Menyongsong beroperasinya BPJS Kesehatan, Kimia Farma pun berusaha meningkatkan jumlah apotek yang dimilikinya. Tahun ini, Kimia Farma menargetkan 66 apotek berdiri sebagai penyaji layanan one stop solution. Djoko menambahkan, di tahun 2015 jumlah tersebut diharapkan menjadi seribu unit. Lebih lanjut Djoko berkata, untuk penambahan apotek itu, Kimia Farma bekerja sama dengan sejumlah pihak. Pendirian apotek bisa melalui kerja sama operasi ataupun waralaba dengan pihak lain. Sementara untuk tenaga medis, telah ada kerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Dengan konsep apotek one stop solution, pasien dimudahkan dalam layanan kesehatan. Sebab, di situ ada layanan penjualan obat, pemeriksaan oleh dokter di klinik, optik, konsultasi obat, dan lain-lain. “Pasien BPJS dilayani dengan tarif yang ditentukan Pemerintah Indonesia. Sedangkan pasien di luar BPJS dilayani dengan tarif umum,” Djoko menjelaskan. Kini Kimia Farma juga meningkatkan kapasitas produksi obat, dalam hal ini Kimia Farma membuat sejumlah pabrik baru. “Itu terutama untuk produksi obat generik terkait berjalannya BPJS Kesehatan,” ucap Djoko.
Ahok Usulkan Alat Medis Bebas PPn BM
Jakarta, PKMK – Basuki T. Purnama (Ahok), Wakil Gubernur DKI Jakarta menyampaikan bahwa pihaknya telah mengusulkan penghapusan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) pada alat medis. Pertimbangan usulan itu, alat medis tidak bisa dikategorikan sebagai barang mewah. “Jika peralatan operasi jantung digunakan untuk menolong pasien, masa’ digolongkan sebagai barang mewah,” ungkap Ahok saat membuka Pelatihan Akreditasi Rumah Sakit Terbaru di Jakarta (17/4/2013). Usulan itu disampaikan Ahok saat rapat membahas rencana kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) subsidi dengan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan para menteri berlangsung. “Saya menyampaikan usulan itu ke Bu Wakil Menteri Keuangan Ani Ratnawaty” kata Ahok. Kemudian, usulan itu sudah dicatat oleh Menteri Koordinator Perekonomian RI M. Hatta Rajasa.
Ahok mengharapkan, proses perumusan usulan itu menjadi regulasi dan tidak terlalu lama. “Kalau di Pemerintah Propinsi DKI Jakarta, perlu waktu seminggu untuk keluarnya aturan tersebut. Ya kita harapkan saja aturan pembebasan PPn BM itu keluar dengan cepat,” kata mantan bupati Kabupaten Belitung Timur itu. Dalam kesempatan yang sama, Ahok juga mengatakan bahwa dokter dan tenaga medis yang lain selaiknya digaji tinggi. Hal itu terjadi karena profesi tersebut terkait dengan keselamatan manusia. “Kalau pengemudi TransJakarta kami bayar tiga kali lipat upah minimum propinsi (UMP), ya mengapa pula dokter tidak digaji lebih dari itu?”. Ia menegaskan, bila dalam bertugas para dokter masih memikirkan kebutuhan yang belum terpenuhi, tentu masyarakat sulit mengharapkan kepedulian yang lebih tinggi. Program Dokter Keluarga dari Pemerintah Propinsi DKI Jakarta memberikan imbalan yang laik untuk dokter umum. “Satu dokter menangani 3.000 orang dan imbalannya Rp 7.000 per orang. Juga, kalau yang berobat sedikit, dokter tetap dibayar untuk pelayanan 3.000 orang itu,” ucap Ahok.
