Rehabilitasi Pasien Kasus Narkoba Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), salah satu agenda nasional adalah mewujudkan penguatan pada pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba yang ditandai dengan prevalensi penyalahgunaan narkoba. Dalam RPJMN telah ditetapkan laju peningkatan prevalensi penyalahgunaan narkoba di indonesia sebesar 0,05% per tahun. Saat ini pengguna/ pecandu narkoba di Indonesia sudah hampir mencapai 5,9 Juta jiwa. Untuk itu perlu “gebrakan” dalam menanggulangi darurat narkoba. Jokowi dengan program pemerintahannya menggalakkan kembali pemberantasan narkoba. Selengkapnya klik disini |
|||
Website ini akan update setiap Selasa pagi. Nantikan Informasi terbaru setiap minggunya. | |||
+ Arsip Pengantar Minggu Lalu |
|||
|
STUDI KASUS PELAKSANAAN GREEN HOSPITAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH R. SYAMSUDIN, SH KOTA SUKABUMI |
RS Kinapit Diduga Pekerjakan Staf Admin Berijazah Palsu
Rumah Sakit Kinapit Kotamobagu terus dirundung masalah. Belum lama mendapat sorotan dari pemerintah soal minimnya lahan parkir, kini terungkap kalau RS yang baru diresmikan beberapa pekan lalu ini, diduga mempekerjakan staf administrasi berijazah palsu.
Hal ini terungkap dari salah satu warga Kotamobagu Maeques Lambuangi. Diketahui Marques merupakan mantan suami dari oknum staf admin RS Kinapit yang diduga pengguna ijazah palsu yakni JR.
Saat bersua dengan TOTABUANEWS, Marques mengungkapkan kalau JR sengaja menggunakan ijazah palsu untuk melamar pekerjaan di RS Kinapit.
“Yang bersangkutan hanya memiliki ijazah SD. Saya tahu persis Ia menggunakan ijazah palsu karena Dia mantan isteri saya,” ungkap Ekes sapaan Marques.
Ekes menambahkan hal ini telah dilaporkan ke Polres Bolmong beberpa waktu lalu. “Pihak rumah sakit juga saya sudah beritahukan soal ini. Harusnya masalah ini diseriusi karena banyak yang dirugikan,” tegas Ekes.
Konni Balamba
Sumber: totabuanews.com
Pasien Keluhkan Pelayanan RSUP Dr Kariadi Tak Profesional
SEMARANG – Seorang pasien di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Kariadi Semarang mengeluhkan sistem RSUP Dr Kariadi Semarang tidak profesional. Pasien tersebut diminta antre selama 6 hari untuk bisa menjalani operasi.
Selama 6 hari itu, pasien dibebani harus membayar biaya kamar inap setiap hari Rp 1 juta rupiah. Panjangnya masa tunggu ini diduga adanya ulah oknum yang bermain, yakni siapa pasien yang bisa ‘titip’ uang lebih banyak, maka operasi bisa didahulukan.
Salah satu keluarga pasien, Sholehah, 37, warga Kecamatan Gabus, Grobogan, Jawa Tengah, mengaku kecewa berat atas sistem tersebut. Ia mempertanyakan apakah sistem itu resmi diberlakukan di RSUP Dr Kariadi Semarang, ataukah ulah oknum pegawai yang tidak bertanggungjawab.
“Saya mengantar ayah saya, Solihin, 60, karena sakit komplikasi. Tapi lebih dispesifikkan ke Ginjal. Awalnya, seminggu lalu dirawat di RSUD dr R Soedjati Soemodiarjo Purwodadi. Sejak Senin (29/5) lalu, dirujuk dan diminta dibawa ke RSUP dr Kariadi Semarang, karena perlu operasi ke dokter spesialis Urologi,” kata Sholehah.
Sesampai di RSUP dr Kariadi Semarang pada Senin, pertama kali ia langsung mendaftarkan di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Namun saat itu, ia baru mengetahui ternyata untuk bisa mendapatkan kamar inap sangat sulit. Petugas menjelaskan tidak ada kamar kosong.
