Direktur SDM dan Umum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Taufik Hidayat mengingatkan pada 2019 seluruh rakyat Indonesia harus sudah memegang kartu BPJS.
Direktur SDM dan Umum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Taufik Hidayat mengingatkan pada 2019 seluruh rakyat Indonesia harus sudah memegang kartu BPJS.
WARTA KOTA, SALEMBA – Sejak Kartu JKN dari program BPJS diluncurkan Januari lalu, Rumah Sakit St Carolus, Salemba, Senen, Jakarta Pusat sudah memberikan pelayanan kesehatan itu bagi masyarakat. Namun, jarang sekali pasien BPJS yang mendatangi RS St Carolus .
Pantauan Warta Kota, Kamis (6/3) lalu, di tempat pendaftaran pasien di lantai dasar RS St Carolus tidak nampak pasien yang menggunakan JKN. Pasalnya, informasi untuk para pengguna JKN sangatlah kurang. Counter khusus untuk warga yang ingin berobat dengan program BPJS sendiri tergabung dengan pasien yang menggunakan asuransi lain.
Berada di pojok ruangan berukuran sekitar 2 x 2 meter, terdapat salah seorang petugas dari BPJS yang bertugas memverifikasi data para calon pasien yang akan berobat dengan menggunakan JKN. Sementara empat petugas lain bersiaga untuk melayani warga yang menggunakan jaminan seperti asuransi atau perusahaan yang bekerja sama dengan RS St Carolus.
Menurut salah seorang petugas BPJS yang berjaga di RS St Carolus, Leni (35), rumah sakit tersebut juga melayani para pasien yang menggunakan JKN. Tetapi, dia tidak menampik bahwa jumlah pasien di RS St Carolus berbeda dengan RSUD yang lain di Jakarta.
“Dari kebijakan RS St Carolus sendiri hanya masyarakat Jabodetabek saja. Pasien harus merupakan rujukan dari puskesmas. Yang berobat sih tadi baru sekitar 20 orang,” kata Leni kepada Warta Kota di RS Carolus di Salemba, Jakarta Pusat.
Kepala Humas RS St Carolus Dokter Krismini membenarkan, rumah sakit tersebut sudah mengikuti program pemerintah melalui JKN. “Kita ikut mulai 1 Januari 2014 lalu. Ini program pemerintah dan pada tahun 2019 semua rumah sakit harus ikut sehingga kita ikut juga,” kata Krismini.
Terkait banyaknya pasien yang menombok ketika membeli obat karena tidak tercover JKN, Krismini menegaskan bahwa pasien yang berobat dengan JKN di rumah sakit tersebut telah sepakat dengan paket obat yang diberikan. Karena itu, tidak terjadi pembengkakan biaya ketika keluar rumah sakit.
“Pasien tidak boleh mengeluarkan uang, kalau memang BPJS ya. Karena sudah menandatangani kesepakatan awal saat mendaftar untuk berobat,” katanya.
Baca berita selengkapnya di Harian Warta Kota Edisi, Kamis 13 Maret 2014
Sumber: tribunnews.com
RUMAH Sakit Mitra Keluarga memiliki komitmen yang tinggi untuk menjadi penyedia layanan kesehatan komunitas terkemuka di Indonesia.
Hal ini terbukti bahwa RS Mitra memperoleh pengakuan secara nasional di bidang layanan kesehatan, manajemen. Tak hanya itu, Mitra juga terus menambah rumah sakit mitra keluarga di daerah-daerah Indonesia.
Di usia yang menginjak 25 tahun, RS Mitra Keluarga terus berkiprah sebagai penyedia layanan kesehatan terbaik dengan konsep ‘One-stop Health Service Centre’ dan ‘Patience Centered’ yang bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kelengkapan bagi pasien saat berobat.
Saat ini, RS Mitra Keluarga sudah menjadi institusi kesehatan di Indonesia yang komprehensif dengan layanan unggulan seperti bedah syaraf, kesuburan (M-Brio), Kesehatan Kaki pada anak (Kids Foot), Pusat Jantung dan Pembuluh darah, Ortopedi, Urologi, Pusat Diabetes & Endokrin, Klinik Payudara,
Bisnis.com, JAKARTA – Pelayanan kesehatan kegawatdaruratan dengan sistem terpadu sangat penting, terutama dalam menolong seseorang yang membutuhkan bantuan cepat.
Tujuan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) adalah tercapainya pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu bagi masyarakat yang berada dalam keadaan gawat darurat.
Untuk meningkatkan layanan kesehatan kepada masyarakat, Rumah Sakit Bunda Jakarta perkenalkan tiga layanan kesehatan sekaligus, yang tergabung dalam SPGDT.
“Kami menghadirkan standar terbaru dalam penanganganan kegawatdaruratan medis, melalui ambulans 24 jam, instalansi gawat darurat, dan unit perawatan intensif ,” kata dokter Didit Winnetow, Direktur RS Bunda Jakarta, saat memperkenalkan layanan tersebut di Jakarta, Kamis (13/3/2014).
