![]() “Ada masyarakat yang membiarkan penyakitnya karena tidak punya uang dan berbelit-belitnya masalah administrasi,” kata Helmi Hasan, Walikota Bengkulu. Pasien penerima fasilitas itu adalah tergolong miskin serta kondisinya darurat. Pasien tidak hanya dilayani dalam bentuk antar jemput pasien yang sakit, tetapi juga pelayanan di rumah sakit (RS) daerah maupun rujukan hingga ke Jakarta. “Semoga program ini bisa menjadi aksi nyata perhatian pemerintah terhadap rakyat yang membutuhkan,” tukas Helmi. Selain Program Jemput Sakit Pulang Sehat, masyarakat tak mampu di Bengkulu juga mendapat fasilitas Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) serta Jaminan Kesehatan Provinsi (Jamkesprov). Sumber: pdpersi.co.id
|
———————————————– ———————————————– > Penyusunan Rencana Strategis untuk RS > Pelatihan Sistem Akuntansi Rumah Sakit berbasis SAK > Aplikasi Sistem Billing dan Rekam Medis Berbasis Open System
|
Berita Sebelumnya: ——————– Posted on: Selasa, 12-02-2013 Posted on: Selasa, 12-02-2013 Posted on: Selasa, 12-02-2013 |
|
Aktivitas Mutu Klinis —– Aktivitas Mutu Keperawatan —- Manajemen SDM —– Manajemen Keuangan —- Manajemen Fisik —– Hukum Kesehatan
Manajemen Teknologi Informasi —– Asuransi Kesehatan —– Manajemen Pemasaran —– Strategi, Struktur & Budaya Organisasi |
Reportase sharing hasil kegiatan AIPMNH
———-Kupang. Pada hari Rabu yang lalu, 9 Januari 2012, Australia-Indonesia Partnership for Mother and Neonatal Health (AIPMNH) mengadakan acara pertemuan di Kupang untuk sharing hasil-hasil kegiatannya di seluruh NTT, termasuk kegaitan Sister Hospital dan Performance Management & Leadership (PML). Sejauh ini PML sudah membantu NTT khususnya sektor kesehatan selama lebih dari 20 tahun, dan bantuan ini akan terus berlanjut dalam rangka membantu mencapai tujuan MGDs. Hal tersebut disampaikan oleh Minister Counselor dari AIPMNH pada pembukaan pertemuan. AIPMNH mengapresiasi keberhasilan NTT dalam menurunkan angka kematian Ibu dan keberhasilan Kabupaten Sumba Barat dalam meraih penghargaan dari Presiden RI terkait masalah pemberdayaan perempuan. Namun angka kematian bayi belum menurun sehingga dipandang masih perlu adanya kolaborasi antara puskesmas dengan RS scara lebih baik. ———-Kedepannya APIMNH akan fokus pada masalah kesehatan reproduksi, KB, gizi pad aibu hamil, yang rencananya. Oleh karena itu, kerjasama yang lebih baik dengan Pemda masih sangat diperlukan, terutama untuk menjamin sustainabilitas program. AIPMNH menyebutkan bahwa sudah ada contoh baik yang dikembangkan oleh Pemda, misalnya dibentuknya desa siaga, reformasi puskesmas dan sister hospital, dimana berbagai program ini telah pula melibatkan Badan Pemberdayaan Desa, Badan Pemberdayaan Perempuan dan sebagainya. Namun dalam kesempatan ini AIPMNH ingin menekankan bahwa lembaga tersebut tidak akan mentoleransi tindakan yang bersifat korup sehingga perlu adanya akuntabilitas program yang lebih baik untuk kedepannya. ———-Gubernur NTT saat memberikan sambutan mengakui bahwa provinsinya sudah banyak dibantu oleh AUSAID. Menurut Gubernur, perhatian lebih banyak perlu diberikan pada masyarakat di desa. Agar output program sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu ada sinergi antara program yang dibuat oleh AIPMNH dengan