Ia panik, karena kondisi fisik ayahnya sudah cukup parah. Sedangkan pihak RSUP dr Kariadi tidak bisa melakukan penanganan secara cepat. “Saya tidak percaya, masak rumah sakit sebesar ini tidak ada kamar kosong satupun. Saking jengkelnya, saya berdebat dengan petugas, karena ini urusan nyawa kok tidak segera ditangani,” katanya.
Akhirnya, Sholehah terus melobi agar ayahnya mendapatkan kamar inap dan penanganan medis. Dia kemudian mendapat masukan untuk mendaftar di kelas VVIP Paviliun Garuda. Agar segera mendapat penanganan medis, ia menerima dan menganggap tidak ada masalah meski tarifnya cukup mahal.
“Saya tahu, tarifnya cukup mahal, sehari Rp 1 juta. Itu baru biaya kamar, belum biaya obat dan biaya operasi. Itu masih harus bayar minimal Rp 5 juta hingga Rp 10 juta di awal. Saya memang bukan pengguna BPJS. Tapi dengan pertimbangan harus segera mendapatkan penanganan medis, saya anggap tidak ada masalah. Selasa (30/5), ayah saya menempati salah satu ruang VVIP di Paviliun Garuda lantai 8,” katanya.
Hari itu juga, ayahnya langsung ditemui oleh dokter Ardy di dalam kamar inap tersebut. Saat itu langsung mendapat penjelasan oleh dokter, bahwa operasi Urologi akan dilakukan pada Sabtu (3/6). “Selama menunggu operasi yang dijadwalkan Sabtu, ayah saya diminta istirahat. Tidak ada penindakan medis selama menunggu operasi. Sampai di sini, saya masih menganggap tidak ada masalah meski jengkel. Puncak kekesalan terjadi pada Sabtu pagi, saya tanya ke petugas, kenapa mau operasi kok tidak diminta puasa? Petugas malah menjawab bila operasinya diundur pada Senin (5/6). Lho?” katanya.
Tentu saja, jawaban itu membuat Sholehah tidak habis percaya. Ia merasa dirugikan terkait jadwal operasi yang tiba-tiba diundur tanpa ada pemberitahuan maupun penjelasan apapun. Mau tidak mau, pasien harus memperpanjang masa tunggu. Padahal biaya kamar inap tersebut harus membayar Rp 1 juta setiap hari. “Petugas itu malah bilang, biasanya operasi ada yang harus antre sampai tiga bulan. Lho gimana sih?” katanya.
Alasannya, Sabtu-Minggu tidak ada kegiatan operasi. Padahal dokternya, Ardy sendiri bilang bahwa operasi akan dilakukan pada Sabtu. “Admin itu tiba-tiba membuat jadwal operasi menjadi Senin. Saya sangat menyesalkan karena tanpa pemberitahuan,” katanya.
Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang Laser Narendro mendorong agar Komisi IX DPR RI turun tangan di RSUP dr Kariadi Semarang. Ia mengakui bahwa selama ini manajemen RSUP dr Kariadi kurang profesional. “Pengalaman saya, memang manajemen RSUP dr Kariadi kurang profesional. Cuma memang, RSUP dr Kariadi karena di bawah kewenangan Kemenkes RI, jadinya Pemkot Semarang tidak mempunyai wewenang untuk melakukan negosiasi. Seharusnya, Komisi IX DPR RI melakukan audiensi atau kunjungan lapangan ke RS kariadi untuk mengecek pelayanannya,” kata politisi dari Fraksi Partai Demokrat ini.
Sedangkan informasi terkait dugaan adanya oknum yang melakukan praktik “uang titipan”, mengaku belum pernah mendengar hal itu. “Kalaupun ada, monggo diinfokan ke tim Saber Pungli. Selama ada bukti atau saksinya, untuk pelapor dijamin kok kerahasiaan dan keamanannya,” katanya.
Kalau prioritas tindakan pada pasien memang hak prerogratif dari dokter karena yang mengetahui kondisi pasien adalah dokter tersebut. “Jadi penentuan prioritas urutan dikembalikan ke dokter. Kalau ada pungli monggo langsung laporkan ke tim saberpungli,” ujar Laser.