Dia menuturkan standar baru tersebut didukung dengan teknologi dan tim medis yang kompeten. “Sarana ini bisa menekan angka kematian dan kesakitan pasien,” ungkapnya.
Layanan kesehatan SPGDT ini antara lain menangani kasus-kasus gawat darurat (emergensi) di bidang medis melalui pelayanan yang cepat, dan tepat, baik itu pra RS, intra RS, dan antar RS, yaitu ambulance, instalasi gawat darurat (IGD), dan ICU.
Litacha Tampon, tim dokter dari ER Indonesia Healthcare Assiatance, menjelaskan urut-urutan SPGDT sebagai berikut:
Ada seseorang jatuh sakit (gawat darurat), pihak keluarga telepo RS, lalu pasien dijemput dengan ambulance (Emergency Medical Service/EMS) dibawa ke RS, karena sesuatu hal pasien dirujuk lagi ke RS lain dengan EMS. Untuk menghubungi RS lain ini ditangani oleh RS pertama.
“Jadi pelayanan terpadu, si pasien benar-benar ditangani dengan baik oleh pihak RS bersangkutan,” kata Litacha.
Jadi, katanya, dalam sistem SPGDT ini dikembangkan penanggulangan di tempat kejadian, transportasi ke sarana kesehatan yang lebih memadai, penyediaan sarana komunikasi, rujukan ilmu, pasien, dan tenaga ahli, upaya PPGD di tempat rujukan (IGD dan ICU), dan upaya pembiayaan penderita
Sumber: bisnis.com
Surabaya (beritajatim.com) – Sekjen Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Supriyantoro berjanji, tunggakan Jamkesmas tahun 2013 paling lambat akan dibayarkan pada Juni 2014.
Kemenkes masih menunggu hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait jumlah hutang Jamkesmas di RS seluruh Indonesia.
“Kami sedang berusaha keras agar segera mencairkan tunggakan Jamkesmas untuk seluruh rumah sakit di Indonesia. Masih dalam proses audit Rp 2,9 triliun dan Rp 1,6 triliun sudah diaudit. Kalau sudah diaudit, akan diajukan ke Kementerian Keuangan, semoga pertengahan tahun ini bisa dibayarkan,” katanya kepada wartawan saat sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Hotel Novotel Surabaya, Kamis (13/3/2014).
Menurut dia, sampai saat ini BPKP masih melakukan audit di lapangan. Hasilnya nanti akan diusulkan kepada Kemenkeu, dan setelah itu baru akan didistribusikan ke RS-RS. “Permasalahan ini menjadi tanggung jawab Kemenkes. BPKP yang tahu hasilnya yang akan diajukan kepada Kemenkeu,” ujarnya.
Mengenai kekhawatiran utang ini akan merusak pelaksanaan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Nasional (BPJS) Kesehatan, pihaknya menjamin tidak akan berpengaruh sebab sistem pembayaran BPJS berbeda dengan Jamkesmas. Klaim BPJS, ujarnya, diberikan rutin setelah 15 hari. Sistem pembayarannya pun tidak tergantung kepada anggaran.
“Ada total 1023 rumah sakit seluruh Indonesia yang tunggakan Jamkesmasnya belum terbayar. Sedangkan, ada 251 rumah sakit yang mengalami kelebihan pembayaran dan sudah dikembalikan masuk ke Kasda. Harus hati-hati dengan uang ini, jangan sampai jadi temuan KPK dan BPK. Yang pasti tetap dibayar, paling lambat pertengahan tahun sudah dibayar,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Jatim dr Dodo Anondo MPH berjanji akan memperjuangkan pencairan tunggakan anggaran Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) pada tahun 2013 di Jatim.
“Jumlahnya tunggakan untuk rumah sakit seluruh Jatim bisa mencapai ratusan miliar rupiah. Khusus untuk RSU dr Soetomo Surabaya mencapai sekitar Rp 63 miliar lebih, RSU dr Saiful Anwar Malang sekitar Rp 30 miliar, RS Haji Sukolilo Rp 20 miliar, ada juga yang RS-RS kecil nilai tunggakan hanya Rp 500 ribu dan Rp 5 juta ke atas,” katanya kepada beritajatim.com, Rabu (12/3/2014).
Menurut Dodo yang juga Direktur RSU dr Soetomo Surabaya ini, pihaknya masih menghitung pasti berapa besaran jumlah tunggakan Jamkesmas untuk RS seluruh Jatim yang harus dibayarkan pemerintah. “Masih kami kumpulkan data pastinya,” tuturnya.
