Jika Tak Diatur, Masyarakat Tak Teratur Berobat
Penyakit Biasa Tak Ditoleransi
Governor inspects four hospitals
Bali Governor Made Mangku Pastika on Tuesday held a surprise visit to four hospitals on the island to monitor implementation of the recently launched national health insurance (JKN) program.
The central government launched the long-awaited JKN program on Jan. 1. Pastika was with Bali Health Agency head Ketut Suarjaya to inspect Sanjiwani Public Hospital in Gianyar, Bangli Public Hospital, Bangli Mental Hospital and Klungkung Public Hospital.
The reelected governor said no problems appeared in the field, even waiting in line was orderly.
RSUP Fatmawati Raih Akreditasi Pelayanan Kelas Dunia dari JCI
Jakarta – Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati berhasil mendapatkan akreditasi pelayanan kelas dunia atau world class health care dari Joint Commission Internasional (JCI). Sertifikat dari lembaga akreditasi RS internasional itu diserahkan Direktur Utama RSUP Fatmawati, Dr. Andi Wahyuningsih Attas, SpAn pada Wakil Menteri Kesehatan, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc, PhD di RSUP Fatmawati, awal Januari lalu.
Acara dihadiri pula oleh sejumlah menteri termasuk Menteri Kessehatan Nafsiah Mboi,
“Kini kita telah mempunyai tiga RS Pemerintah yang terakreditasi JCI yaitu RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo di Jakarta, RSUP Sanglah di Denpasar dan ditambah RSUP Fatmawati di Jakarta). Beberapa RS swasta juga telah terakreditasi JCI,” kata Ali Ghufron.
Tiga RS pemerintah lainnya, kata Ali Ghufron, juga tengah dipersiapkan untuk meraih akreditasi JCI yaitu RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dan RSUP Adam Malik Medan.
“Kepada jajaran RSUP Fatmawati, kami menyampaikan apresiasi atas kerja keras dan kerja cerdas yang telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pelayanan, juga pada semua pihak yang telah berperan mendukung RSUP Fatmawati,” kata Ali Ghufron.
Akreditasi itu, kata Ali Ghufron, harus ditindaklanjuti dengan mempertahankan kualitas pelayanan, menjadi model bagi RS lainnya serta memberikan pelayanan
Rumah Sakit Pesan Mesin Antrean Pendaftar BPJS
TEMPO.CO, Samarinda – Manajemen RSU Daerah Abdul Wahab Syahranie Samarinda, Kalimantan Timur, terpaksa mendatangkan mesin antrean untuk layanan pasien dengan asuransi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sejak diberlakukannya kepesertaan BPJS, antrean pasien di rumah sakit plat merah itu membeludak.
Direktur RSU Daerah A.W. Syahranie, Rachim DInata, mengatakan sejak awal berlakunya BPJS pada 1 Januari lalu, rumah sakit sempat kewalahan melayani pendaftar BPJS, sehingga pasien berebut untuk mendapatkan layanan cepat. Meja yang disiapkan di ruang asuransi di rumah sakit dikerumuni para pasien, sehingga perlu waktu lama melayani semuanya.
“Kami sudah pesan mesin antrean seperti yang ada di bank-bank. Mungkin Senin datang. Jadi, ke depan tak lagi manual melayaninya,” kata Rachim saat dihubungi, Sabtu, 4 Januari 2014.
Menurut dia, meski sudah dijamin BPJS, tapi umumnya para pasien di Samarinda belum mengantongi kartu yang diterbitkan oleh pengelola asuransi tersebut. Pihak rumah sakit akhirnya memutuskan para pasien bisa menggunakan kartu asuransi yang lama untuk berobat.
Misalnya, di Samarinda, warganya ada yang mengantongi asuransi yang ditanggung Pemda, Jamkesda, ada pula Askes atau Jamsostek. Kartu-kartu tersebut tinggal digandakan untuk mendaftar sebagai peserta BPJS hingga kartu BPJS sudah seluruhnya tersebar.
“Ini kan gabungan dari semua asuransi dari pemerintah, bahkan TNI dan Polri juga sudah bisa berobat ke RSUD A.W. Syahranie,” kata dia.
RSUD A.W. Syahranie merupakan rumah sakit pemerintah yang menjadi rujukan bagi pasien di seluruh Kalimantan Timur.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Samarinda Nina Endang Rahayu mengatakan, penerapan BPJS di dalam kota berjalan biasa saja. Pemda, menurut dia, telah melakukan sosialisasi ke setiap puskesmas sebelum asuransi ini diberlakukan.
