manajemenrumahsakit.net :: SOLO – Ketersediaan kamar atau bangsal rumah sakit di Solo menjadi salah satu perhatian Pemkot Surakarta. Sistem pemantauan baru tengah dikembangkan, guna memastikan pelayanan kesehatan lebih optimal.
“Selama ini masih banyak calon pasien yang ditolak oleh pengelola rumah sakit, dengan alasan kamar atau bangsal perawatan sudah penuh. Kami sudah meluncurkan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT), guna mengantisipasi hal tersebut,” ungkap Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK), Siti Wahyuningsih, Senin (3/8).
Menurutnya, selama ini alasan kamar atau bangsal penuh tidak jarang diberikan pengelola rumah sakit kepada sebagian pasien, sebagai dalih penolakan pemberian layanan kesehatan. Alasan itu terutama diberikan kepada warga yang berasal dari kalangan menengah ke bawah atau peserta jaminan kesehatan. Sejauh ini, pemkot juga kerap menerima aduan mengenai hal tersebut.
“Padahal tidak ada yang bisa memastikan, apakah kamar di rumah sakit tersebut benar-benar kosong atau hanya dibilang sudah penuh. Nah, hal ini sebenarnya bisa menghambat penanganan dan justru meningkatkan risiko kematian.”
Melalui SPGDT, lanjutnya, DKK telah mewajibkan seluruh fasilitas kesehatan seperti rumah sakit swasta, rumah sakit umum daerah (RSUD),puskesmas hingga klinik kesehatan di Solo untuk melaporkan ketersediaan kamar secara detail dan transparan.
Calon pasien pun dipersilakan menghubungi pusat layanan (call center) di nomor 119 atau mengecek laman spgdt.surakarta.go.id, jika ingin mengetahui ketersediaan kamar di salah satu lokasi pelayanan kesehatan.
Bulan Agustus diawali dengan berkumpulnya ummat Islam seluruh Indonesia di dua titik, yaitu Jombang dan Makassar yang telah banyak ikut mewarnai perkembangan pelayanan kesehatan. Seperti diketahui, ada banyak sekali RS dan fasilitas kesehatan lain milik NU maupun Muhammadiyah yang tersebar di hampir seluruh daerah di Indonesia. Menurut data dari situs resmi Persyarikatan Muhammadiyah, setidaknya ada 457 fasilitas kesehatan yang dimiliki. Menurut dokumen lain, lebih dari 70 diantaranya adalah rumah sakit. RS milik NU, meskipun tidak ada data mengenai jumlah pastinya, namun juga lama memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Salah satu masalah yang pernah terlontar pada berbagai diskusi terkait RS keagamaan adalah perlakuan yang sama antara RS swasta for-profit dengan RS swasta keagamaan yang cenderung not-for-profit, misalnya dalam hal besarnya pajak yang harus dibayar. Akibatnya, RS yang mengusung misi sosial pun harus menerapkan strategi bersaing yang membuatnya tampak tidak berbeda dengan RS swasta milik perusahaan pencari laba. Masalah lain adalah belum adanya sistem manajemen operasional yang baku pada masing-masing RS keagamaan tersebut, sehingga ada perbedaan pada proses dan output pelayanan dan belum bisa menegaskan brand image dan value dari masing-masing organisasi yang menjadi latar belakangnya. Meskipun demikian, peran NU dan Muhammadiyah dalam memperbaiki wajah pelayanan kesehatan di Indonesia kedepannya masih sangat dibutuhkan, agar RS-RS di Indonesia lebih mampu memenuhi kebutuhan masyarakat serta siap menghadapi arus globalisasi yang semakin tidak terbendung.
Disisi lain, melemahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini mulai dirasakan oleh para pelaku usaha, tidak terlepas usaha pelayanan kesehatan. Penurunan daya beli pasien menyebabkan penurunan angka kunjungan di beberapa RS, meskipun sebagian besar masyarakat sudah ditanggung dalam sistem JKN. Untuk itu, RS perlu menerapkan inovasi pelayanan yang fokus pada
manajemenrumahsakit.net :: Wonosobo – Alokasi dana bantuan dari pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo betul-betul dicek Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP. Orang nomor satu di Jawa Tengah itu datang langsung ke RSUD KRT Setjonegoro pada Jumat (31/7).