Menkes Akan Surati Dinkes Agar Izinkan Bidan Pasang Kontrasepsi
Makassar, Undang-undang Praktik Kedokteran melarang bidan untuk memasang alat kontrasesi IUD dan implan tanpa pengawasan dokter. Bidan hanya diperbolehkan memberi kontrasepsi berupa pil dan kondom. Adanya peraturan ini dinilai menghambat kesuksesan program KB karena membatasi kewenangan bidan.
“Peserta KB terbanyak kita dilayani oleh bidan, jadi sangat merugikan, apalagi untuk kontrasepsi jangka panjang. Sedangkan bagi dokter sendiri sudah bukan levelnya lagi untuk memberkan pelayanan (kontrasepsi) ini,” kata DR Sudibyo Alimoeso, MA, Plt Kepala BKKBN Pusat (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional).
Hal itu dikemukakan Sudibyo dalam acara Rapat Kerja Kesehatan Nasional Regional Timur 2013 yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan RI di Hotel Grand Clarion, Makassar, dan ditulis pada Rabu (17/4/2013). Kontrasepsi jangka panjang seperti IUD dan implan dianggap lebih efisien karena cukup sekali pasang, jadi tidak membuat pengguna KB harus bolak-balik menggunakan setiap hari.
Sebelumnya, BKKBN sudah menggelar rapat kerja kemitraan bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) guna membahas kendala pelaksanaan program KB. Dalam rapat tersebut ditemukan bahwa pembatasan kewenangan ini seringkali membuat para bidan ragu memasang IUD dan implan karena takut melanggar peraturan.
Sebenarnya Peraturan Menteri Kesehatan yang menjadi penjabaran UU Praktik Kedokteran menyatakan bahwa Kepala Dinas Kesehatan setempat bisa memberikan izin kepada bidan yang dianggap mampu untuk.memasang kontrasepsi IUD dan implan. Namun tidak semua Kepala Dinas mau memberikan izin ini.
Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan berencana akan menyurati para kepala dinas agar mau memberikan izin kepada para bidan terlatih untuk memasang IUD dan kontrsasepsi implan. Namun yang boleh memasang kontrasepsi ini juga bukan sembarang bidan, melainkan bidan yang sudah mendapat pelatihan secara khusus.
“Karena seolah-olah ada 2 penjelasan yang agak berbeda sehingga mereka tidak berani melakukan itu. Nanti Kementerian Kesehatan akan menyurati semua kepala dinas yang ada agar memberikan semacam rekomendasi atau kewenangan tertulis bahwa bidan dapat melakukan pelayanan kontrasepsi jangka panjang yaitu IUD, implan dan suntikan,” terang Sudibyo.
Sebelumnya sempat muncul wacana untuk menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) baru demi menjamin para bidan terlatih di daerah untuk dapat memasang kontrasepsi IUD dan implan. Namun langkah tersebut dianggap tidak perlu sehingga Menteri Kesehatan akan cukup memberikan surat kepada Kepala Dinas Kesehatan di daerah.
“Pasal dalam Permenkes tersebut mengatakan bahwa bisa dilakukan dengan Kepala Dinas Kesehatan memberikan izin untuk bidan yang dibutuhkan. Dia bisa memberitahukan kepada kami dan kami bisa memberitahu kepada kepala dinasnya bahwa bisa pasang (kontrasepsi IUD dan implan),” jelas Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi dalam kesempatan yang sama.
Sumber: health.detik.com
–
Berita Terkait:
Bidan yang Tak Paham Cara Pasang Alat Kontrasepsi akan Diberi Pelatihan
Bidan yang Tak Paham Cara Pasang Alat Kontrasepsi akan Diberi Pelatihan
Makassar, Di era 90-an, bidan memiliki peran ganda sebagai tenaga kesehatan untuk membantu persalinan sekaligus sebagai ujung tombak pergerakan program KB. Namun miris, banyak bidan-bidan baru yang kini tak tahu cara pemasangan alat kontrasepsi. Bidan-bidan ini akan diberi pelatihan khusus.
