manajemenrumahsakit.net :: KLATEN
HUT RS Jogja Kedepankan Pelayanan Unggulan di Era JKN
manajemenrumahsakit.net :: Yogyakarta
BPJS KESEHATAN: UU Tentang Rumah Sakit Diminta Agar Direvisi
manajemenrumahsakit.net :: JAKARTA – Pemerintah diminta untuk merevisi UU No. 44/2009 tentang Rumah Sakit, di mana perlu dimuat aturan untuk mengharuskan rumah sakit swasta menjadi mitra BPJS Kesehatan.
Berdasarkan data Kemenkes, sejauh ini ada sekitar 1.600 rumah sakit yang menjadi mitra BPJS Kesehatan, di mana 800 diantaranya adalah rumah sakit swasta. Rumah sakit swasta sendiri pada dasarnya tidak diharuskan untuk menjadi mitra BPJS.
Jumlah Rumah Sakit Umum Diprediksi Tumbuh 10% Tahun Depan
manajemenrumahsakit.net :: JAKARTA
Bupati Mamuju Inginkan RSUD Naik Status
manajemenrumahsakit.net :: Mamuju (ANTARA Sulbar) – Bupati Mamuju, Sulawesi Barat, DR.H.Suhardi Duka, MM, menginginkan agar Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) naik status menjadi Badan Layanan Umum (BLU).
“Rumah sakit harus didesain jadi BLU, supaya jadi mandiri dan pemerintah daerah tidak terbebani lagi, kalau jadi BLU maka RSUD Mamuju akan mencover dan mendesain anggarannya sendiri sebagaimana keberadaan rumah sakit swasta,” kata Suhardi Duka di Mamuju, Sabtu.
Bupati Mamuju menuturkan, jika menjadi BLU maka ada banyak manfaat yang didapat, pertama layanan pasti akan bersaing dengan RS swasta lainnya.
Sebab, kata dia, jika tidak bersaing dengan RS swasta maka RSUD akan ditinggalkan. Lalu kedua, anggarannya bisa dikelola sendiri tanpa ada ketergantung dengan APBD. Hanya gaji pegawainya saja seluruhnya ditanggung APBD.
“Hanya pengelolaan anggarannya yang sulit bagi pemerintah daerah, kalau terjadi kekurangan obat tidak bisa beli langsung, akan melalui proses penganggaran, melalui e-katalog dan itu menjadi sulit dan disatu sisi kita mebeli obat itu berdasarkan data penyakit tahun sebelumnya,” jelas Suhardi.
Jika perencanaan pengadaan obat hanya dinaikkan sekitar 20 persen, namun jenis penyakit diatas dari 20 persen maka yang terjadi kekurangan obat, ataukah dokternya meresepkan obat yang lain.
Sehingga, kata dia, pemerintah akan mendorong agar RSUD berubah menjadi BLU sehingga bisa hidup mandiri dalam mengelolah keuangannya.
Hal inilah yang kemudian menjadi tugas dr. Harman untuk dapat merubah dari tipe kelas D menjadi kelas C dan naik menjadi kelas B.
Ia juga berharap, jika BLU bisa tercapai sebelum masa akhir jabatannya sebagai bupati Mamuju tahun 2015.
“Kami akan upayakan sebelum jabatan berakhir tahun 2015. Persyaratannya sudah cukup, karena sudah ada lebih 11 dokter ahli, yang perlu dibenahi selain rumah sakit juga SOP (Standar Operasional Prosedur), juga perhatian pemerintah provinsi,” ungkapnya.
Bupati dua periode Mamuju itu, juga mengkritisi kurangnya perhatian pemerintah provinsi terhadap pengembangan rumah sakit di kabupaten Mamuju.
“Saya merasakan selama ini bahwa rumah sakit kita di Mamuju ini tidak mendapat perhatian pemerintah provinsi, padahal tugasnya provinsi itu membina kabupaten, kordinasi tapi justru tidak demikian halnya,” katanya.