Didampingi oleh Bupati HA Kholiq Arif dan Direktur rumah sakit dr Mohamad Riyatno MKes, Ganjar langsung memeriksa beberapa ruangan yang ada di rumah sakit sembari menanyakan perihal dana bantuan tersebut dialokasikan untuk apa saja. Diantaranya, ruang Hemodialisasi (HD), Perinatologi, ruang bersalin, dan Instalansi Gawat Darurat, dan ruang rawat inap.
“Kunjungan saya ini untuk memastikan bahwa RSUD Setjonegoro benar-benar telah mengalokasikan dana bantuan untuk meningkatkan kualitas dan mutu layanan kepada masyarakat,” katanya di sela-sela tinjauan.
Setelah melakukan tinjauan, Ganjar mengakui pelayanan dan peralatan di RSUD KRT Setjonegoro sebagian memang cukup bagus. Hanya saja, di rumah sakit tersebut masih kekurangan beberapa peralatan seperti hemodialisa (HD) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
“Saya lihat sudah baik, ruangan juga cukup memadai. Namun di rumah sakit ini belum ada alat MRI, dan peralatan HD juga masih kurang sehingga daftar tunggu pasien cuci daerah cukup banyak,” ujarnya.
Mengetahui hal itu, Ganjar berpesan kepada pihak rumah sakit agar segera melengkapi peralatan yang kurang. Sehingga, pelayanan prima sektor kesehatan dapat meningkat pesat.
Ganjar sendiri pada tahun ini cukup intens memantau pelayanan seluruh RSUD di Jawa Tengah. Tujuannya agar rumah sakit pemerintah daerah benar-benar mengoptimalkan kualitas layanan kesehatan untuk masyarakat. Selain itu, sekaligus menekan angka kematian ibu melahirkan (AKI) dan angka kematian bayi baru melahirkan (AKB) yang tahun lalu sangat tinggi.
manajemenrumahsakit.net :: Sampit – Masyarakat Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, berharap RSUD dr Murjani Sampit menyediakan layanan cuci darah karena sangat dibutuhkan oleh penderita penyakit tertentu.
“Kasihan warga yang membutuhkan layanan cuci darah harus ke luar daerah karena RSUD Murjani belum memiliki fasilitas layanan tersebut. Ini sangat mendesak karena kalau penderita terlambat cuci darah maka dampaknya fatal. Bayangkan betapa susahnya mereka harus bolak-balik ke luar daerah untuk cuci darah,” kata Ani, warga Sampit, Senin.
Selama ini, warga yang menderita berbagai penyakit seperti gangguan ginjal, yang mengharuskan cuci darah, tidak ada pilihan selain melakukan cuci darah di luar daerah. Saat ini, alternatifnya yaitu RSUD dr Doris Sylvanus Palangka Raya, rumah sakit-rumah sakit di Banjarmasin atau di pulau Jawa.
Kondisi ini sangat menyulitkan pasien dan keluarganya. Selain cukup membebani biaya, mereka juga terpaksa harus bolak-balik perjalanan jauh untuk melakukan cuci darah di rumah sakit tersebut sesuai kebutuhan.
“Kan ada yang cuci darah dua minggu sekali, bahkan satu minggu sekali. Kalau tidak cuci darah, maka bisa berpengaruh terhadap kondisi kesehatan. Kasihan, mereka harus berkorban harta, waktu dan tenaga untuk menjangkau layanan cuci darah di luar daerah,” sambung Ani.
Sementara itu, pihak RSUD dr Murjani Sampit ternyata juga memperhatikan masalah ini. Pihak rumah sakit berharap layanan cuci darah sudah bisa mereka berikan mulai tahun depan.
“Sebelum pengadaan alat cuci darah, terlebih dahulu mempersiapkan yang lainnya seperti pelatihan untuk dokternya hingga harus mempunyai
water treatment sendiri. Bukan hanya urusan membeli alat cuci darah, tetapi semuanya juga harus dipersiapkan, khususnya ruangan dan tenaga ahlinya,” kata Direktur RSUD dr Murjani Sampit, dr Deny Muda Pradana.
Tidak dirincikan berapa biaya yang dibutuhkan, namun pihak rumah sakit berupaya agar rencana itu bisa terwujud. Harapannya, penderita tidak perlu lagi ke luar daerah ketika hendak melakukan cuci darah.
manajemenrumahsakit.net :: Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Aceh, dr M Yani MKes mengatakan, tujuan awal dari penerapan Pergub Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pedoman Penetapan dan Pelaksanaan Rumah Sakit Rujukan Regional di Aceh itu adalah untuk membiasakan warga Aceh berobat rujukan di rumah sakit (RS) berdasarkan jenjang tingkatan kelas rumah sakitnya, mulai dari RS kelas D, C, B, dan A.
