“Penyediaan fasilitas kesehatan merupakan salah satu upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Tujuan dari pembangunan nasional adalah tercapainya hidup sehat dan pencapaian derajat kesehatan yang optimal. Healthy hospital adalah RS yang berwawasan lingkungan dan berusaha mewujudkan kenyamanan pasien dan masyarakat sekitarnya”. Demikian kutipan sambutan gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X yang dibacakan oleh Wakil Gubernur KGPAA Paku Alam X pada pembukaan Health Promotion Hospital Conference yang diselenggarakan di Yogyakarta pada 3-5 Agustus 2016. Konferensi ini diikuti oleh peserta dari beberapa negara anggota Global Green and Healthy Hospital (GGHH), antara lain Filipina, Taiwan dan Korea Selatan.
Selanjutnya, Nila mengatakan bahwa saat ini pembangunan kesehatan diarahkan untuk peningkatan kegiatan promotif dan preventif. Ada tiga pilar yaitu paradigma sehat, penguatan layanan kesehatan (yankes) dan JKN. Menurutnya, climate change membawa banyak tantangan dan masalah baru, antara lain berkurangnya sumber air bersih dan terbatasnya energi bersih. Untuk itu pemerintah melakukan penguatan pelayanan kesehatan melalui regionalisasi pelayanan rujukan untuk menjamin continuum of care. Harapannya ke depan hanya 10-20% masyarakat yang sakit dan ditangani oleh RS, sedangkan yang 80-90% adalah masyarakat yang sehat. Pertanyaan pentingnya adalah: apakah pihak-pihak yang terkait bersedia membuat RS yang green dan promoting health?
Saat membuka konferensi, Menteri Kesehatan RI, Nila Moeloek juga sekaligus meresmikan pembukaan International Cancer Center (ICC) RSUP Dr. Sardjito yang penandatanganan prasastinya disaksikan oleh Wakil Gubernur DIY KGPAA Pakualam X dan Dr. Syafak Mochammad Hanung, Sp.A., MPH.
[restabs alignment=”osc-tabs-left” responsive=”false” tabcolor=”#efefef” tabheadcolor=”#0143b5″ seltabcolor=”#ffffff” seltabheadcolor=”#000000″ tabhovercolor=”#ffffff”] [restab title=”PLENARY I” active=”active”]
Jelas climate change memiliki pengaruh terhadap kesehatan. Sejak awal tahun 1990-an data cuaca menunjukkan adanya peningkatan suhu yang berkali lipat dibanding suhu rata-rata dekade sebelumnya. Penyakit-penyakit yang berkembang di region Asia Tenggara antara tahun 1970-2009 akibat adanya perubahan iklim antara lain: malnutrisi (menyebabkan 69.875 kematian), diare (870.991 kematian), malaria (33.303 kematian), serta panas ekstrim (790.000 kematian). Data ini disampaikan oleh Mr. Sharad Adhikary, MPH, M.Sc (WHO). Dampak dari perubahan iklim adalah kekeringan, berubahnya pola penyakit menular melalui vektor, kematian terkait dengan cuaca panas, banjir, penyakit menulai melalui air, naiknya permukaan laut, migrasi, tekanan psikologis dan sebagainya. Menurut Adhikary, aksi penting yang harus segera dilakukan wajib bertujuan untuk mencegah dan mengendalikan adaptasi kesehatan terhadap penyakit, early warning system meningkatkan kapasitas komunitas dan sebagainya.
Sementara itu, menurut Dirjen Pelayanan Kesehatan yang diwakili oleh Dr. drg. Hesty, MKes climate change membawa dampak pada kesehatan, penyakit dapat dicegah (dan dikendalikan) dengan promosi kesehatan RS (PKRS) dan pada RPJMN III (2015 – 2019) fokus pembangunan kesehatan difokuskan pada area promotif dan preventif. Untuk itu, Kementerian Kesehatan telah melaksanakan dua program utama, yaitu program peningkatan akses dan program peningkatan kualitas pelayanan. Peningkatan akses antara lain dengan penguatan sistem rujukan, pengembangan layanan inovasi (misalnya telemedicine) dan mewujudkan kemitraan yang berdaya guna (misalnya melalui Sister Hospital). Program kualitas pelayanan dilakukan antara lain dengan pemenuhan sarana dan prasarana sesuai standar, pemenuhan SDM dan penguatan sistem manajemen kinerja fasilitas layanan kesehatan (fasyankes).
