Jawab:
Ya, untuk APBD/APBN mekanisme penggunaannya seperti biasa, yaitu dengan Keppres No. 80. Yang boleh dipakai langsung oleh BLUD adalah pendapatan dari sumber non APBD/APBN, yaitu: pendapatan operasional(jasa layanan), hasil kerjasama, hibah dan pendapatan lain-lainyang sah.
2. Mengapa Kementerian Dalam Negeri tidak sekalian saja mengeluarkan juklak-juknis yang lebih operasional untuk pelaksanaan BLUD?
Jawab:
Permendagri tidak mengurusi sampai kesana, namun diserahkan pada daerah/RS-nya masing-masing, bagaimana pendekatan ke Pemda agar berjalan baik. Jika diatur oleh pusat, maka semangat fleksibilitasnya akan hilang.
3. Pemerintah Daerah saya keberatan jika RS saja jadi BLUD karena Pemda jadi tidak punya uang kas lagi, karena RS tidak lagi menyetorkan pendapatannya ke Pemda.
Jawab:
Ya benar, memang yang sering jadi masalah akhirnya adalah uang kas (fresh money). Pemda jadi tidak punya dana segar untuk membiayai macam-macam operasional Pemda. Tapi sekarang pertanyaannya begini: layakkah uang orang sakit dipakai untuk membiayai pembangunan, operasional pemda, honor DPRD, dll? Orang sakit sudah menderita karena sakitnya, harus jadi tambah miskin karena membayar biaya pelayanan kesehatan yang mahal, karena uangnya akan digunakan oleh pemda. Dimana letak keadilannya? Dimana letak janji dan sumpah jabatan yang katanya mau melindungi dan mengayomi rakyat?
4. Apakah ada kemungkinan RS saya ditolak saat mengajukan permohonan BLUD? Berdasar UU RS, semua RS harus BLUD.
Jawab:
Ya, karena berdasarkan Permendagri 61/2007 ada tiga kemungkinan dari hasil penilaian syarat administratif: BLUD penuh, BLUD bertahap, atau ditolak. Jika ditolak, berarti masih banyak dokumen administartif yang belum sesuai. RS harus membenahi dulu karena ini adalah syarat, lalu kemudian bisa mengajukan kembali. Proses ini harus ditempuh karena RSUD wajib BLUD. Jadi sebaiknya dari awal diusahakan menyusun dokumen administratif secara benar agar tidak ditolak
5. Apa bedanya Dewan Pengawas dan Tim Penilai PPK-BLUD?
Jawab:
Dewan pengawas dibentuk SETELAH BLUD ditetapkan. Tim penilai dibentuk SEBELUM BLUD ditetapkan. Dewas dibentuk bila diperlukan (tidak wajib) dan tugasnya adalah mengawasi jalannya BLUD. Ada kriteria tertentu bagi RSuntuk bisa membentuk Dewas, yaitu terkait dengan nilai omset dan aset lembaga, mengacu pada Permenkeu.
6. Saya diminta memberi masukan pada SK Dewan Pengawas RS saya. Sekda sebagai ketua Dewas.
Komentar:
Yang menjadi Dewas bukan Sekda, tapi orang yang diangkat oleh kepala daerah. Soal Dewas sudah cukup jelas disebutkan pada Permendgri Pasal 43-48.
7. Jika saya ditanya mengenai “Apakah RS akan tetap menyetorkan pendapatannya ke kas daerah setelah ditetapkan sebagai BLUD”, bagaimana saya harus menjawabnya?
Jawab:
Soal setor menyetor, Pasal 83-84 sudah mengatur dengan tegas tentang pengelolaan kas BLUD. Penerimaan operasional BLUD (dari jasa layanan, kerjasama, hibah, dll) setiap hari disetorkan SELURUHNYA pada kas BLUD dan dilaporkan kepada pejabat keuangan BLUD.
8. Akhir tahun lalu RS saya punya sisa anggaran yang kami kembalikan ke Pemda. Jika sudah BLUD, bagaimana aturan mengenai penggunaan ini?
Jawab:
Penggunaan pendapatan BLUD mengacu pada RBA BLUD yang telah dibuat untuk tahun yang bersangkutan. Sebenarnya boleh saja Pemda meminta kembali sisa pendapatan BLUD tersebut, dengan mempertimbangkan likuiditas BLUD (Pasal 109, Permendagri 61/2007). Artinya, setoran ke Pemda tersebut tidak mengganggu operasional BLUD. Jika sampai mengganggu, artinya Pemda tidak mendukung RS untuk menghasilkan pelayanan yang bermutu bagi masyarakat. Ingat bahwaRS memiliki SPN dan untuk mencapai SPM ada program kerjanya. Program ini tertuang di dokumen RSB, yang kemudian menjadiRBA. Kalau pelaksanaan RBA terganggu, maka berpotensi untuk menghambat pencapaian SPM RS.
9. Jika sudah menerapkan PPK BLUD, maka RS harus transparan dan menggunakan sistem. Padalah selama ini, banyak juga teman-teman saya di RSUD yang memperoleh pendapatan diluar gaji dan jasa resmi, yaitu dari “ceperan”. Jika sistem di RS transparan, maka akan banyak staf RS yang pasti menolak karena akan kehilangan sumber pendapatannya tersebut.
Komentar:
Masalah ceperan itu memang sulit. Mereka melakukan itu awalnya kareba tidak percaya pada manajemen. Kerja banyak kokdapetnyas edikit. Tidak jelas kapan uang jasanya cair. Lebih baik nyeper sendiri. RS jadi seperti sebuah kapal induk yang tua, besar (susah belok kalau tiba-tiba arah angin berubah/susah menyesuaikan kalau lingkungan berubah), bocor sana sini (tidak efisien, kebocoran dimana-mana) dan karena pimpinan tidak tegas,orang-orang cenderung membiarkan dan cari selamat sendiri. Caranya nyeper sendiri-sendiri. Orang-orang yang nyeper itu seperti punya sekoci yang nyaman dan bahkan kadang lebih mewah dari kapal induk. Kalau sewaktu-waktu kapal induk tenggelam, mereka siap loncat ke sekoci masing-masing.
Akhirnya lingkaran seperti ini sambung menyambung tanpa terputus.Jika ada regenerasi pejabat atau pergantian orang, yang menggantikan kelakuannya sama.Meskipun tadinya saat mereka jadi “orang biasa” kelakuannya “lurus” dan bahkan ikut “mencela orang-orang yang memanfaatkan jabatan utk kepentingan pribadi”.
Dlm kondisi ini, mereka biasa disebut sedang terjebak sistem, tidak bisa berbuat banyak karena semua orang begitu, dan sebagainya…
Tapi sebenarnya siapa yang membuat sistem itu? Siapa yang bisa mengontrol orang-orang itu? Apakah tidak ada sama sekali? Pasti ada atasannya. Jika atasannya begitu juga, bagaimana? Ya ada atasannya yg di atasnya lagi yang ngontrol.. Jadi ujung-ujungnya balik ke pimpinan puncak. Bupati. Direktur RS. Direktur harus bisa mengontrol semua org yang ada di RS. Bupati harus bisa mengontrol semua orang di daerah. Kalau mau RSnya bagus, memberi pelayanan bermutu untuk rakyatnya Pak Bupati, maka Bupati harus mendukung Pak Direktur RS agar Pak Direktur bisa kontrol anak buahnya. Jangan sampe ada anak buah yang dekat dengan bupati, main telikung, bupatinya bukan mendukung direktur tapi malah melindungi staf yang seperti itu.
Kembali ke masalah ceperan, direktur harus bisa memimpin reformasi. Kembalikan kepercayaan staf, bahwa kalau mau maju bersama, buat sistem bersama, sepakati, dan jalankan. Ceperan hanya menguntungkan sebagian kecil pihak. RS tidak akan pernah maju kalau hanya sebagian kecil yang merasakan nikmatnya, apalagi yang sebagian kecil itu kerjanya nggak bagus-bagus amat…
Mengembalikan kepercayaan staf ini yang super sulit, tapi tetap harus dimulai, dan direktur harus bisa memberi contoh. Ajak orang-orang yang mau maju untuk ikut memberi contoh. Ibaratnya, kalau kita mau bersih-bersih, kita harus bersih dulu. Sapu yang kotor tidak bisa digunakan untuk membersihkan.
