Reportase
Seminar dan Launching Buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Seminar dan Launching Buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Pada Kamis, 29 Desember 2016 telah berlangsung Seminar dan Launching Buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia yang diselenggararakan oleh PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) di Park Hotel, Jakarta Timur.
Dalam sambutannya, Menteri Kesehatan yang diwakili oleh Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan menyampaikan tentang kebijakan pemerintah di era (JKN) Jaminan Kesehatan Nasional. Dalam paparannya, Dirjen menyampaikan tentang perkembangan implementasi JKN yang telah berlangsung kurang lebih 4 tahun dan masalah serta persoalan yang telah terselesaikan dengan program JKN atau masalah dan persoalan baru yang muncul terkait program JKN. Dipaparkan pula tentang sistem rujukan dan penguatan sumber daya manusia kesehatan termasuk keperawatan. Saat ini masih terjadi kekurangan perawat di puskesmas maupun rumah sakit seluruh Indonesia. Berdasarkan standar ketenagaan minimal puskesmas yang tertuang dalam Permenkes No.75 Tahun 2014 tentang Puskesmas, data BPPSDM terdapat kekurangan perawat di 9.742 Puskesmas sebesar 14.821, namun maldistribusi sebesar 29.362. Sedangkan berdasarkan standar ketenagaan di rumah sakit dengan Permenkes No. 56 Tahun 2014 tentang klasifikasi dan perijinan rumah sakit sumber SIRS online, Mei 2016 terdapat kekurangan perawat di 2.530 rumah sakit sebesar 117.163 dan maldistribusi sebesar 22.443. Menariknya jika proyeksi pertumbuhan lulusan perawat dari sekolah tinggi dan universitas yang mendidik dan menghasilkan perawat dibandingkan dengan proyeksi pertumbuhan penduduk dengan didasarkan pada rasio jumlah perawat dengan penduduk maka jumlah kebutuhan perawat telah akan relatif terpenuhi pada tahun 2018-2019 dan setelah itu jika terus dibiarkan tanpa pengendalian maka akan terjadi surplus pada tahun-tahun berikutnya. Pada akhir paparan disampaikan bahwa SDM perawat mempunyai andil dalam pencapaian pelayanan kesehatan yang berkualitas di fasyankes primer, sekunder, dan tertier.
Buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Panel Pertama, Prof. Nursalam sebagai moderator menghantarkan Prof. Ali Gufron Mukti sebagai pemateri pertama yang memaparkan thema “Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) Membangun Karakteristik dan Kualitas Pendidikan Tinggi Keperawatan di Indonesia”. Disampaikan oleh Prof. Ali Gufron bahwa saat ini produktivitas kegiatan penelitian dan jurnal oleh para dosen keperawatan di Indonesia sangat rendah bahkan dibanding negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara produksi jurnal hasil penelitian masih sangat kurang, ditambah lagi dengan kualitas dosen yang masih dengan pendidikan masih D4 atau S1 yang jumlahnya cukup besar disamping masalah lain yang ada pada saat ini. Standar diagnosis kepewatan indoensia adalah salah satu usaha dari organisasi profesi perawat yaitu PPNI dalam mementukan standar porses bagi pendidikan tinggi keperawatan sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan standar kualitas keperawatan di Indonesia.
Pemateri kedua, dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes sebagai ketua Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) memberikan tema “Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan melalu penerapan SDKI”. Diawali dengan hakekat rumahsakit dan permasalahaannya, Kuntjoro menyampaikan bahwa rumah sakit adalah organisasi yang kompleks dengan multi profesi, multi kompetensi, multi produksi dan oleh karena itu dimungkinkan akan ada banyak kesalahan atau error yang bisa terjadi, disinilah diperlukan standar yang evidence based. Pasal 13 UU 44/2009 tentang RS menyatakan bahwa setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien. Hal yang dimaksud dengan standar profesi adalah batasan kemampuan (capacity) meliputi pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap professional (professional attitude) yang minimal harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi. SDKI merupakan standar mutu proses bagi pelayanan keperawatan di rumah sakit khusunya yang akan melandasi standar asuhan keperawatan nantinya. Oleh kerana itu, Kuntjoro menegaskan SDKI harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain jangan lepas dari standar diagnosa keperawatan internasional; memiliki evidence based yang kuat, merupakan hasil survei dari rumah sakit, puskesmas, kementerian kesehatan, riset dan pendidikan keperawatan di Indonesia; adopsi dari luar boleh saja asalkan dilakukan uji kelayakan apakah sudah sesuai dengan kondisi negara kita; disempurnakan menjadi Standar Asuhan Keperawatan, jangan terpisah dengan komponen Asuhan Keperawatan yang lainnya. Manfaat dari SDKI ini diharapkan sebagai acuan bagi perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di sarana kesehatan maupun di komunitas; acuan bagi pengambil kebijakan dan stakeholder dalam mengoptimalkan pelayanan keperawatan; acuan bagi institusi pendidikan keperawatan dalam proses pembelajaran dan praktikum keperawatan. Kemudian setelah SDKI terimplementasi diharapkan akan muncul standar yang lain yaitu Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).
