sore hari, ini bagus untuk mengakomodir warga yang kerja,” kata Heri.
Heri merasa sangat terbantu dengan layanan puskesmas sore hari karena harus bekerja. “Sayang kalau tidak masuk (kerja).”
Pelaksana tugas Puskesmas Sawahan, Farida Rahayu, mengatakan puskesmasnya memberikan layanan andalan suntik steril. Suntik ini dipergunakan bagi pengguna narkoba suntik, baik yang pemula maupun yang sudah parah. “Pasiennya sudah menurun, karena kami juga bekerja sama dengan LSM untuk mencegahnya.”
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita mengatakan untuk memenuhi tuntutan masyarakat Kota Surabaya yang pada umumnya pekerja diberikan pelayanan kesehatan di luar jam kerja di seluruh puskesmas se-Kota Surabaya pada sore hari. “Layanannya mulai Senin sampai Jumat pukul 14.30 sampai dengan 17.30,” kata Febria kepadaTempo di kantornya.
Puskesmas di Surabaya juga memberikan layanan dokter spesialis, rawat inap, poli psikologi, poli obat tradisional, obstetric neonatal emergency, paliatif, hingga program santunan bagi lansia dan remaja.
Sekar Mira, warga Ketintang, menggunakan layanan puskesmas untuk beberapa keluhannya. Penyandang kanker payudara ini rajin ke Puskesmas Gayungan untuk menjalani akupuntur di poli obat tradisional dan poli psikologi. Sejak selesai operasi dan kemoterapi empat tahun lalu, karyawati swasta itu merasa tubuhnya tidak sebugar dulu. Sehingga, selain berolahraga, ia juga memilih terapi akupuntur.
Dalam sepekan, Mira ke puskesmas sekitar dua hingga tiga kali. Setiap kali datang, Mira harus membayar uang pendaftaran Rp 5.000 dan Rp 20 ribu untuk tindakan. “Membayar ekstra karena tidak dijamin oleh asuransi seperti BPJS,” katanya, Ahad, 23 Oktober 2016.
Bagi Mira, ongkos Rp 20 ribu itu sangat murah. Karena biasanya, untuk pengobatan serupa di tempat lain, tarifnya jauh lebih mahal. “Ada yang Rp 150 ribu, bahkan lebih untuk sekali datang.”
Selain menjalani terapi akupuntur, Mira juga bisa berkonsultasi mengenai makanan penunjang untuk mendongkrak stamina dan ramuan obat untuk melapis pengobatan medis. Ia yakin, anjuran terapis itu tidak bertentangan dengan dokter karena terapisnya juga memiliki pengetahuan medis.
Selesai terapi akupuntur, Mira mengikuti terapi musik yang diberikan Puskesmas itu untuk memperbaiki kondisi psikologisnya pascavonis kanker. Untuk mendapatkan terapi musik, Mira tak perlu merogoh kantongnya dalam-dalam. Cukup membayar Rp 2.500 untuk setiap pertemuan. “Murah, mudah, dan bisa dipercaya,” ujar Mira, yang senang menggunakan fasilitas Wi-Fi gratis di puskesmas itu.
Puskesmas Gayungan yang menangani hingga 300 pasien per hari memiliki poli umum, Balai Kesehatan Ibu dan Anak, mata, gigi, hingga poli psikologi dan obat tradisional. Sedangkan Puskesmas Sawahan, yang rata-rata menerima 150 pasien per hari, memiliki sembilan unit dan 6 poli. Mira merasa sangat terbantu lantaran puskesmas itu mudah dijangkau bahkan hanya dengan bersepeda angin.
Febria mengatakan puskesmas di kotanya tersebar di berbagai titik, sehingga masyarakat tidak perlu pergi jauh untuk berobat. Surabaya memiliki 63 puskesmas induk, 59 puskesmas pembantu, 63 puskesmas keliling, satu laboratorium kesehatan daerah, dan satu gudang farmasi kesehatan.
Fasilitas dan layanan di setiap puskesmas berbeda-beda karena mengikuti standar yang ditetapkan Menteri Kesehatan. Pemerintah Kota tidak bisa menetapkan sendiri fasilitas dan pelayanan di suatu puskesmas, tapi hal itu disesuaikan dengan standar dan akreditasi yang telah ditetapkan Menteri Kesehatan. “Selama puskesmas itu bisa memenuhi standardisasi dan akreditasi itu, bisa saja ditambah fasilitasnya.”
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan sengaja membuat banyak puskesmas untuk melayani masyarakat. Namun, saat ini Risma lebih banyak melakukan preventif atau pencegahan terhadap berbagai penyakit di masyarakat. Salah satunya memberikan layanan bagi jemaah haji. Ia meminta jajaran puskesmas untuk jemput bola memeriksa jemaah haji agar tidak terkena virus zika. “Targetnya kemudahan layanan kesehatan,” kata Risma di ruang kerjanya.
Sumber: tempo.co