10. Mengapa dari proyeksi RSB, jumlah subsidi yang dibutuhkan RS saya setelah BLUD malah lebih banyak dibandingkan sebelum BLUD? Ini akan menyulitkan kami saat advokasi ke Pemda.
Jawab:
Subsidi tersebut dibutuhkan untuk peningkatan pelayanan. Bukankah selama ini pelayanan RS anda dibawah SPMdan sering mendapat komplain dari masyarakat? Bapak dan ibu pejabatdi daerah anda juga enggan berobat ke RS anda kalau sakit? Ini menunjukkan bahwa pelayanan di RS anda masih dianggap buruk, tidak aman, dan seterusnya. Kedepan, RS anda membutukan anggaran tersebut untuk mengangkat kualitas pelayanan agar sesuai SPM. BLUD juga mewajibkan pelayanan sesuai SPM, bukan?
11. Jadi, tarif boleh naik, kan?
Jawab:
Tarif naik atau tidak itu dikembalikan pada kebijakan Pemda. Peran Pemda adalah untuk mensejahterakan rakyatnya, termasuk menjamin aksesibilitas ke pelayanan kesehatan. Jadi jika rakyat tidak mampu mengakses pelayanan karena tidak memiliki cukup uang, maka Pemda yang “membelikan”.
Jika tarif saat ini sudah sesuai dengan unit cost, tidak masalah jika tidak dinaikkan. Namun pada umumnya yang terjadi adalah tarif jauh di bawah unit cost, termasuk tarif untuk pelayanan non subsidi (kelas VIP, Kelas I, dll). Jika ini terjadi, artinya pelayanan kelas non subsidi tersebut juga ikut menikmati subsidi dari pemerintah. Tentu saja ini kurang tepat karena mengakibatkan pemborosan anggaran daerah akibat terjadi salah alokasi subsidi. Apakah hal ini akan dibiarkan?
12. Apa kontribusi BLUD pada Pemda?
Jawab:
Sudah jelas bahwa dengan menerapkan PPK BLUD, RSUD bisa menekan pemborosan, mengurangi miss-allocation, berhemat di segala aspek dan perlahan-lahan bisa mengurangi subsidi APBD bila kemampuan atau daya beli masyarakatnya meningkat. Itu adalah bentuk kontribusi nyata BLUD pada pemerintah daerah.
Jika efisiensi anggaran bukan dianggap kontribusi, mungkin pemerintah daerah harus berpikir ulang mengenai keberadaan RSUD. Mungkin konsep RSUD tidak tepat, dan perlu diganti menjadi RS Swasta yang for profit, karena RSUD pada intinya adalah memberi pelayanan bukan mencari keuntungan.
Atau jika Pemda menginginkan kontribusi RS berupa pemasukan, barangkali pelayanan subsidi (misalnya layanan rawat inap kelas III) ditutup saja. RS sebaiknya sediakan Kelas VIP dan Kelas I saja sehingga ada keuntungan yang bisa didapat oleh RS untuk disetorkan pada Pemda. Dalam hal ini fungsi RSUD sudah berubah, bukan lagi menjadi lembaga yang melayani seluruh lapisan masyarakat tetapi hanya melayani kalangan yang mampu membayar.
BLUD adalah alat untuk membenahi pelayanan publik agar lebih efisien, dikelola secara transparan, menjadi lembaga yang akuntabel dan memberikan pelayanan yang efektif. BLUD bukan tujuan. Oleh karenanya, setelah ditetapkan sebagai BLUD masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan untuk menjadi lembaga yang amanah.
13. Apa bedanya laporan keuangan dengan proyeksi keuangan yang ada di RSB?
Jawab:
Laporan Keuangan sifatnya melaporkan masa lalu, aktivitas yang sudah terjadi dalam bentuk informasi keuangan.
Proyeksi keuangan di RSB sifatnya memprediksi masa depan dari aspek posisi keuangan organisasi; ada surplus atau defisit, bagaimana perkiraan perkembangan operasional keuangan dan bagaimana posisi neraca dimasa mendatang.
Jadi laporan keuangan dan RSB adalah dua dokumen yang berbeda/terpisah.
Dalam RSB memang ada analisis internal mengenai keuangan, tapi sifatnya hanya informatif, bahwa posisi keuangan RS beberapa tahun terakhir adalah seperti yang tergambar disana. Karena hanya informatif, maka yang ditampilkan paling-paling adalah nilai akhir (berapa pendapatan per tahun dan berapa biayanya). Jadi bukan dalam bentuk laporan keuangan lengkap.
Catatan:
Konsep pendanaan ke depan bagi perangkat daerah yang bersifat quasi public goods adalah lembaga tersebut diberi kemudahan dalam pengelolaan keuangannya, khususnya yang berasal dari jasa layanan. Konsekuensi dari hal ini adalah pengurangan komposisi dana yang bersumber dari APBD, sehingga diharapkan RSUD dikemudian hari bisa mandiri (untuk pelayanan non subsidi).
Anggaran yang berasal dari APBD yang selama ini dipergunakan untuk membiayai perangkat daerah tersebut dapat dialihkan untuk membiayai perangkat daerah yang bersifat public goods lainnya, misalnya untuk pembangunan sekolahan, menambah kesejahteraan guru (kaitannya dengan mencerdaskan kehidupan bangsa), membangun jalan, irigasi (kaitannya dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat) dan sebagainya. Ke depan APBD hanya fokus untuk digunakan pada pelayanan masyarakat yang bersifat public goods.
Esensi dari BLUD adalah peningkatan pelayanan dan efisiensi anggaran. Dalam Permendagri No 61/2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah disebutkan bahwa BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit Kerja pada SKPD di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Makna dari definisi ini adalah sebagai berikut:
(1) BLUD merupakan perangkat daerah, mempunyai makna bahwa BLUD asetnya merupakan aset daerah yang tidak dipisahkan;
(2) Perangkat daerah yang dapat menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD adalah SKPD (sebagai Pengguna Anggaran) atau Unit Kerja pada SKPD (sebagai Kuasa Pengguna Anggaran);
(3) Memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, mempunyai pengertian bahwa SKPD atau Unit Kerja tersebut memberi pelayanan langsung kepada masyarakat dan tidak semata-mata mencari keuntungan; dan
(4) Kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas, mempunyai arti bahwa BLUD dterapkan dalam rangka efisiensi anggaran dan peningkatan pelayanan pada masyarakat.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa BLUD masuk dalam perangkat pemerintah daerah yang bersifat quasi public goods.
Dalam Permendagri tersebut juga dinyatakan bahwa BLUD merupakan Pola Pengelolaan Keuangan yang diterapkan pada SKPD atau Unit Kerja dengan diberikan fleksibilitas, yaitu berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya.
Untuk BLUD dengan status penuh, diberikan seluruh fleksibilitas sebagaimana diatur dalam Permendagri tersebut. BLUD Bertahapdiberikan fleksibilitas pada batas-batas tertentu berkaitan dengan jumlah dana yang dapat dikelola langsung, pengelolaan barang, pengelolaan piutang, serta perumusan standar, kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan keuangan serta tidak diberikan fleksibilitas dalam hal pengelolaan investasi, pengelolaan utang, dan pengadaan barang dan/atau jasa.