DKI Butuh Lebih Banyak RSUD
manajemenrumahsakit.net :: Jakarta, HanTer – Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di DKI Jakarta, jumlah RSUD perlu ditambah. Sebab, saat ini hanya terdapat 8 RSUD di DKI Jakarta yang jumlah penduduknya lebih dari 10 juta jiwa. Ditambah saat ini minat masyarakat terhadap program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan semakin meningkat.
Demikian dikatakan oleh Anggota DPRD DKI Jakarta, Ida Mahmudah kepada Harian Terbit, Minggu (14/9), terkait hal yang akan ia perjuangkan sebagai anggota dewan periode 2014-2019. “DKI kurang RS, RSUD hanya sedikit, yaitu RSUD Tarakan, RSUD Cengkareng, RSUD Koja, RSUD Pasar Rebo, RSUD Budi Asih, RSUD Duren Sawit, RSUD Pulau Seribu dan RSUD Pasar Minggu. Kita mau beli RS Sumber Waras untuk jantung dan paru-paru,” kata Ida Mahmudah.
Menurutnya, fasilitas kesehatan seperti RSUD perlu ditambah karena masyarakat di Jabodetabek para berobat ke RSUD di Jakarta. “Larinya pada ke Jakarta. RSCM juga tidak memadai untuk melayaninya,” ujarnya. Namun, Anggota Dewan Incumbent ini merasa yakin dengan semangat Joko Widodo (Jokowi) yang masih menjadi sebagai Gubernur DKI Jakarta karena baru dilantik pada 20 Oktober sebagai Presiden periode 2014-2019 serta Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dalam bidang kesehatan.
“Dengan spirit Jokowi/Ahok, dengan Ahok ingin membantu DKI, DKI perlu RSUD yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat,” katanya.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini mengakui, jumlah RS Swasta banyak di DKI Jakarta. Namun dengan RS Swasta tidak dijawabkan bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka pelayanan yang diterima masyarakat kurang maksimal. “Ini juga bisa minta APBN dengan konsep tanpa kelas, itu juga bisa,” jelasnya.
Dia mencontohkan, di Jakarta Utara (Jakut) tidak hanya RSUD Koja yang seharusnya juga dibuah RSUD di Pademangan, Jakut. Begitu di Jakarta Barat (Jakbar), tidak hanya RSUD Cengkereng saka, seharusnya ada RSUD tipe A. “RSUD ditambah ini bisa melalui CSR dengan swasta yang nantinya dikelola dan jadi Pemprov DKI,” ujarnya.
Selain itu, katanya, penambahan RSUD itu di khususkan untuk RS bersalin yang jumlah juga kurang di DKI Jakarta yang terpisah dengan RS umum. “Jadi RS bersalin Ibu dan Anak yang bisa diambil jadi APBD DKI,” katanya. Pengamat Kebijakan Publik, Amir Hamzah pun mendukung langkah positif yang digagas oleh DPRD tersebut.
Dikarenakan, UU mengamanatkan alokasi dana untuk kesehatan kedua setelah pendidikan yang 20 persen dari APBN, sementara untuk kesehatan mengamanatkan 10 persen. Namun, lanjutnya, di Pemprov DKI urusan kesehatan menjadi nomor dua setelah pendidikan. “APBD nya harus jelas dulu. Memang butuh (penambahan RSUD), seperti di Jaksel baru satu hanya RSUD Pasar Minggu,” kata Amir.
Selain itu, ungkap Amir, hambatan gagasab DPRD ini adalah faktor tanah dan bangunan seperti yang dapat diantisipasi oleh Pemprov DKI dengan aset-aset yang sudah di pakai namun sudah tidak digunakan, itu bisa buat tanah dan bangunan RSUD baru. “Itu agar ase-aser Pemprov tidak mubazir seperi bekas kantor Dinas Olahraga dan Pemuda Jakarta Timur (Jaktim) bisa dipakai buat bikin RSUD baru,” sebutnya.