[/restab] [restab title=”SIMULTANEOUS PARALLEL WORKSHOPS“]
Selain sesi pleno, konferensi hari pertama juga diisi dengan beberapa workshop menarik pada tema terkait dengan climate change. Workshop tersebut antara lain bertema 1) Update on Health Promoting Hospital Management, 2) Patient Safety in Health Promoting Hospital Setting, 3) Lean Management, , 4) Advocacy in HPH Setting dan 5) Global Green Healty Hospital Agenda Goals.
Lean Management adalah tema yang dipilih untuk diikuti oleh tim website ini. Pembicaranya adalah Direktur (DR. dr. Fatema Djan Rachmat, SPb, SpBTKV, MPH) dan Staf Ahli (Nawolo Tri Sampurna, MPd) dari RS Pelni Jakarta, yang telah menerapkan konsep lean ini di berbagai bagian RS. Banyak cerita menarik dalam implementasi lean management, mulai dari mobilisasi staf, penggalangan komitmen, pemahaman hingga pelaksanaan dan evaluasi.
Dengan menerapkan lean management, RS Pelni berhasil menghemat hingga 150.000 menit jam kerja dan Rp 9 miliar budget operasional RS. Penerapan Lean Management dimulai dengan mengidentifikasi berbagai penyebab pemborosan, antara lain:
- Defect (cacat produk) yang menyebabkan produksi harus diulang (misalnya operasi ulang karena ada kesalahan)
- Over production, yaitu RS melakukan sesuatu yang tidak perlu, misalnya mensterilkan kasa terlalu banyak padahal tidak semua terpakai dan pada akhirnya harus disterilkan ulang.
- Waiting, misalnya dokter dan pasien harus menunggu operasi elektif
- Non utilised talent, misalnya dikurangi dengan memberdayakan non perawat sebagai pengantar obat untuk obat-obat sederhana yang tidak membutuhkan bantuan perawat dalam penggunaannya
- Transportation, misalnya dikurangi dengan meletakkan benda-benda diurutkan sesuai dengan urutan pemakaiannya sehingga menghemat gerakan petugas
- Motion, yaitu misalnya dikurangi dengan memberi tanda pada kamar yang sudah dibersihkan dan sudah siap ditempati kembali dimana tanda tersebut dapat dilihat dari arah nurse station untuk mengurangi pergerakan perawat (efektif mengurangi gerakan perawat selama 2 menit per TT yang sudah siap).
- Inventory, dikurangi misalnya dengan mengecilkan ukuran gudang farmasi. Sistem informasi farmasi terhubung dengan sistem informasi pada rekanan sehingga saat stok mencapai batas bawah maka supplier mendapat alarm secara otomatis dan segera mengirimkan stok baru.
- Extra processing, misalnya dikurangi dengan membuat daftar rencana obat dalam 1 tahun dan menggunakan sistem automatic ordering.
Ada banyak pertanyaan dari audiens workshop, hal ini menunjukkan besarnya antusiasme mereka terhadap materi yang disampaikan. Salah satu pertanyaannya adalah bagaimana strategi Direktur RS Pelni untuk menggalang komitmen dokter agar mau berpartisipasi dalam proses perubahan ini. Kuncinya ada pada keterbukaan direktur terhadap berbagai informasi dan kemudian membuktikan apa yang sudah dijanjikan. Melalui langkah ini, direktur membangun trust dari para tenaga medis. Saat ini dokter spesialis di RS Pelni datang pukul 5 pagi setiap hari untuk melakukan visite rawat inap. Pukul 6.30 AC di poliklinik baru mulai dinyalakan dan pk. 7.00 dokter sudah siap di ruang poliklinik untuk melayani pasien rawat jalan. Dengan demikian, semua pasien dapat dilayani tepat waktu, apalagi RS Pelni juga sudah didukung dengan e-MR yang dibangun oleh staf IT RS. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah respect to people (@pea).
[/restab] [restab title=”PLENARY II“]
Pada diskusi panel ke-2 yang dilaksanakan di hari kedua ini, menghadirkan speakers dari Direktorat Pengendalian Polusi dan Kerusakan Lingkungan, KLH (Ir. Sigit Reliantoro, MSc.), Helath Care Without Harm Asia (Mrs. Faye Ferrer dan Mrs. Ramon San Pascual) serta ahli dari Universitas Indonesia (Prof. dr. Ascobat Gani). Sigit mengenalkan PROPER sebagai alat untuk mengimplementasikan green industry. Saat ini sudah lebih dari 2000 perusahaan dari 133 kategori industri yang telah terlibat dalam PROPER. Dari 120 RS yang diratifikasi di tahun 2015, 6% mendapat predikat “hitam”, yaitu belum memenuhi environmental regulation compliance, 55% berada pada kategori “merah” (belum melakukan plan-do-check-action) dan 39% berada pada kategori “blue” (sudah memperlihatkan hasil absolut dari penerapan green hospital).