program-program yang telah direncanakan oleh pemerintah daerah, sehingga sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara lebih optimal dan tidak membebani pelayanan pada publik. Gubernur juga mengakui bahwa penurunan angka kematian ibu di NTT terjadi antara lain berkat bantuan dari AUSAID. ———-Upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi di NTT diawali pada tahun 2009 dengan menyusun Rancangan Peraturan Daerah mengenai Revolusi KIA oleh suatu tim yang terdiri dari tiga belas sektor terkait. Hasilnya adalah draft nol naskah akademik dan sraft nol raperda . Setelah melalui berbagai proses FGD dan pembahasan-pembahasan yang juga melibatkan masyarakat, di tingkat desa ada peraturan bahwa suami akan dikenai denda jika tidak membawa istrinya yang sedang hamil untuk periksa dan ditangani di pusat pelayanan kesehatan. ———-Ada sebanyak 21puskesmas yang dilengkapi dengan ruang bersalin. Grafik menunjukkan jumlah persalinan di wilayah intervensi lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah non intervensi. Artinya, di wilayah non intervensi banyak ibu yang melahirkan di rumah atau dukun bersalin sehingga tidak terdata oleh Dinas Kesehatan. Tiap Kepala Desa (di wilayah intervensi) wajib melaporkan bila ada warganya yang hamil. Untuk itu, ada lembaga yang dibentuk yang disebut Lindi Malundung Center atau pusat informasi. ———-Berbagai intervensi yang dilakukan menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan, dimana angka kematian ibu menurun dari lebih dari 25 (tahun 2007) menjadi kurang dari 10 (tahun 2010). Namun angka ini meningkat lagi di tahun 2012 karena masih kurang sigapnya puskesmas terutama mengenai persediaan darah. Sementara itu, angka kematian bayi masih sulit diturunkan. ———-Terkait dengan kegiatan Sister Hospital dan PML, PMPK FK UGM melaporkan bahwa kegiatan ini menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan dan telah bergaung di level nasional. Jakarta ingin meniru program ini dengan meminta RS-RS besar di Jakarta dan sekitarnya mejadi sister bagi RS-RS yang belum maju. ———-Ada dua tujuan uatma yang ingin dicapai pada kegiatan sister hospital, yaitu:
1. Clinical contracting (untuk meningkatkan kemampuan RSUD dalam hal pelayanan kesehatan ibu dan anak melalui pengiriman dokter spesialis Obsgyn, kesehatan anak dan tenaga perawat, meningkatkan kemampuan staf RSUD melalui pelatihan dan pembudayaan teknis kerja serta pelatihan bagi SDM di puskesmas dalam rangka penguatan system rujukan ———-Indikator keberhasilan program ini adalah:
1. Tersedianya PONEK 24 jam di RSUD dengan mutu yang baik ———-Dari kegiatan tersebut, hasil yang diperoleh adalah:
1. Sudah tersedianya PONEK 24 jam di RSUD ———-Pembelajaran yang diperoleh dari kegiatan ini adalah:
1. Revolusi KIA sudah berada dalam jalur yang benar. Persalinan diharapkan dilakukan di faskes. Hal ini memicu rujukan, sehingga perlu perbaikan dari hulu ke hilir. ———-PMPK mengusulkan untuk menggunakan data kematian absolut. Juga penting untuk mulai mencatat lokasi kematian, untuk memberikan informasi yang lebih detil dan mengembangkan strategi pemecahan masalah yang lebih tepat. ———-Pembelajaran dari Revolusi KIA ynag dapat diambil dapat dilihat pada gambar berikut: ———-Contoh kasus yang ditampilkan adalah RSUD Ende, yang menunjukkan keberhasilan yang bermakna dalam aspek perubahan budaya organisasi untuk memperbaiki kinerja RS, meningkatkan mutu pelayanan dan pada akhirnya menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Namun satu hal penting yang belum sempat terlaksana adalah pengembangan Sistem Infromasi Manajemen RS yang sanagt diperlukan untuk mendukung terjadinya pencatatan dan pelaporan yang akurat dan tepat waktu. |