Dia menjelaskan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berjanji akan membayar tunggakan Jamkesmas tahun 2013 itu pada bulan Maret 2014. Tapi hingga saat ini, belum juga dibayarkan. “Janjinya memang Maret, tanggalnya kan bisa 1 sampai 31 Maret, kami tidak bisa memaksakan. Pasti akan kami tanyakan saat Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) pada 17-19 Maret nanti di Bali. Itu dihadiri seluruh direktur RS dan kepala dinas kesehatan se-Indonesia,” tukasnya. (tok/ted)
Sumber: m.beritajatim.com
Liputan6.com, Jakarta BPJS Kesehatan tidak menampik adanya Rumah Sakit yang mengalami untung dan rugi sejak Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berlaku. Namun Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan, Fadjri Adinur menegaskan, RS yang mengalami defisit atau kerugian tidak boleh menurunkan kualitas RS.
“Untuk mencegah kerugian, RS mestinya harus berusaha lebih efisien dalam mengendalikan biaya dan mutu. InaCBGs (tarif paket yang berlaku di RS ) juga mendorong RS untuk tidak membolehkan pasien dipulangkan sebelum sembuh atau ada pemeriksaan yang sebenarnya nggak perlu dilakukan. Jadi RS jangan sampai menurunkan kualitas,” kata Fadjri saat temu media evaluasi 3 bulan JKN di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Rabu (12/3/2014).
Menurut Fadjri, RS tidak boleh memiliki pikiran bahwa klaim RS sama seperti dulu (fee for service). Karena kalau masih memiliki pikiran dulu, RS akan kesulitan dan tidak menutup kemungkinan akan rugi.
Fadjri menyontohkan, misalnya ada dua orang yang sama dengan keluhan tipes. Orang pertama bukan peserta BPJS, rawat inap 5 hari dan bayar sesuai ditagihkan. Orang kedua dengan kepersertaan BPJS Kesehatan, biaya RS nya akan dirata-ratakan dengan 1000 pasien lain yang tipes. Artinya, tarif yang berlaku di RS disamaratakan dengan pasien lain dan pasien tidak perlu membayar lagi kecuali premi per bulan.
“Dengan tarif paket (InaCBGs) orang yang tipes itu mau dirawat 5 atau 6 hari, akan sama tarifnya asal masih satu kelompok dengan jenis penyakitnya. Sayangnya, di banyak RS sosialisasinya masih belum menyeluruh,” jelasnya.
Disamping itu, Wakil Ketua National Casemix Center Achmad Soebagio mengaku RS yang mengalami rugi mungkin selain karena kurangnya efisiensi juga terdapat pemborosan obat dan penunjang kesehatan.
“Sudah diteliti WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), negara-negara yang menggunakan sistem ini rata-rata mengalami pemborosan pada obat, penunjang dan sebagainya. Maka itu, perlu adanya standarisasi obat yang tidak menurunkan kualitas tapi agar ada standar yang jelas dalam satu penyakit.
Semakin banyak melayani semakin untung
Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, dr Donald Pardede menyampaikan, dalam permasalahan kecilnya tarif RS dan takut rugi, pada intinya adalah perubahan pola pikir.
“Semakin banyak pelayanan, semakin banyak keuntungan yang diberikan. Tapi kalau tidak terkendali, maka perlu ada perubahan pola pikir dalam melihat tarif,” imbuhnya.
(Abd)
Sumber: liputan6.com
Sindonews.com – Rumah sakit yang telah menelantarkan pasiennya hingga meninggal dunia dinilai telah melanggar etika kedokteran. Karena, dokter memiliki tugas yang mulia untuk memberikan pertolongan kepada pasien.
Mantan Direktur Utama PT Askes Orie Andari Sutadji mengatakan, jika RSUD Tarakan, Jakarta Pusat, terbukti telah menelantarkan pasiennya yang bernama Andre Safa Gunawan (10) hingga meninggal dunia, maka itu merupakan kesalahan fatal dalam dunia kedokteran.
“Tindakan darurat pasien apapun, ada uang atau tidak (ada uang) harus ditolong. Itu sesuai etika kedokteran, medis internasional, dan aturan
pemerintah,” kata Orie kepada wartawan di Depok, Selasa (11/3/2014).
Dia juga menjelaskan, penolakan pasien miskin oleh rumah sakit terjadi, karena lambatnya proses pembayaran dari pemerintah ke RS. RS takut pemerintah tidak akan membayar tagihan itu.
“Bahkan tagihan rumah sakit yang sudah lama biasanya juga sangat lambat dibayarkan oleh pemerintah. Maka terjadilah penolakan-penolakan oleh rumah sakit,” ujarnya.
Untuk menghindari kasus penolakan pasien, kata dia, pemerintah harus gencar melakukan sosialisasi sistem pembayaran untuk RS. Selain itu, pemerintah juga harus melakukan pengkajian ulang mengenai kebijakan pengelompokan penyakit, obat, tarif, dan penentuan premi dari masyarakat.
Sumber: sindonews.com