Kalau aturan jenjang rujukan berobatnya sudah berjalan, pada saat rumah sakit regionalnya nanti diwujudkan, maka pasien yang hendak berobat ke RS yang lebih tinggi kelasnya, sudah tahu dan paham.
Misalnya, pasien JKN dan JKRA dari Aceh Besar dan Sabang, karena RS-nya baru kelas D, maka sebelum dirujuk ke RS kelas A (RSUZA) dan RS kelas B (RS Meuraxa), maka ia berobat dulu ke RS kelas C, yakni ke RS Kesdam, RS Bhayangkhara, RS Bunda, dan RS lainnya yang ada kerja sama dengan BPJS Kesehatan, baru ke RS Meuraxa dan RSUZA. Ini diatur dalam Pasal 5 ayat (4) Pergub Nomor 9 Tahun 2015.
Begitupun, kata Yani, jika pergub ini menjadi penghalang atau kendala bagi masyarakat miskin yang ingin berobat dan operasi di RS kelas B maupun A, maka akan dikaji kembali dan dicarikan solusinya.
Dinkes Aceh siap menjelaskan maksud dan tujuan penerapan pergub itu kepada anggota DPRA maupun yang ingin bertanya lebih dalam lagi.
manajemenrumahsakit.net :: Pangkalpinang (ANTARA News) – PT Timah (Persero) Tbk membangun rumah sakit atau “rumah sehat” senilai Rp5,782 miliar untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat miskin di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
“Rumah sehat ini merupakan turunan program Indonesia Sehat yang fokus bidang kesehatan bagi masyarakat kurang mampu, dengan konsep rumah sakit tanpa memunggut biaya apa pun,” kata Dirut PT Timah Sukrisno usai peresmian rumah sehat di Pangkalpinang, Rabu.
Ia menjelaskan bahwa pembangunan rumah sehat ini telah mengeluarkan anggaran Rp5,782 miliar dengan rincian Rp4,516 miliar pembangunan gedung dan Rp1,266 miliar untuk pengadaan alat kesehatan dan perlengkapan penunjang lainnya.
Anggaran pembangunan rumah sehat ini, kata dia, berasal dari dana CSR dan penghasilan karyawan yang dipotong zakat 2,5 persen.
“Pelayanan kesehatan di rumah sakit ini gratis, karena akan dibiayai dana zakat yang dikelola Baznas,” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa masyarakat yang mendapatkan pelayanan kesehatan gratis adalah para dhuafa dan terdaftar sebagai anggota rumah sehat.
“Pembangunan rumah sehat ini merupakan kerja sama PT Timah – Baznas untuk memberikan pelayanan kesehatan terpadu mencakup promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi bagi mereka yang membutuhkannya,” ujarnya.
Rumah sakit tanpa kasir ini, kata dia, memiliki berbagai fasilitas untuk memuliakan masyarakat miskin, misalnya klinik umum, gigi, hipertensi, diabetes, instalasi gawat darurat, fisioterapi, rawat inap, labortorium, apotik serta mobil ambulans.
Sementara itu, tenaga medis yang disiapkan untuk melayani masyarakat yaitu dokter umum, gigi, bidan, perawat, apoteker dan analis.
“Mudah-mudahan dengan adanya rumah sehat ini, dapat meringankan beban masyarakat miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas,” harapnya.
manajemenrumahsakit.net :: JAKARTA – Pemerintah pusat diminta segera merampungkan pembangunan rumah sakit rujukan di Takengon, Aceh Tengah yang mulai tersendat, seiring anggaran belum dialokasikan. Pembangunan rumah sakit rujukan itu menghabiskan dana sekitar Rp 250 miliar, sebagian berasal dari APBA dan lainnya dari APBN.
Ketua Tim Pemantau Otsus Aceh DPR-R,I H Firmandez SE sebelum terbang ke Kuba, Sabtu (1/8) berjanji akan menindaklanjuti usulan pembngunan rumah sakit tersebut. Kunjungan Firmandez ke Kuba dalam rangka rapat dengar pendakat Komisi I DPR-RI dengan para duta besar di Kuba, Mexico, dan Panama.