“Ibu Menkes tidak ingin para bidan ternyata tidak memiliki kapasitas untuk memberikan pelayanan KB, karena pemberian kontrasepsi memerlukan keterampilan yang khusus,” kata DR Sudibyo Alimoeso, MA, Plt Kepala BKKBN Pusat (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional).
Dalam acara Rapat Kerja Kesehatan Nasional Regional Timur 2013 yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan RI di Hotel Grand Clarion, Makassar, seperti ditulis pada Rabu (17/4/2013), Sudibyo menjelaskan bahwa alat kontrasepsi yang dimaksud tersebut adalah kontrasepsi IUD dan implan.
Minimnya kapasitas yang dimiliki bidan ini tak lepas dari adanya peraturan yang melarang bidan untuk memasang kedua kontrasepsi tersebut tanpa pengawasan dokter. Akibatnya, banyak bidan yang tidak dibekali dengan keterampilan ini, terutama bidan-bidan yang masih baru.
“BKKBN tahun 2013 ini akan mendata siapa yang belum terlatih dan kemudian akan diberikan pelatihan. Jadi pelatihan apa yang dibutuhkan bidan dan dokter, kita mengarahkan pada kontraspesi jangka panjang, yaitu IUD dan implan,” terang Sudibyo.
Sebenarnya tak hanya pelatihan pemasangan IUD dan implan saja yang akan diberikan kepada para bidan, namun pemberian kontrasesi suntik juga. Selama ini para bidan hanya diperbolehkan memberikan kontrasepsi berupa pil dan kondom.
Padahal kontrasepsi berupa pil dan kondom terhitung besar kemungkinannya lupa digunakan. Sedangkan kontrasepsi suntik, meskipun tidak jangka panjang, tapi masih lumayan bisa diberkan untuk 3 bulan sekali.
“Peserta kita terbanyak sekarang ini suntikan. Kalau dia tidak melakukan suntikan ulang, drop out ratenya sangat tinggi. Akseptor KB itu hampir 50 persen suntikan, sisanya pil, IUD dan implan,” pungkas Sudibyo.
Sumber: health.detik.com
–
Berita Terkait:
Menkes Akan Surati Dinkes Agar Izinkan Bidan Pasang Kontrasepsi
Dulu Jamu Cuma Digendong, Sekarang Sudah Masuk Rumah Sakit
Jakarta, “Jamu… Jamu…” suara mbok jamu yang menjajakan jamu dalam gendongannya dulu kerap terdengar di sekitar rumah warga. Tapi kini jamu tak hanya ada di bakul gendongan atau gerobak penjual jamu, tapi sudah masuk ke rumah sakit.
“Jamu merupakan obat tradisional Indonesia yang dipakai sejak dahulu dan sudah terbukti khasiatnya, tidak kalah dengan obat herbal impor. Potensi alam Indonesia pun amat besar dengan keanekaragaman tanaman obat yang dimiliki,” ujar Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes, dr Abidinsyah Siregar, DHSM, M.Kes, dan ditulis pada Rabu (17/4/2013).
Di beberapa negara Asia dan Afrika, sekitar 80 persen penduduk tergantung pada obat tradisional untuk perawatan kesehatan primer. Tak heran jika di Indonesia, di mana jamu dikenal secara turun temurun di masyarakat, dianggap penting oleh Kemenkes untuk meningkatkan akses pada perawatan kesehatan secara keseluruhan. Tentu saja jamu yang diharapkan mendukung kesehatan masyarakat adalah yang aman dan efektif.
Berdasarkan Permenkes No 003 Tahun 2010, jamu adalah obat tradisional Indonesia. Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Menurut data hasil riset kesehatan dasar (riskesdas) Kemenkes tahun 2010, hampir setengah (49,53 persen) penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas, mengonsumsi jamu. Sekitar lima persen (4,36 persen) mengkonsumsi jamu setiap hari, sedangkan sisanya (45,17 persen) mengkonsumsi jamu sesekali.
