Webinar Kepemimpinan Klinik untuk RS-RS Rujukan Pada Rabu, 24 Mei 2017 diselenggarakan Webinar Kepemimpinan Klinik untuk RS-RS Rujukan. Kegiatan ini diikuti oleh tim klinisi dari RS Rujukan Nasional dan RS Vertikal. Dalam pertemuan ini dibahas berbagai isu kepemimpinan di sektor kesehatan dan di rumah sakit. Untuk mengunduh materi selengkapnya silakan KLIK DISINI Jogja PERSI EXPO 2017 “Medicolegal dalam Pelayanan Kesehatan: Menghadapi Tantangan di Era Keterbukaan”
Laporan ketua panitia, dr. Syafak Hanung, Sp.A, MPH menyampaikan bahwa Jogja PERSI EXPO 2017 diikuti oleh peserta seluruh Indonesia dan diselenggarakan juga pemeran dari produsen alat & bahan habis pakai serta exposed dari beberapa rumah sakit dalam rangka sponsorship kegiatan Jogja PERSI EXPO 2017. Hand hygiene dance, poster, dan video edukasi juga dilombakan dalam acara ini yang memeriahkan acara selama 3 hari. Master Plan BLUD RSUD dr. Ben Mboi, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur Implementasi JKN yang telah dilaksanakan lebih dari 2 tahun ini belum dapat dinikmati secara merata terutama oleh masyarakat Indonesia bagian timur. Untuk itu pemerintah mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan dengan rumah sakit rujukan di berbagai wilayah. Sistem rujukan berjenjang yang telah diatur melalui Keputusan Menteri Kesehatan No 390/2014 dan No 391/2014 diharapkan dapat mengatasi ketimpangan layanan kesehatan. Berdasarkan keputusan Gubernur, sejak tahun 2016 BLUD RSUD dr. Ben Mboi ditetapkan sebagai RS Rujukan Regional bagi Kabupaten Manggarai, Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai Timur, dan Kabupaten Ngada. |
|||
Website ini akan update setiap Selasa pagi. Nantikan Informasi terbaru setiap minggunya. | |||
+ Arsip Pengantar Minggu Lalu |
|||
|
Peran Bank Darah Rumah Sakit ( BDRS ) |
|
Peran Manajer Keuangan Rumah Sakit Di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN |
Archive for 2017
Reportase: Jogja PERSI EXPO 2017
Reportase
Jogja PERSI EXPO 2017
“Medicolegal dalam Pelayanan Kesehatan: Menghadapi Tantangan di Era Keterbukaan”
The Alana Hotel Yogyakarta, 8 – 10 Mei 2017
Jogja-PKMK. Pada 8 hingga 10 Mei 2017 telah berlangsung Jogja PERSI EXPO 2017 yang diselenggarakan oleh Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Daerah Istimewa Yogyakarta di Hotel Alana Yogyakarta. Acara yang meriah ini dibuka dengan acara pembukaan yang menampilkan tari-tarian Yogyakarta sebagai hiburan selamat datang bagi peserta Jogja PERSI EXPO 2017 yang berasal dari seluruh Indonesia.
Laporan ketua panitia, dr. Syafak Hanung, Sp.A, MPH menyampaikan bahwa Jogja PERSI EXPO 2017 diikuti oleh peserta seluruh Indonesia dan diselenggarakan juga pemeran dari produsen alat & bahan habis pakai serta exposed dari beberapa rumah sakit dalam rangka sponsorship kegiatan Jogja PERSI EXPO 2017. Hand hygiene dance, poster, dan video edukasi juga dilombakan dalam acara ini yang memeriahkan acara selama 3 hari.
Pengarahan disampaikan oleh ketua PERSI, dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes yang mengharapkan Jogja PERSI EXPO 2017 ini akan berlanjut untuk 2018, 2019 dan seterusnya, dengan mengusung tema yang sedang update pada masanya. Lebih lanjut dalam arahannya, isu-isu yang muncul pada saat ini harus disikapi rumah sakit di Indosesia dengan sangat bijak dan terus meningkatkan kinerja pelayanan, kinerja keuangan dan kinerja manfaat. Isu itu antara lain terkait dengan bergesernya PDCA menjadi PDSA, hospital malnutrition, resistensi mikroba, dan sebagainya. Pada akhir pengarahannya ketua PERSI ini mengingatkan agar rumah sakit tidak terjebak dalam sikap asistensi terhadap perubahan ke arah yang lebih baik dengan menunggu juklak atau juknisnya dan tidak berbuat sesuatu apapun karena tidak ada dana yang disediakan untuk hal tersebut. Pada era perubahan cepat seperti ini, rumah sakit harus cepat pula mengambil sikap antisipatif terhadap perubahan-perubahan sehingga tetap survive dan tetap mengatamakan patient safety dalam pelayanan.
Sambutan dari Gubernur DIY yang diwakili oleh Asisten Sekretaris Daerah I, Drs. Sulistyo, SH, CN, MSi menyampaikan agar rumah sakit di seluruh Indonesia menyadari aspek medikolegal ini, karena masyarakat sudah semakin cerdas dan mudah mendapatkan informasi dari media cetak, elektronik maupun media lain dan dimungkinkan gugatan-gugatan yang bersifat perdata maupun pidana akan sangat mungkin bermunculan. Rumah sakit diharapkan lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan-kemungkinan munculnya masalah dalam medikolegal.
Selama 3 hari dalam Jogja PERSI EXPO 2017 dibahas berbagai topik diskusi dalam 5 papipurna dan 7 simposium pararel serta 1 sesi tentang branding marketing.