Dilain pihak, sampai saat ini masih ada keragu-raguan dari para pejabat di daerah tentang implementasi dari Permendagri No 61/2007 dimaksud, karena di dalam hirarki perundang-undangan Peraturan Menteri tidak termasuk di dalamnya. Sehingga sering muncul pertanyaan, “masa’ Permendagri menabrak Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah?”. Untuk itu, dapat kami jelaskan bahwa keberadaan Permendagri No 61/2007 tersebut ada karena amanat dari PP No 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, khususnya Pasal 150, dimana disebutkan “Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan Menteri Keuangan”. Untuk itu, keberadaan Peraturan Menetri Dalam Negeri tersebut sangat kuat. Oleh karena itu, dalam membaca Peraturan Menetri Dalam Negeri tersebut hendaknya bersamaan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, karena antara keduanya merupakan satu kesatuan.
Penerapan PPK-BLUD jangan hanya mengejar fleksibilitas yang diberikan, tetapi dalam rangka peningkatan kinerja pelayanan, kinerja manfaat, dan kinerja keuangan.
Dalam hal pelayanan kesehatan, esensi penerapan PPK BLUD ini adalah agar RSUD dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Dengan menerapkan PPK-BLUD, RSUD tidak lagi mempunyai hambatan dalam melakukan pelayanan yang di sebabkan oleh peraturan yang tidak memungkinkan untuk dapat cepat tanggap dalam memenuhi kebutuhan pasien. RSUD mendapat hak berupa beberapa fleksibilitas, antara lain pendapatan tidak disetor ke rekening kas daerah namun ke rekening kas BLUD. Hal ini akan mempermudah dan mempercepat pelayanan kepada pasien, karena pendapatan dapat langsung digunakan untuk belanja, asal bertujuan untuk peningkatan pelayanan pasien. Dengan demikian dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatannya RSUDberpedoman pada Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, yang antara lain memuat indikator mutu tertentu sesuai dengan target pemenuhannya.
Fleksibilitas lainnya adalah boleh mengangkat pegawai Non PNS asal profesional dan efisien. Hal ini akan membuat kinerja RSUD lebih produktif, karena memiliki pegawai Non PNS yang direkrut atau diangkat karena kompetensinya.
Masih banyak lagi fleksibilitas lainnya, antara lain tarif pelayanan yang dapat ditetapkan dengan Peraturan Walikota/Bupati, serta pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari pendapatan operasional bisa dikecualikan dari ketentuan Perpres 54. Dengan demikian memungkinkan untuk belanja lebih efisien, lebih hemat, lebih sesuai dengan kebutuhan RSUD utamanya untuk peningkatan pelayanan pasien.
Disamping mempunyai hak berupa beberapa flesibilitas, PPK-BLUD mempunyai kewajiban meningkatkan kinerja, meliputi kinerja pelayanan, keuangan dan manfaat. Kinerja ini selalu dievaluasi oleh pemilik dalam hal ini Kepala Daerah. Hal ini menuntut RSUD untuk selalu berupaya meningkatkan kinerjanya sesuai “kontrak kerja” antara Direktur dengan Kepala Daerah, bahwa Direktur menyatakan sanggup meningkatkan kinerja sebagai salah satu persyaratan ditetapkannya PPK-BLUD oleh Kepala Daerah.
Prinsip BLUD yang transparan, akuntabel, responsible dan independen memang jauh berbeda dengan sebelum BLUD. Mindset semua SDM dituntut untuk berubah, dari birokrat menjadi entrepreneur. Selalu melakukan hal yang inovatif, efisiensi di segala bidang, responsif, cepat tanggap pada kebutuhan pasien, bukan lagi terpaku pada rutinitas belaka.
Apakah ada batas maksimal belanja yang terperkenankan oleh kepala daerah setelah belanja yang dibutuhkan diprediksi melebih ambang batas yang ditetapkan dalam RBA?
Mohon izin saya mau bertanya tetang BLUD di tempat kami termasuk BLUD bergaerak di Layanan air Balai Pengelolaan Air Minum juga ada Dewan Pengawas 3 orang yaitu 2 orang ASN dari luar SKPD dan 1 orang dewan pengawas dari NON ASN
berapa tarif dari masing2 dewan pengawas dan berapa tarif pengenaan pajaknya
bolehkah , BLUD menyelenggarakan Kerjasama operasional dengan Pihak Ketiga secara langsung? bermitra dan membuat kesepakatan? atau ada tahapan tertentu, dalam pelaksanaannya?jika ada , merujuk pada peraturan yang mana?
Bolehkan kepala daerah mendapat jasa medik ?
Ijin bertanya terkait fleksibilitas Blud khususnya dalam upaya peningkatan pendapatan, apakah penyediaan tempat tidur rawat inap boleh melebihi 10 bad, klo boleh apakah tidak bertentangan dengan jmlh maksimal 10 bad pada permenkes 43 th 2019? Teri.akasih jawabanya ditunggu nggih guna memantapkan langkah blud untuk meningkatkan pendapatan
Assalamualaikum
Mohon maaf sebelumnya ijin bertanya:
Berdasarkan surat dari Menteri PAN-RB RI NOMOR : B/1511/M.SM.01.00/2022 TANGGAL 22 JULI 2022 TTG PENDATAAN TENAGA NON ASN DI LINGKUNGAN INSTANSI PEMERINTAH tertera pada Nomor.3 point.b adalah: syarat untuk bisa ikut dalam seleksi PPPK yaitu mendapatkan honorarium dengan mekanisme pembayaran langsung berasal dari APBN untuk instansi pusat dan APBD untuk instansi daerah dan bukan melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa baik individu maupun pihak ketiga,,,
Pertanyaan nya: apakah saat ditetapkan nya pegawai BLUD apakah bisa mengikuti seleksi PPPK tersebut walaupun gaji pegawai BLUD dari BLUD itu sendiri?
Terimakasih atas jawabannya Yg diberikan
Wassalamu’alaikum
Apakah boleh PPTK BLUD seorang staf dan disetujui oleh direktur …dan apakah boleh BLuD mengelola sendiri kantin BLUD
Apakah perbedaan antara dewan pengawas rumah sakit dengan dewan pengawas BLUD, dan apa perbedaan tugas tugas dan kewajibannya, terima kasih
Apakah BLUD RSUD boleh membuka rekening posito tanpa derdaftar di SK Rekening Daerah. Sementara Pemda belum memiliki Peraturan Bupati yang mengatur tentang pembukaan deposito pada BLUD.
1. Terkait penggunaan SILPA, apakah dalam menggunakan SILPA BLUD harus melalui mekanisme APBD terlebih dahulu sehingga harus menunggu perubahan APBD??
2. Mohon menjelasan arti dari penggunaan SILPA untuk memenuhi kebutuhan likuiditas BLUD??
Dengan keterlambatan BPJS membayar piutang RSUD Kami, kami berencana mangajukan pinjaman / anjak piutang tsb ke perbankan yang ingin saya tanyakan :
1. bagaimana pembukuan pertanggungjawaban di bendahara pengeluaran.
2. bagaimana bentuk2 laporan PPK
3. bagaimana bentuk2 laporan KPA ke pemerintah daerah sbg pemilik RS
Selamat sore, saya ingin bertanya mengenai rasio rentabilitas yang di gunakan untuk mengukur kinerja keuangan berdasar Permendagri 79 THN 2018. Apakah untuk menghitung surplus operasional, pendapatan operasional juga harus dikurangkan dengan biaya gaji pegawai yg ditanggung pemerintah? Terima kasih
Ketika RSUD sudah BLUD ,apakah kontribusi RSUD ke dispenda
apakah BLUD Bisa dianggkat menjadi PNS sesuai masa lama kerjanya
Apa boleh dilakukan perubahan RBA yang sudah menjadi dokumen karena ada kesalahan dalam memproyeksikan pendapatan atau biaya, jika boleh atau tidak apa ada dasar hukumnya, terimakasih
Met pagi mau tanya apakah permendagri 61 tahun 2007 masih berlaku dengan terbitnya pp 18 tahun 2016 dan permendagri 12 tahun 2017 tentang jabatan direktur rsud adalah pejabat fungsional. Sedangkan di permendagri 61 dapat non pns. Tks
Apakah boleh bendahara pengeluaran mengeluarkan dana blud sebelum dpa disahkan?