Proporsi jenis jamu yang banyak dipilih untuk dikonsumsi adalah jamu cair (55,16 persen); bubuk (43,99 persen); dan jamu seduh (20,43 persen). Sedangkan proporsi terkecil adalah jamu yang dikemas secara modern dalam bentuk kapsul/pil/tablet (11,58 persen).
Di Indonesia sendiri, dari sekitar 30.000 spesies tanaman yang ada, 7.000 spesies merupakan tanaman obat dan 4.500 spesies di antaranya berasal dari pulau Jawa. Selain itu, terdapat sekitar 280.000 orang praktisi pengobatan tradisional di Indonesia.
Berdasarkan proses pembuktian ilmiah dari obat herbal Indonesia, saat ini terdapat 3 jenis obat herbal yaitu 6 jenis fitofarmaka, 31 jenis obat herbal terstandar, dan sekitar 1.400 jenis jamu.
Dalam perjalanannya, Kemenkes mencatat ada dua tantangan utama dalam penggunaan obat tradisional di Indonesia. Pertama, konsumen cenderung menganggap bahwa obat tradisional (herbal) selalu aman. Kedua, izin praktik pengobatan tradisional dan kualifikasi praktisi kesehatan tradional. Untuk itu saintifikasi jamu pun dilakukan.
Saat ini, saintifikasi jamu telah difokuskan setidaknya pada 4 formula untuk mengatasi gejala hiperglikemia, hipertensi, hiperkolesterolemia dan hiperurisemia. Sementara itu, Klinik Jamu Medik telah dikembangkan di 14 Rumah Sakit Pendidikan dan klinik saintifikasi jamu, dikembangkan dengan pelatihan 60 dokter puskesmas di Kabupaten Karanganyar, Sragen, Kendal dan Semarang.
“Ditargetkan pada tahun 2014, 50 persen puskesmas di seluruh kabupaten kota se-Indonesia bisa membina, melayani, dan mengawasi proses integrasi ini,” sambung dr Abidinsyah.
Sumber: health.detik.com
–
Berita Terkait:
Tak Puas Hanya dengan Obat Modern? RS Ini Bisa Meresepkan Jamu
Tak Puas Hanya dengan Obat Modern? RS Ini Bisa Meresepkan Jamu
Jakarta, Jamu telah dikenal secara turun temurun di Indonesia bermanfaat untuk kesehatan. Keberadaan jamu saat ini semakin diakui dengan munculnya berbagai penelitian tentang bahan pembuat jamu. Bahkan di beberapa rumah sakit pun bisa meresepkan jamu.
Rumah sakit yang diarahkan Kemenkes menyediakan pengobatan jamu antara lain RS Persahabatan Jakarta, RS Kanker Dharmais Jakarta, RSAL Mintohardjo Jakarta, RS dr. Soetomo Surabaya, RS dr. Sardjito Yogyakarta, RS Ortopedi Surakarta, RS Sanglah Bali, RS Adam Malik Medan, RS Kandau Menado, RS Wahidin Makassar dan RS Saiful Anwar Malang.
Untuk diketahui, pengobatan tradisional yang tersedia di rumah sakit konvensional saat ini baru tersedia di 53 rumah sakit dan 350 puskesmas di Indonesia.
Di Unit Complementary Alternative Medicine (CAM) RS Kanker Dharmais, sebagai contoh, saat ini menyediakan pelayanan kesehatan komplementer bagi pasien penyakit kanker dan atau masalah kesehatan lainnya. Pelayanannya meliputi akupunktur medik dan herbal.
Pelayanan herbal yang diberikan terdiri dari fitofarmaka, herbal terstandar, dan jamu. Nah, penggunaan herbal dalam pelayanan berbasis penelitian ditujukan sebagai terapi penunjang terhadap pengobatan konvensional. Selain itu juga digunakan untuk mengatasi berbagai gejala yang timbul akibat kanker ataupun efek samping dari pengobatan kanker.