Pemateri ketiga adalah Harif Fadilah, S.Kp, SH. sebagai ketua PPNI memulai pemaparan tentang kewajiban organisasi profesi terhadap penjagaan mutu profesi keperawatan dan peran sertanya dalam pembangunan kesehatan secara umum. Upaya-upaya yang telah dilakukan antara lain memberikan input pada standar pendidikan keperawatan, kurikulum pendidikan dan akreditasi, koordinasi dalam penyelenggaraan pendidikan keperawatan dan penyediaan wahana pendidikan keperawatan; pengembangan standar profesi dan standar pelayanan profesi; penetapan, pengembangan dan penguatan implementasi kode etik perawat; pengkawalan pelaksanaan sumpah profesi/perawat; peningkatan kompetensi perawat melalui pendidikan keperawatan berlanjut; dan advokasi penggunaan standar profesi dan peningkatan kepatuhan dalam tatanan praktik. Pada akhirnya Harif menyimpulkan seluruh paparannya dalam beberapa point antara lain pengaturan tentang peran organisasi profesi telah lengkap pengaturannya dalam perundang-undangan; peran utama organisasi profesi yaitu meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan (kompetensi), martabat dan etika profesi bagi anggotanya; pengembangan standar profesi adalah bagian dari peran pengawalan kompetensi perawat; semakin lengkap standar profesi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan praktik perawat, semakin dapat menjamin kualitas praktik dan keselamatan klien dalam asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat; standar diagnosis keperawatan diharapkan dapat masuk dalam sistem JKN sebagai upaya peningkatan mutu pelayanan dan diharapkan segera dapat disahkan oleh menteri kesehatan RI; SDKI juga bermakna dalam aspek penghargaan dan kesejahteraan dan perlindungan bagi perawat.
Pada sesi Panel Kedua mewakili ketua KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit), pemateri pertama Dr. Kemala Rita, S.Kp, MARS menyampaikan materi “Standarisasi Diagnosis Keperawatan untuk Mencapai Asuhan yang Berkualitas dalam Sistem Akreditasi RS”. Disampaikan tentang pentingnya Diagnosis Keperawatan dengan pernyataan bahwa Diagnosis keperawatan adalah salah satu tahap proses keperawatan yaitu mengidentifikasi masalah kesehatan klien yang dapat diatasi (ditangani, dikurangi atau diubah) melalui intervensi dan manajemen keperawatan diagnosis keperawatan merupakan sebuah pernyataan singkat dalam pertimbangan perawat untuk mengambarkan respon klien pada masalah kesehatan baik aktual maupun potensial / risiko. Diagnosis Keperawatan juga sangat penting dalam penerapan Patient Centre Care dalam Akreditasi RS.
Pembicara kedua dr. Donni Hendrawan, MPH Kepala Departemen Manajemen Manfaat & Kemitraan Fasisilitas Kesehatan Rujukan Grup MPKR, dari Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) menyampaikan materi yang menarik terutama tentang “Perspektif BPJS Kesehatan Terhadap SDKI”. Telah dipahami bersama bahwa diagnosis keperawatan adalah dasar pemilihan untuk intervensi keperawatan yang efektif dan efisien, sesuai dengan kewenangan. Dalam penelitian Welton dan Haloran. J Nurs (2005) bahwa Implementasi nursing diagnosis dan data meningkatkan kualitas outcome sebesar 30% sd 146% pada indikator: lama rawat (LOS), lama rawat di ICU, mortalitas dan perpindahan pasien ke panti jompo. Nursing diagnosis berperan sangat penting dalam continuity of care dan menjadi sumber data yang lebih baik dari kode DRG untuk memprediksi penanganan medis, LOS, mortalitas, biaya yang akan datang. Membuat empirical benchmark untuk pasien lain dengan kondisi sejenis. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia diharapkan sebagai milestone untuk mendukung pelayanan kesehatan yang lebih efektif dan efisien, tersedianya dokumentasi klinis yang akurat dan komprehensif, kontinuitas dan koordinasi pelayanan antar seluruh tenaga kesehatan, coding CBG dan pembayaran yang akurat.
Pemateri ketiga adalah materi tentang penyusunan SDKI yang disampaikan oleh anggota tim penyusun, diawali dengan latar belakang penyusunan SDKI yaitu Perawat memerlukan kesamaan terminologi untuk menjelaskan DIAGNOSA, INTERVENSI, dan OUTCOME terkait dengan proses pelaksanaan dan pendokumentasian asuhan keperawatan untuk meningkatkan visibility keperawatan, memastikan keamanan dan meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan. Kemudian dilanjutkan dengan proses penyusunan SDKI dimulai dengan pembentukan panitia, workshop-workshop sampai dengan revisi dan finalisasi. Referensi SDKI terdiri dari yang berupa text book meliputi ICNP DC, NANDA, Newfield et.al, Doenges, Carpenito-Moyet, Taylor & Ralp, Ackley dan jurnal penelitian yang digunakan dengan metode sytematic review, clinical validation atau descriptive. Juga dipaparkan hal hal mendasar yang menjadi perbedaan SDKI, NANDA & ICNP. Kemudian disampaikan oleh tim penyusun bahwa ke depan akan disusun standar-standar yang lain mengikuti SDKI antara lain standar outcome dan standar intervensi.
Acara kemudian ditutup dengan launching buku SDKI yang dilakukan oleh yang mewakili Menteri Kesehatan Republik Indonesia disaksikan seluruh peserta seminar dan pengurus PPNI Pusat dan Wilayah se Indonesia (TYR).