Paripurna I membahas tentang kompleksitas dilema klinis dalam mempengaruhi prinsip etik dan hukum di Indonesia dengan moderator dr.Siswanto S.Sp THT-KL, M.Hum, menghadirkan narasumber Prof.Dr. Siti Ismiyati Jenie, SH, CN membahas kompleksitas dilema klinis dalam mempengaruhi prinsip etik dan hukum di Indonesia. Lalu Prof. DR. dr. Agus Purwodianto, DFM, SH, M.Si, Sp.F (K) membahas penerapan etik medis dan hukum dalam memecahkan kompleksitas dilema klinis dalam pelayanan kesehatan. Terakhir dr. Damianus Sri Raharjo, Sp.An, KNA, NCC membahas pembelajaran dilema etik dan hukum atas kasus sengketa medis. Diskusi panel pada paripurna kedua ini mendiskusikan hak yang menarik antara lain kasus-kasus yang dialami oleh rumah sakit yang disampaikan oleh peserta dan membahas titik temu antara kasus hukum dan pelayanan kedokteran. Pelayanan kedokteran dan kesehatan pada umumnya seharusnya bersifat “inspaning verbintenis” artinya bahwa pelayanan kesehatan adalah upaya optimal yang dilakukan oleh petugas kesehatan dalam upaya penyembuhan, bukan “resultat verbintenis” dimana usaha yang menjanjikan hasil pasti dari sebuah upaya.
Paripurna II membahas tentang strategi menghadapi maraknya gugatan/tuntutan hukum dalam pelayanan kesehatan dengan moderator dr. Joko Murdiyanto, Sp. An, MPH. Pada paripurna ini Prof. dr. Budi Sampurno, DFM, SH, Sp.F, Sp.KP menyampaikan materi tentang optimalisasi peran PERSI dalam meminimalkan kasus sengketa medik. Sedangkan Dr. Efrila SH, MH dari sisi peran IDI. Paparan lain disampaikan oleh dr.Yanti Herman, SH, M.H. Kes mengenai kebijakan pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum kepada institusi pelayanan kesehatan pemerintah dan FL. Switi Andari, SH, MH tentang peran lembaga peradilan dalam memberikan perlindungan hukum kepada institusi pelayanan kesehatan terkait lex spesialis di bidang kesehatan. Diskusi panel yang membahas paripurna ini tidak kalah menariknya dimana sering terjadi beda kepentingan ketika terjadi sebuah kasus kelalaian pelayanan kesehatan di sebuah rumah sakit antara kepentingan para pelaku pelayanan sebagai seorang profesional dengan kepentingan rumah sakit sebagai institusi dimana dokter atau profesi pelayanan kesehatan yang lain mengalami tuntutan atau gugatan akibat sangkaan lalai dalam pelayanan. Diskusi lain adalah tentang peran mediasi yang sangat diperlukan untuk langkah awal dalam memfasilitasi sebuah gugatan agar didapatkan penyelesaian tanpa masuk dalam ranah peradilan hukum.
Acara malam berlanjut dengan gala dinner sambil menikmati sajian sendratari Ramayana di Purawisata Yogyakarta.
Pada hari ke-2 dilanjutkan dengan paripurna III yang membedah Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis dan strategi pemerataan dokter spesialis di Indonesia dengan moderator dr. Rukmono Siswishanto, Sp.OG (K), M.Kes. Narasumber pada paripurna ini adalah dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes mengenai strategi pemerataan dan pemenuhan dokter spesialis di Indonesia. dr. Donald Pardede membahas tantang wajib kerja dokter spesialis dan dilema penempatan/mendapatkan dokter spesialis di daerah. Kemudian drg. Maria Wea Betu, MPH sebagai direktur rumah sakit Bajawa, Nusa Tenggara Timur yang merepresentasikan daerah tertinggal memaparkan pengalaman kesulitan dan solusi untuk mendapatkan dokter spesialis. Diskusi panel dalam paripurna ini terdapat pendapat dari peserta seminar agar pemerintah lebih memperhatikan proses sejak seorang dokter dalam pendidikan awal sebagai doketr umum sampai dengan dokter spesialis dengan beasiswa misalnya, tidak hanya mewajibkan bekerja di daerah terpencil setelah lulus pendidikan spesialis. Pada tanggapan yang lain disepakati bahwa pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia menjadi faktor yang sangat berpengaruh bagi seorang dokter spesialis ditempatkan pada suatu daerah tertinggal, jaminan pendidikan yang baik bagi keluarga terutama anak-anak menjadi alasan soerang dokter spesialis memutuskan untuk menetap dan mengabdi pada daerah tertinggal.
Paripurna IV, membedah PP No 28 Tahun 2016 yang menempatkan rumah sakit daerah sebagai UPT daerah di bawah dinas kesehatan dimoderatori oleh dr. Joko Hastaryo, M.Kes. Pada paripurna ini para narasumber adalah Maria Ivone Tarigan dari Direktorat Fasilitasi Kelembagaan dan Kepegawaian daerah, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah memaparkan tentang kebijakan RSUD sebagai UPT Daerah dan dr. R. Heru Aryadi, MPH. sebagai ketua ARSADA dengan topik Menakar Untung dan Rugi atas Persoalan Kebijakan RSUD sebagai UPT Daerah di bawah Dinas Kesehatan. Dalam diskusi panel tersampaikan diskusi yang menarik pada saat ini yaitu terjadinya kebingungan pelaksanaan PP tersebut di tiap daerah berbeda. Hal ini dikarenakan belum tuntasnya aturan tentang kelembagaan rumah sakit daerah. Setelah PP tersebut seharusnya dikuti terbitnya Perpres yang membahas tentang petunjuk teknis dan pelaksanaan lebih detail dari pelaksanaan sebagai UPT “otonom” yang dianggap sebagai nomenklatur baru yang sampai dengan sekarang belum jelas definisi operasionalnya.
Kemudian acara dilanjutkan dengan simposium pararel sejumlah 7 simposium dengan tema yang update pada saat ini. Peserta juga dibagi sesuai dengan minat ke dalam tema:
- Medicolegal.
Sub tema tentang konsep mediasi kesehatan oleh narasumber Sundoyo, SH, MKN, M.Hum dan Strategi Penyelesaian Sengketa Medis melalui mediasi kesehatan yang disampaikan oleh Banu Hermawan, SH.
- Academic Health System (AHS)
Pada tema ini dipaparkan tentang konsep AHS untuk pelayanan kesehatan komunitas yang lebih baik oleh Prof. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD. Peran Rumah Sakit Vertical, Daerah maupun RS Swasta dalam pengembangan AHS oleh dr. Rukmono Siswishanto, M. Kes, Sp.OG (K) dan tantangan dalam pengembangan AHS saat ini terkait aspek legal/regulasi oleh drg .Taufiq, M. Kes.
