manajemenrumahsakit.net, Sumedang – RSUD Sumedang akan membuka jenis pelayanan baru. Pelayanan tersebut adalah home care yaitu pelayanan medis yang tidak dilakukan di rumah sakit melainkan dilakukan di rumah.
Meski begitu, layanan ini belum akan diluncurkan sebelum bupati menyetujui tarif jenis pelayanan ini yang akan dituangkan dalam peraturan bupati.
manajemenrumahsakit.net :: Jakarta – Dukungan dokter spesialis di setiap bidang kesehatan dan sejumlah rumah sakit ternama telah menjadikan Singapura sebagai salah satu negara yang menjadi destinasi kesehatan di Asia. Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan Negeri Singa ini di peringkat keenam dari 191 negara yang memiliki sistem kesehatan terbaik.
Chief Operating Officer (COO) Mount Elizabeth Hospital Singapore Joycelyn Ling mengatakan, sebanyak 20 persen pasien Mount Elizabeth berasal dari Indonesia. Angka tersebut menjadikan warga negara Indonesia sebagai pasien terbanyak kedua yang berobat di Mount Elizabeth setelah masyarakat Singapura. Pasien dari Indonesia yang berobat di rumah sakit tersebut kebanyakan penderita kanker dan jantung.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No 61/2007 tentang PPK-BLUD mengamanatkan bahwa BLUD harus dievaluasi pada tahun ketiga pelaksanaannya untuk menentukan apakah sudah berjalan dengan baik atau tidak. Hasil evaluasi ini kemudian menjadi dasar bagi penetapan status BLUD selanjutnya, apakah tetap BLUD (penuh atau bertahap) atau statusnya dicabut dan kembali menjadi SKPD biasa. Sebuah RS di kawasan Sumatera melaksanakan evaluasi terhadap implementasi BLUD yang baru berjalan selama kurang lebih enam bulan. dari hasil evaluasi ini ditemukan beberapa praktek yang tidak sesuai dengan falsafah BLUD, sehingga harus segera dibenahi. Apa saja temuan tim evaluator? Silakan simak selengkapnya disini. Anda juga bisa melihat instrumen evaluasi yang digunakan pada proses ini.
Dari hasil kunjungan lapangan ini, dapat disimpulkan bahwa:
RS belum mengimplementasikan PPK-BLUD dengan benar sesuai dengan amanah Permendagri yang disebabkan karena faktor internal maupun faktor eksternal:
Faktor internal: SOP keuangan masih terlalu rigid sehingga RSUD belum bisa sepenuhnya memanfaatkan fleksibilitas pengelolaan keuangan BLUD
Faktor eksternal: SIMDA belum bisa memfasilitasi kebutuhan perencanaan BLUD (RBA) dan Peraturan Kepala Daerah yang masih rigid khususnya dalam masalah jenjang nilai pengadaan.
Meskipun baru berjalan enam bulan, evaluasi terhadap pencapaian target pada kuartal pertama menunjukkan keberhasilan. Ada dua kemungkinan untuk hal ini, yaitu target ditetapkan terlalu rendah (RS kurang percaya diri saat menyusun perencanaan) atau data yang digunakan untuk memproyeksikan target belum menggambarkan pola yang sesungguhnya (data untuk perencanaan terbatas). Untuk itu, pada perencanaan tahun berikutnya (RBA tahun 2015), beberapa target pencapaian perlu mendapat koreksi.
RSUD telah melakukan pemantauan terhadap pencapaian SPM secara rutin. Pemantauan terhadap data sampai dengan April 2014 menunjukkan bahwa sebagian indikator SPM telah tercapai, antara lain jenis pelayanan, waktu tunggu pelayanan di IGD, IRJA, IRNA maupun operasi elektif, kejadian infeksi pasca operasi dan transfusi darah, dan berbagai indikator penting lainnya. Namun demikian, masih banyak hal yang membutuhkan perbaikan karena pencapaiannya masih di bawah standar. Misalnya kemampuan menangani live saving dan sertifikasi untuk petugas di IGD masih kurang dari 90%, belum ada tim penanggulangan bencana, kematian pasien > 48 jam, belum ada tim PONEK terlatih, dan belum semua penulisan resep sesuai formularium. Namun pengamatan terhadap semua instalasi pelayanan menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan diseluruh bagian RS ini masih belum mencapai target.