Dari data tahun 2012, target 300 puskesmas di seluruh kabupaten kota se-Indonesia sudah tercapai 324 puskesmas. “Sedangkan untuk rumah sakit, dari target 46 rumah sakit, pada tahun 2012 sudah tercapai 56 rumah sakit,” ujar Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes, dr Abidinsyah Siregar, DHSM, M.Kes, dan ditulis pada Rabu (17/4/2013).
Ditargetkan pada tahun 2014, 50 persen puskesmas di seluruh kabupaten kota se-Indonesia bisa membina, melayani, dan mengawasi proses integrasi ini. Ke depannya, Kemenkes akan mewujudkan Puskesmas Khusus Jamu yang terpisah dari Puskesmas reguler. Model ini meniru beberapa rumah sakit di China, yang sudah mengkhususkan layanannya pada pengobatan berbasis herbal atau obat tradisional.
“Orang sakit itu jumlahnya hanya sekitar 3 persen dari populasi penduduk. Nah sisanya yang 97 persen kan tidak butuh obat, makanya kita sediakan jamu biar tetap sehat,” ungkap dr Abidinsyah beberapa waktu lalu.
Sumber: health.detik.com
–
Berita Terkait:
RSCM Sukses Cangkok Ginjal Pasien Anak
Untuk pertama kalinya, tim dokter Indonesia berhasil melakukan transplantasi ginjal pada pasien anak. Operasi cangkok ginjal dilakukan terhadap Cliff Yehezkeil Mambu (13) pasien asal kabupaten Pohowato Gorontalo Sulawesi Utara di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, pada 13 Maret lalu.
Menurut ketua tim operasi, Prof.DR.dr.Endang Susalit SpPD-KGH, pada konferensi pers di Jakarta pada Senin (15/4/2012), transplantasi ini sukses berkat kerjasama tim dokter dari bagian kesehatan anak, bedah, dan urologi.
Operasi cangkok ginjal sebetulnya bukanlah hal baru di RSCM. Pada 2012 saja, ada lebih dari 40 kasus transplantasi ginjal di rumah sakit pemerintah itu. Namun operasi tersebut ditujukan bagi dewasa.
Endang, yang menjabat Kepala Divisi Ginjal Hipertensi FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, yakin timnya mampu melakukan operasi transplantasi ginjal pada anak. Hal ini dikarenakan anatomi ginjal pada dewasa dan anak tidak jauh berbeda. Seringnya mengoperasi ginjal pada dewasa menjadi pengalaman yang sangat berharga.
Cliff merupakan pasien anak yang didiagnosis gagal ginjal pada 2010. Gagal ginjal menahun yang diderita lelaki kelahiran 24 Oktober 2000 ini sudah memasuki stadium lima.
“Pasien harus melakukan cuci darah (hemodialisis) atau transplantasi ginjal. Tranplantasi lebih menguntungkan, karena hemodialisis tidak mampu menggantikan fungsi ginjal,” kata DPJP Transplantasi Ginjal Anak, Prof.Dr. Taralan Tambunan Sp.A (K).
Arry Rodjani SpU dari Departemen Urologi RSCM menambahkan, operasi cangkok berjalan sukses dan tidak menemui kendala berarti. “Tidak ada kendala selama operasi. Ginjal dewasa dan anak tidak jauh berbeda,” katanya.
Perbedaan ginjal anak dan dewasa, lanjut Arry, hanya terdapat pada ukuran rongga ginjal. Pada anak, rongga tersebut lebih kecil sehingga mengakibatkan alternatif peletakan ginjal menjadi terbatas. Artinya, ginjal yang sudah ditanam tidak bisa diangkat lagi. Kondisi ini mensyaratkan peletakan ginjal tidak boleh gagal.