Faye menceritakan tentang Jejaring Global Green and Healthy Hospital, yaitu RS, sistem kesehatan dan organisasi dari seluruh dunia yang berdedikasi untuk mengurangi ecological footprint dari hasil aktivitas pelayanan kesehatan, sambil mempromosikan kesehatan lingkungan dan masyarakat di lingkungan mereka. Saat ini ada 96 anggota GGHH (termasuk 3 dari Indonesia) yang mewakili 8213 RS dan health centers lainnya. GGHH telah menyusun berbagai macam dokumen guidelines, menyelenggarakan webinar dan mengembangkan form dan checklist untuk membantu RS dalam mengatasi masalah kesehatan lingkungan masing-masing. Rekannya dari GGHH, Ramon San PAscual mengaitkan jejaring ini dengan tujuan pembangunan global yang berkelanjutan (SDGs). Dari 17 goals dalam SDGs tersebut, tujuan no 1, 3, 5, 6, 7, 9, 13 yang terkait langsung dengan GGHH.
Menurut Prof. dr. Ascobat Gani, dana BOK yang akan diperjuangkan untuk mencukup pembiayaan kesehatan di era JKN. Namun masalahnya bukan hanya uang tetapi juga kemampuan SDM dalam menyerap. Misalnya jika pemerintah menganggarkan Rp 5 trilyun, harus ada tenaga promkes, sanitarian, gizi dan sebagainya di puskesmas agar dana tersebut diserap. Nyatanya penyebaran SDM kesehatan untuk puskesmas belum memungkinkan seluruh puskesmas memiliki tenaga-tenaga tersebut. Akhirnya, pemerintah mengambil strategi meningkatkan dana UKM namun tidak bersumber dari BPJS.
[/restab] [restab title=”PLENARY III“]
Koordinator HPH Nasional Indonesia, dr. Suherman, MKM menyampaikan bagaimana HPH dalam menghadapi isu climate change. RS menghabiskan 2 kali lebih banyak energi per meter persegi bangunannya dibandingkan dengan bangunan perkantoran biasa. Dengan dukungan WHO, HPH telah menerbitkan 5 standar untuk mengimplementasikan promosi kesehatan di RS. Standar ini terdiri dari 1) kebijakan manajemen, 2) asesmen pasien, 3) intervensi dan informasi pada pasien, 4) mengkampanyekan lingkungan kerja yang sehat, 5) kontinuitas dan kerjasama. Menurutnya ada lima faktor yang akan mempengaruhi keberhasilan implementasi HPH di RS, yaitu: leadership, evidence, Love dan koalisi & kolaborasi.
Seorang profesor dari Department of Preventive Medicine, Yonsei University Hospital System, Dong Chun Shin, menyampaikan bahwa saat ini sudah ada 37 RS yang terakreditasi oleh JCI di Korea Selatan. Korsel juga telah memiliki kebijakan mengenai Low Carbon Green Growth Act sejak tahun 2011. Konsep green hospital telah mulai diimplementasikan di 10 RS sejak tahun 2013, dengan tanggung jawab yang ketertarikan yang besar dari kalangan staf pelaksana. Hasilnya terjadi penghematan listrik lebih dari 2000 MWh, air bersih lebih dari 155.000 ton, serta mengurangi lebih dari 5.000 ton CO2 dari gas rumah kaca. Tahun 2015 meskipun lebih sedikit RS yang terlibat namun listrik yang dihemat lebih besar yaitu lebih dari 6.000 MWh dan mengurangi lebih dari 3.000 ton CO2 dari gas rumah kaca.
[/restab] [restab title=”CEO ROUNDTABLE DISCUSSION: GREEN LEADERSHIP “]
A Workshop
Sebagaimana hari pertama, di hari kedua konferensi ini juga terdapat beberapa workshop menarik, diantaranya CEO Roundtable Discussion untuk membahas Green Leadership. Mengapa harus go green, padahal ada banyak sumber daya, kita sudah dalam kondisi tidak comfort (harus ditambah lagi ketidaknyamanannya), ini yang menjadi pemicu pada diskusi green leadership.