Hasil investigasi menunjukkan bahwa alasan ketidakpuasan pasien antara lain pelayanan yang lambat, petugas kurang ramah bahkan terkesan angkuh, ruangan kotorperawat jarang mengontrol kondisi pasien di malam hari, kamar mandi yang jorok, hingga pasien yang diminta untuk bolak balik ke pelayanan, sehingga mengesankan pelayanan yang belum efisien dan belum berorientasi pada pengguna.
RS ini merencanakan penambahan 150-200 TT lagi. Pembangunan kapasitas tambahan ini ditargetkan selesai pad apertengahan tahun depan. Jika dibandingkan dengan proyeksi pengguna pada perencanaan dengan realisasinya, maka nampak bahwa cukup banyak target yang telah melampaui 30% pada kuarter pertama ini. Hal tersebut menimbulkan optimisme bahwa target pelayanan akan tercapai bahkan terlampaui di akhir tahun 2014.
Salah satu perubahan signifikan yang terjadi dibandingkan dengan data sebelumnya adalah proporsi pasien. Tahun lalu pasien umum (fee for service) jumlahnya lebih dari 30%, saat ini proporsinya berkurang menajdi sekitar 25%. Diperkirakan hal ini juga berpengaruh terhadap tingkat penggunaan RS oleh masyarakat.
Namun sayangnya frekuensi rapat koordinasi internal RS khususnya di level direksi masih kurang. Banyak masukan termasuk dari masyarakat/pasien yang belum ditindaklanjuti karena kurangnya arahan dan supervisi dari atas. Berbagai masalah sistem maupun teknis yang wajar terjadi pada awal pelaksanaan BLUD kurang mendapat perhatian. Hal ini berdampak pada konflik antar-bagian yang terkait. RS masih membutuhkan pihak yang berperan sebagai penengah dalam konflik internal dan yang mengarahkan bagaimana respon RS terhadap berbagai masalah tersebut. Peran ini sebenarnya ada pada direktur RS.
Evaluasi ini dilakukan di salah satu RS milik pemerintah. Kunjungan lapangan dilaksanakan pada minggu kedua Agustus 2014. Saat persiapan, seluruh dokumen persyaratan BLUD sudah dipersiapkan dengan baik oleh POKJA RS, demikian juga dengan RBA. Bahkan RSUD juga telah menyiapkan draft beberapa peraturan kepala daerah yang diperlukan untuk pelaksanaan BLUD, antara lain peraturan tentang pedoman keuangan RS. Namun sebagaimana banyak terjadi di RSUD lain yang telah ditetapkan sebagai BLUD, RSUD ini juga masih menyusun RKA. Alasan yang dikemukakan adalah karena SIMDA masih menuntut entry dilakukan per rekening.
RS merasa memiliki bargaining power yang kecil, karena dari Rp 100M pendapatannya, yang merupakan pendapatan dari jasa pelayanan hanya sebesar Rp 10M atau 10%. Jika suatu saat proporsi pendapatan RS sudah lebih tinggi, misalnya di atas 50% maka RS merasa akan memiliki bargaining power yang lebih besar dan saat itulah RS akan menegosiasi aplikasi SIMDA agar sesuai dengan kebutuhan RS yang BLUD.