Menurut dia, apa yang terjadi di RSUD A.W. Syahranie dimaklumi. Sebagai rumah sakit rujukan, akan banyak pasien yang datang ke rumah sakit tersebut. Berbeda dengan layanan di puskemas yang tersebar di sejumlah wilayah kelurahan di Samarinda. “Kalau di Puskesmas itu kan pasiennya tak banyak, karena di setiap kelurahan ada puskesmas,” kata dia.
Sumber: tempo.co
RSUD ‘Overload’, Sleman Siapkan RS Rujukan Ibu Melahirkan
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN — Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman mengaku telah membuat manual rujukan rumah sakit bagi ibu melahirkan dan bayi baru lahir di wilayah setempat.
Langkah itu dilakukan untuk mengantisipasi adanya ibu melahirkan yang tidak dapat dilayani karena terbatasnya fasilitas di RSUD Sleman.
“Kami bersama pemerintah tingkat provinsi telah membuat manual rujukan mengenai rumah sakit mana saja ibu melahirkan dapat dirujuk,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Sleman, Mafilindati Nuraini, Rabu (8/1).
Lantaran fasilitas terbatas, RSUD Sleman tidak dapat melayani 25 persen pasien persalinan per hari. RSUD Sleman hanya memiliki 12 tempat tidur untuk ibu melahirkan.
Padahal, pasien persalinan rata-rata mencapai 5-10 orang per hari. Linda, sapaan akrab Kepala Dinkes,
membantah RSUD menolak ibu melahirkan. “Mereka tidak tertampung, kami bukan menolak,” ujarnya.
Manual rujukan telah memetakan rumah sakit rujukan bagi ibu melahirkan di seluruh wilayah Sleman. Linda mengatakan ada dua RSUD dan 26 rumah sakit di Sleman yang bisa menjadi rujukan.
“Saat ini sudah ada rujukan berjenjang dan pengaturan regional. Kalau rumah sakit pemerintah tak bisa menampung, masih ada RS swasta,” ungkapnya.
Untuk persalinan yang tidak membutuhkan rujukan, ibu melahirkan dapat menggunakan fasilitas kesehatan selain RSUD. Sleman telah memiliki 25 puskesmas yang lima di antaranya bisa melayani rawat inap.
Masing-masing puskesmas tersebut sudah dilengkapi 10 unit tempat tidur untuk ibu bersalin. “Untuk kelahiran normal tanpa perlu rujukan bisa ke puskesmas,” ujar Linda.
Selain puskesmas, Sleman mengklaim memiliki lebih dari 200 bidan yang melayani pasien persalinan. Bidan desa dan klinik bersalin dinilai ada banyak di Sleman. “Untuk fasilitas kesehatan yang menyediakan pelayanan dasar bisa menangani kasus persalinan normal,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur RSUD Sleman, Joko Hastaryo mengakui ada pasien ibu melahirkan yang ditolak lantaran tempat tidur persalinan penuh. Antrean tempat tidur terjadi lantaran tidak semua ibu bersalin hanya dirawat satu hari.
“Kalau ada gangguan, pasien melahirkan bisa dirawat hingga tiga hari. Jika sudah penuh, terpaksa pasien yang mau masuk ditolak,” ungkap Joko.
RSUD Sleman sebenarnya memiliki 221 tempat tidur. Sebanyak 117 tempat tidur terdapat di kelas tiga, 35 tempat tidur untuk kelas dua, 51 kelas satu, dan 18 tempat tidur VIP.
Akan tetapi, ibu bersalin dinilai tidak dapat dicampur dengan pasien lain. Lantaran selalu penuh, RSUD Sleman akan menambah tempat tidur ibu bersalin menjadi 30 unit pada 2014.
Sumber: republika.co.id
Tanpa Rujukan, Pasien Ditolak
BPJS Belum Efektif, Perlu Sosialisasi
SANGATTA. Meski pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) telah berlaku per 1 Januari, namun kenyataan di lapangan belum berjalan mulus. Pasalnya masyarakat masih banyak yang belum tahu persis prosedur dan cara berobat dengan menggunakan layanan BPJS ini.
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kutim Bahrani Hasanal mengatakan, masyarakat sudah terbiasa dengan pola lama menggunakan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) atau jaminan kesehatan lainnya selama ini. Di mana di RSUD, bisa juga dilayani secara langsung atau tanpa rujukan. Sementara dalam Pola pengobatan BPJS, wajib hukumnya melalui rujukan dokter praktek atau dari Puskesmas.