Jakarta – Penyelesaian fisik Rumah Sakit (RS) Universitas Riau (Unri) senilai Rp387 miliar baru mencapai 10% setelah dimulai enam tahun lalu sehingga belum dapat difungsikan.
Hindari Masalah, RS di Korsel Keluarkan Operasi Plastik Bersertifikat
RMOL. Maraknya praktik operasi plastik di negeri gingseng Korea Selatan bukan hanya menarik minat pasien dari dalam negeri, tapi juga dari luar negeri.
Akan tetapi, tidak jarang pasien luar negeri yang datang ke Korea Selatan untuk melakukan operasi plastik menemukan masalah, terutama ketika hendak kembali ke negara asal. Pasalnya, pasien yang melakukan operasi plastik di bagian wajah kerap mengalami perubahan bentuk wajah sehingga tidak lagi sesuai dengan identitas foto mereka di paspor.
Hal tersebut membuat sejumlah rumah sakit di Korea Selatan saat ini memberikan layanan operasi plastik dengan sertifikat.
Seperti dilansir Daily Mail (Selasa, 22/4), sertifikat tersebut mencakup nomor paspor pasien, nama rumah sakit yang merawat, serta lama kunjungan ke Korea Selatan. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah pasien luar negeri untuk kembali ke negaranya dengan wajah yang mengalami sejumlah perubahan.
Adanya operasi plastik dengan sertifikat itu dilakukan dengan merujuk pada sejumlah kasus yang pernah terjadi di Korea Selatan.
Seperti yang terjadi pada tahun 2009. Pada saat itu sebanyak 23 perempuan China pernah mengalami kendala ketika hendak kembali ke negara asalnya setelah melakukan operasi plastik di Korea Selatan, Pasalnya, mereka memiliki bentuk wajah yang berbeda dari foto paspor mereka.
Setelah dilakukan pemeriksaan ketat, para wanita tersebut diijinkan kembali ke China dengan syarat memperbaharui paspor mereka.
Menurut angka global International Society of Aesthetic Plastic Surgeons yang dirilis tahun lalu, Korea Selatan menjadi negara yang menjadi rujukan bagi operasi plastik dan memiliki prosedur kosmetik tertinggi per kepala penduduk. Setiap satu dari 77 orang Korea Selatan diketahui telah melakukan operasi plastik untuk memperbaiki penampilannya.
Selain itu, sekitar 20 persen perempuan Korea Selatan yang berusia antara 19 hingga 49 tahun mengaku akan melakukan operasi plastik untuk memperbaiki sejumlah bagian di wajah mereka. [mel]
Sumber: rmol.co
Rumah Sakit Ini Sekarang Miliki Rumah Menyusui
REPUBLIKA.CO.ID, Peresmian “Rumah Menyusui” di Rumah Sakit Ibu dan Anak Budi Kemuliaan, Jakarta, Senin, menjadi awal kegiatan Kampanye Peduli Kesehatan Ibu oleh Kementerian Kesehatan.
Kampanye tersebut akan berjalan selama sembilan bulan dimulai 21 April pada Hari Kartini hingga 22 Desember pada Hari Ibu.
Peresmian Rumah Menyusui yang berdiri bekerja sama dengan Sentra Laktasi Indonesia (Selasi) dilakukan Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono yang mengatakan bahwa secara nasional akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan ibu cenderung semakin membaik seperti ditunjukkan oleh hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 dan 2013.
“Dari Kementerian Kesehatan, kita sudah melakukan berbagai hal. Kita menggunakan pendekatan siklus hidup, intervensi yang dilakukan tidak hanya di hilir tapi juga di hulu melalui berbagai program yang ada,” ujar Anung.
Intervensi itu disebut Anung dimulai dari hulu uakni dari program kesehatan sekolah hingga kesehatan reproduksi remaja dan juga program tentang pelayanan antenatal care, persalinan dan pelayanan kepada bayi.
“Nah, selain itu juga ada variabel lain yang kita lakukan intervensi seperti perluasan akses layanan kesehatan dan peningkatan mutu pelayanan,” ujar Anung.
Beberapa hal yang dilakukan Kementerian Kesehatan adalah memperbanyak tenaga kesehatan di daerah-daerah terpencil hingga melengkapi sarana dan prasarana di fasilitas kesehatan dasar maupun lanjutan serta penyediaan obat dalam satu kesatuan sistem layanan.
