manajemenrumahsakit.net :: TANJUNGPINANG
Pejabat RSUD Banyumas Ikuti Uji BHD
manajemenrumahsakit.net :: BANYUMAS-Setiap pejabat di lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyumas diwajibkan mengikuti uji bantuan hidup dasar (BHD). Di antaranya ketrampilan untuk mempertahankan hidup pada saat penderita mengalami keadaan yang mengancam jiwa.
Direktur RSUD Banyumas dokter AR Siswanto Budiwioto MKes mengatakan kondisi mengancam jiwa bisa terjadi dimana saja, kapan saja dan bisa dialami siapa saja. Oleh sebab itu pejabat dan pegawai RSUD Banyumas sebagai petugas kesehatan harus bisa memberikan pertolongan saat terjadi keadaan yang mengancam jiwa seseorang.
Ia mengatakan uji kompetensi BHD bagi pejabat merupakan bagian rangkaian kegiatan dalam persiapan akreditasi Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) versi 2012 oleh tim surveyor internal rumah sakit.
Ujian wajib diikuti semua pejabat struktural maupun kepala instalasi baik yang berlatar belakang pendidikan kesehatan maupun yang nonpendidikan kesehatan. Uji kompetensi BHD di RSUD Banyumas dilakukan setiap Sabtu pagi oleh tim surveyor internal.
Pejabat yang belum trampil BHD harus mengulang dan harus dilatih kembali secara benar dan kontinyu dibimbing pelatih di ruang Laboratorium Skill rumah sakit tersebut. Tim surveyor internal RSUD Banyumas Ns Tulus Setiono SKep MPH mengatakan para pejabat RSUD yang setiap hari kerja tak melayani pasien tetap harus memiliki ketrampilan BHD.
Cuci Tangan
Menurut dia, seorang pejabat struktural atau fungsional RSUD Banyumas manakala sedang bekerja tiba-tiba staf atau tamunya mengalami pingsan harus bisa menolong dengan BHD. Ketrampilan BHD untuk pejabat rumah sakit merupakan bagian dari penilaian dan persyaratan akreditasi rumah sakit KARS versi 2012, yang akan dilaksanakan Juli 2015.
Di samping harus trampil BHD, para pejabat pun dituntut mahir cuci tangan yang benar sesuai standar Kementerian Kesehatan dan WHO, serta harus trampil menggunaan alat pemadam api ringan (APAR).
Banyak Pasien BPJS Ditolak RS Sepanjang 2014
manajemenrumahsakit.net :: DEPOK – Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengevaluasi pelaksanaan program tersebut sepanjang 2014. Sesuai evaluasi masih banyak pasien yang kurang memanfaatkan layanan primer di Puskesmas atau klinik.
“Pemanfaatan fasilitas kesehatan tingkat 1 sebesar 25 persen. Angka nasional itu sebenarnya sudah pas, tetapi ada daerah tertentu masih kurang, tentunya masing-masing daerah berbeda,” kata Direktur Pelayanan BPJS Fajriadi Nur di sela-sela peresmian Asosiasi Klinik Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), Cibubur, Depok, Minggu (22/2/2015).
Salah satu faktornya, diantaranya keterjangakauan masyarakat di daerah terpencil untuk pergi ke Puskesmas, atau mereka yang mengobati penyakitnya sendiri (self medicine). Ke depan, kata Fajriadi, peran Puskesmas akan ditingkatkan.
“Untuk daerah-daerah akses terpencil meningkatkan optimaliasasi di 2015. Semuanya harus ke fasilitas kesehatan tingkat I kecuali UGD langsung ke RS. Yang jadi problem adalah masyarakat ingin langsung akses RS pusat rujukan tersier,” paparnya.
Sumber: okezone.com
RSU Negara Hentikan Obat Anestesi Berbahaya
manajemenrumahsakit.net :: Negara (Antara Bali) – RSU Negara, Kabupaten Jembrana menghentikan obat untuk keperluan anestesi atau bedah yang gencar diberitakan berbahaya bagi pasien.
“Kebetulan obat untuk anestesi yang diberitakan berbahaya tersebut, habis satu bulan lalu. Untuk pengadaan yang baru, kami ganti dengan jenis obat yang lain,” kata Direktur RSU Negara dr Made Dwipayana, di Negara, Kamis.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan Jembrana dr Putu Suasta MKes mengaku, pihaknya belum mendapatkan surat edaran resmi dari dinas terkait di provinsi, maupun Kementerian Kesehatan untuk obat berbahaya tersebut.
Namun menurutnya, sejauh ini belum ada laporan dari keluarga pasien, apalagi sampai pasien meninggal dunia karena obat.
“Informasi yang kami terima hanya dari berita media massa, kalau imbauan atau larangan resmi belum ada. Tapi saya yakin, rumah sakit negeri maupun swasta sudah tahu informasi tersebut, sehingga lebih berhati-hati terhadap obat untuk anestesi,” katanya.
Selain itu, katanya, wewenang untuk menghentikan atau menyita obat ada pada BPOM, yang sampai saat ini belum turun ke Jembrana terkait hal tersebut.
Meski demikian, ia berjanji akan memantau ke rumah sakit, untuk memastikan pasien terlayani dengan baik, serta obat yang diberikan tidak berakibat fatal.
“Biasanya kalau ada obat yang berbahaya, pihak pabrik akan memberitahu distributornya untuk menarik peredaran dari rumah sakit. Dengan sistem informasi yang sudah canggih saat ini, saya kira tindakan tersebut bisa dilakukan dengan cepat,” ujarnya.
Untuk Puskesmas yang pengawasannya menjadi wewenang dinasnya, ia mengatakan, tidak menggunakan obat anestesi, karena memang tidak menangani bedah.(GBI)
Sumber: antarabali.com
Rumah Sakit di Yogya Tarik Obat Bius Kalbe Farma
manajemenrumahsakit.net :: Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul, Yogyakarta, hari ini telah menerima surat edaran perintah penarikan obat
BBPOM akan Tarik Obat Anestesi Dari RS di Lampung
manajemenrumahsakit.net :: BANDAR LAMPUNG — Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Provinsi Lampung akan menarik produk obat anestesi buvanest spinal yang beredar di seluruh rumah sakit negeri maupun swasta di Lampung.
Kepala BPOM Lampung Sumaryanta mengatakan BBPOM Lampung sudah mendapat surat edaran dari pusat untuk menarik produk obat anestesi buvanest spinal khususnya di rumah sakit di Lampung.
“BPOM Lampung telah menerima surat edaran dari pusat terkait (Buvenest Spinal) hari ini. Dan Insya Allah besok akan ditindaklanjuti, tim akan turun kelapangan untuk melakukan penarikan obat yang dimaksud sesuai dengan nomor seri pembuatanya,