Pandangan ini tidak sepenuhnya benar, sebab proporsi pendapatan RS tidak semata dilihat dari jasa layanan. Sebagai RS pemerintah, maka banyak biaya di RSUD yang memang merupakan kewajiban pemerintah. Contoh Dinas Kesehatan tidak melayani pasien sehingga tidak ada pendapatan. Namun Dinkes tetap menerima gaji, alkasi untuk bahan habis pakai, pemeliharaan dan sebagainya. Dalam hal ini 100% pendapatannya berasal dari APBD. Demikian juga dengan SKPD-SKPD lain yang tidak memiliki pendapatan dari jasa layanan. Dengan demikian, RSUD sebagai salah satu SKPD juga memiliki hak yang sama dengan SKPD lain, ada atau tidak ada pasien gaji PNS, bahan habis pakai, pemeliharaan dan berbagai pengeluaran rutin lainnya merupakan kewajiban pemerintah. Sehingga, yang digunakan sebagai ukuran untuk menghitung proporsi pendapatan RS bukan Rp 100 M melainkan biaya barang dan jasa. Dari Rp 100 M anggaran RS, rinciannya adalah: Rp 50M untuk bahan habis pakai, Rp 30M untuk barang dan jasa, Rp 5M untuk gaji pegawai dan 15M untuk biaya tidak langsung. Dengan demikian, yang digunakan untuk mengukur kemampuan RS dalam memperoleh pendapatan adalah biaya tidak langsung sebesar Rp 30M. Dari jumlah ini, 10M (atau 30% diantaranya) berasal dari pendapatan jasa layanan. Setelah menerapkan PPK-BLUD, diestimasikan biaya ini bisa lebih dihemat menjadi sekitar Rp 25-28M. Dengan demikian, penyamaan mindset diantara pengelola RSUD masih perlu dilakukan.
Laporan keuangan yang dibuat oleh RS ini masih berbasis SAK. Pemimpin RS harus mencari solusi mengenai masalah ini dengan membuat kesepakatan dengan Bagian Keuangan Pemda. Prinsipnya BLUD adalah untuk mempermudah birokrasi pelayanan pada masyarakat, bukan untuk membuatnya menjadi tambah rumit.
Saat ini, RSUD telah memiliki peraturan kepala daerah mengenai jenjang nilai pengadaan barang dan jasa. Selain itu, RSUD juga telah membuat SOP penatausahaan keuangan RS. Masalahnya adalah aturan ini justru lebih rigid dan rumit dibandingkan dengan sebelum BLUD. Contoh untuk pembelian obat-obatan sebesar Rp 2 juta saja SPJ yang harus disiapkan banyak sekali. Dari sini terlihat bahwa penyusunan peraturan kepala daerah dan SOP tersebut masih menggunakan mindset birokrasi yang justru menghambat kecepatan pelayanan. Oleh karena itu, revisi terhadap peraturan dan SOP tersebut mutlak segera dilakukan.
Sesuai dengan amanat UU No. 44/2009, RSUD ini ditetapkan sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Setelah ditetapkan, kedua RS tersebut diberikan fleksibilitas sebagai BLUD penuh. Namun sesuai dengan amanat Permendagri No. 61 Tahun 2007, fleksibilitas yang diberikan harus dibarengi dengan akuntabilitas lembaga, dimana kedua rumahsakit ini harus dapat membuktikan kinerjanya setelah ditetapkan sebagai BLUD. Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa RSUD ini merupakan lembaga publik yang dalam operasional maupun pengembangannya sebagian menggunakan dana publik (APBD, APBN) yang harus dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu, saat ditetapkan sebagai BLUD, RSUD ini telah dilengkapi dengan ukuran-ukuran kinerja yang dapat dievaluasi sebagai salah satu bentuk pertanggungjawabannya. Kinerja yang dimaksud meliputi kinerja pelayanan, kinerja keuangan dan kinerja manfaat.
Kinerja pelayanan dapat diukur dari pencapaian volume dan mutu pelayanan klinis yang dilakukan di berbagai instalasi, dengan membandingkan antara perencanaan yang terdapat di Rencana Strategis Bisnis dengan pencapaian pada saat dilakukannya evaluasi. Selain itu, kinerja mutu juga dapat diukur dari pencapaian indikator-indikator SPM. Namun sebagai standar minimal, indikator SPM ini berfungsi untuk menjaga agar mutu pelayanan RSUD tidak berada di bawah batas toleransi yang berkaitan dengan keselamatan pasien.
Kinerja keuangan dapat diukur dari pencapaian indikator-indikator keuangan yang telah ditetapkan pada perencanaan (Rencana Strategis Bisnis). Indikator ini tidak selalu berbicara mengenai berapa pendapatan yang bisa diperoleh RS dalam melayani pasien, namun juga berapa penghematan yang berhasil dilakukan melalui proses yang lebih efisien. Selain itu, kinerja keuangan secara teknis juga dapat dilihat dari penerapan Permendagri 61/2007, antara lain penggunaan informasi unit cost pelayanan sebagai dasar penetapan tarif, penggunaan RBA untuk menyusun anggaran dan sebagainya. Jenis ukuran yang akan dievaluasi tergantung pada jenis indikator kinerja keuangan yang ditetapkan pada RSB masing-masing RS.