Sementara itu, pihak RSUP dr Kariadi saat berusaha dikonfirmasi belum ada respon.(el)
Sumber: beritajateng.net
Dirut RSUD Sijunjung Bertabayun, Ihwal Perlakuan Buruk Petugas Terhadap Pasien
Sijunjung-Menanggapi permasalahan dan komplain dari Asda Wati terhadap perlakuan yang diberikan kepada orabg tuannya, atas nama Direktur RSUD Sijunjung dan seluruh pihak Rumah Sakit menyampaikan permohonan maaf yang sebesar besarnya terhadap ketidaknyamanan ini.
Sebagaimana yang disampaikan oleh ibuk Asda Wati diatas, bahwa permasalahan ini sudah diselesaikan dan diklarifikasi dengan mempertemukan saudari Asda Wati bersama saudaranya yang menunggu saat kejadian dengan petugas Rumah Sakit yang bertugas saat itu pada hari sabtu pagi jam 09.15 wib di ruang Direktur RSUD Sijunjung.
Dari hasil pertemuan tersebut, pihak Rumah sakit menyampaikan bahwa ini hanya kesalah pahaman akibat proses pemindahan pasien yang sebenarnya sudah di komunikasikan dan dijelaskan kepada salah seorang penunggu pasien.
Mengenai di tarik secara kasar sebenarnya tidak seperti itu, tapi kondisinya adalah macetnya salah satu roda tempat tidur pasien.
Dan mengenai jatuhnya foto rongen, ini di sebabkan karena foto itu terletak di pinggir tempat tidur arah dinding ruang pasien.
Mengenai infus yang berdarah itu hanyalah darah yang naik ke slang infus bukan berdarah keluar dan itu sering terjadi pada pasien yang di pasang infus.
“Sekali lagi kami pihak rumah sakit menyampaikan permohonan maaf atas kejadian ini. Kami dari pihak rumah sakit mengucapkan terima kasih kepada kita semua atas masukan dan saran yang membangun untuk kemajuann rumah sakit kita ini” terang Direktur RSUD Sijunjung bertabayun.
Seperti diketahui, Asda Wati menuliskan di status media sosialnya bahwa, lagi-lagi perlakuan pelayanan RSUD Sijunjung tidak sopan terhadap pasien. Ihwal ketidak sopanan dan buruknya pelayanan RSUD itu dijelaskannya. Bermula saat petugas medis melakukan pemindahan kasur pasien dengan cara kasar, hingga impus yang melekat ditangan pasien berdarah.
“Lagi-lagi perlakuan pelayanan RSUD Sijunjung tidak sopan terhadap pasien. Kelakuan itu terbukti kepada bapak saya , beliau baru talalok usai makan obat, si petugas medis ingin memindahkan kasur dengan cara kasar, hingga darah tangan naik ke impus bapak saya. Yang paling parahnya si petugas medis mengatakan mentang-mentang anggota dewan.” terang Asda Wati
Dalam komentar statusnya Asda Wati menjelaskan bahwa ia tidak terima pelayanan dari pihak rumah sakit terhadap keluarganya dan juga dirinya. Kemudian ia mencari oknum petugas medis tersebut, namun para medis di RSUD memilih untuk tidak memberitakan keterangan identitas tentang oknum tersebut.
“Saya tidak terima perlakuan rumah sakit terhadap orang tua laki-laki saya. Ditambah sewaktu dimintai keterangan tentang oknum tersebut, malah koropnya melindungi indentitas oknum tersebut” terang Asda Wati.
Namun ihwal postingan Asda Wati, bukan berakhir disitu saja. Malah mengundang perhatian semua masyarakat Sijunjung tentang kejadian yang dialami oleh keluarga anggota dewan dari partai yang didirikan oleh orang pernah menjadi orang nomor satu di Indonesia.
Tergambar salah satu kritikan bahwa, ihwal ini bukan sekali dan dua kali saja terjadi pelayanan butuk di RSUD Sijunjung seperti itu. Salah seorang pemilik akun media social Otriwandi, S.Pd menuliskan perihal tentang pelayan buruk di RSUD Sijunjung. Ia menuliskan, sudah puluhan keluarga pasien mengeluh dengan pelayanan RSUD, tak ada tanggapan pihal terkait.
“Sudah puluhan keluarga yang mengeluh tentang keburukan pelayanan RSUD Sojunjung. Jangankan masyarakat kecil, malah orang tua anggota dewan diperlakukan seperti itu.” terang orang nomor satu Nagari Bukit Bual.