———————————————– ———————————————– > Penyusunan Rencana Strategis untuk RS > Pelatihan Sistem Akuntansi Rumah Sakit berbasis SAK > Aplikasi Sistem Billing dan Rekam Medis Berbasis Open System |
Laporan Kegiatan Sebelumnya: ——————– Liputan Seminar Harapan Direktur terhadap Perilaku Dokter Spesialis dan Dokter di RS Puri Indah dalam Konteks Sistem Kontrak Kerja————————————————————– Transferworkshop Beijing-Bericht Liputan Seminar Tahunan VI Pateint Safety Kongres XII PERSI |
|
Aktivitas Mutu Klinis —– Aktivitas Mutu Keperawatan —- Manajemen SDM —– Manajemen Keuangan —- Manajemen Fisik —– Hukum Kesehatan
Manajemen Teknologi Informasi —– Asuransi Kesehatan —– Manajemen Pemasaran —– Strategi, Struktur & Budaya Organisasi |
abimmmmmm
Workshop Penyusunan Laporan Keuangan Rumah Sakit BLUD
———-Maumere-PKMK. Setelah sukses mengadakan workshop penyusunan laporan keuangan rumah sakit BLUD tahap I di Hotel T-More Kupang pada 28 Januari 2013 sampai dengan 30 Januari 2013 yang lalu, PKMK FK UGM kembali mengadakan workshop penyusunan laporan keuangan rumah sakit BLUD tahap II. Workshop ini memberikan materi yang serupa dengan workshop sebelumnya, tetapi diadakan di tempat yang berbeda dan peserta yang berbeda pula. ———-Workshop tahap II ini diselenggarakan pada 7 Februari 2013 sampai dengan 30 Februari 2013 di Hotel Pelita Maumere. Workshop dihadiri oleh 10 peserta dari lima rumah sakit daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang berlokasi di Pulau Flores. Para peserta antara lain berasal dari RSUD TC Hillers Maumere, RSUD Larantuka, RSUD Ende, RSUD Ruteng dan RSUD Bajawa. Workshop ini menghadirkan narasumber yang sama dengan workshop sebelumnya yakni Dr. Anastasia Susty Ambarriani M.Si., Akt. , Yos Hendra SE, MM, Ak. dan Barkah Wahyu Prasetyo SE, Ak.
———-Kegiatan workshop untuk mendukung kegiatan yang diharapkan dari luaran PML yaitu mempersiapkan 11 RSUD di NTT menjadi BLUD. Sesuai amanah Undang-Undang No 44 tahun 2009, tentang Rumah Sakit pasal 7 dan pasal 20, maka seluruh rumah sakit pemerintah harus dijalankan dengan menggunakan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Sebagai BLUD, maka RSUD diharuskan menyusun laporan keuangan berbasiskan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Sesuai dengan amanat peraturan Permendagri No. 61 Tahun 2007, Pasal 116 dan Pasal 117 yang menjelaskan Akuntansi dan pertanggungjawaban BLUD untuk keuangan. ———-BLUD sebagai sebuah badan usaha dapat dikatakan telah dikelola secara baik bila telah memenuhi prinsip-prinsip independen, responsibel, transparan dan akuntabel. Guna diperolehnya laporan pertanggungjawaban yang memenuhi standar akuntansi keuangan yang lazim tersebut, diperlukan adanya suatu penelaahan (review) terhadap sistem informasi akuntansi yang ada agar selaras dengan tujuan dan pelaporan keuangan organisasi.