Trimakasih atas pencerahannya.
apakah ketika RSUD sudah terakreditasi, kepala ruangan yang non PNS langsung diangkat menjadi PNS?
Yth Tim Manajemen Rumah Sakit
Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan :
1. Berdasarkan Permendagri No. 61 th 2007 pasal 45 ayat 1 berbunyi : Anggota dewan pengawas terdiri dari unsur Pejabat SKPD yang berkaitan dengan kegiatan BLUD, yang ingin saya tanyakan ; Siapa Pejabat SKPD yang dimaksud?
2. Bolehkah Sekda di tetapkan sebagai Ketua Dewan Pengawas?
3. Di BLUD RSUD Hanafiah Batusangkar , Dewan Pengawas terdiri dari:
– Ketua —— Sekda
– Anggota —– Asisten I, Kabag Hukum, Dan Kepala Dinas BKD (Badan Keuangan Daerah),
– Staf Ahli —– Pensiunan Pegawai BLUD
Berdasarkan Pemendagri No 61 tahun 2007 bolehkan susunan Dewan Pengawas seperti diatas?
Mohon penjelasan dari tim manajemn Rumah Sakit, Sebelumnya saya ucapkan Terima Kasih.
Yth. Ibu Liza Gusmati,
1. Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis PPK BLUD tidak hanya untuk RS, tp untuk SKPD dan UPTD yang menjadi BLUD. Pasal 45 ayat 1, jika BLUD nya RS, maka dapat pejabat di dinkes.
2. Pasal 45
(1) Anggota dewan pengawas dapat terdiri dari unsur-unsur:
Apakah sekda termasuk kriteria pasal 45?
3. Apakah susunan diatas sudah sesuai dengan Pasal 45 Permendagri 61/2007?
Apakah ada persyaratan untuk pendirian apotek swakelola di rumah sakit yang sudah BLUD? apakah ada dasar hukumnya? terimakasih
Bu desi bisa baca permendagri 61/2007 pasal 93 dan seterusnya:
Pasal 93
(1) BLUD tidak dapat melakukan investasi jangka panjang, kecuali atas persetujuan kepala daerah.
(2) Investasi jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain:
a. penyertaan modal;
b. pemilikan obligasi Lntuk masa jangka panjang; dan
c. investasi langsung seperti pendirian perusahaan.
Pasal 94
Dalam hal BLUD mendirikan/membeli badan usaha yang berbadan hukum, kepemilikan badan usaha tersebut ada pada pemerintah daerah.
Pasal 95
(1) Hasil investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1), merupakan pendapatan BLUD.
(2) Pendapatan BLUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipergunakan secara langsung untuk membiayai pengeluaran sesuai RBA.
Kalau boleh tau, untuk apa RS membuat apotek swakelola?
Yth. Tim Manajemen RS
Saya harus membuat rasio-rasio keuangan, tapi saya coba searching kebanyakan untuk perusahaan dagang. Untuk RS sebagai BLUD, rasio-rasio apakah yang harus dibuat, rumusnya serta analisanya bagaimana. Mohon bantuan dari tim manajemen RS. Sebelumnya saya ucapkan terimakasih banyak
Yth ibu Liza Gusmawati,
Betul sekali bu, rasio keuangan banyak untuk perusahaan yang mencari laba (for profit organisation). Untuk BLUD, rasio yang lebih penting adalah:
Umur Piutang, karena RS memiliki cukup banyak piutang. Jadi bisa mengetahui rata2 umur piutang untuk memenuhi kemampuan RS untuk mencukupi kas
Perputaran persediaan, karena RS memiliki cukup banyak persediaan. Perputaran persediaan yang tinggi menandakan efektivitas manajemen persediaan. Sebaliknya perputaran persediaan yang rendah menandakan kurangnya pengendalian persediaan yang efektif
Cost recovery: Pendapatan operasional dibagi dengan total biaya
Apabila BLUD memiliki utang, mungkin rasio liquiditas bisa dipakai, bu liza
Rasio Lancar: Mengukur kemampuan perusahaan memenuhi hutang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya.
Quick rasio, memperhitungkan Kas dan Piutang; tidak memperhitungkan Persediaan
Bolehkah Pegawai non PNS / BLUD menjabat sebagai pengganti Kepala Instalasi Farmasi jika sudah memenuhi persyaratan PERMENKES sebagai Apoteker ??
Yth. Bapak/Ibu indra Gunretno
Untuk aturan PNS dan non PNS ada di permendagri 61/2007 pasal 40-42
Terkait persiapan pelaksanaan RS PPK BLUD.. mhn informasi.. peraturan kepala daerah apa saja yang harus kami buat, selain 5 hal persyaratan administrasi menjadi BLUD. terimakasih.
Yth tim manajemen rumah sakit
Ada beberapa kasus yang ingin saya tanyakan.
1. Pada bulan September ada beberapa belanja yang anggarannya sudah habis. Seperti belanja obat-obatan dan listrik. Bagaimanakah solusi untuk kasus ini, apakah bisa dilakukan pergeseran anggaran dalam RBA, atau bisa memakai ambang batas sementara pendapatan belum melebihi target yang ditetapkan?
2. Atau jika seandainya tidak di bisa dilalukan pergeseran atau tidak boleh memakai ambang batas bolehkah tetap melakukan belanja dengan pendapatan yang ada, dengan cara bidang terkait mengajukan semacam telaah staf kepada direktur untuk belanja menggunakan uang yang ada, sampai nanti ada anggaran perubahan.( Pencatatan belanja dilakukan setelah anggaran perubahan, )
Mohon bantuan tim manajemen rs, terimakasih.
Dear Ibu Liza Gusmawati,
1. Pergeseran dalam satu jenis belanja dapat dilakukan, nanti pada saat APBD perubahan, RBA disesuaikan dengan perubahan yang dilakukan. pada prinsipnya BLUD adalah Pendapatan sama dengan Biaya…. jadi apabila pendapatan meningkat, biaya juga harusnya meningkat, jadi bisa menggunakan ambang batas yang sudah ditetapkan dalam RBA. untuk di ingat, fleksibilitas ada pada biaya2 yang bersumber dari pendapatan jasa layanan, hibah, kerjasama dan lain2 pendapatan yang sah. untuk yang bersumber dari APBD dan APBN, tidak dapat
2. Pergeseran bisa dilakukan, jadi sepertinya tidak perlu buat telaah staff….sekali lagi disampaikan, yang bisa digeser2 adalah yang sumbernya Non APBD/APBN
demikian yang dapat disampaikan,
terimakasih,
salam,
Bapak/ ibu Yth
Apakah bisa belanja tahun lalu (th 2015) kita bayarkan pada tahun ini (2016), tapi belanja tersebut tidak tercatat sebagai hutang pada akhir th 2015. Ini terjadi karena ada kesalahan / kurang catat dan baru diketahui pada tahun ini. Mohon bantuannya, terimakasih.
Terimakasih atas pertanyaan Ibu Liza Gusmawati
Fleksibilitas BLUD diberikan untuk sumber dana yang berasal dari Non APBD/APBN.
Setiap belanja harus dianggarkan pada dokumen penganggaran (RBA). Apabila belum tercatat, maka harus di catatkan terlebih dahulu pada dokumen penganggaran (RBA). Mungkin bapak/ibu bisa memasukkan di Anggaran Perubahan tahun 2016 ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Terimakasih…
Salam,
Bapak/ibu yth. Apakah dalam BLUD bisa merangkap 2 jabatan sekaligus.misal pptk merangkap SPI.mohon jawabannya.terima kasih
Yth Bu Desi,
Prinsip utama BLUD adalah pola pengelolaan keuangan, untuk meningkatkan pelayanan. Selama diperbolehkan oleh aturan yang lain untuk merangkap 2 jabatan, tidak apa2. Tapi jika oleh aturan yang lain tidak diperbolehkan, maka staf tidak boleh merangkap jabatan.