- Sistem Informasi RS
Simposium SIRS mengetengahkan Electronic Medical Record yang dipaparkan oleh dr. IGN. Arya Sudemen, Bussines Intelegence oleh Aris Susanto, ST, MT. dan tentang Telemedicine yang disampaikan oleh dr. Idar Mapangara, Sp.PD. Sp.JP.
- Global Green and Healthy Hospital
Materi simposium ini meliputi penerapan kebijakan green hospital di rumah sakit yang dipaparkan oleh dr. Andi Saguni, MA dan PROPER sebagai upaya penataan regulasi lingkungan oleh A. Ruruh Haryata, SH, ST. M.Kes.
- Pengedalian Resistensi Anti Mikroba
Pengendalian resistensi mikroba dinjau dari PPRA dan PPI yang disampaikan oleh Sri Purwaningsih, S.Kep, Ns, ditinjau dari aspek laboratorium oleh dr. Osmar Sianipar, DMM, M.Sc, Sp.PK (K) dan tinjauan aspek peran akademisi oleh narasumber dr. Budiono Santoso, Ph.D.
- Jenjang Karir dan Remunerasi Perawat
Simposium ini mengetengahkan penataan Jenjang karir perawat di rumah sakit yang disampaikan oleh Dr. Prayetni, S.Kep, M.Kep. Jenjang karir Perawat Indonesia oleh Drs.Kirnantoro, SKM, M.Kes dan penyampaian pengalaman implementasi jenjang karir perawat di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta oleh Kepala Bidang Keperawatan, Endri Astuti, S.Kep, Ns, MPH.
- Return to work
Simposium ini dipaparkan tema Return to Work : apa dan untuk siapa oleh dr. Ida Christian Tantia. Penyakit Akibat Kerja: Pencegahan, Penanggulangan dan Kompensasinya dipaparkan oleh dr. Sudi Astono, MS, Peran Unit K3 RS untuk program return to work disampaikan oleh dr. Erdy Techrisna Satyadi, MARS, MKK. Serta materi terakhir adalah Peran Rehabilitasi Medis dalam Program Return to Work dengan narasumber dr. Pujiatun, Sp. KFR.
Hari ketiga Jogja PERSI EXPO 2017 menampilkan Prof. Dr. M. Suyanto, MM yang memberikan paparan tentang Branding Marketing : melejitkan brand dalam negeri untuk menggapai pasar luar negeri, dengan memaparkan bagaimana beliau mengelola perguruan tinggi AMIKOM Yogyakarta dari nol hingga saat ini. Semangat bersaing di era global dan berani bersaing dengan orang asing di luar negeri sangat dibutuhkan di samping selalu belajar dan memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik. Tidak kalah pentingnya adalah penggunaan media sosial yang tidak mengenal batas negara dan batas wilayah menjadikan brand kita dapat melejit dan menggapai pasaran di luar negeri. Menanggapi banyak pertanyaan peserta, Prof. Suyanto menekankan dalam membangun dan memasarkan brand rumah sakit maka terbaik yang bisa dilakukan adalah berkomitmen dan melakukan pelayanan yang terbaik yang bisa diberikan kepada masyarakat, maka secara tradisional pelayanan yang baik akan disebarkan oleh masyarakat dari mulut ke mulut. Model branding dari mulut ke mulut inilah yang paling efektif untuk saat ini bagi rumah sakit, di samping tentu saja ada internet, iklan dan sebagainya.
Setelah break pagi, Paripurna V membahas masalah penelitian klinis, sponsorship versus gratifikasi. Sebagai moderator adalah dr. Mulyo Hartono, Sp.PD dan narasumber pada paripurna terakhir ini adalah dr. Purwadi Apt, MM, ME mengenai pengendalian gratifikasi dalam peningkatan kompetensi klinis dan dari Komisi Pemebrantasan Korupsi yang membahas Sponsorship vs Gratifikasi. Diskusi panel pada paripurna ini tidak kalah seru dengan paripurna sebelumnya. Pemberian uang dan fasilitas yang yang diberikan oleh rekanan adalah termasuk gratifikasi dan pada jumlah tertentu wajib dilaporkan kepada KPK agar tidak dianggap sebagai bentuk korupsi akibat jabatan tertentu yang dipegang oleh penyelenggara negara ataupun ASN sebagai pemberi pelayanan kepada masyarakat.
Akhir dari seluruh acara Jogja PERSI EXPO 2017 adalah lomba-lomba yang berlangsung juga selama 3 hari diselenggarakan disamping kegiatan seminar dan symposium, berikut hasil lomba Jogja PERSI EXPO 2017:
- Juara lomba hand hygiene dance direbut oleh tim dari RS. Sardjito Yogyakarta.
- Juara lomba video edukasi jatuh pada tim dari RS. Santa Elisabeth Ganjuran Yogyakarta.
- Juara lomba poster adalah tim dari RSUD Wonosari Gunungkidul.
Seluruh rangkaian kegiatan ditutup dengan tarian HH dance dari RS. Sardjito Yogyakarta.
Reporter : Tri Yuni Rahmanto
Ini Kata Menkes, Terkait Rumah Sakit Terdampak Virus Ransomware
Wabah virus komputer jenis ransomware bernama WannaCry membuat seluruh rumah sakit mengambil sikap cepat untuk menangkal penyebarannya.
Menteri Kesehatan, Nila Moeloek menyebutkan bahwa ada dua rumah sakit di Jakarta yang terkena virus Ransomware WannaCry yang akhirnya rumah sakit tersebut tidak bisa mengkakses databasenya.
“Ini sangat mempengaruhi kinerja pelayanan karena databasenya tidak bisa dibuka tapi kami masih koordinasikan dengan Kemenkominfo,” ujar Menkes.
Untuk Rumah sakit yang lainnya di luar Jakarta menurut Moeloek belum terdeteksi apakah terkena virus tersebut atau tidak. Ketika disinggung mengenai nama rumah sakit yang terdampak, Menkes enggan menyebutkan namanya dan di daerah mana lokasinya di Jakarta.
