Reportase Webinar
Memahami Permenkes Nomor 11 Tahun 2025:
Konsolidasi Standar Risiko dalam Ekosistem Kesehatan Nasional
Senin, 10 November 2025

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM menyelenggarakan seminar daring bertajuk “Memahami Permenkes Nomor 11 Tahun 2025: Konsolidasi Standar Risiko dalam Ekosistem Kesehatan Nasional” pada Senin, 10 November 2025. Kegiatan ini membahas secara komprehensif Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2025 yang menjadi tonggak penting dalam implementasi Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PBBR) di subsektor kesehatan. Regulasi ini tidak hanya menyatukan berbagai standar kegiatan usaha dan produk/jasa kesehatan, tetapi juga menjadi pedoman utama bagi pemerintah pusat, daerah, dan pelaku usaha mulai dari rumah sakit, klinik, laboratorium, apotek, hingga distribusi alat kesehatan untuk memastikan sistem kesehatan yang lebih transparan, aman, dan adaptif terhadap risiko.

Sebagai pembuka, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D. menekankan bahwa Permenkes ini merupakan wujud komitmen pemerintah dalam melindungi masyarakat dari potensi risiko usaha di bidang kesehatan. Ia menilai regulasi ini mencerminkan sistem kesehatan Indonesia sebagai learning health system yang terus belajar dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat. Prof. Laksono menegaskan, keberhasilan kebijakan ini bergantung pada tiga faktor utama: kepemimpinan dan budaya organisasi, desain sistem, serta ketersediaan sumber daya. Melalui kebijakan ini, diharapkan muncul pemahaman baru tentang klasifikasi risiko dalam pelayanan kesehatan dan penguatan fungsi perizinan, pengawasan, serta pembelajaran lintas organisasi.

Sementara itu, Erwin Hermanto menjelaskan bahwa Permenkes Nomor 11 Tahun 2025 bertujuan memastikan ekosistem kesehatan memiliki standar yang jelas bagi kegiatan usaha dan produk/jasa, serta memperkuat pengawasan melalui sanksi administratif yang tegas. Dengan pendekatan berbasis risiko rendah, menengah, dan tinggi, kebijakan ini mendorong efisiensi investasi, penyederhanaan perizinan, peningkatan kepatuhan, serta perbaikan kualitas dan keamanan produk. Namun, keberhasilan implementasinya membutuhkan kesiapan infrastruktur, SDM, koordinasi lintas lembaga, dan pembinaan berkelanjutan agar tidak terjadi over regulation yang justru menghambat inovasi dan efisiensi sektor kesehatan.

Selanjutnya, Dr. dr. Beni Satria, S.Ked., M.Kes., SH., M.H., CHPM., CPMed., CPArb., CPCLE., FISQua menyoroti dinamika perubahan regulasi perumahsakitan dari UU No. 44 Tahun 2009 hingga UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan UU Cipta Kerja. Ia menjelaskan bahwa sistem perizinan rumah sakit kini diarahkan menuju perizinan berbasis risiko yang lebih terintegrasi sesuai PP No. 28 Tahun 2025. Permenkes 11/2025 menjadi langkah lanjutan untuk menyatukan standar kegiatan usaha dan produk/jasa subsektor kesehatan melalui dua jenis izin utama: Perizinan Berusaha (PB) dan Perizinan Berusaha untuk Menunjang Kegiatan Usaha (PB-UMKU). Dr. Beni menekankan pentingnya sinkronisasi antara pusat dan daerah dalam implementasi OSS serta kepatuhan terhadap standar risiko tinggi agar kebijakan ini benar-benar efektif dan tidak menambah beban administratif bagi fasilitas kesehatan.

Pembicara terakhir, Rico Mardiansyah, S.H., M.H., menjelaskan bahwa Permenkes Nomor 11 Tahun 2025 merupakan turunan dari PP Nomor 28 Tahun 2025 yang menyederhanakan perizinan berbasis risiko melalui sistem Online Single Submission (OSS). Regulasi ini memisahkan klasifikasi rumah sakit berdasarkan kemampuan pelayanan Paripurna, Utama, Madya, dan Dasar serta mengubah sistem rujukan menjadi berbasis kompleksitas kasus, bukan jenjang kelas. Izin usaha kini berlaku tanpa batas waktu selama standar dipenuhi, dengan pengawasan difokuskan pada kepatuhan dan transparansi. Kebijakan ini diharapkan menciptakan tata kelola sektor kesehatan yang lebih efisien, akuntabel, dan mendorong investasi berkelanjutan.
Sebagai penutup, Prof. Laksono Trisnantoro menekankan bahwa pembahasan mengenai implementasi Permenkes Nomor 11 Tahun 2025 masih perlu dilanjutkan melalui pertemuan lanjutan yang lebih fokus dan mendetail. Ia menyoroti pentingnya memperkuat fungsi pengawasan Dinas Kesehatan, memastikan kesiapan sumber daya manusia kesehatan, serta menyesuaikan mekanisme perizinan dan pengawasan agar selaras dengan regulasi baru. Prof. Laksono juga menekankan perlunya analisis mendalam terhadap masa transisi dan dampak pencabutan aturan lama agar kebijakan berjalan efektif tanpa menghambat pelaksanaan di lapangan.
Untuk mempelajari lebih lanjut tentang Permenkes 11 Tahun 2025 dapat mengakses : https://bit.ly/MRS_Permenkes112025
Reportase oleh: Iztihadun Nisa, S.K.M., M.P.H.