———-Pada workshop kali ini, antusiasme peserta terlihat dari diskusi yang aktif, baik antar peserta maupun dengan narasumber. Workshop diisi dengan konsep-konsep dasar disertai latihan penyusunan laporan keuangan yang memberikan pada peserta kesempatan untuk memahami secara praktek. Dikarenakan sudah terbiasa menggunakan standar akuntansi pemerintahan (SAP) dalam kegiatan rutinitas kerjanya, peserta sedikit mengalami kesulitan dalam latihan penyusunan laporan keuangan berbasis SAK, meskipun demikian mereka tampak bersemangat dalam berusaha memahami standar penyusunan laporan keuangan berbasis SAK. ———-Dalam workshop ini, peserta diminta untuk menyusun chart of account (COA) atau Kode Rekening masing-masing rumah sakit, dan latihan penyusunan laporan keuangan, yaitu Neraca, Laporan Operasional dan Laporan Arus Kas. Format workshop yang berbentuk diskusi dan pemaparan hasil latihan, diharapkan mampu memberikan kesan mendalam untuk peserta sehingga dapat selalu mengingat hal-hal yang tidak tepat dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dalam workshop kali ini, sehingga tidak terulang pada saat ketika benar-benar menjalankannya nanti. Harapan dari diselenggarakannya workshop ini, antara lain agar peserta dapat memahami sistem informasi akuntansi rumah sakit, peserta dapat memahami dan mampu untuk menyusun laporan keuangan berbasis SAK sesuai amanah Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Badan Layanan Umum Daerah. |
———————————————– ———————————————– > Penyusunan Rencana Strategis untuk RS > Pelatihan Sistem Akuntansi Rumah Sakit berbasis SAK > Aplikasi Sistem Billing dan Rekam Medis Berbasis Open System
|
Laporan Kegiatan Sebelumnya: ——————– Workshop Penyusunan Laporan Keuangan Rumah Sakit BLUD Sharing hasil kegiatan AIPMNH di Kupang Liputan Seminar Harapan Direktur terhadap Perilaku Dokter Spesialis dan Dokter di RS Puri Indah dalam Konteks Sistem Kontrak Kerja Transferworkshop Beijing-Bericht Liputan Seminar Tahunan VI Pateint Safety Kongres XII PERSI |
|
Aktivitas Mutu Klinis —– Aktivitas Mutu Keperawatan —- Manajemen SDM —– Manajemen Keuangan —- Manajemen Fisik —– Hukum Kesehatan
Manajemen Teknologi Informasi —– Asuransi Kesehatan —– Manajemen Pemasaran —– Strategi, Struktur & Budaya Organisasi |
35 bayi di RSSA Malang terlahir ambigous
“Artinya, pada tiga bulan pertama kehamilan, sang ibu tidak mengontrol asupan gizi dan makanannya, bahkan pola makannya tidak seimbang,” kata Guru Besar Ilmu Genetika Molekuler Fakultas MIPA Universitas Brawijaya (UB) tersebut. Seharusnya, kata Fatchiyah, pola makan dan konsumsi ibu hamil sebagai asupan gizi janin seimbang terutama pada triwulan pertama kehamilan, sebab pada triwulan kedua merupakan tahapan pembentukan profil. Ia mengatakan, perubahan “sex-reversal male to female” ini akibat adanya kelainan gen-gen pada awal perkembangan embrio saat setelah terjadi fertilisasi sel telur oleh sperma. Menurut dia, gen-gen ini bukan pada kromosom kelamin, tapi pada kromosom autosomal, dan apabila perubahan ini berlangsung pada tri semester pertama kehamilan akan memperngaruhi penentuan kelamin embrio dalam kandungan pada trisemester kedua dan selanjutnya.Ia mengemukakan, kelainan ekspresi pada gen-gen trisemester pertama kehamilan dapat pula