Sementra itu, kejadian pelayanan buruk terhadap orang tua anggota dewan di RSUD Sijunjung menjadi viral seketika. Hampir semua elemen masyarakat menyimak pembicaraan terkait status media sosial anggota dewan itu.Tak luput juga mengundang perhatian lini organisasi partai politik yang ada di Kabupaten Sijunjung. Terbukti, ketua partai yang berlambangkan Matahari biru Ashelfin SH, MH angkat bicara, bahwa kejadian yang dialami orang tua saudari Asda Wati menjadi ikhtibar bagi masyarakat Sijunjung pada umumnya dan bagi legeslatif pada khususnya. Supaya penempatan SDMnya harus ditelaah kembali, kemungkinan masih belum tepat sasaran dan tepat guna.
“Kalau memang ini terjadi dengan orang tua saudariku Asda Wati, beliau jadi paham, bahwa hal ini sering terjadi ada keluhan dari masyarakat. Hendaknya menjadi jalan kebaikan untuk perbaikan pelayanan publik di daerah kita. Barangkali, ini karena penempatan SDMnya kurang tepat. Saudariku Asda Wati paham betul untuk mencarikan solusinya, supaya kejadian ini tidak terulangi lagi” ucapnya
Ashelfine SH.MH yang akrab disapa Pepen ini, sebagai ketua Partai Amanat Nasional Kabupaten Sijunjung, dan sebagai pemerhati lintas partai. Kejadian atau ihwal yang ditimpa oleh rekan lintas organisasi Parpol di Kabupaten Sijunjung, Pepen pun terut berduka, dan mendoakan orangtua saudari Asda Wati lekas sembuh.
“Kita doakan, untuk orang tua saudari Asda Wati cepat sembuh, dan pelayanan jadi lebih baik, amiin” Doanya.
Kemudian., Asda Wati selaku wakil rakyat, telah merasakan apa yang dikeluhkan masyarakat selama ini, apalagi kejadian ini langsung dialaminya. Perihal ini, ia telah melaporkan kepada Diretur RSUD Sijunjung untuk ditindaklanjuti perkara pelayan, dan memberikan peringatan keras terhadap oknum petugas RSUD Sijunjung.
“Saya telah melaporkan kepada Kabid. Pelayanan RSUD Sijunjung, juga telah melaporkan kepada Direktur RSUD Sijunjung. Saya ingin tau poko permasalahan sebenarnya”pungkasnya (FRA)
Sumber: faktasumbar.com
RSUD Agats siapkan rumah singgah untuk pasien rujukan
Jayapura – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Agats, Kabupaten Asmat, Provinsi Papua, membangun dua rumah singgah untuk menampung pasien rujukan dan keluarganya.
“Kami juga gunakan sebagian dana pembiayaan Kartu Papua Sehat (KPS) dan dana otonomi khusus untuk Rumah Sakit Agats, untuk bangun dua rumah singgah pasien rujukkan pengguna KPS,” kata Direktur RSUD Agats, Ricat Mirino ketika dikonfirmasi dari Jayapura, Minggu.
Ia mengatakan rumah singgah pertama untuk pasien rujukkan itu dibangun di Kabupaten Timika, kemudian rumah singgah yang kedua dibangun di Kota Jayapura.
“Dua rumah singgah itu dibangun untuk menampung pasien rujukan yang keluarganya sama sekali tidak mempunyai keluarga di Timika dan di Jayapura,” ujarnya.
Ricat menjelaskan, rumah singgah yang dibangun di Jayapura berada persis di daerah Dok V Bawah, Kota Jayapura, kemudian rumah singgah yang dibangun di Timika berada persis didepan RSUD Timika.
“Jadi masyarakat asli Papua yang kita rujuk ke Jayapura dan Timika lalu dirawat di rumah sakit, keluarganya tinggal di rumah singgah itu, kalau sudah sembuh jelas harus kontrol lagi, saat kontrol, pasien yang bersangkutan bersama keluarganya masih tetap tinggal di rumah singgah itu,” ujarnya.
Menurut dia, pihaknya membiayai makan dan minum pasien dan keluarganya tiap hari selama berobat di rumah sakit maupun kontrol di rumah sakit setelah sembuh.