Keberhasilan tim dokter RSCM mengoperasi Cliff membuat putra sulung pasangan Serli Kartili dan James Mambu itu kini tampak lebih segar dan ceria. Kendati masih berbalut masker saat memasuki ruang konferensi pers, Cliff sibuk melayani berbagai pertanyaan awak media. Ia juga memutuskan jalan kaki memasuki ruang konferensi pers.
“Enggak sakit. enggak takut operasi,” katanya saat ditanya bagaimana rasanya setelah operasi.
Cliff juga sangat senang dan bertekad kembali ke sekolah karena ginjalnya sudah sehat. Ia juga tidak keberatan kalau harus bolak balik kontrol Jakarta-Gorontalo. Semua demi mewujudkan cita-cita menjadi pengusaha seperti kedua orangtuanya.
Lebih baik negeri sendiri
Endang menyatakan, sukses transplantasi ginjal pada Cliff menjadi bukti bahwa mutu pelayanan medis Indonesia tak kalah dengan rumah sakit luar negeri. Selama pengobatan di RSCM, Cliff menghabiskan Rp 350 juta. Menurut Endang, harga tersebut jauh lebih murah dibanding harga operasi tranplantasi ginjal di tempat lain.
Sebelumnya Cliff sempat menjalani pengobatan selama 2 tahun di Penang Malaysia. Di negeri inilah Cliff didiagnosa gagal ginjal lengkap dengan hasil biopsi. Pengobatan tidak dilanjutkan karena letak yang jauh dan paspor habis. Hal tersebut mendorong Serli dan James mencari pengobatan di negeri sendiri. “Sebelumnya kami tidak ada masalah soal biaya. Namun kami kasihan kalau lihat Cliff sudah kambuh dan kami masih harus ke Malaysia,” kata Serli.
Ia memaparkan, dirinya tidak memilih RSCM karena minimnya referensi. Hal ini ditambah ketidaktahuan Serli dan suaminya tentang dokter ahli yang akan menangani buah hatinya di rumah sakit nasional tersebut. “Apalagi bayangan kami RSCM penuh dan sumpek, karena merupakan rujukan nasional,” kata Serli.
Namun hal tersebut berubah setelah menjalani pengobatan pertama di RSCM pada awal Maret 2013. Obat-obatan yang semula berjumlah 13 jenis , dikurangi menjadi 7 jenis. Awalnya, Cliff harus menelan 4 jenis obat penurun tekanan darah. Namun Prof. Taralan yang menangani Cliff, mengurangi hingga hanya 2 jenis saja. Hal tersebut didasarkan observasi dampak obat pada Cliff.
Bukan itu saja, Cliff juga diharuskan menjalani diet. Pola diet bergantung pada jenis protein yang ada pada air seni. Bila yang ditemukan protein, maka Cliff harus mengurangi asupan protein. “Hasilnya Cliff seperti anak yang tidak sakit. Dia sehat seperti anak lainnya,” kata Serli.
Sumber: health.kompas.com
–
Berita Terkait:
Ginjal Buatan untuk Tikus Ini Harapan Baru Bagi Pasien Dialisis
Kematian akibat Virus H7N9 Sudah 16 Orang
Jumlah kasus baru dan korban meninggal akibat penularan virus Avian influenza H7N9 di China terus bertambah. Hingga Selasa (16/4/2013), Pemerintah China melaporkan adanya 14 kasus baru dengan bertambahnya dua kasus kematian lagi di Shanghai.
Komisi Nasional Perencanaan Kesehatan dan Keluarga China seperti dilansir Xinhua mengatakan, total kasus penularan virus H7N9 hingga saat ini yang dilaporkan adalah 77 kasus. Sebanyak 16 di antaranya berujung kematian.