“Belum ada laporan dari daerah, laporan yang masuk di Jakarta baru dua rumah sakit yang terkena virus ini, tapi untung sudah ada backup datanya sebelum terkena,” ungkap dia.
Saat ditanya mengenai uang tebusan yang diminta oleh pihak pembuat virus Ransomware sebesar Rp 4juta, Menkes juga tidak berkomentar banyak.
“Kan sudah dijelaskan bahwa akan di diskusikan dulu dengan Kemenkominfo,” kata dia.
Sebagai informasi, Ransomware ini adalah virus yang menyerang perusahaan dari berbagai sektor, mulai dari bank, rumah sakit, hingga telekomunikasi dan kereta api.
Dalam mencegah terjadi pembobolan dan pemblokiran data, Kemenkominfo juga telah menyampaikan beberapa cara untuk menangkal virus ini, seperti mengupgrade OS komputer atau tidak menyambungkan dengan WiFi terlebih dahulu untuk sementara waktu.
Sementara itu situs The StraitTimes dalam artikelnya berjudul Global cyber attack: A look at some prominent victims, menyebutkan institusi di Indonesia yag terdampak virus WannaCry ini mencakup Rumah Sakit Dharmais dan Rumah Sakit Harapan Kita. []
Sumber: ekonomi.akurat.co
Setiap Bulan Rumah Sakit Rugi Ratusan Juta
MUNGKIN alasan ini menjadi salah satu pertimbangan sejumlah rumah sakit memilih tak melanjutkan perawatan atau menolak pasien. Yakni, paket INA-CBGs BPJS Kesehatan mengatur tentang plafon pembiayaan setiap perawatan. Rumah sakit acap kali mengalami kerugian lantaran limit atau besaran biaya yang ditanggung dalam paket BPJS Kesehatan, tidak sesuai dengan pembiayaan dari rumah sakit.
Mau tidak mau, rumah sakit pun mencari cara agar bisa efisien dan tidak menambah kerugian. Ketua Perkumpulan Rumah Sakit Indonesia (Persi), Edi Iskandar mengatakan, pihaknya memang sering mengalami kerugian lantaran biaya yang mampu ditanggung BPJS Kesehatan, sering selisih dengan tarif perawatan rumah sakit terhadap pasien.
“JKN yang dikelola BPJS boleh dikatakan bersistem paket berdasarkan diagnosis penyakit yang diderita pasien. Pada kasus-kasus tertentu, misalnya perawatan lama di ICU atau ruang intensif, sering paket JKN lebih rendah dibanding biaya yang telah digunakan rumah sakit atau melebihi limit sehingga seperti tempat merugi,” kata Edi saat dihubungi melalui pesan WhatsApp.
Meskipun sistem BPJS Kesehatan memakai subsidi silang atau bisa disebut sistem gotong royong, namun hal tersebut juga menimbulkan beban ke rumah sakit atau dokter. Pasalnya, dokter dan rumah sakit harus cermat dalam menghitung pengeluaran perawatan yang disesuaikan paket kepesertaan BPJS Kesehatan si pasien.
“Tapi secara pendapatan dan keseluruhan, atau total JKN, akan dilakukan subsidi silang untuk menutupi kerugian tersebut karena mengambil dari paket lain yang menguntungkan. Jadi dokter harus menghitung biaya seefisien mungkin,” ujarnya.
Hal yang sama diungkap Direktur RS Siloam Balikpapan, Danie Poluan. Dia mengungkapkan, pihaknya acap kali mengalami penurunan pendapatan lantaran harus mengeluarkan biaya tambahan untuk menutupi kekurangan tarif dari pasien. Walhasil, pihaknya harus jeli dalam mengatur keuangannya agar tidak terus merugi.
“Kalau angkanya rendah, maka itu yang buat kami pusing. Contoh kalau dananya kecil tapi penyakit pasiennya belum tuntas, ya, rumah sakit jadinya tekor. Kalau tekor terus sudah pasti risiko di rumah sakit. Kami setiap bulan ada kerugian, nilainya ratusan juta rupiah setiap bulannya,” bebernya.
Untuk itu, rumah sakit acap kali membeda-bedakan antara pasien kepesertaan BPJS Kesehatan dengan pasien mandiri. “Untuk layani BPJS semua, kami harus hemat. Contoh kalau di poliklinik normalnya jasa dokter Rp 145 ribu, maka untuk BPJS dibayar Rp 50 ribu saja,” ungkapnya.
Namun, sistem paket dari BPJS Kesehatan ini tentunya menjadi sebuah dilema bagi rumah sakit. Sebab di satu sisi program pemerintah yang harus dijalankan, di sisi lain pihak rumah sakit yang tekor apabila tidak sebanding dengan pengeluaran.
“Kalau ditanya seperti itu, jawaban kami serba salah. Kayak buah simalakama. Hanya karena ini sudah program pemerintah, maka suka atau tidak suka tetap kami harus dukung dan jalankan,” pungkasnya. (bp-22/war/k1)
Sumber: prokal.co
Layanan Rumah Sakit Buruk, Tunggakan BPJS Jayapura Capai Rp5 Miliar
JAYAPURA – Kepala Unit Pemasaran BPJS Kesehatan Cabang Jayapura Bertrand Silvanus Tupan mengatakan, jumlah tunggakan pembayaran BPJS Kesehatan peserta Mandiri Kota Jayapura hingga saat ini mencapai 5.170.677. 688 rupiah per April 2017.
“Angka tunggakan itu hanya untuk Kota Jayapura saja, sementara BPJS Cabang Jayapura melayani 9 Kabupaten dan 1 Kota, sehingga tunggakan sangat banyak,”kata Berthrand kepada awak media di kantor BPJS Cabang Jayapura, Senin (15/5/2017).
Meski tidak keseluruhan peserta mandiri menunggak, namun kata Berthrand, alasan menunggaknya peserta mandiri akibat kurang maksimalnya pelayanan rumah sakit terhadap pasien yang saat itu berobat.