Riskesdas mencatat cakupan ibu hamil yang memperoleh pelayanan antenatal telah meningkat dari 92,7 persen pada tahun 2010 menjadi 95,2 persen pada tahun 2013.
Cakupan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan juga meningkat dari 79 persen pada tahun 2010 menjadi 86,9 persen pada tahun 2013.
Selain itu, hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) juga menunjukkan bahwa angka kematian bayi menurun dari 68 per 1.000 kelahiran hidup pada 1991 menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup pada 2012 namun angka tersebut masih jauh dari target MDG 4 pada 2015 sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup.
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia juga masih tinggi yaitu 359 per 100.000 kelahiran hidup padahal target MDG 5 Indonesia pada 2015 sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup.
“Pencapaian MDG 4 dan MDG 5 ini tidak mungkin terwujud jika dilakukan sendiri oleh Kementerian Kesehatan tanpa didukung oleh pihak lain khususnya rumah sakit yang mengutamakan kesehatan ibu dan anak,” ujar Anung.
Sementara itu, Kampanye Peduli Kesehatan Ibu yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan, BKKBN dan Menko Kesra serta lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak akan diresmikan oleh Menteri Kesehatan pada tanggal 28 April.
Kampanye yang akan berlangsung selama sembilan bulan itu akan memanfaatkan momen hari-hari penting terkait kesehatan ibu dan disebarluaskan melalui sosial media menggunakan penanda #SayangIbu.
Sumber: republika.co.id
Menkes Resmikan Gedung Baru di RSUP Fatmawati
Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi meresmikan Gedung Bougenville dan Azalea yang masing-masing merupakan penunjang pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit Umum Pemerintah Fatmawati-Jakarta.
“Kita bangga punya Rumah Sakit Umum Pemerintah Fatmawati. Selain dapat sertifikasi internasional, rumah sakit ini juga berjasa bagi saya. Pada 2005, suami saya cari rehabilitasi medik. Jadi setiap tiga kali seminggu saya antar kesini. Begitupun dengan Pembantu Rumah Tangga (PRT) saya. Tadinya dia bilang mau jadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia. Tapi karena tuberkulosis, ia akhirnya diberi pengobatan dan setelah satu tahun sakitn dia menderita AIDS dan dilayani disni dengan sangat baik,” kata Menkes dalam sambutannya di RSUP Fatmawati, Jakarta, Senin (21/4/2014).
Menkes menyampaikan, bicara mengenai RSUP Fatmawati tentu tidak lepas dengan nama besar mantan ibu negara-Fatmawati. Ia dikenal dengan kepribadian dan kecantikan luar biasa serta kepedulian yang tinggi.
“Saya ingat betul, karena kepedulian dan kecintaan pada anak luar biasa, Fatmawati sampai ingin memiliki rumah sakit anak. Beliau ingin ada Rumah Sakit anak khusus tuberkulosis,” ungkapnya.
Di kesempatan yang sama, Menkes juga menegaskan pentingnya pelayanan terbaik bagi pasien RSUP Fatmawati dengan sepenuh hati. “Jangan pakai nama ibu Fatmawati kalau disini nggak bisa melayani dengan hati kepada pasien,” ungkapnya.
Di samping itu, Direktur Utama RSUP Fatmawati, dr. Andi Wahyuningsih Attas, SpAn, KIC mengatakan, Gedung Bougenville didirikan untuk menunjang pelaksanaan JKN dan akan dikelola oleh instansi Bougenville. Di gedung tersebut, akan ada rawat jalan pelayanan penunjang diagnostik dan pelayanan khusus termasuk medical check up, home care, pelayanan sentra haji dan umroh dan pelayanan hemodialisa.
Sedangkan gedung Azalea dikhususkan untuk mendukung pelayanan orthopedi dan rehabitasi medik. Kedua gedung ini rencananya akan berfungsi optimal pada 2015.
(Melly Febrida)
Sumber: liputan6.com
Benahi BPJS Jadi Pekerjaan Rumah Utama bagi ARSI
PROGRAM Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sudah bergulir lebih dari seratus hari. Namun, pelayanan BPJS hingga saat ini masih terus dievaluasi karena masih banyak keluhan.
Setelah terpilih sebagai Ketua Asosiasi RS Swasta Indonesia (ARSI) Kota Depok periode 2014-2017, drg Sjahrul Amri, MHA mengaku banyak memiliki pekerjaan rumah. Dia menegaskan bahwa masalah BPJS menjadi pekerjaan rumah utama.