menyebabkan kelenjar adrenal tidak berfungsi sebagimana mestinya dalam menyediakan kebutuhan nutrisi dan energi yang diperlukan untuk tumbuh kembang janin dalam rahim ibu (prenatal) maupun awal kelahiran (postnatal). “Oleh karena itu, pola makan pada triwulan pertama tidak perlu diatur-atur dengan tujuan untuk mendapatkan jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Pola makan harus seimbang dan yang terpenting harus mengandung gizi tinggi demi tumbuh kembangnya janin agar tetap sehat,” katanya, menegaskan. Menyinggung upaya agar bayi yang terlahir ambigous itu bisa kembali sempurna, Fachiyah mengatakan, banyak cara dan treatment yang bisa dilakukan secara medis. “Untuk menyempurnakan kembali bayi-bayi yang terlahir ambigous ini ada ahlinya sendiri, saya hanya menangani genetikanya,” tandasnya. Sumber: antaranews.com
|
———————————————– ———————————————– > Penyusunan Rencana Strategis untuk RS > Pelatihan Sistem Akuntansi Rumah Sakit berbasis SAK > Aplikasi Sistem Billing dan Rekam Medis Berbasis Open System
|
Berita Sebelumnya: ——————– Posted on: Selasa, 12-02-2013 Penuhi Target SJSN, Tempat Tidur RS Ditambah 16.500 Posted on: Selasa, 12-02-2013 Posted on: Senin, 11-02-2013 |
|
Aktivitas Mutu Klinis —– Aktivitas Mutu Keperawatan —- Manajemen SDM —– Manajemen Keuangan —- Manajemen Fisik —– Hukum Kesehatan
Manajemen Teknologi Informasi —– Asuransi Kesehatan —– Manajemen Pemasaran —– Strategi, Struktur & Budaya Organisasi |
Penuhi Target SJSN, Tempat Tidur RS Ditambah 16.500
![]() Untuk itu, Kementerian Kesehatan diminta menyusun sistem informasi terpadu yang secara online memperbarui basis data terperinci tentang pusat-pusat layanan kesehatan, baik rumah sakit (RS) maupun puskesmas. “Saya harapkan sistem ini selesai pada 2013, agar bisa kita pakai untuk mengambil keputusan,” kata Wakil Presiden Boediono saat memimpin rapat pelayanan kesehatan di kantornya Jakarta, akhir pecan lalu. Sistem informasi akurat mengenai sekolah sudah tersedia di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Langkah serupa juga diharapkan dapat dilakukan Kemenkes. Sistem informasi kesehatan itu berisi data rinci mengenai jumlah dokter, tenaga medis, persediaan obat, kapasitas, maupun lokasi dilengkapi dengan koordinat geospasial dan foto terakhir. Kemenkes bersama-sama Kementrian Dalam Negeri harus merumuskan pembagian peran pusat dan daerah secara jelas.”Ini penting karena akan ada integrasi antara Jaminan kesehatan secara nasional dan yang diselenggarakan daerah,” kata Wapres. Pembagian peran itu juga menyangkut beban anggaran. Misalnya, untuk setiap satu rupiah dana yang dikeluarkan pusat, bisa saja ada kontribusi dalam jumlah tertentu dari pemerintah daerah.”Tentu ini harus kita sesuaikan dengan kemampuan masing-masing daerah,”tutur Wapres. Menteri Koordinator Menteri Agung Laksono pada kesempatan yang sama mengatakan, belum semua daerah mampu menjalankan SJSN. “Nanti akan ada sekitar 86 juta orang yang menggunakan SJSN,” kata Agung. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, untuk kapasitas RS, pemerintah akan menambah kapasitas sebanyak 16.500 tempat tidur pada 2013 ini. Upaya pemenuhan dilakukan dengan menimbang tingkat utilitas RS atau bed occupancy ratio (BOR). Jika BOR di satu kabupaten atau kota masih rendah, maka belum menjadiprioritas walaupun menurut perhitungan masih ada kekurangan. Setelah ada tambahan 16.500 tempat tidur itu, pada 2013 pemerintah menghitung masih ada kekurangan 70.421 tempat tidur. Kekurangan ini rencananya akan dipenuhi pada 2014. “Kita harus mempersiapkan dari sisi pasokan yang menjadi tanggung jawab pemerintah seperti pasokan dokter, tenaga medis, infrastruktur, obat-obatan, aturan dan ketentuan,” kata Agung. Sumber: pdpersi.co.id |