“Memang banyak juga yang mengatakan jika pelayanan tidak memuaskan peserta BPJS, namun kita selalu memberi pemahaman jika dengan dana iuran mereka tersebut sangat dibutuhkan bagi peserta lain, karena prinsip BPJS adalah gotong royong,’katanya.
Dirinya mengingatkan kepada masyarakat, bahwa sudah menjadi kewajiban bagi peserta BPJS untuk membayar iuran tersebut, pasalnya, jika saat ini menunggak, dan jika nantinya peserta tersebut kemudian sakit dan akan menggunakan kartu BPJS nya, maka tunggakan tersebut akan diakumulasi.
“Jadi harus dibayar, karena nantinya juga akan diakumulasi jika peserta akan menggunakan kartu BPJS nya untuk berobat, sehingga jangan menunggak,”jelasnya.
Sementara, Kepala Cabang BPJS Jayapura Mathias Krey di tempat yang sama mengakui jika akibat permasalahan tersebut, pihaknya telah membentuk tim sukarela, yang bertugas untuk menagih tunggakan peserta mandiri di wilayah.
“Kita rekrut kader JKN KIS atau tenaga sukarela yang kita tempatkan di Jayapura dan Timika, jumlahnya ada enam tenaga sukarela. Mereka bertugas untuk setiap hari mendatangi rumah warga yang menunggak,”ujarnya.
Meski telah dibentuk tim, namun diakuinya akibat permasalahan domisili peserta membuat penagihan mengalami kesulitan, namun diakui Mathias, pihaknya tetap optimis mampu memberikan pemahaman kepada warga untuk membayar kewajibannya tersebut.
“Prinsipnya dengan gotong royong semua tertolong, sehingga kami berharap semua peserta mandiri menyadari wajib menyetor iuran, sehingga, jika peserta sudah sembuh, dengan dana iuran tersebut bisa digunakan bagi peserta lain yang sedang sakit,”ungkapnya.
(muf)
Sumber: okezone.com
Mengapa Rumah Sakit Jadi Sasaran Ransomware WannaCry?
Serangan siber berskala internasional memanfaatkan program jahat Ransomware WannaCry telah melanda di 150 negara. Uniknya, malware ini secara otomatis meminta uang tebusan dengan uang bitcoin agar penguncian data yang dilakukan program ini bisa segera berakhir.
Laporan di berbagai negara termasuk Indonesia, sistem komputer instansi yang terkena ransomware WannaCry antara lain rumah sakit. Si peretas sangat paham betul bahwa rumah sakit sangat bergantung pada informasi terkini dari catatan pasien yang ditanganinya. Akses komputer dan internet, untuk kebutuhan data riwayat penyakit pasien, catatan obat-obatan dan bahan kimia tertentu, petunjuk operasi, dan lain sebagainya sangat dibutuhkan rumah sakit.
Artinya dengan adanya masalah pada jaringan komputer, maka perawatan pasien di rumah sakit yang terpapar malware ini maka otomatis akan tertunda atau terganggu, bahkan berpotensi dihentikan. Dengan risiko yang darurat demikian, maka pihak rumah sakit akan lebih cenderung memilih mencari jalan keluar cepat seperti segera membayar uang tebusan kepada para peretas. Ini tentu cukup beralasan, karena tertundanya layanan sangat berisiko buruk bagi pasien dan risiko tuntutan hukum.
Sebuah perusahaan keamanan KnowBe4 melalui CEO-nya Stu Sjouwerman mengatakan bahwa rumah sakit adalah target pemerasan yang sangat empuk oleh para peretas karena rumah sakit tidak fokus pada keamanan dunia maya. Sebaliknya, perhatian utama rumah sakit lebih menyentuh pada kepatuhan HIPAA (Health Insurance Portability and Accountability Act), sebuah hukum yang dibuat untuk menegakkan standar privasi data pasien terkait asuransi kesehatan, dalam konteks Amerika Serikat.
“Jika Anda mempunyai pasien, Anda pasti akan panik lebih cepat dibandingkan bila Anda menjual lembaran logam,” kata Sjouwerman dikutip dari Wired.
Persoalan semacam ini sempat terjadi di Indonesia beberapa hari terakhir, Rumah Sakit Kanker, RS Dharmais, Jakarta misalnya, sistem komputernya terpapar ransomware WannaCry. Dari 600 komputer yang ada di Rumah Sakit Dharmais, terdapat sekitar 60 unit komputer yang terkena.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyatakan rumah sakit menjadi sasaran empuk karena sebagian besar masih menggunakan sistem operasi Windows lama, untuk sistem operasi versi 2008 ke bawah, karena belum melakukan update terbaru untuk menambal celah keamanan. Program jahat ransomware WannaCry menyerang komputer berbasis Windows yang memiliki kelemahan terkait fungsi Server Message Block.
Setidaknya dapat dibuktikan dari langkah yang berbeda dilakukan oleh rumah sakit lain yang tak memakai sistem operasi Windows. Humas RS Sardjito, Yogyakarta, Trisno Heru Nugroho mengatakan, sistem operasi perangkat komputer di RS Sardjito berbasis Linux, yang kemungkinan besar tidak terkena serangan ransomware.
“Untuk sistem billing kita pakai server berbasis Linux tidak Windows, jadi aman. Satuan kerja yang masih memakai Windows sudah kita update dengan patch terbaru dan aman,” kata Trisno kepada Tirto.
Jejak program jahat semacam ini bukan hal baru melanda berbagai rumah sakit. Pada 2016 ransomware Locky berhasil membobol komputer milik Pusat Medis Presbyterian Hollywood, Los Angeles, Amerika Serikat. Komputer-komputer di pusat medis tersebut offline selama lebih dari seminggu. Hingga kemudian pihak rumah sakit menyerah dan membayar $17.000 senilai mata uang Bitcoin.
“Cara tercepat dan efisien untuk memulihkan sistem dan fungsi administrasi kami adalah dengan membayar uang tebusan serta mendapatkan kunci dekripsi data. Dengan pertimbangan demi memulihkan operasional, kami melakukan hal itu (membayar tebusan),” kata Allen Stefanek, President of Hollywood Presbyterian dikutip The Guardian.