Di Shanghai, total kasusnya mencapai 30 kasus, 11 di antaranya berujung kematian. Sebanyak 20 kasus, termasuk dua kematian, dilaporkan di Provinsi Jiangsu. Sedangkan di Provinsi Zhejiang dilaporkan terjadi 21 kasus, termasuk dua kasus kematian. Di Anhui dilaporkan tiga kasus, dengan satu kematian. Satu kasus dilaporkan di Beijing dan dua kasus dilaporkan di Provinsi Henan.
Bulan lalu, Pemerintah China secara resmi mengonfirmasi bahwa kejadian virus H7N9 dapat menginfeksi manusia. Komisi mengatakan, orang-orang terdekat korban telah diperiksa dan ternyata mereka tidak memiliki gejala dari infeksi virus.
Menurut komisi, Pemerintah China telah mengonfirmasi kasus H7N9 terisolasi dan tidak ada tanda adanya transmisi virus dari manusia ke manusia.
Menurut tim inspeksi bersama yang dibuat oleh komisi beserta WHO, manusia dapat terinfeksi jika melakukan kontak dengan virus dari unggas yang terinfeksi atau lingkungan yang terkontaminasi. Kasus H7N9 dapat terus meningkat hingga sumber polusi sudah berada di bawah kontrol yang efektif.
Sumber: health.kompas.com
–
Berita Terkait:
Apa Itu Virus Flu Burung H7N9?
Gejala yang Dialami Pasien Jika Terinfeksi Virus H7N9
Flu Burung Menyerang China, RS Perlu Tingkatkan Kewaspadaan
China claims first recovery from bird flu
WHO Kirim Pakar Flu ke China Selidiki H7N9
Tim khusus dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang terdiri dari para ahli penyakit influenza akan berangkat ke China pekan ini untuk membantu penyelidikan kasus penyebaran virus H7N9 yang mematikan.
Juru bicara WHO, Glenn Thomas, dalam keterangan pers di Geneva, Swiss, menegaskan, tim yang akan berangkat terdiri dari empat orang pakar di bidang penularan virus dan epidemiologi serta beberapa staf WHO. Sementara juru bicara WHO lainnya, Gregory Hartl, menyatakan setidaknya akan ada enam utusan yang dikirim ke China untuk melakukan penelitian.
“Kami masih terus mencari lebih banyak informasi mengenai reservoir (sumber) dari virus ini. Dari apa yang kita ketahui saat ini, pasar unggas sudah menjadi pusat perhatian. Namun, misi penelitian ini akan mencari tahu sumbernya, dan hal inilah yang menjadi tujuan utama penyelidikan ini,” ujar Thomas.
Tujuan lain dari penyelidikan ini, lanjut Thomas, adalah untuk menginvestigasi bagaimana sejumlah warga dapat terhindar infeksi ini. “Ada beberapa contoh kasus ringan, dan beberapa kasus warga yang kesehatannya mulai pulih, yang sudah melewati masa kritis dan kini kondisinya sudah stabil. Inilah yang ingin kami ketahui melalui pengiriman misi ini,” ungkapnya.
Pemerintah China seperti dikutip kantor berita Xinhua, Rabu (17/4/2013), telah mengonfirmasi bahwa jumlah kasus infeksi influenza H7N9 sudah mencapai 77 kasus dengan jumlah korban meninggal mencapai 16 orang.
Sumber: health.kompas.com
–
Berita Terkait:
Apa Itu Virus Flu Burung H7N9?
Gejala yang Dialami Pasien Jika Terinfeksi Virus H7N9
Flu Burung Menyerang China, RS Perlu Tingkatkan Kewaspadaan
Legislator: ODGJ pelaku kriminal tidak cukup ke RS Jiwa
Jakarta – Ketua Panitia Kerja RUU Kesehatan Jiwa Nova Riyanti Yusuf mengatakan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang berpotensi melakukan tindak kriminal perlu ditempatkan di tempat khusus untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan.