Kinerja manfaat dapat dilihat antara lain dari jenis-jenis pelayanan yang dikembangkan setelah menerapkan PPK-BLUD, sehingga dengan adanya jenis layanan ini masyarakat tidak perlu mencari pelayanan sejenis ke luar daerah, dan sebagainya. Selain itu, kinerja manfaat juga dapat dilihat dari trend masyarakat miskin yang dapat dilayani di RSUD ini.
Ketiga ukuran kinerja tersebut telah tertuang dalam dokumen persyaratan BLUD khususnya RSB dan SPM, sebagai janji RSUD maupun kepala daerah kepada masyarakat daerah ini untuk meningkatkan pelayanan publik, dalam hal ini pelayanan kesehatan di rumah sakit. Dengan dilakukannya pengukuran atau evaluasi terhadap pencapaian dari ketiga kelompok kinerja tersebut, maka kedua RSUD akan dapat membuktikan kepada pemerintah dan masyarakat bahwa ada progress perbaikan kinerja RSUD setelah ditetapkan sebagai BLUD, meskipun mungkin belum semua target tercapai.
Tujuan
Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi pencapaian kinerja RSUD setelah ditetapkan sebagai BLUD dan membandingkannya dengan perencanaan pada RSB maupun rencana pencapaian SPM.
Tahapan Kegiatan
Kegiatan evaluasi kinerja dua RS yang melaksanakan BLUD diawali dengan cara penyusunan instrument penilaian oleh tim penilai, peninjauan lapangan, diskusi hasil peninjauan lapangan dan laporan hasil evaluasi
Penyusunan instrumen penilaian
Tim menyusun instrument untuk bisa digunakan dalam penilaian kinerja RS BLUD. Penyusunan instrumen berdasarkan kinerja pelayanan, kinerja manfaat dan kinerja keuangan. Kinerja pelayanan dapat dilihat dari masing-masing Rencana Strategis Bisnis RS. Kinerja manfaat dilihat dari SPM dan kinerja keuangan menggunakan dasar Permendagri No. 61/2007 yaitu melihat penyusunan laporan keuangan berdasarkan SAK, tarif berdasarkan unit cost, penganggaran disusun menggunakan RBA dan kinerja keuangan lainnya yang terdapat pada laporan keuangan.
Peninjauan lapangan dan diskusi
Peninjauan lapangan diperlukan untuk mengisi atau mencocokkan target kinerja pelayanan, keuangan dan manfaat yang ada pada perencanaan dengan pencapaian nyata RS, menggunakan instrumen yang telah disusun sebleumnya.Dari hasil peninjauan lapangan, tim melakukan diskusi internal dan dengan pihak RS, mengenai kesenjangan yang ada, serta mendiskusikan alternatif solusi yang dapat diambil untuk perbaikan atau peningkatan kinerja periode berikutnya.
Laporan hasil evaluasi
Tim menyusun laporan hasil evaluasi kinerja BLUD disertai dengan rekomendasi-rekomendasi yang perlu ditindaklanjuti oleh RSUD maupun stakeholders-nya.
1. Kunjungan Lapangan I ke RSCM Jakarta 6 Mei 2014
Pengantar:
Agar para peserta mendapatkan gambaran langsung bagaimana aplikasi manajemen Unit Pengiriman Residen, dibutuhkan kunjungan langsung ke lapangan. Dalam hal ini, salah satu RS yang terlibat dalam Program Sister Hospital NTT yaitu RSUP dr. Cipto Mangunkusumo.
Tujuan:
Memahami pengorganisasian Unit Pengiriman Residen di RSCM
Memahami manajemen Unit Pengiriman Residen di RSCM.
Memahami model MoU dan Kontrak pengiriman residen di RSCM
Memahami manajemen kinerja residen di RSCM
Permasalahan yang timbul , serta solusinya.