“Jadi selama pasien itu bersama keluarganya tinggal di rumah singgah baik di rumah singgah yang ada di Jayapura maupun di Timika, rumah sakit Agats yang biayai makan dan minumnya setiap hari,” tambah dia. (*)
Sumber: antarapapua.com
Rumah Sakit di Labura, Belum Memiliki Bank Darah Rumah Sakit
Labura – kondisi Rumah Sakit di Labuhanbatu Utara masih belum optimal karena belum adanya Bank Darah Rumah Sakit (BDRS).
Bank Darah Rumah Sakit akan menjadi syarat utama izin operasi Rumah Sakit nantinya. Hingga kini, belum satu pun rumah sakit di Labura yang memiliki Bank Darah Rumah Sakit (BDRS).
“Setiap rumah sakit wajib memiliki BDRS sesuai Peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes) Nomor 83 Tahun 2014 Pasal 40 tentang Unit Transfusi Darah (UTD), dan jejaring transfusi darah,” Ujar Kepala Dinas Kesehatan Labura melalui Sekretarisnya, Tigor M Pasaribu.
Tigor mengatakan bahwa BDRS berfungsi sebagai Bank pada umumnya, namun kali ini sebagai penyedia/penyimpan darah yang aman, berkualitas dan dapat menjadi bagian laboratorium medik Rumah Sakit.
“Ada 3 unit rumah sakit di Labura. 2 Rumah sakit swasta dan 1 RSUD Labura. Belum ada yang memiliki BDRS. Untuk RSUD Labura yaitu bangunannya belum selesai dibangun, juga sumber daya kesehatan yang belum memadai,” tambahnya.
Dijelaskannya, selama ini persediaan darah dari Labura dikirim ke Kabupaten Labuhanbatu sebagai rujukan RSUD yang memiliki BDRS. Dikarenakan, Labura merupakan kabupaten baru pemekaran dari kabupaten Labuhanbatu.
“Sebulan yang lalu kami diundang Dinkes Provinsi/ Kemenkes seputar sosialisasi bank darah (BDRS). Semoga kiranya percepatan sarana dan UTD cepat terwujud,” tambahnya.
Dengan nanti adanya BDRS di setiap rumah sakit di Labura tentunya akan menekan angka kematian setiap Pasien yang msmbutuhkan darah serta bagi pasien yang mengalami kecelakaan.
Sumber: mudanews.com
Rehabilitasi Pasien Kasus Narkoba
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), salah satu agenda nasional adalah mewujudkan penguatan pada pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba yang ditandai dengan prevalensi penyalahgunaan narkoba. Dalam RPJMN telah ditetapkan laju peningkatan prevalensi penyalahgunaan narkoba di indonesia sebesar 0,05% per tahun. Saat ini pengguna/ pecandu narkoba di Indonesia sudah hampir mencapai 5,9 Juta jiwa. Untuk itu perlu “gebrakan” dalam menanggulangi darurat narkoba. Jokowi dengan program pemerintahannya menggalakkan kembali pemberantasan narkoba.
Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai sebuah Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya. Pada 2016, BNN menetapkan 7 sasaran strategis dengan 13 indikator kinerja. Sasaran strategis yang paling rendah capaiannya, dan dianggap gagal kinerja pencapaiannya pada 2016 adalah sasaran strategis yang terkait dengan proses rehabilitasi penyalahguna dan pecandu narkoba yakni 58,89%. Dalam perjanjian kerja BNN tersebut ditetapkan target tahun 2016 jumlah mantan penyalahguna dan pecandu narkoba yang tidak kambuh kembali sebanyak 16.000 orang. Dari sasaran tersebut realisasi per tahun 2016 hanya 9.423 orang.
Permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia saat ini adalah terbatasnya instansi/lembaga atau pelayanan kesehatan yang memiliki kemampuan untuk melakukan proses rehabilitasi medis pengguna narkoba secara tuntas. Hal ini dikarenakan terbatasnya sumber daya manusia maupun pembiayaan dalam pengembangan pusat-pusat rehabilitasi medis pengguna narkoba di daerah-daerah. Menurut data dari BNN, dari 1314 lembaga/instansi yang didampingi oleh BNN dalam peningkatan kemampuan rehabilitasi pengguna narkoba, baru 265 lembaga/instansi yang mampu merehabilitasi pengguna narkoba tidak kambuh kembali.