Pembicara pertama dr. Miao, Yanqing, dari China National Health Development Research Center yang membahas tentang Leadership in Policy Research. Mao mengutip apa yang pernah disampaikan oleh Presiden Jinping, yaitu “Penghijauan bukan hanya masalah produksi tapi juga lifestyle.” Ini menunjukkan aspek lingkungan sudah menjadi concern bagi top leader di Tiongkok. Namun masih ada banyak masalah dalam sistem pelayanan kesehatan yaitu tingginya biaya non medis, inefisiensi, lack of energy saving, scattered care delivery, serta meningkatnya tegangan antara dokter dengan pasien.
Di Indonesia, penerapan green hospitals sudah diatur dalam Permenkes 269 tahun 2009. Dr. Dr. Youth Savithri, MARS dari Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan memberi contoh yang diatur adalah persyaratan tata bangunan yang harus ramah lingkungan, misalnya dengan mengatur zonasi (memisahkan zona penularan penyakit dan privasi, diterapkan juga dalam standar akreditasi). Untuk mengaplikasikan green leadership, perlu ada komitmen. Green leadership harus mampu menciptakan lingkungan yang memaksimalkan kesehatan pengguna RS, baik pengguna internal maupun eksternal. Green leadership juga harus mampu memastikan keberlangsungan, efektivitas, efisiensi dan keselamatan lingkungan. Selain itu, green leadership juga harus mampu mengelola sumber daya secara efisien dan efektif, mengadvokasi keberlangsungan konsep green hospital dan menghilangkan barriers serta mensupervisi pelaksanaan green hospital.
Salah satu RS yang sudah melaksanakan Permenkes tersebut adalah RS Persahabatan, Jakarta. Beberapa hal yang melatarbelakangi dilaksanakannya Permenkes ini antara lain tuntutan masyarakat, kepedulian RS, memanfaatkan lahan RS yang sangat luas dan ingin menjadi RS percontohan bagi RS-RS lain di Indonesia. Strategi yang dikembangkan antara lain mengembangkan budaya green terus menerus dan membentuk tim dan mepertahankan ruang hijau. RSPP saat ini sudah mendapat peringkat HIJAU dari Menteri KLH. Inovasi green yang telah dilakukan misalnya lahan parkir khusus untuk mobil-mobil karyawan yang lolos uji emisi, parkir sepeda, toilet kebuh dan sebagainya.
Hal yang dilakukan pertama kali adalah menyatukan komitmen pimpinan, jika sudah ada maka bisa dijalankan bersama-sama setelah itu dideklarasikan menjadi komitmen bersama. Lalu buat program melalui management policy dan kemudian membentuk tim (task force) untuk:
- Mengurangi produksi sampah yang berdampak pada beban pemindahan sampah
- Dalam RBA tercantum program yang terkait dengan green hospital sampai dengan plan of actionnya.
- Empower the community (termasuk pengunjung RS)
- Kerjasama dengan stakeholder, berpartisipasi dengan network
Program yang dilakukan:
- Penghematan listrik (RS dengan 200 beds, biaya energy 1M per bulan, boros sekali): ukuran pintu dan jendela 1/3 dari luas ruangan
- Penghematan air.
- Pemindahan sampah
- Pengolahan limbah RS
Catatan diskusi:
- Bagaimana implementasi paperless di RS?
Di Tiongkok: perawat dilatih mengenai bagaimana membahas green things pada pasien dan pengunjung, lalu ada honor lebih untuk perawat-perawat ini. Ada kartu di masing-masing jendela, misal “please be quiet”, atau “mohon pelan-pelan”
Di RS Kanker Dharmais: dengan menggunakan IT untuk mengurangi penggunaan kertas, misalnya untuk e-prescribing, e-medical record, e-order untuk pemeriksaan penunjang. Hal yang sulit justru mengubah mindset user. Harus dengan pendekatan persuasive: menyiapkan hardware, mengembangkan jaringan, membangun brainware. Meski belum ada Permenkes-nya tentang e-RM, tapi ada di UU Praktik Kedokteran No 29 Tahun 2004. Salah satu kewajiban dokter adalah membuat rekam medis tertulis maupun elektronik.
- Bagaimana mengubah mindset?
Konsep modern management adalah pimpinan ada di bawah (services/ melayani), menjadi pemimpin sama dengan menjadi pelayan.
- Musim hujan banyak nyamuk, musim panas suhu sangat tinggi. Bagaimana mengatasi ini dalam konsep green?