Rumah Sakit Methodist di Henderson, Kentucky juga pernah diserang oleh ransomware Locky. Serangan ini menghambat petugas kesehatan mengakses data-data pasien. Pihak rumah sakit Methodist mengatakan bahwa mereka tidak membayar uang tebusan. Dalam kasus ini, mereka hanya memulihkan data rumah sakit dengan data-data backup.
MedStar Health, lembaga kesehatan yang mengoperasikan 10 rumah sakit dan lebih dari 250 klinik rawat jalan di Maryland, Washington, DC, ikut turut diserang ransomware. Karyawan MedStar Health mengatakan kepada Washington Post bahwa mereka melihat sebuah layar pop-up muncul di komputer mereka yang isinya menuntut pembayaran dengan Bitcoin. Meskipun klinik dan fasilitas lainnya tetap terbuka dan beroperasi, tapi karyawan tidak dapat mengakses email atau database catatan pasien. Kondisi demikian tentu akan membuat panik petugas, sehingga perlu langkah-langkah yang tepat bila menghadapi kondisi demikian.
Saat ransomware menyerang sistem komputer di rumah sakit, hal yang sebaiknya segera dilakukan adalah mematikan sebagian besar operasi jaringan, untuk mencegah tersebarnya kerusakan di software-software lain dan menyebar ke komputer lain. Sebaiknya untuk sementara, sistem pengelolaan pencatatan di rumah sakit kembali ke sistem manual.
CEO KnowBe4 Sjouwerman menyarankan untuk memutuskan koneksi sistem yang terinfeksi dari jaringan dan menonaktifkan Wi-Fi dan Bluetooth untuk mencegah penyebaran malware, serta mencopot stik USB atau hard drive eksternal yang terhubung ke komputer yang terinfeksi agar tidak ikut terkunci oleh program jahat ini.
Pelatihan kesadaran keamanan bagi karyawan rumah sakit juga merupakan kunci untuk mencegah mereka mengklik email phishing. Berdasarkan data perusahaan yang mempunyai pelatihan kesadaran keamanan ini, dari 300.000 pengguna, telah mengalami penurunan klik dari hal-hal yang tidak perlu. Jumlahnya turun dari 15,9 persen menjadi rata-rata 1,2 persen, seperti dikutip dari Wired.
Selain itu langkah lainnya adalah untuk mengkonfigurasi server email dan memblokir file zip dan file-file mencurigakan lainnya, yang kemungkinan berbahaya. Hal penting lainnya adalah pembatasan izin ke area jaringan. Sehingga jika server terinfeksi, tidak akan menyebarkan ransomware ke semua komputer di sebuah instansi. Ini juga memaksa peretas untuk bekerja lebih keras untuk mencari dan mengunci lebih banyak server.
“Dan jika Anda bisa mengubah jaringan Anda menjadi target yang sulit, mereka akan menyerah dan mencari tempat lain yang lebih mudah,” katanya.
Sumber: tirto.id
Imbas Serangan WannaCry, Antrean Panjang Terlihat di RS Dharmais
Jakarta – RS Kanker Dharmais terkena imbas serangan ransomware WannaCrypt atau WannaCry. Akibatnya, pelayanan kepada pasien terganggu.
Pihak manajemen rumah sakit terlihat memasang pengumuman melalui sebuah banner. Isi dari banner itu intinya pihak rumah sakit meminta maaf karena ada gangguan pelayanan.
“Sehubungan Dengan Adanya Gangguan Pada SIRS (Sistem Informasi Rumah Sakit) Karena Virus, Sehingga Terjadi Ketidaknyamanan Dalam Proses Pelayanan, Untuk Itu Kami Mohon Maaf Kepada Pasien dan Pengunjung Rumah Sakit Atas Ketidaknyamanan Yang Terjadi, Saat Ini Gangguan Sedang Dalam Proses Perbaikan. Terima Kasih,” demikian tulis pihak manajemen RS Kanker Dharmais dalam banner itu.
Sementara itu dari pantauan, Senin (15/5/2017), sekitar pukul 09.45 WIB, tampak adanya antrean di bagian pendaftaran pasien. Salah seorang pasien yang baru saja mendaftar menuturkan proses pendaftaran dilakukan secara manual.
“Biasanya ngambil di alat, sekarang katanya kena virus jadi ngambil secara manual,” ujar Fatwati (45), salah seorang pasien RS Dharmais saat ditemui di RS Kanker Dharmais, Jalan S Parman, Jakarta Barat, Senin.
“Dulu cepet karena pakai komputer. Sekarang manual. Biasanya antrean nggak sebanyak ini,” imbuh Fatwati.
Meski memaklumi adanya antrean, Fatwati mengaku kesal pada pelaku peretasan itu. Menurutnya, gangguan sistem itu bisa berakibat pada nasib para pasien.
“Yah, ini sih namanya membunuh orang secara pelan-pelan,” kata Fatwati.
Keluhan lain disampaikan pasien bernama Bimo (50). Dia khawatir datanya di komputer rumah sakit hilang.
“Khawatir karena data di komputer, kita takut data kita tidak terbuka,” ucap Bimo di tempat yang sama.
Meski demikian, Bimo mengatakan pihak manajemen rumah sakit bersikap kooperatif. Pihak rumah sakit disebut Bimo membantu dalam hal komunikasi.
“Pihak rumah sakit membantu dengan berkomunikasi,” ucap Bimo.
Sebelumnya, Sabtu (13/5) pagi diketahui sistem data RS Kanker Dharmais disusupi virus yang tidak biasa. Hal itu, menurut Direktur Umum dan Operasional, drg Triputro Nugroho, membuat internal data rumah sakit terganggu. Sejumlah langkah dilakukan untuk mengatasi ‘serangan fajar’ yang merepotkan itu.