Sumber: LAKIP BNN Tahun 2016
Rehabilitasi merupakan salah satu poin penting dalam penanggulangan narkoba, karena dengan adanya rehabilitasi diharapkan dapat memutuskan tali supply dan demand penggunaan narkoba. Pengguna/pecandu narkoba yang proses rehabilitasinya tidak berhasil akan berpotensi untuk meningkatkan demand narkoba, sementara sesuai dengan amanat undang-undang tidak semua pengguna/pecandu dijatuhi hukuman penjara. Untuk itu, proses rehabilitasi pengguna/pecandu narkoba harus dilaksanakan secara tuntas sehingga tidak ada demand yang muncul kembali dari mantan pecandu/pengguna narkoba.
Saat ini penanggulangan narkoba dibebankan ke pundak BNN dari pusat hingga daerah. Maka dirasa perlu adanya sinergi dari semua pihak agar mampu mendukung kinerja BNN lebih optimal, terutama di bidang rehabilitasi pengguna/pecandu narkoba. Dalam pengembangan tersebut, sebaiknya pemerintah daerah melibatkan instansi pelayanan kesehatan, baik rumah sakit maupun puskesmas untuk mengembangkan pusat-pusat rehabilitasi baik secara kualitas maupun kuantitas, sehingga pecandu/pengguna narkoba dapat direhabilitasi di daerahnya masing-masing. Hal ini penting mengingat negara Indonesia berbentuk kepulauan yang luas dan pecandu/pengguna narkoba juga tersebar di berbagai wilayah, maka aksesibilitas pelayanan akan sangat mempengaruhi proses rehabilitasi pecandu/pengguna narkoba.
Dari sisi pembiayaan rehabilitasi pasien narkoba, saat ini sudah diatur dalam Permenkes Nomor 50 Tahun 2015 tentang petunjuk teknis pelaksanaan wajib lapor dan rehabilitasi medis bagi pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan narkotika. Dalam Permenkes tersebut, disampaikan bahwa Kementrian Kesehatan bertanggungjawab terhadap pembiayaan untuk proses rehabilitasi medis bagi pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan narkotika yang datang secara sukarela dan sudah mendapatkan putusan pengadilan untuk menjalani rehabilitasi medis di fasilitas rehabilitasi medis yang ditetapkan oleh Menteri. Pembiayaan dari Kementrian Kesehatan ini tentu sangat terbatas untuk menanggulangi pengguna narkoba yang jumlahnya jutaan. Untuk itu, perlu dipikirkan alternatif lain semisal CSR dari perusahaan-perusahaan swasta untuk ikut membantu mengembangkan pusat rehabilitasi pecandu/pengguna narkoba baik berupa rumah sakit maupun pelayanan kesehatan lainnya, sehingga ikut mendukung juga berkurangnya supply & demand terhadap konsumsi narkoba (BWP).
Sumber:
bnn.go.id
LAKIP BNN
Peraturan Menteri Kesehatan No 50 Tahun 2015
Rumah Sakit Tak Punya Mobil Jenazah!
RSUD Panglima Sebaya, Kabupaten Paser, Paser, kembali mendapat sorotan imbas minimnya fasilitas yang tersedia. Rumah sakit bertipe C itu dikeluhkan masyarakat, khususnya terkait ketersediaan mobil jenazah.
Kabag Tata Usaha RSUD Panglima Sebaya Machmud Adam menyebut, rumah sakit milik Pemkab Paser itu belum memiliki mobil jenazah. Meskipun sejatinya sebuah rumah sakit daerah wajib memiliki, namun karena belum tersedianya anggaran, membuat pasien yang membutuhkan harus menggunakan layanan dari luar.
“Solusinya menggunakan mobil jenazah milik masjid terdekat. Kami sudah berkoordinasi ke berbagai pengurus masjid, agar memfasilitasi jika ada pasien yang membutuhkan. Setiap tahunnya kami anggarkan. Namun karena ada kebutuhan lain yang lebih mendesak seperti ambulans, maka mobil jenazah belum tersedia,” ujarnya, saat pertemuan di DPRD Paser, kemarin (31/5).