Untuk mengurangi evaporasi starteginya adalah turunkan suhu lingkungan dengan tamanisasi, memperbanyak pepohonan, membuat kolam/akuarium.
- Ijin operasional: RS yang masih “merah” segera membuat strategi untuk menilai (self-assessment) mana yang perlu di-improve. Penelitian pada 100 RS di Jawa dan Bali, produksi sampah 2 Kg per TT per hari, cairan 8 liter per TT per hari, limbah padat 376.000 ton per tahun. Ini menyebabkan RS menjadi potensi terbesar untuk mencemari lingkungan. Pintu pemborosan: 1) penggunaan AC harusnya diatur 22-26 derajat untuk ruang-ruang pelayanan dan di atas 26 derajat untuk ruangan manajemen, 2) biopori, mengolah kompos sendiri dapat menghemat Rp 1-1,5 juta per bulan untuk pupuk, 3) penggunaan air untuk instalasi labobratorium dan menggunakan Permenkes No. 56 Tahun 2014 sebagai pedoman untuk menilai efisiensi administrasi maupun pelayanan.
Lebih dari separuh peserta adalah CEO, namun tidak semua CEO telah memasukkan anggaran untuk green hospital (misalnya paperless, biopori dan sebagainya). Demikian juga untuk anggaran tahun depan, masih sedikit yang menganggarkan untuk program green hospital (termasuk mengganti lampu dengan yang lebih hemat energi).
- RSUD Kota Balikpapan saat perencanaannya sudah banyak berkonsultasi dengan Kemkes untuk merancang bangunan yang banyak menggunakan sinar matahari dan aliran udara. Namun lahan sangat sempit (hanya 1,2 Ha, sudah dimanfaatkan keseluruhan).
Pada rancangan permenkes tentang prasyarat teknis bangunan, untuk RS yang baru akan dibangun akan lebih komprehensif dalam menata infrastrukturnya. Wujud fisik dari pekerjaan kontruksi harus dilihat bagaimana keberadaan bangunan itu dalam konteks keamanan, ramah lingkungan. Prasaran RS: utilisasi alat, jaringan, system penataan listrik dan sebagainya apakah sudah ditata panel-panelnya: mana yang bisa on-off otomatis.
Saat ini karena keterbatasan lahan maka RS dibangun ke atas, penting untuk ada healing garden (misal dalam bentuk vertical garden).
- Green hospital ada di agenda RS Jantung Harapan Kita: a) Master plan untuk efisiensi, b) audit energi untuk kemudian mengetahui standarnya seperti apa dan gap-nya berapa besar sehingga bisa merencanakan apa yang perlu dilakukan, c) membudayakan green di internal RS, d) merger secara regional dengan RS Dharmais untuk pengelolaan sampah bersama.
Perlu dilihat zoningnya, mana yang bisa digabung antara RS Kanker Dharmais dan RSAB Harapan Kita.
- RSUD dr. Syaiful Anwar Malang: di struktur RS ada bagian yang semuanya harus menjalankan program green hospital, misalnya IPS Non medis, PKRS, Instalasi Penyehatan Lingkungan, ada pada bidang yang berbeda-beda. Bagaimana mensinergikan tupoksi eselon 3.
Buat task force dan treasures. Langkah yang bisa dilakukan untuk self-assessment: 1) identifikasi dimana terjadi inefisiensi khususnya air dan listrik dan limbah (3 terbesar), 2) analisis penyebab inefisiensi, 3) alternative perbaikan dalam memperbaiki efisiensi. Prisinp: eliminasi, reuse, reduce, recycle.
Perlu ada komitmen dan penguatan taskforce (lintas departmen, tidak lagi membawa bendera masing-masing), gugus kendali mutu. Penanggung jawab: direktur umum, pelaksana: task force.
- Bagaimana meng-create green hospital:
Menjaga natural environmental.
Reduce emission
- Apakah green hospital movement membutuhkan pemimpin ynag bisa mengubah paradigma berpikir:
Sebagian audiens setuju bahwa perlu lomba green hospital (seperti adipura). Ini untuk memotivasi RS-RS agar melaksanakan program green secara lebih mandiri dan lebih massal.