“Data pasien dan sebagainya masih bisa kita kuasai. Tapi agar tidak merusak yang lain-lain semua sistem kita matikan. Sekarang kegiatan kita lakukan manual sembari melakukan back up data. Beberapa pelayanan seperti UGD, pendaftaran dan kasir kita instal ulang agar tidak manual lagi,” tutur dr Tri pada Sabtu (15/5). (dhn/dhn)
Sumber: detik.com
Hindari Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit
JAKARTA – PT B.Braun Medical Indonesia bekerjasama dengan Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia / Indonesian Society of Infection Control (PERDALIN / INASIC) dan Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyelenggarakan One Day National Symposium “Hand Hygiene Focus – Where are We Now”, seminar mengenai standar hand hygiene lokal dan internasional dalam rangka Program Pengendalian Infeksi (PPI) infeksi Nosokomial.
Infeksi nosokomial, atau yang disebut sebagai Health Care-Associated Infections (HCAIs), merupakan infeksi yang menjangkit tubuh pasien pada saat berada di rumah sakit, dan dapat berkembang menjadi infeksi yang parah. HCAI merupakan ancaman besar bagi keselamatan pasien karena dapat memperpanjang masa rawat inap dan merupakan salah satu penyebab utama kematian.
Di negara berkembang termasuk Indonesia, prevalensi penularan infeksi meningkat hingga 40%. Bahkan, 50% bayi baru lahir yang terjangkit infeksi nosocomial memiliki tingkat probabilitas kematian lebih tinggi hingga 12 % – 52%. Penelitian lebih lanjut mengemukakan bahwa infeksi nosokomial di rumah sakit diakibatkan oleh kurangnya kepatuhan para tenaga kesehatan. Rata-rata kepatuhan tenaga kesehatan di Indonesia dalam hal mencuci tangan hanya sekitar 20%-40%. Penyebab lainnya adalah kurangnya pengawasan, praktek pencegahan yang buruk dan tidak tepat, serta keterbatasan informasi mengenai pengendalian infeksi di rumah sakit. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sejumlah tindakan preventif telah dilakukan, salah satunya dengan adanya aturan untuk membentuk komite pengendalian infeksi di setiap rumah sakit, dan tentunya melalui program pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) dengan menerapkan program hand hygiene.
Hand hygiene adalah suatu upaya atau tindakan membersihkan tangan dengan menggunakan sabun antiseptik pada saat mencuci tangan dengan air mengalir. Atau, bisa juga menggunakan handrub yang mengandung alkohol sesuai dengan langkah-langkah sistematik yang ditentukan untuk mengurangi jumlah bakteri yang tersebar di tangan. Hand hygiene merupakan salah satu kunci utama dalam program pencegahan dan pengendalian infeksi. Berdasarkan penelitian Badan Kesehatan Dunia (WHO), praktek hand hygiene yang sesuai dengan aturannya dapat mengurangi resiko infeksi nosokomial hingga 40%. Selain itu, hand hygiene merupakan aktivitas yang sejalan dengan kampanye global Badan Kesehatan Dunia (WHO) dengan tema “SAVE LIVES: Clean Your Hands” mengenai pentingnya penerapan hand hygiene yang baik dan benar di rumah sakit dan fasyankes.
Lead Adviser of Clean Care is Safer Care & African Partnerships for Patient Safety, Health Service Delivery and Safety, WHO Headquarter, Geneva, Switzerland dan juga sebagai Director of Infection Control Programme & WHO Collaborating Center on Patient Safety, The University of Geneva Hospitals and Faculty of Medicine, Prof. Didier Pittet, MD, MS, CBE, mengatakan sejak Oktober 2007, WHO telah mencanangkan kampanye hand hygiene global pertama ‘Clean Care is Safer Care’ yang kemudian berubah menjadi “SAVE LIVES: Clean Your Hands.”
Kampanye yang sudah berjalan selama 10 tahun ini berfokus pada praktek hand hygiene yang tepat untuk mencegah penyebaran infeksi nosokomial (HCAIs) dan berbagai penyakit yang berakar dari infeksi tersebut. Prakter hand hygiene juga merupakan langkah awal mencegah infeksi nosocomial serta mencegah resistensi antimikroba.
Dalam kampanye ini, terdapat 5 strategi yang sudah terbukti dapat meningkatkan kepatuhan para tenaga kesehatan. Strategi tersebut ialah mengedukasi para tenaga kesehatan, me-monitoring and memberikan performance feedback, workplace reminder, mencanangkan budaya institutional safety, dan merubah pada sistem yang ada.
Perubahan sistem ini mengacu pada penggunaan pencuci tangan yang mengandung alkohol sesuai dengan konsep ‘My Five Moments of Hygiene’, yakni konsep mencuci tangan yang dicetuskan oleh WHO.”
Lima komponen yang disebutkan tadi akan dimonitor secara berkala pada tingkat institusional mengacu pada standar penilaian ‘WHO Hand Hygiene Self Assessment Framework’. Dalam rangka meningkatkan kesadaran publik tentang hand hygiene, WHO akan mengadakan program ‘Hand Hygiene Excellence Award (HHEA)” dengan memberikan penghargaan kepada rumah sakit di Asia Pasifik, Eropa, dan Amerika Latin yang mampu melaksanakan standar kepatuhan Hand Hygiene terbaik.
“Standardisasi fasilitas kesehatan sangatlah penting sebab infeksi nosocomial bersifat iatrogenik; infeksi dapat terjadi pada saat tenaga kesehatan menggunakan peralatan medis untuk merawat pasiennya, misalnya pada saat penggunaan kateter, pemasangan infus, dan penggunaan peralatan medis lainnya. Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyebab utama hampir seperempat dari semua jenis infeksi nosocomial”Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia / Indonesian Society of Infection Control (PERDALIN / INASIC), dr. Ronald Irwanto, SpPD – KPTI, mengatakan
Infeksi saluran kemih biasanya menjangkit pasien pada saat penggunaan alat kateter dan dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan berdampak pada meningkatnya biaya medis serta efek samping lainnya seperti sepsis dan bahkan kematian”.
Lebih lanjut, dr. Ronald Irwanto mengatakan, “B.Braun sebagai anggota Private Organizations for Patient Safety (POPS) telah berkomitmen mendukung kampanye WHO dalam rangka mengedukasi para petugas kesehatan agar dapat menerapkan praktek hand hygiene yang tepat dan sesuai standar demi mencegah terjadinya penyebaran infeksi nosokomial.”