Baca Juga Berita Sebelumnya |
Banyak Rumah Sakit Lebih Mementingkan Profit
![]() Menurut Anggota Komisi Kesehatan dan Ketenagakerjaan Komisi IX DPR Poempida Hidayatulloh, sebaiknya pertolongan awal dapat dilakukan oleh rumah sakit tanpa harus memikirkan administrasi biaya. “Kondisi rumah sakit harus siap menerima siapa pun yang membutuhkan pertolongan, jika memang situasinya darurat,” ujarnya, Senin (11/2/2013). Dia menilai karena sifatnya hanya pertolongan pertama maka wajib menolong, jika kemudian perawatan selanjutnya dapat diarahkan ke rumah sakit yang memang menjadi tanggung jawab pemerintah. “Jika memang si pasien tidak mampu bayar, biayanya dapat dibukukan sebagai CSR [corporate social responsibility] rumah sakit itu,” tuturnya. Poempida mencontohkan kasus meninggalnya mahasiswi UI, Annisa Azward akibat tidak mendapat pertolongan secara maksimal dari RS Atmajaya Pluit setelah melompat dari angkutan kota, karena takut jadi korban penculikan. Anisa ditolak oleh RS Atmajaya Pluit karena tidak dapat membayar uang muka sebesar Rp12 juta, lalu dipindahkan ke RS Koja Jakarta Utara milik pemerintah, sehingga penanganan terlambat dan akhirnya menghembuskan nafas terakhir. “Seharusnya pihak rumah sakit swasta tidak menomersatukan uang jaminan, tapi pertolongan pertama terhadap korban yang utama,” ungkapnya. Sumber: solopos.com |
Baca Juga Berita Sebelumnya |
April, Penilaian BLUD RSUD Solo Ditarget Rampung
![]() Dengan status BLUD, RSUD Solo bisa otonom dalam pengambilan kebijakan, terutama yang terkait dengan pelayanan. “Penilaian BLUD itu kemungkinan April bisa diselesaikan. Tim sudah bekerja. Ada teknis dan nonteknis yang dinilai tim. BLUD ini bisa mendorong kepada RSUD agar memiliki otoritas. Misalnya ada infus habis, RSUD bisa langsung beli tanpa harus menunggu. Dengan BLUD itu sebenarnya memberi keleluasaan bagi RSUD untuk percepatan pelayanan,” tegas Budi saat dijumpai wartawan, akhir pekan kemarin, di Akademi Perawat Nasional Solo. Tipe C Terpisah, Ketua Komisi IV DPRD Solo, Teguh Prakosa, mengatakan dengan status BLUD, RSUD Solo bisa lebih profesional, tidak lagi mengandalkan APBD. Selain itu, Teguh berharap pelayanan RSUD Solo bisa seperti rumah sakit-rumah sakit swasta lainnya yang mampu berkembang secara mandiri. “Penilaian itu berlangsung tiga bulan. Kalau selama tiga bulan tidak ada progres dari Pemkot, BLUD tetap jalan. Artinya penilaian itu selesai atau tidak, BLUD tetap harus jalan,” tandas Teguh. Selesainya penilaian BLUD itu, menurut Teguh, akan berbarengan dengan terbitnya tipe RSUD Solo itu. Dia menerangkan dengan fasilitas yang ada saat ini, RSUD itu berpotensi menjadi RSUD tipe C. “Sekarang problemnya, kalau itu [RSUD] tidak BLUD, saat butuh perawat atau dokter harus rekrutmen pegawai lewat BKD [Badan Kepegawaian Daerah]. Dengan BLUD, RSUD bisa otonom, bisa merekrut pegawai dan sebagainya,” paparnya. Kini, alokasi anggaran dari APBD masih penuh. Namun, Teguh lupa nilai anggaran untuk RSUD Solo 2013. Teguh menegaskan dengan BLUD diharapkan target pendapatan yang diperoleh bisa meningkat dari semula Rp600 juta menjadi lebih dari Rp1 miliar. Sumber: solopos.com |