Saat ini, kata Mahmud, RSUD yang sudah berubah statusnya menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) itu, hanya memiliki empat ambulans. Nahasnya, cuma tiga yang layak beroperasi.
Terkait pengadaan mobil dinas yang baru dibeli empat unit untuk dokter spesialis, Mahmud menuturkan hal itu sudah kewajiban rumah sakit, yakni menyediakan kendaraan operasional sesuai kontrak, termasuk menyediakan rumah dinas.
Rumah sakit yang memiliki 600 lebih pegawai itu juga masih menyisakan banyak keluhan lain di luar kendaraan. Saat ini, ada tiga gedung yang belum dapat dioperasikan karena masalah teknis bangunan. Padahal tiap gedung bisa menyediakan 44 kamar.
Diketahui sering kali rumah sakit itu tidak dapat menampung pasien rawat inap, dan terpaksa bersesakan di sejumlah ruangan. “Namun di tengah kekurangan dan keterbatasan, kami terus berupaya meningkatkan mutu pelayanan. Termasuk persiapan mengubah seluruh pelayanan melalui BPJS pada 2019,” tambahnya. (*/jib/ica/k9)
Sumber: prokal.co
RS Sumber Waras Akan Dilengkapi Apartemen
JAKARTA – Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Saefullah mengungkapkan Rumah Sakit Sumber Waras yang baru akan terealisasi pada tahun 2018.
Pasalnya, masih banyak pertimbangan-pertimbangan lainnya yang perlu dibahas. Namun dari segi strategis menurut Saefullah sudah sangat bagus.
“Terus jenis-jenis varian orang sakit untuk kanker juga masih belum tertangani dengan baik di Jakarta. Kalau memang itu (RS Sumber Waras) didedikasikan untuk Rs kanker, saya pikir bagus itu,” kata Saefullah di Silang Monas Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (1/6/2017).
Bahkan, dalam pertimbangan-pertimbangan pembangunan RS Sumber Waras yang baru, ada usulan agar rumah sakit tersebut tergabung dengan apartemen.
“Adapun nanti inovasinya mau ada apartemen segala macem ya sambil berjalan,” ungkapnya.
Sementara, untuk anggaran sendiri, Saefullah mengaku belum membahasnya. Namun biasanya gedung-gedung tinggi di Ibukota berkisar triliunan rupiah. Saat ini pihaknya masih mencari skema-skema lainnya termasuk bekerjasama dengan pihak swasta.
“Kita lagi pikirkan supaya APBD kita ke depan enggak terganggu. Karena kan ke depan paling tidak ada angka hampir Rp 1 triliun untuk mencicil utang MRT. Kan harus dipikirkan baik jangan sampai defisit,” pungkasnya.
Sumber: tigapilarnews.com
Dirut RSUD Dr Soekardjo Tegaskan Tidak Ada Lagi Kekurangan Obat
Kota Tasikmalaya – dr Wasisto Hidayat Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soekardjo, menegaskan kalau di Rumah Sakit yang dipimpinnya ini sudah tidak kekurangan obat lagi. Dirinya sudah memerintahkan kepada bidang Pengadaan obat untuk selalu menyiapkan obat yang dibutuhkan pasien.
“Kepercayaan Pasien merupakan hal yang penting dan pihak RSUD tidak ingin kehilangan kepercayaan dari pasen gara gara kekurangan obat”ungkapnya.
Wasisto juga menambahkan citra rumah sakit ditentukan dengan pelayanan termasuk kekurangan obat, kalau ada kekurangan obat pihak Rumah Sakit yang bertanggung Jawab untuk mencarinya.
Dalam mengantisipasi kekosongan obat, katanya, pihak rumah sakit sudah melakukan kerja sama dengan pihak apotek yang telah ditunjuk dan itu tidak harus dibayar. Semua pembayarannya di klaim oleh pihak rumah sakit.
“Kami sampaikan kepada petugas di rumah sakit, jika tidak ada obat, keluarga pasien jangan sampai lari keluar mencarinya, kan sudah ada kamar 18 A apotek pendamping,” tandasnya.(adv)
Sumber: tasikzone.com