Semoga membantu
Bapak Yth.
RSU kami sudah BLUD apakah boleh selain bendh.penerimaan, bendh.pengeluaran dan bendh.barang diberikan insentif atau honorarium pengelola keuangan BLUD yg bersumber dari dana BLUD atau APBD, kalau boleh apakah dasar hukumnya ?
sekian dan terimakasih
Yth Fitrian Awank,
Pemberian insentif yang merupakan bagian dari Remunerasi sudah di atur dalam permendagri No 61 Tahun 2007 pasal 50 – pasal 54, tentang remunerasi.
Jika uang berasal dari Non APBD/APBN maka harus ada Perkada ttg remunerasi.
demikian yang dapat kami sampaikan,
terimakasih
salam,
RS Islam (RS Swasta di ampu Yayasan RSI) saat ini diambil oleh Pemda sebagai RSUD type C (BLUD)
bagaimana status karyawan ?
dari aturan BLUD status karyawan RSI dengan status karyawan BLUD turun kesejahteraannya , bagaimana solusi yang efektif
untuk penyesuaian status ini ?
apalagi karyawan yang menjelang pensiun di RSI mendapat pesangon pensiun sedangkan di aturan BLUD tidak ada ? bagaimana solusinya ?
Dear Bpak Siswanto,
– Status karyawan, bisa dijadikan sebagai karyawan BLUD
– Mengenai kesejahteraan, tergantung kebijakan pemerintah karena RS telah menjadi RS Pemerintah
– harus terdapat kebijakan kepala daerah, jika dana yang digunakan berasal dari non APBD. jika dari APBD, menyesuaikan dengan aturan penggunaan APBD
Demikian yang dapatkami sampaikan.
Bapak/Ibu yth
Bagaimana seharusnya aturan penggunaan sisa kas (Siapa) blud setiap tahunnya, adakah aturan tertulis dari kementrian tentang penggunaannya atau diatur dengan peraturan kepala daerah.
Mohon penjelasannya, terimakasih
Yth Bu Liza Gusmawati,
Sesuai Permendagri 61 Tahun 2007 ttg Pedoman Teknis BLUD sebagai berikut:
Pasal 109
(1) Surplus anggaran BLUD merupakan selisih lebih antara realisasi pendapatan dan realisasi biaya BLUD pada satu tahun anggaran.
(2) Surplus anggaran BLUD dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas permintaan kepala daerah disetorkan sebagian atau seluruhnya ke kas daerah dengan mempertimbangkan posisi likuiditas BLUD.
Sesuai pasal 109 ayat 2, maka surplus bisa digunakan oleh BLUD. dasar penggunaan dibuat Peraturan Kepala Daerah ttg penggunaan surplus.
Permendagri 31 tahun 2016 ttg Pedoman APBD tahun 2017, Lampiran V-Hal-hal khusus lainnya No 17.b.3, disebutkan bahwa:
pagu anggaran BLUD dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang sumber dananya berasal dari pendapatan dan surplus BLUD, dirinci dalam 1 (satu) program, 1 (satu) kegiatan, 1 (satu) output dan jenis belanja
Ada kata2 surplus di permendagri tersebut, jadi surplus bisa digunakan. tapi harus dimasukkan di RBA.
demikian yang dapat kami jelaskan kepada ibu, jika ada yang ingin di tanyakan silahkan menghubungi kami di 08127675832 (Yos)
Salam,
“Ada kata2 surplus di permendagri tersebut, jadi surplus bisa digunakan. tapi harus dimasukkan di RBA.” Untuk di pengganggaran sisa kas tahun lalu di RBA di masukannya ke rekening apa? belanja atau pembiayaan
Dear Pak Azhar,
di RBA dimasukkan di rekening surplus tahun lalu. Jika dimasukkan di laporan keuangan konsolidasi, dimasukkan di rekening SILPA
bagaimana kewenangan Direktur dalam penandatanganan surat2 kepegawaian yang harus ditandatangani oleh eselon II, sedangkan direktur nya berasal dari non pns ?
Dear Pak Ihsan,
Bagaimana kewenangan Direktur dalam penandatanganan surat2 kepegawaian yang harus ditandatangani oleh eselon II, sedangkan direktur nya berasal dari non pns ?
Sebelum kami jawab, apakah RS sudah memiliki peraturan kepala daerah tentang pegawai Non PNS? jika sudah ada, apakah di peraturan tersebut ada hak dan kewajiban dari pegawai non PNS? terutama hak dan kewajiban non PNS sebagai direktur BLUD. untuk urusan keuangan, pada umum nya tidak diperkenankan karena itu jika pemimpin BLUD non PNS, pejabat keuangan harus PNS.
Semoga membantu. Terima Kasih.
Pagi pak/bu admin..
Memperhatikan Permendagri No. 61 Tahun 2007 pd BAB X mengenai Pendapatan dan Biaya BLUD (pasal 60-68), bahwa BLUD wajib melaporkan Pendapatan dan Biaya nya ke PPKD setia Triwulan dengan format terlampir..
Yg saya mau tanyakan adalah apakah yg di laporkan ke PPKD dgn format tsb itu Pendapatan dan Biaya yg bersifat Kas saja atau tidak pak/bu? Artinya Apa Pendapatan yg msh bersifat Piutang dan Belanja yg msh bersifat Utang jg termasuk yg dilaporkan dlm format tsb?? Trims
Dear Pak Ibe,
Memperhatikan Permendagri No. 61 Tahun 2007 pd BAB X mengenai Pendapatan dan Biaya BLUD (pasal 60-68), bahwa BLUD wajib melaporkan Pendapatan dan Biaya nya ke PPKD setia Triwulan dengan format terlampir..
Yg saya mau tanyakan adalah apakah yg di laporkan ke PPKD dgn format tsb itu Pendapatan dan Biaya yg bersifat Kas saja atau tidak pak/bu? Artinya Apa Pendapatan yg msh bersifat Piutang dan Belanja yg msh bersifat Utang jg termasuk yg dilaporkan dlm format tsb?? Trims
yang dilaporkan adalah yang akan menjadi pendapatan dan belanja yang dicatatkan pada keuangan daerah. saat ini, pemerintah darah sesuai dengan Permendagri 64 tahun 2013 menyusun laporan keuangan berbasis akrual, jadi sebaiknya diskusi dengan keuangan daerah, apakah yang dilaporkan tersebut hanya kas atau juga piutang.
demikian yang dapat kami sampaikan
salam,
Siapa yang dimaksud Tim Pembina Teknis di RSUD? Dapatkah Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, Sekda, dan Asisten diberikan jasa pelayanan sebagai tim pembina teknis rumah sakit untuk Tahun 2014 dan 2015? Jika tidak dimana ketentuannya, jika iya dimana ketentuannya? mohon pencerahannya, trimakasih
Dear RSUD Kota,
sesuai dengan Permendagri 61/2007:
Pasal 122
(1) Pembinaan teknis BLUD-SKPD dilakukan oleh kepala daerah melalui sekretaris daerah.
(2) Pembinaan teknis BLUD-Unit Kerja dilakukan oleh kepala SKPD yang bertanggungjawab atas urusan pemerintahan yang bersangkutan.
(3) Pembinaan keuangan BLUD dilakukan oleh PPKD.
pada peraturan tersebut disebutkan bahwa pembina teknis adalah kepala daerah melalui Sekretaris daerah. tidak ada dasar atau ketentuan bahwa pembina teknis diberikan jasa pelayanan, jadi sebaiknya tidak diberikan. jika pembina teknis datang ke RS sebagai nara sumber, bisa saja diberikan honor sebagai nara sumber tapi bukan rutin diberikan jasa pelayanan.