Baca Juga Berita Sebelumnya |
Atap Rusak dan Bocor, Puluhan Bayi di RSUD Dievakuasi
![]() Puluhan bayi tersebut awalnya berada di Kamar B, Ruang Markisa lalu dievakuasi ke Kamar C dan D di ruang yang sama karena bagian atapnya bocor setelah hujan deras dan angin kencang yang membuat atap salah satu ruangan di RSUD rusak. Proses evakuasi dilakukan, tak berapa lama ketika hujan deras mengguyur dan menyebabkan atap Ruang Markisa bagian teras ambruk, sedangkan bagian ruang tengah dan Kamar B yang ketika itu berisi sekitar 20 bayi bocor. Ridwan Nurdika (38), warga Sukaluyu yang merupakan keluarga salah seorang pasien di ruangan tersebut menuturkan, kejadian tersebut terjadi pada Minggu siang. Ia melihat bagian atap teras sudah ambruk, khawatir dengan kondisi anaknya, Ridwan langsung masuk ke Ruang Markisa untuk memastikan keadaannya. “Kami kecewa dengan kondisi ini, seharusnya bukankah ada pengawas tentang hal ini. Misalnya ada bangunan yang sudah rusak kan sebaiknya langsung cepat ditangani. Apalagi ini di ruang bayi dan anak,” tuturnya. Ridwan berharap RSUD bisa segera menangani hal ini dan tidak terjadi lagi. Evakuasi dilakukan setelah sejumlah keluarga pasien mendesak. “Ke depan kami harap jika ada kejadian yang sama pihak RSUD bisa menenangkan dan memastikan kepada para keluarga pasien, bahwa ruangan yang digunakan untuk perawatan ataupun penyimpanan anak kami sudah aman, lebih reaktiflah,”katanya. Sementara itu, Kepala Teknik Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPSRS) Edi Sutanto membenarkan peristiwa tersebut. Namun, ia membantah, RUSD tidak mengetahui kerusakan atap sebelumnya. Ia mengatakan ruangan tersebut sudah dalam penanganan dan tahap perbaikan. “Kejadiannya,setelah hujan dan angin kencang. Bagian atap teras ruangan ini, ambruk, sedangkan bagian tengah ruang dan Kamar B bocor. Untuk bagian tengah ruangan dan Kamar B, terpaksa kita ambrukkan untuk perbaikkan,” tuturnya. Edi memastikan, Kamar C dan D yang digunakan untuk evakuasi puluhan pasien aman dan layak digunakan. “Ruangan tersebut aman. Untuk antisipasi, kita akan menyiapkan ruangan lain, bisa di Ruang Delima. Tapi, ruang yang digunakan saat ini, aman,” ujarnya. Edi juga mengimbau kepada keluarga pasien untuk tetap tenang. Apabila terjadi hal serupa, diharapkan pihak keluarga tidak panik dan mengutamakan keselamatan pasien. Sumber: pikiran-rakyat.com |
Baca Juga Berita Sebelumnya |
Legislator Sesalkan RS Atmajaya Tolak Mahasiswi UI