“Menempatkan ODGJ pelaku tindakan kriminal ke dalam rumah sakit jiwa tentu menimbulkan rasa tidak aman dan tidak nyaman terhadap pasien ODGJ lainnya dan juga para tenaga kesehatan jiwa yang bekerja di rumah sakit jiwa tersebut. Mungkin dapat dipikirkan untuk menempatkan para ODGJ pelaku tindakan kriminal ke sebuah tempat khusus,” ujar Nova melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa.
Nova mengatakan hal itu diperlukan karena belum lama ini dirinya mendengar berita memilukan datang dari Rumah Sakit Khusus Daerah Stroke Center Provinsi Sulawesi Selatan yang dahulu dikenal dengan nama Rumah Sakit Jiwa Dadi bahwa dua orang pasien kembar di rumah sakit tersebut tewas karena diduga dicekik oleh teman sekamarnya, sesama pasien ODGJ.
Dia menilai kejadian itu menegaskan pentingnya pemisahan ODGJ yang berpotensi melakukan kekerasan dengan ODGJ lainnya sebab di Indonesia belum ada ketentuan mengenai penanganan terhadap ODGJ yang melakukan tindakan kriminal, kecuali dengan mengirimkannya ke rumah sakit jiwa selama paling lama satu tahun.
“Perlu dipikirkan menempatkan ODGJ yang berpotensi melakukan tindak kriminal ke dalam tempat khusus, dengan penjagaan dan prosedur yang lebih ketat, seperti bangsal psikiatri forensik yang ada di Institut/Pusat Kesehatan Jiwa Nasional, seperti di Jepang dan Amerika Serikat,” kata dia.
Dia mengatakan bahwa peristiwa di Rumah Sakit Khusus Daerah Stroke Center Sulawesi Selatan menyedihkan karena terjadi pada saat Komisi IX sedang melakukan penyusunan draf RUU tentang Kesehatan Jiwa, yang salah satu tujuannya adalah memberikan perlindungan terhadap ODGJ dari segala bentuk kekerasan.
“ODGJ sering kali menerima kekerasan, baik yang dilakukan oleh keluarga atau masyarakat sekitar maupun yang dilakukan oleh sebagian kecil oknum tenaga kesehatan jiwa. Kekerasan yang dialami oleh ODGJ umumnya berbentuk pemasungan, pemukulan, atau kekerasan verbal,” ujar dia.
Nova menjelaskan bahwa di dalam draf RUU tentang Kesehatan Jiwa diatur larangan bagi tenaga kesehatan jiwa untuk melakukan kekerasan atau menyuruh orang lain untuk melakukan kekerasan terhadap ODGJ.
Dia mengatakan, dengan adanya peristiwa di Sulawesi Selatan, menginspirasi dirinya untuk mengusulkan penambahan kata “membiarkan” di dalam ketentuan tersebut.
Nantinya, ada larangan yang tegas bagi tenaga kesehatan jiwa untuk melakukan kekerasan serta menyuruh atau membiarkan orang lain melakukan kekerasan terhadap ODGJ.
“Di setiap rumah sakit tentu sudah ada prosedur tetap menyangkut penanganan pasien, terlebih di rumah sakit jiwa yang mempunyai pasien dengan karakteristik khusus yang penanganannya tentu berbeda dengan pasien lainnya. Adanya kesalahan penetapan prosedur yang berakibat fatal bagi pasien atau orang lain, dapat dianggap sebagai suatu bentuk pembiaran,” ujar dia.
Dia menekankan bahwa usulan tersebut bukan bermaksud untuk mengkriminilisasi tenaga kesehatan jiwa yang telah bekerja dengan sangat keras untuk memberikan pelayanan kesehatan jiwa kepada masyarakat. Namun, justru dapat menjadi landasan hukum bagi seluruh pihak dalam penanganan ODGJ dan memberikan kepastian hukum bagi para tenaga kesehatan jiwa.
“Selama mereka menjalankan prosedur yang sudah ditetapkan, apabila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, itu di luar kuasa mereka,” kata dia.
Sumber: antaranews.com