“Kami akan memberikan rekomendasi terkait standar clinical pathway atau aturan dan pedoman pokok, masing- masing rumah sakit berbeda, itu enggak gampang,” jelasnya kepada Okezone, baru-baru ini.
Amri menegaskan bahwa sampai saat ini juga pemerintah dan BPJS belum mempunyai standar jasa pelayanan fee dokter. Sebab, standarisasi tersebut harus segera dibuat dengan tetap mengutamakan peranan dokter sebagai fungsi sosial.
“Dokter spesialis itu pasti mahal, apalagi di RS swasta, mereka banyak yang bukan dokter tetap, paket sudah sama obat, murah meriah. Tarif INA- CBGs ini harus memiliki standar,” tegasnya.
Dilematis juga dihadapi RS swasta. Amri mengungkapkan jika dokter di RS swasta bisa
Menteri Kesehatan Revisi 39 Tarif JKN
INILAHCOM, Jakarta- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan revisi sebanyak 39 jenis item terkait pembiayaan di rumah sakit yang bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Revisi sebagai tanggapan dari banyaknya keluhan rumah sakit yang menyebut biaya pengobatan yang mengikuti tarif Indonesia Case Based Groups (INA CBGs) sangat rendah dan tidak sesuai dengan biaya operasional, seperti penggunaan alat-alat kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya di rumah sakit.
“Ada sekitar 39 item, ada yang dikurangi ada yang ditingkatkan dan ada yang ditambah, di kita sudah (selesai) tinggal kita konsultasikan ke kemenetrian keuangan karena menkeu juga harus setuju,” kata Menkes, Nafsiah Mboi di RSUP Pertamina, Senin (21/04/2014).
Berita sebelumnya, sejumlah rumah sakit, khususnya rumah sakit swasta mengeluh terancam mengalami kerugian. Hal tersebut menyusul tarif sesuai aturan di dalam INA CBGs sangat kecil ketimbang biaya operasional rumah sakit menangani suatu penyakit.
Nafsiah Mboi mengaku tidak hafal betul item-item mana saja yang tarifnya mengalami pengurangan atau penambahan. Ia hanya mencontohkan tindakan medis yang sebelum tidak tertanggung JKN, seperti rehabilitasi medik dan ortopedi.
“Jadi memang (tarif baru) masuk akalah, betul-betul sesuai dengan standar operasional prosedur dan peralatan kesehatan seperti apa yang mereka terapkan,” kata Nafsiah.
Untuk menghitung besaran tarif baru, Nafsiah mengatakan sengaja mengundang profesional dan pihak rumah sakit untuk mengetahui masing-masing biaya operasional mereka.
Dengan adanya tarif baru tersebut, jika nanti Menkeu setuju, Nafsiah berharap tidak ada lagi keluhan-keluhan rumah sakit terkait rendahnya biaya klaim pengobatan ketika menggunakan kartu JKN.
Selain itu, Nafsiah juga berharap masyarakat tidak lagi menerapkan kebiasan meminta obat-obat yang berasal dari luar negeri dengan alasan lebih baik kualitasnya.
“Memang terkadang ada pasien minta harus obat luar negeri, kalau ada obat dalam negeri yang baik kenapa tidak?,” ujar dia. [aji]
Sumber: inilah.com
Rumah Sakit Diminta Benahi Pelayanan
BANJARMASINPOST.CO.ID,TANJUNG – Upaya untuk melancarkan penerapan status RSUD H Badaruddin Tanjung menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) terus dilakukan.
Soalnya, dari pelaksanaan tahun pertama, ternyata masih ada beberapa hal yang perlu dibenahi, terutama pelayanan.
Bupati Tabalong, H Anang Syakhfiani pun menargetkan tiga bulan harus ada pembenahan dalam penerapan BLUD.
Pembenahan yang harus dilakukan terutama dalam hal pelayanan terhadap pasien, tenaga medis paramedis, obat dan pelayanan keluar.
“Kalau obat stok banyak saja, tapi masih belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Untuk dana saya rasa cukup, faktornya hanya pada manajemen,” katanya.
Sumber: tribunnews.com
RS Fatmawati Luncurkan 3 Layanan Baru
Bisnis.com, JAKARTA – Menyambut Ulang Tahun ke-53, Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP)
Pelaksanaan BLUD RS Dievaluasi
Anggota badan pengawas keuangan dan pembangunan Kalimantan Selatan, Barlian Saragih menilai, pelaksanaan badan layanan umum daerah (BLUD) rumah sakit H Badaruddin Tanjung, Tabalong, perlu dievaluasi.