![]() “Nasib Anisa yang ditolak oleh RS Atmajaya Pluit karena tidak bisa memberikan uang muka sebesar Rp12 juta yang kemudian menghembuskan nafas terakhir di RS Koja, Jakarta Utara, sangat menyedihkan dan menjadikan kita pilu,” kata Okky Asokawati melalui pesan singkat di Jakarta, Minggu (10/2). Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengatakan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia memerlukan perubahan bahkan suatu terobosan. Menurut Okky, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 29 huruf (f ) menyebutkan rumah sakit harus melaksanakan fungsi sosial dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu atau miskin serta pelayanan gawat darurat tanpa uang muka. “Namun, dalam praktiknya undang-undang yang sudah demikian adil ternyata mandul. Tidak berfungsi sama sekali,” ujarnya. Dia mengatakan undang-undang terasa tidak memiliki gigi karena pemerintah belum juga membuat peraturan pemerintah (PP) sebagai aturan turunan atau pelaksana. Akibatnya, kata dia, tidak ada sanksi atau konsekuensi yang jelas bagi rumah sakit yang melanggar undang-undang tersebut. “Kinerja pemerintah terkait dengan pembuatan berbagai PP memang seperti jalan di tempat. PP amanah UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial saja yang seharusnya sudah selesai November 2012 yang lalu sampai saat ini belum terlihat batang tubuhnya,” tuturnya. Namun, terlepas dari lemahnya aturan dari pemerintah, Okky menilai Rumah Sakit Atmajaya Pluit tetap telah melakukan pelanggaran terhadap UU Rumah Sakit. “Saya tidak memiliki informasi apakah Annisa memiliki KTP Jakarta atau tidak. Kalau dia memiliki KTP Jakarta, tetapi tetap ditolak rumah sakit, maka tentu lebih mengenaskan lagi. Kalau dia tidak memiliki KTP Jakarta, Rumah Sakit Atmajaya Pluit tetap melanggar UU,” pungkasnya. Sumber: antarasumbar.com |
Baca Juga Berita Sebelumnya |
Kekurangan Dana, Pelayanan di RSUD WZ Johanes Buruk
![]() Terlebih setelah kematian Gregorius Seran, pasien yang dipulangkan oleh pihak RSUD karena menggunakan Jaskesmas, dengan dalih masa berlaku kartu tersebut sudah habis. Menanggapi hal ini Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTT, Hendrik Rawambaku, mengatakan, salah satu alasan belum maksimalnya pelayanan RSUD karena dana tahun 2013 sebesar Rp 113 miliar belum dicairkan. Apalagi, RSUD harus nombok dana pelayanan kesehatan menggunakan askes, jamkesmas, dan jamkesda sebesar Rp 70 miliar. “Dananya belum cair. Dana jamkesmas, Askes dan Jamkesda hanya sebesar Rp 53 miliar, sehingga harus nombok Rp 70 miliar,” katanya. Hendrik Rawambaku menilai RSUD Johanes Kupang adalah rumah sakit rujukan, sehingga pasien yang dirawat di situ seharusnya pasien rujukan dari rumah sakit Kabupaten/kota, namun kenyataannya RSUD juga melayani pasien umum di Kota Kupang. “Sesuai hasil peninjauan di RSUD, ternyata mereka masih melayani pasien umum. Padahal, RSUD adalah rumah sakit rujukan,” katanya kepada wartawan, Kamis, 31 Januari 2013. Terkait kematian Gregorius Seran, jelasnya, Gregorius adalah pasien kanker stadium akhir dari Atambua yang dikirim ke Kupang, sehingga tidak bisa tertolong lagi. “Tidak ada yang salah dalam pelayanan di RSUD Johanes Kupang,” katanya. Sepekan terakhir ini, RSUD Johanes Kupang mendapat sorotan dari berbagai kalangan karena buruknya pelayanan dan penolakan terhadap pasien kanker yang menewaskan Gregorius Seran dan terlantarnya, Viktoria Polce Teon, serta terlantarnya pasien cuci darah, karena ketiadaan selang. Dia mengakui RSUD masih kekurangan, terutama sarana prasarana dan dokter. Namun, RSUD tidak pernah menolak pasien yang berobat ke rumah sakit itu. “Tidak ada alasan untuk menolak pasien,” katanya. Sumber: kabarindonesia.com |