President Director PT B. Braun Medical Indonesia, Stephan Soyka mengatakan, sebagai salah satu komitmen B.Braun dalam upaya mendukung kampanye “SAVE LIVES: Clean Your Hands”,
“Kami menyelenggarakan kegiatan “One Day Symposium Hand Hygiene Focus: Where are We Now” untuk mengedukasi dan memberikan informasi terbaru tentang standar hand hygiene kepada para tenaga kesehatan. B.Braun memiliki visi untuk melindungi dan meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia dan dunia,” ujarnya
Selama 10 tahun, B.Braun telah konsisten mendukung kampanye ini melalui produk hand disinfectant Softa-Man® yang merupakan produk disinfektan tangan berbahan alkohol sebagai upaya awal mencegah dan melindungi tangan dari penyebaran infeksi yang serta menyelamatkan masyarakat melalui pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial atau Health Care Associated Infections (HCAIs).
“Kami berharap kepatuhan terhadap hand hygiene dapat terus ditingkatkan agar penyebaran infeksi khususnya di rumah sakit di Indonesia dapat dicegah dan dikurangi,” tutup Stephan Soyka.
Sumber: seputarindonesiaku.id
RS Mata Aini Komitmen Utamakan Pasien
KOMITMEN untuk mengedepankan keselamatan pasien dideklarasikan saat mempe-ringati hari ulang tahun (HUT) ke-37 RS Mata Aini, Rabu (10/5).
Deklarasi tersebut dibacakan dan ditandatangani seluruh perwakilan mulai jajaran direksi hingga perwakilan karyawan RS Mata Aini.
“Sebagai rumah sakit kami selalu berupaya mewujudkan harapan setiap pasien melalui pelayanan terbaik di bidang kesehatan mata dengan harga cukup terjangkau,” ujar Direktur RS Mata Aini, Fatiah Elli, dalam peringatan HUT ke-37 RS Mata Aini di kuningan, Jakarta.
Fatiah mengatakan perkembangan dalam berbagai hal, khususnya layanan terus terjadi di RS Mata Aini.
Meski begitu, masih banyak proses yang harus dilalui demi terus memberikan pelayanan dan hasil terbaik bagi setiap pasien.
“Masih banyak prosedur operasional, pedoman, dan kebijakan yang perlu diperbaiki atau mungkin belum ada di rumah sakit ini harus dibentuk,” ujar Fatiah.
Direktur Utama RS Aini, IGK Manila, di kesempatan yang sama mengatakan, dalam perjalanannya, kedisiplinan menjadi hal utama yang harus terus dilakukan dan dijaga dalam setiap instansi.
Budaya disiplin dan kerja keras menjadi modal awal dalam menciptakan pelayanan prima bagi setiap pasien yang datang ke rumah sakit.
“Disiplin etos kerja harus dimiliki seluruh unsur rumah sakit karena semua memiliki kontribusi yang sama,” ujar Manila.
Ia mengatakan, setiap pasien berhak mendapatkan pelayanan terbaik dalam setiap kunjungan.
Hal tersebut secara otomatis akan menjadi penilaian dan penunjang dalam mewujudkan cita-cita rumah sakit untuk menjdi yang terbaik. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga Asia.
Sementara itu, dalam acara perayaan tersebut secara simbolis juga diberikan bantuan operasi katarak gratis bagi 37 pasien.
Seluruh pasien akan mendapatkan pelayanan operasi dan pengobatan katarak hingga sembuh.
Bantuan operasi katarak dilakukan sebagai satu bentuk kepedulian menciptakan masyarakat yang berpenglihatan dan berkualitas hidup baik.
Seperti diketahui, katarak merupakan penyebab kebutaan terbesar di Indonesia.
Sebesar 50% kebutaan di masyarakat Indonesia diawali dengan katarak yang tidak tertangani dengan baik.
Sumber: mediaindonesia.com
Penularan Infeksi di Rumah Sakit Mencapai 40 Persen
Mungkin banyak yang tidak menyadari bahwa rumah sakit bisa menjadi sumber penyebaran infeksi. Infeksi nosokomial atau kini lebih dikenal dengan health care-associated infections, merupakan infeksi yang menjangkit tubuh pasien pada saat berada di rumah sakit dan dapat berkembang menjadi infeksi yang parah.
Menurut Sekretaris Umum Indonesian Infection Control Society (INASIC) dr. Ronald Irwanto, SpPD-KPTI, seseorang yang masuk ke rumah sakit sangatlah terpapar atau berpotensi terkena infeksi kuman di rumah sakit atau di fasilitas kesehatan manapun.
Di negara berkembang seperti Indonesia, prevalensi penularan infeksi meningkat hingga 40 persen. Bahkan, 50 persen bayi baru lahir yang terjangkit infeksi nosokomial memiliki tingkat probabilitas kematian lebih tinggi hingga 12-52 persen.
“Ada empat besar infeksi yang terjadi yaitu ventilator assciated pneumonia, terjadi karena lama diventilator, infeksi salurah kemih karena pemakaian kateter urin, infeksi daerah operasi biasanya jahitan bekas operasi tidak kering-kering kemudian infeksi, dan infeksi aliran darah,” ujar Ronald saat media briefing Hand Hygiene di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Rabu 10 Mei 2017.
Meski demikian, penyebaran infeksi ini bisa dikurangi dengan menjalankan hand hygiene. Ronald mengatakan, hand hygiene menurut beberapa penelitian mampu menurunkan kemungkinan transmisi penyakit dari pasien ke pasien, atau dari tenaga kesehatan ke pasien.
Bahkan, tingkat efektivitas hand hygiene bisa mengurangi infeksi 50-90 persen.
Hand hygiene adalah kampanye yang digagas Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO yang merupakan suatu upaya atau tindakan membersihkan tangan dengan menggunakan handrub yang mengandung alkohol sesuai dengan langkah-langkah sistematik yang ditentukan untuk mengurangi jumlah bakteri yang tersebar di tangan.
Sumber: baruaja.com