Trimakasih Bapak/Ibuk admin atas pencerahannya
Berdasarkan permendagri 61/2007 rsud yg sdh blu wajib dinilai kinerjanya. yang dinilai ada 4 yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Rumah sakit kami sudah menerapkan PPK-BLUD sejak tahun 2009, dalam penyusunan renstra bisnis (5 tahun) sudah mengadopsi balanced scorecard yaitu keempat perspektif diatas. tetapi dalam perjalanannya, kenyataannya RS kami blm diniliai kinerjanya secara rutin dan tahunan berdasarkan keempat perspektif tersebut. Yang ingin saya tanyakan:
apakah ada aturan khusus untuk rsud blud sebagai pedoman dalam menentukan indikator dari masing-masing keempat perspektif diatas? Mohon pencerahannya. terima kasih.
Yth Pak Hatta di tempat
RS yang menerapkan PPK BLUD harus bisa meningkatkan kinerja pelayanan, kinerja keuangan dan kinerja manfaat untuk masyarakat seperti yang terdapat pada aturan Permendagri 61/2007 ttg pedoman teknis BLUD pasal 11 ayat 1. aturan khusus mengenai pedoman dalam menetukan indikator sepanjang yang kami tau belum ada, pak. tapi untuk menentukan kinerja pelayanan bisa dilihat dari pelayanan yang diberikan dibandingkan dengan RBA RS. untuk kinerja keuangan bisa dilihat dari RBA dan Lap keu RS dan untuk melihat kinerja manfaat, bisa dilihat dari pencapaian SPM RS.
pada Permendagri 61/2007, kami copykan disini:
BAB XV
EVALUASI DAN PENILAIAN KINERJA
Pasal 127
(1) Evaluasi dan penilaian kinerja BLUD dilakukan setiap tahun oleh kepala daerah dan/atau dewan pengawas terhadap aspek keuangan dan non keuangan.
(2) Evaluasi dan penilaian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan untuk mengukur tingkat pencapaian hasil pengelolaan BLUD sebagaimana ditetapkan dalam renstra bisnis dan RBA.
Pasal 128
Evaluasi dan penilaian kinerja dari aspek keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (1), dapat diukur berdasarkan tingkat kemampuan BLUD dalam:
Pasal 129
Penilaian kinerja dari aspek non keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (1), dapat diukur berdasarkan perspektif pelanggan, proses internal pelayanan, pembelajaran, dan pertumbuhan.
pada permendagri tersebut evaluasi dan penilaian kinerja dilakukan oleh kepala daerah dan atau dewas.
sebagai info tambahan untuk bapak, kami pernah melakukan evaluasi kinerja pada RS BLUD. evaluasi yang dilakukan adalah melihat RSB, RBA, laporan pelayanan, laporan keuangan, dan SPM RS.
demikian yang dapat kami sampaikan, mudah2an bisa membantu menjawab yang bapak tanyakan,
salam,
Bagaimana cara penetapan honor/remunerasi untuk pimpinan BLU?
Lamat siang…
Saya mau bertanya..
Apabila suatu waktu di kab.kami ada pengangkatan honor menjadi PNS..apakah kami yg pd saat itu menjadi honor BLUD di RSUD samosir dapat mengikuti y..?
Tri.kasih bu..
Dalam penyusunan RBA Rumah Sakit yang sumber dana berasal dari pendapatan operasional, apakah antara rencana pendapatan dan rencana belanca harus balance ? (misal pendapatan 25 M, maka belanja juga harus 25 M)…mohon penjelasan, terimakasih.
Bpk/ibu Yth: mohon bantuan… RS kami telah ditetapkan sebagai BLUD sejak Januari 2015 namun kami belum menyususn Unit Cost, disisi lain pendapatan sudah kami gunakan langsung dengan menggunakan Perda Retribusi . bagaimana caranya agar kami tidak disalahkan sebab kami baru mau menyusun UC untuk tarif layanan. kami telah mengajukan ke Pemda untuk dapat mengijikan kami dengan SK Gubernur untuk mengijikan kami menggunakan Perda Retribusi sebagai Tarif Layanan per unit cost selama belum terbitnya aturan untuk Tarif Layanan. Wasallam
Berdasarkan Permendagri 61/2007 salah satu yang boleh menjabat sebagai Dewan Pengawas pada BLUD adalah Pejabat SKPD yang berkaitan dengan kegiatan BLUD. Siapa saja dalam hal ini?
Pun diperbolehkan non PNS menjabat sebagai direktur/pimpinan BLUD. Apakah profesi tertentu saja yang boleh menjabat?
Terima kasih
Dear Mya Bjb,
1.Pejabat SKPD yang berkaitan dengan kegiatan BLUD, jika BLUD tersebut adalah RS, maka kegiatan yang berkaitan dengan RS adalah Dinas kesehatan. memang di permendagri 61 tidak menjelaskan secara detil, dikarenakan kalau disebut kan secara detil, jika BLUD tersebut adalah tempat wisata, maka nantinya menjadi dewas adalah SKPD yang berkitan dengan kegiatan wisata
2. Betul, pemimpin BLUD boleh dijabat oleh non PNS. kalau BLUD tersebut adalah RS, maka kita merujuk ke UU no 44 ttg RS. pada UU tersebut dijelaskan adalah bahwa direktur RS adalah tenaga medis. BLUD hanya memberikan fleksibilitas pada pengelolaan keuangan.
Terima Kasih
RS kami berstatus BLUD namun belum menyusun Unit Cost, untuk tarif layanan kami menggunkaan PERDA Retribusi Tarif, kami sementara menyusun UC,apakah ini dapat digunakan ? kalau tidak sesuai aturan apa yang harus kami lakukan sebab untuk tarif layanan kami tidak menyetor lagi PAD. mohon arahan dan petunjuk. atas kerjasamanya diucapkan terimakasih. Salam dan hormat kami
Dear Ibu Marselina,
Untuk tarif BLUD, bisa melihat Permendagri No. 61 Tahun 2007 Pasal 57 – 59. sebaiknya perhitungan UC segera diselesaikan dan dijadikan peraturan kepala daerah
Rumah Sakit kami telah BLUD penuh dengan Status RS pendidikan berstatus tipe A pendidikan.
Rumah sakit telah membentuk Tim SPI 5 tahun yang lau. Akan tetapi autput yang dihasilkan belum memenuhi standar Audit yang seharusnya. Kami sekarang sedang melaksanakan Audit terhadap 4 bidang , yaitu 1. Audit Pelayanan Medis. 2. Audit Pelayanan Keperawatan. 3. Audit Administrasi dan keuangan. 4. Audit Penunjang. Untuk sekarang yang telah kami kerjakan pengumpulan bahan-bahan yang berkaitan dengan aturan dang kebijakan dan juga dokumen yang berklaitan dengan bagian yang akan diaudit.
Yang menjadi pertanyaannya bagaiman langkah-langkah dan teknik yang benar untuk melakukan audit sehingga hasil autputnya dapat diakui baik intern Rumah Sakit maupun auditor ekternal.
Demikian atas kesediaan waktu dan jawaban kami ucapkan terima kasih. (Alumni KMPK UGM)
Yth:
RS kami baru ditetapkan sebagai PPK-BLUD sejak 1 Januari 2015, saat ditetapkan kami belum menyusun RBA. tapi sekarang kami sudah menyusun RBA untuk anggaran perubahan. Menjadi masalah PPKD tidak mau menandatangani RBA dengan alasan RBA belum ada kami telah menggunakan langsung penerimaan RS untuk membiayai belanja operasinal. bagaimana laporan pertanggungjawabnya. Apakah kami harus membuat SAK atau SAP. Terimaksih untuk jawabannya selamat beraktivitas Wasalamm
Dear Ibu Marselina,
1. Untuk bisa menjadi BLUD, harus mengikuti persyaratan Teknis, Substantif dan administratif. Tarif berdasarkan UC bukan menjadi persyaratan. tetapi, setelah menjadi BLUD, maka tarif harus berdasarkan UC, sesuai dengan permendagri 61 tahun 2007, pasal 57 – 59.