Kegiatan yang dilakukan adalah:
Bentuk pelatihan pada minggu ini terdiri dari:
On the job training dengan mempelajari penerapan pengorganisasian dan manajemen Unit Pengiriman Residen di RSCM langsung di lokasi pada 6 Mei 2014.
Peserta yang mengikuti Kunjungan Lapangan I ini adalah peserta yang berasal dari Jakarta dan sekitarnya (Bandung dan lain-lain).
2. MoU dan Kontrak Pengembangan Unit Pengiriman Residen dengan penyandang dana dan atau penanggungjawab program sebagai dasar pengiriman residen
Penanggung-jawab: DR. dr. Dwi Handono Sulistyo, MKes
Nara Sumber: Rimawati, SH, MHum
Pengantar:
Dasar kerja sama untuk pengiriman residen dituangkan dalam MoU dan Kontrak. Selama ini, yang sudah sering dilakukan adalah MoU. Dari aspek hukum, MoU saja tidak cukup. MoU harus disertai dengan Kontrak. Secara bertahap, diharapkan kontrak yang ada akan berbentuk Kontrak Berbasis Kinerja (Performance-based contracting).
Agar Unit Pengiriman Residen dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal, maka para peserta diharapkan mampu untuk memahami MoU, kontrak, dan hal-hal lain yang terkait.
Tujuan:
Memahami konsep umum MoU
Memahami konsep umum Kontrak dan Kontrak Berbasis Kinerja (Performance-based contracting)
Memahami persamaan dan perbedaan antara MoU dengan Kontrak
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam MoU dan Kontrak
Permasalahan yang timbul dalam MoU dan Kontrak, serta solusinya.
Kegiatan yang dilakukan adalah:
Bentuk pelatihan pada minggu ini terdiri dari:
self learning dengan mempelajari berbagai materi yang tersedia, dan diskusi secara online/webinar pada hari Jum’at, (09/05/2014), jam 13.15 – 14.45 WIB.
Materi:
Minggu III: Konsep MoU dan Kontrak, serta aplikasinya untuk Unit Pengiriman Residen
Kami mengharapkan Anda dapat mempelajari secara mandiri (self learning) berbagai materi yang telah kami sediakan.
Penugasan
Para peserta menuliskan:
Model-model/jenis MoU pengiriman residen yang ada atau pernah ada
Model-model/jenis kontrak pengiriman residen yang ada atau pernah ada
Kendala yang ada dan solusi yang dilakukan.
Jawaban diharapkan dapat diterima oleh sekretariat blended learning melalui e-mail: [email protected] paling lambat tanggal 8 Mei 2014 pukul 24:00 WIB.
Kode untuk memberi nama file:
BL-ManajemenUPR-2014-03-XXX.doc
XXX=initial nama anda. Silahkan piih dan harap diberitahu ke pengelola.
Meskipun sudah disosialisasikan sejak 6-7 Maret 2014 dalam Seminar “Penggunaan residen sebagai tenaga medik untuk menyeimbangkan tenaga kesehatan di daerah sulit dalam era Jaminan Kesehatan Nasional” dan Workshop “Pengembangan Dukungan untuk Tim Residen oleh “Unit Pengiriman Residen” di RS Pendidikan/Fakultas Kedokteran” 7 Maret 2014 di Kampus Fakultas Kedokteran UGM, apa dan bagaimana latar belakang dan pentingnya pengembangan Unit Pengiriman Residen perlu dipahami oleh para peserta.
Selain itu, perlu dilakukan analisis kapasitas dan kesiapan masing-masing lembaga dalam mengembangkan Unit Pengiriman Residen. Penting juga dikaji, kendala-kendala apa yang terjadi dalam rencana pengembangan tersebut. Hal ini perlu dipertimbangkan mengingat selama ini pengiriman residen dilakukan secara terfragmentasi (tidak dalam satu unit yang terintegrasi).
Tujuan Kegiatan Minggu I:
Memahami latar belakang pentingnya pembentukan Unit Pengiriman Residen
Memahami situasi kapasitas dan kesiapan lembaga masing-masing untuk pembentukan Unit Pengiriman Residen
Memahami kendala-kendala awal rencana pembentukan Unit Pengiriman Residen.