@pea
[/restab] [restab title=”PLENARY IV“]
Saat berbicara tentang peran RS dalam kesehatan masyarakat, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, dr. Anung Sugihantono menyampaikan beberapa peluang dan tantangan pelaksanaan HPH di Indonesia antara lain HPH merupakan bagian dari standar akreditasi RS, ada regulasi baru yaitu UU No. 24 Tahun 2014 dan PP No. 18 Tahun 2016, level pelaksanaan HPH dan ketersediaan SDM yang kompeten. Untuk itu, Anung merumuskan setidaknya empat hal yang harus dilakukan yaitu: 1) merevisi standar HPH sesuai dengan update terbaru dari WHO, advokasi dan koordinasi dengan para stakeholders, 3) meningkatkan kapasitas leadership untuk melaksanakan HPH klinis dan 4) menguatkan jejaring HPH nasional.
PERSI sebagai organisasi perhimpunan RS tertua dan terbesar di Indonesia, diwakili oleh dr. Lia Gardenia Partakusuma, SpPK (K), MM menyampaikan bahwa PERSI sudah mulai memperkenalkan konsep green hospital (GH) pada RS-RS di Indonesia sejak tahun 2010. Sosialisasi ini dilakukan melalui penerapannya di struktur organisasi RS, edukasi, advokasi dan network. PERSI bahkan telah menerbitkan buku mengenai GH. Tantangan penerapan HPH menurut Lia antara lain ada pada organisasi, kompetensi, komunikasi antar-stakeholders, teknologi informasi dan persepsi umum tentang GH itu sendiri.
Komite Akreditasi RS (KARS) yang diwakili oleh dr. Nurul Ainy Sidik, MARS menjelaskan dimana saja pada standar akreditasi RS Indonesia yang dikembangkan oleh KARS yang memuat hal-hal terkait dengan tujuan untuk menciptakan green hospital. Setidaknya, points ini ada pada standar keamanan fasilitas yang meliputi leadership dan planning, safety dan security, hazardous materials, disaster preparedness, fire safety, medical equipment, utility system dan staff education.
Contoh penerapan dari standar fasilitas tersebut, dan juga standar-standar lainnya di RS disampaikan oleh dr. M. Syafak Hanung, SpA, MPH, Direktur Utama RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Untuk fasilitas yang aman misalnya RSUD Dr. Sardjito sudah menerapkan startegi dukungan dari pimpinan untuk menjadi lebih green, mengganti bahan-bahan berbahaya dengan yang lebih ramah lingkungan, mengurangi, mengelola dan membuang limbah dengan lebih aman, mendaur ulang baik air limbah maupun sampah, serta melakukan penghematan energi.
Sebagai bentuk penyataan komitmen dari seluruh peserta konferensi terhadap RS yang lebih green dan mempromosikan kesehatan lingkungan, di akhir acara sebuah deklarasi dibacakan. Isi lengkap deklarasi tersebut adalah sebagai berikut:
DEKLARASI HEALTH PROMOTING HOSPITAL – YOGYAKARTA
Kami yang menghadiri Konferensi Nasional Health Promoting Hospital ke-3 sebagai Representatif dari Rumah Sakit Indonesia dan Pelayanan Kesehatan menyatakan bahwa Promosi kesehatan yang berkesinambungan merupakan bagian integral dari mutu layanan rumah sakit (Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien dan Peningkatan Mutu Kendali Biaya) dalam rangka mewujudkan :
- Rumah sakit yang lebih sehat,
- Rumah sakit yang lebih aman bagi pasien, petugas dan komunitas,
- Rumah sakit yang lebih ramah lingkungan.
Dalam Konferensi ini , Kami merekomendasikan bahwa :
- Diperlukan revisi standar promosi kesehatan rumah sakit yang mengacu kepada standar Health Promoting Hospital yang diterbitkan WHO tahun 2016 .
- Diperlukan pemerataan kesadaran pimpinan rumah sakit bahwa promosi kesehatan merupakan suatu entitas rumah sakit (leadership in Health promoting hospital) tidak hanya menjadi aktifitas rumah sakit.
- Institusi pendidikan kesehatan harus mulai merancang peminatan clinical health promotion dan community health promotion karena keduanya memiliki pendekatan dan strategi yang berbeda.
- Para akademisi dan praktisi didorong untuk memberikan bukti ilmiah melalui penelitian penelitian terkait dengan clinical health promotion yang akan memperkaya bukti-bukti ilmiah.
- Diperlukan pemerataan diseminasi informasi untuk peningkatan kapasitas health promotor baik sebagai pengelola maupun sebagai praktisi di seluruh Indonesia
Yogyakarta, 5 Agustus 2016
[/restab]
[/restabs]