2. pada saat penetapan menjadi BLUD, apakah APBD 2015 sudah disahkan?? jika belum, maka RS menyusun RBA untuk APBD 2015. tp jika APBD sudah disahkan, maka RS yang sudah menjadi BLUD, mengikuti RKA yang sudah dibuat. fleksibilitas BLUD hendaknya diikuti oleh aturan kepala daerah. jadi apabila APBD 2015 sudah disahkan, kemudian RS disahkan menjadi BLUD setelah pengesahan APBD, maka Perkada tentang Penjabaran APBD dirubah mengikuti dirubahnya RS menjadi BLUD…..
Demikian yang dapat disampaikan,
salam,
RSUD kami baru berstatus BLUD per 1 Januari 2014..yang mau saya tanyakan mengenai pemanfaatan surplus kas tahun 2014 yang akan kami manfaatkan untuk membayar utang jasa layanan tahun 2015 yang akan kami masukan pada saat perubahan APBD 2015….
1. Apakah pemafaatan tersebut wajib ditandatangani oleh Dewan Pengawas dan diketahui Bupati (sampai saat ini kami belum punya Dewan Pengawas)..
2. Apakah surplus tersebut dapat dianggap sebagai penerimaan..? karena jikalau kami menaikan biaya operasional (termasuk pembayaran utang jasa layanan) maka belanja kami menjadi lebih besar dan pendapatan (target pendapatan tidak kami naikan karena beberapa alasan).
3. Dalam neraca BLUD apakah harus balance (Pendapatan harus sama dengan Belanja,,?)
SUD kami baru berstatus BLUD per 1 Januari 2014..yang mau saya tanyakan mengenai pemanfaatan surplus kas tahun 2014 yang akan kami manfaatkan untuk membayar utang jasa layanan tahun 2015 yang akan kami masukan pada saat perubahan APBD 2015….
1. Apakah pemafaatan tersebut wajib ditandatangani oleh Dewan Pengawas dan diketahui Bupati (sampai saat ini kami belum punya Dewan Pengawas)..
2. Apakah surplus tersebut dapat dianggap sebagai penerimaan..? karena jikalau kami menaikan biaya operasional (termasuk pembayaran utang jasa layanan) maka belanja kami menjadi lebih besar dan pendapatan (target pendapatan tidak kami naikan karena beberapa alasan).
3. Dalam neraca BLUD apakah harus balance (Pendapatan harus sama dengan Belanja,,?)
Dear Pak Vincent,
1. BLUD diberikan fleksibilitas dalam pengelolaan anggaran. penggunaan surplus, tidak wajib ditandatangani oleh dewas. penggunaan surplus harus ada perbup nya dan dimasukkan dalam RBA.
2. surplus bukan sebagai pendapatan. pendapatan BLUD: jasa layanan, APBD/N, Hibah, Kerjasama, lain2 yg sah. sehingga pada RBA, pada bagian belanja berdasarkan sumber di tulis dari surplus tahun2 sebelumnya sehingga tidak mempengaruhi pendapatan BLUD.
3. Neraca harus seimbang antara debit dan kredit. untuk pendapatan dan biaya, prinsip utama BLUD adalah seluruh pendapatan digunakan untuk pelayanan. jadi pelayanan diharapkan meningkat. tapi dalam operasional nya, apabila BLUD defisit maka diperlukan APBD dan sebaliknya jika BLUD surplus, digunakan untuk pelayanan. BLUD bukan mencari untung, tp dalam operasional nya bisa melakukan efisiensi dan BLUD untung, ya boleh2 saja.
Terima Kasih
1. Apakah semua rumah sakit juga memakai sistem blud
2. bagi rumah sakit yang memakai sistem blud jika ada karyawan baru masuk apakah langsung masuk dalam pegawai blud atau harus melalui kriteria tertentu??
Dear Ibu Inka,
1. Berdasarkan perkiraan, baru 200an RS dari sekitar RSUD yang dtetapkan sebagai BLUD. Catatan, BLUD hanya untuk instansi milik pemerintah daerah (provinsi atau kabupaten/kota), jadi untuk RS milik pusat bukan BLUD melainkan BLU.
2. Tergantung pada mekanisme yang diikuti oleh karyawan tersebut dan peraturan kepala daerah yang mengatur tentang SDM di BLUD.
a. Jika karyawan masuk melalui jalur perekrutan PNS yang diselenggarakan oleh Pemda (BAKD), mulai dari seleksi-pengangkatan hingga penempatan, maka karyawan tersebut berstatus PNS. Dapat ditempatkan di RS sesuai dengan formasi yang tersedia.
b. Jika karyawan masuk melalui jalur perekrutan oleh RS, maka status karyawan tersebut adalah non PNS (karena RS tidak berhak merekrut PNS secara langsung). Namun ini juga tergantung pada peraturan kepala daerah. RS boleh melakukan perekrutan tenaga non PNS apabila ada perkada yang mengatur tentang hal tersebut. Jadi setelah ditetapkan sebagai BLUD, RS perlu mengusulkan perkada-perkada untuk dapat melaksanakan fleksibilitas yang dibutuhkan, termasuk fleksibilitas dalam merekrut tenaga non PNS.
Semoga cukup jelas.
Salam,
Alhamdulillah,, akhirnya ada juga web yg membahas tentang BLUD,, saya ingin menanyakan apakah anggaran blud yg bersumber dari non apbd atau apbn seperti jasa layanan dan klaim bpjs di sah kan juga oleh dprd ??
Semua pendapatan dan biaya (yang ada dalam RBA) harus disahkan oleh DPRD.
Sesuai dengan Permendagri No 52 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan APBD TA 2016,
pada hal khusus lainnya no 15 b
a. Bagi SKPD atau unit kerja pada SKPD yang telah menerapkan PPK-BLUD, agar:
1) Penyusunan RKA dalam APBD menggunakan format Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA);
2) Tahapan dan jadwal proses penyusunan RKA/RBA, mengikuti tahapan dan jadwal proses penyusunan APBD.
Jadi…..harus disahkan. RBA juga merupakan lampiran dari APBD
salam,
Selamat malam. Apabila di dalam RSB nilai proyeksi keuangan lebih rendah dari kenyataan tahun sebelumnya, apakah tetap didasari untuk dimasukkan sebagai proyeksi keuangan untuk RBA tahun berikutnya. Misalnya nilai neraca dalam RSB untuk 2015 sebesar Rp. 45 milyar, sementara untuk neraca tahun 2014 saja nilainya sudah sebesar Rp. 59 milyar. Apakah tetap harus mengikuti proyeksi di RSB? Trimakasih jawabannya.
Dear Ibu Yuliana,
yang dipakai adalah nilai pada neraca terakhir, bukan pada RSB. RSB merupakan dasar penyusunan RBA, jadi bukan harus sama dengan RSB.
Semoga membantu.
Terima kasih
Bisakah kami diberi contoh RBA BLUD RSUD. Karena terus terang kami masih bingung untuk penyusunan RBA. Trimakasih
Dear Ibu Yuliana,
Sayang sekali kami tidak bisa memberikan dokumen RBA karena kami tidak memilikinya (kami bukan RSUD, jadi tidak membuat RBA *:) happy ). Jika Ibu berminat, Ibu bisa menghubungi RSUD yang telah BLUD dan yang telah dianggap berjalan dengan baik, untuk mempelajari dokumen RBA RS tersebut.
Cara lebih mudahnya adalah Ibu bisa mempelajari buku panduan penyusunan RBA yang diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri.
Salam,
Yg ingin saya tanyakan,apakah jika ada pnerimaan cpns,pgawai blud non pns boleh mengikuti penerimaan cpns tsb?apakah ada sanksi yg diberikan jika kita mengikutinya?
Dear Bapak Wendy Cahyono,
Pegawai BLUD non PNS tentu bekerja atas dasar kontrak atau perjanjian yang telah ditandatangani oleh pihak manajemen RS dan pegawai ybs. Atau minimal berdasarkan pada aturan intrenal RS yang diterapkan bagi pegawai Non PNS. Jadi kembali lagi pada materi atau isi perjanjian atau aturan internal tersebut, adakah larangan untuk mengikuti penerimaan PNS selama masa kontrak atau tidak.