Kegiatan yang dilakukan adalah:
Bentuk pelatihan pada minggu ini terdiri dari:
self learning dengan mempelajari berbagai materi yang tersedia, dan diskusi secara online/webinar pada hari Jum’at, (24/4/2014) jam 08.00 – 09.30 WIB.
Materi:
Minggu I: Strategi Pelaksanaan Pengembangan Unit Pengiriman Residen
Kami mengharapkan Anda dapat mempelajari secara mandiri (self learning) berbagai materi yang telah kami sediakan.
Penugasan
Para peserta menuliskan mengenai situasi yang terjadi:
Mengisi kuesioner self-assessment kapasitas dan kesiapan lembaga. Silakan
Melakukan analisis singkat terhadap hasil self assessment
Mengidentifikasi kendala-kendala dalam rencana pembentukan Unit Pengiriman Residen.
Menyusun kesimpulan dan solusinya.
Jawaban diharapkan dapat diterima oleh sekretariat blended learning melalui e-mail:[email protected] paling lambat tanggal 23 April 2014 pukul 24:00 WIB.
Kode untuk memberi nama file:
BL-ManajemenUPR-2014-01-XXX.doc
XXX=initial nama anda. Silahkan piih dan harap diberitahu ke pengelola.
Pelaksanaan blended learning ini membutuhkan kesiapan lembaga peserta untuk mengikuti kegiatan tersebut. Agar prosesnya nanti berjalan lancar, perlu dilakukan persiapan baik untuk pesertanya maupun persiapan peralatan teleconference dan penguasaan teknologi Webinar.
Langkah-langkah Kegiatan:
Peserta adalah dari RS Mitra A dan FK Mitra A dalam program Sister Hospital, dan dari RS atau FK lain yang mengikuti.
Persiapan bagi RS Mitra A dalam Sister Hospital:
1. Persiapan RS Mitra A dan FK untuk menjadi
Peserta Workshop 16 April 2014 diharapkan dapat melaporkan hasil workshop sekaligus mengusulkan pada pimpinan RS Mitra A dan FK untuk menunjuk peserta;
Bagi RS Mitra A dan FK yang tidak mengirimkan peserta saat Workshop 16 April 2014, akan diminta untuk menunjuk peserta melalui surat resmi dari PKMK FK UGM.
Selain peserta, RS Mitra A dan FK diminta untuk menunjuk pegawai yang akan ditugaskan sebagai tim pendukung (IT) proses blended learning.
Bagi peserta yang mengikuti Workshop 7 Maret 2014 yang lalu, diharapkan dapat melaporkan hasil self assessment kondisi awal lembaga kepada pimpinan masing-masing;
Bagi lembaga (RS Mitra A dan FK) yang tidak mengikuti Workshop 7 Maret 2014 yang lalu diminta untuk melakukan self assessment kondisi awal lembaga. Formulir akan dikirimkan bersamaan dengan Surat Permohonan Peserta dari PKMK. Hasil self assesment tersebut agar dikirimkan kembali kepada PKMK.
Jika dianggap perlu, tim PKMK akan melakukan cross-check baik melalui e-mail, tele-conference, webinar/skype, atau kunjungan lapangan.
3. Persiapan peralatan teleconference
Lembaga peserta diminta untuk menyiapkan kebutuhan peralatan teleconference yang dibutuhkan.
Kebutuhan yang memerlukan dukungan anggaran yang besar, diharapkan dapat diusulkan ke lembaga masing-masing.
4. Pelatihan untuk menguasai Webinar (sebagai peserta)
Sebelum tanggal 25 April 2014, akan dilakukan pelatihan untuk menguasai Webinar bagi tim pendukung (IT) masing-masing RS Mitra A dan FK di Yogyakarta.
Sebelum kegiatan webinar pertama, pada 25 April 2014 akan dilakukan gladi resik pelaksanaan webinar yang akan dipandu oleh tim PKMK FK UGM.
Secara teknis, setiap lembaga melalui contact person atau tim IT, akan dihubungi oleh Tim IT PKMK untuk pelaksanaan kegiatan tersebut.
Bagi para peserta dari RS atau FK lain:
Menyiapkan peralatan telekomunikasi dan memperdalam kemampuan mengikuti Webinar.