Dari sisi pendaftaran PNS, tentunya mengikuti syarat dan ketentuan yang berlaku.
Cukup jelas…, tergantung isi kontrak pegawai blud non pns atau aturan internal.
Kalau dalam kontrak atau aturan internal tidak termaktub dengan jelas larangan tersebut, maka bisa ditelusuri apakah ada implikasi dari pendaftraan cpns tersebut sampai dengan jika diterima berakibat pada pelanggaran kontrak. Sehingga hal ini bias menjadi pertimbangan.
Semoga cukup jelas.
Salam,
1. Dapatkah bendahara pengeluaran BLUD melakukan pembayaran untuk kegiatan yang belum tertampung dalam DPA (DPA Awal), namun kegiatan tersebut rencananya akan ditampung pada DPA Perubahan yang akan disahkan pada pembahasan P.APBD? sebagai informasi DPA yang ada di Rumah Sakit kami masih menganut sistem pembuatan DPA-SKPD yang mana program dan kegiatan BLUD masih terinci pada kode rekening belanja yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota.
2. Apakah perubahan RBA dapat dijadikan acuan Bendahara Pengeluaran dalam hal pembayaran yang belum tertampung dalam DPA (DPA Awal) tersebut?
3. Dalam hal besaran honorarium/remunerasi kepada Dewan Pengawas, apakah harus melalui mekanisme SK Kepala Daerah?
4. Untuk honorarium/remunerasu Dewan Pengawas adalah
a. Ketua maksimal 40% dari GAJI PEMIMPIN BLUD.
b. ANGGOTA maksimal 36% dari GAJI PEMIMPIN BLUD.
c. Sekretaris maksimal 15 % dari GAJI PEMIMPIN BLUD
yang ingin saya tanyakan dari Gaji ini maksudnya apa? Apakah gaji Pemimpin BLUD selaku gaji PNS nya? atau dari gaji yang mana ya?
Dear Bapak Agus Salim,
1. tidak dapat, jadi seharusnya RBA-DPA nya dirubah terlebih dahulu, kemudian perkada penjabaran APBD di rubah, baru bisa dilaksanakan. nanti pada saat P-APBD dilakukan perubahan untuk menampung perubahan sebelumnya yang sudah ada.
2. setelah terjadi perubahan RBA, maka DPA juga dibuatkan untuk menampung perubahan yang dilakukan di RBA, supaya ada acuan utk bendahara
3. sebaiknya begitu, supaya ada landasan hukum untuk pemberian honor kepada dewas
4. sampai saat ini, kemendagri juga belum bisa menentukan definisi dari GAJI, apakah gaji pokok, apakah gaji sebagaiPNS jika PNS, kalau pemimpin BLUD bukan PNS bagaimana? solusi nya adalah berkaitan dengan pertanyaan no.3 diatas, buat perkada ttg honor dewas, maka ada landasan pelaksaan pemberian bonor dewas
Demikian yang dapat kami jelaskan
terimakasih
salam,
apakah setelah BLUD, RKA APBD dan penghasilan RS dari jasa layanan disatukan?
Dalam penyusunan DPA-BLUD Tahun 2015 ternyata ada kegiatan yang belum tertampung di DPA 2015.
Rencananya kegiatan tersebut akan ditampung pada P.APBD Tahun 2015.
1. Apakah Rumah Sakit BLUD dapat melakukan pengeluaran untuk kegiatan tersebut sebelum P.APBD 2015 disahkan? Mengingat kegiatan tersebut bersifat mendesak (Rumah Sakit saya sudah BLUD sejak 2014).
2. Apakah dasar hukumnya?
Dear RSUD Dr. DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR,
1. Dapat.kegiatan yang belum ada di RBA 2015, dibuatkan RBA dan DPA nya, kemudian penjabaran APBD di rubah untuk disesuaikan dengan kegiatan yang baru.
2. dasar hukum nya: Permendagri no. 37 Tahun 2014, ttg Pedoman penyusunan APBD 2015., Perkada ttg BLUD, Perkada ttg penggunaan langsung kas yang berasala dari non APBD/APBN
Semoga cukup membantu.
maaf…koreksi, kalau tidak salah, jawaban yang ini bertentangan dengan jawaban dari AGUS SALIM diatas..
Bagaimana apabila DANA BLUD yang di gunakan untuk sarana pisik bangunan RS yang nilainya di bawah 2 Milyar tidak melakukan Mekanisme Tender, melainkan melakukan dengan Cara Penunjukan Langsung….Mohon Jawaban untuk pertanyaan ini yang berdasarkan atas aturan Hukum, Terimakasih
Dear Bapak Aramiko Aritonang,
Permendagri 61/2007 Pasal 100 berbunyi:
(1) BLUD dengan status penuh dapat diberikan fleksibilitas berupa pembebasan sebagian atau seluruhnya dari ketentuan yang berlaku umum bagi pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1), apabila terdapat alasan efektivitas dan/atau efisiensi.
(2) Fleksibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan terhadap pengadaan barang dan/atau jasa yang sumber dananya berasal dari:
a. jasa layanan;
b. hibah tidak terikat;
c. hasil kerjasama dengan pihak lain; dan
d. lain-lain pendapatan BLUD yang sah.
Jadi jika dana yang digunakan untuk pengadaan gedung/jasa berasal dari pendapatan BLUD, maka DAPAT menggunakan metode penunjukkan langsung (tanpa mengikuti Perpres tentang pengadaan barang dan jasa pada instansi pemerintah), karena merupakan pengecualian. NAMUN, harus diingat bahwa sebelum dapat menggunakan fleksibilitas tersebut, terlebih dahulu harus ada Peraturan Kepala Daerah mengenai barang dan jasa. Perkada ini memuat antara lain JENJANG NILAI yang dapat digunakan sebagai acuan untuk pengadaan oleh BLUD.
Jika di bawah jenjang nilai, bisa pengadaan langsung dengan alasan efisiensi (Permendagri 61/2007 Pasal 99 sd Pasal 105).
Jika nilai pengadaan melebihi jenjang nilai tersebut, maka tetap mengikuti ketentuan pengadaan secara umum (Perpres).
Jadi, Perpres tentang pengadaan barang dan jasa bagi BLUD HARUS diikuti apabila:
1. nilai pengadaan melebihi jejang nilai yang telah ditentukan dalam Perkada, dan/atau
2. dana untuk pengadaan berasal dari APBD/APBN
Untuk kasus RSUD tersebut di atas, silakan dilihat kembali Perkada (Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota) tentang pengadaan barang dan saja untuk BLUD yang bersangkutan, berapa batas maksimal pengadaan yang boleh menggunakan metode penunjukkan langsung.
Semoga cukup jelas.
Salam,
Apakah bendahara pengeluaran blud wajib potong pajak pph 22 (0,3%) atas pembelian obat ke supplier? Terimakasih
Dear Bapak Andre,
RSUD sebagai badan tidak dikenai pajak (badan). Namun yang lain-lainnya tetap mengikuti perundang-undangan yang berlaku, karena di peraturan tentang BLUD tidak diatur masalah tersebut secara khusus.
Semoga cukup jelas,
Salam.
apakah aturan terbaru penyusunan rba PMK no 4 tahun 2013 bisa juga diterapakan di rsud kota?, kalo tdk apakah aturan terbaru yang digunakan untuk menyusun rba rsud?
Dear Ibu Ririn,
Peraturan Menteri Keuangan untuk Badan Layanan Umum (BLU, bukan BLUD) hanya berlaku untuk RS di lingkungan kementerian kesehatan. Untuk BLUD (termasuk RSUD milik pemerintah kabupaten/kota) mengikuti aturan-aturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri, dalam hal ini Permendagri No 61/2007 Pasal 71 dan seterusnya.
Semoga cukup jelas.