Dia mengatakan, penambahan RSUD ini juga harus diatur sistem rujukan dari puskema sesuai wilayah rujukannya yang harus diperbakai terlebih dahulu. “Satu RSUD itu bawahi berapa puskesmas, ini harus diatur. Mekanisme rujukan bagaimana agar tidak tumpang tindih,” jelasnya.
Dia meyakini gagasan DPRD ini akan terwujud. Sebab, APBD DKI Jakarta pada tahun 2015 mendatang bisa mencapai antara Rp90-100 triliun kalau dihitung 10 persennya yakni sekitar Rp9 triliun itu untuk kesehatan. “Ini karena surat keputusan dari Dirjen Pajak, Pajak Penghasilan (PPH) orang pribadi terdapat kenaikan Rp6 triliun, yakni 2014 itu Rp11 triliun, 2015 jadi Rp17 triliun. Belum sektor lain lagi,” ujarnya.
Dia pun menegaskan, hal itu harus diikuti dengan peningkatan pelayanan kesehatan seperti dokter, suster, tempat tidur, kamar dan lainnya ditambah. Sebab, apabila hal itu tidak dilakukan agar menjadi kendala dalam menjalankan gagasan DPRD DKI ini. “Kalau terbatas bagaimana ? Harus ditambah semuanya,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) DKI Jakarta, dr. Dien Ermawati, M.Kes, membenarkan merencanakan penambahan RSUD di DKI Jakarta. Dia mengatakan, tempat tidur kelas sesuai hitungan Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang saat ini berintegrasi dengan JKN BPJS Kesehatan, dibutuhkan tempat tidur kelas 3 sebanyak 4.900 tempat tidur. “Sedangkan, posisi sekarang baru terdapat 2.700 tempat tidur. Jadi kurang 2.200 tempat tidur,” kata dr. Dien.
Dengan adanya RSUD, lanjutnya, hal ini diantisipasi dengan terbangunnya RS Pasar Minggu dengan 450 tempat tidur, RSUD Koja 400 tempat tidur dan RSUD Budi Asih 200 tempat tidur, perubahan 18 Puskesmas Kecamatan menjadi RSU tipe D. “Kami juga akan menambah jumlah tempat tidur sebanyak 500 dan sisanya 650 tempat akan dibangun di lahan RS Sumber Waras yang akan dibeli dijadikan RSUD Kanker dan Jantung,” ujarnya.
Terkait anggaran, katanya, pihaknya tidak menemui masalah. Namun, ia enggan menyebutkan berapa anggaran kesehatan DKI Jakarta secara detail. Dia hanya mengatakan anggaran kesehatan untuk DKI sudah melebihi anggaran yang diamanatkan oleh UU Kesehatan sebesar 10 persen. “Untuk anggaran kesehatan DKI sudah mendapatkan 12 persen atau di atas UU Kesehatan,” katanya.
Untuk keterlibatan RS Swasta dalam membantu JKN di DKI Jakarta, dr. Dien mengungkapkan sebenarnya sudah terdapat 64 RS Swasta di DKI Jakarta yang sudah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Namun, tambahnya, terdapat kendala dalam pelayanan. “Untuk menarik RS Swasta mau bergabung harus ada keterbukaan tarif antara RS Swasta dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Dengan demikian bisa ada titik temu,” pungkasnya. (Robbi)
Sumber: harianterbit.com
Minim Pasien, RS Kusta Kediri Rencana Buka untuk Umum
manajemenrumahsakit.net :: Surabaya – Sebagai Rumah Sakit (RS) yang khusus menangani penyakit kusta, otomatis jumlah pasien yang terletak di Jalan Veteran kota Kediri ini sangat minim.
Pada semester 1 tahun 2014 saja hanya tercatat 335 pasien penderita kusta yang dirawat di RS Kusta Kediri. Dibandingkan dengan jumlah pasien di RS Umum, jelas terbilang sedikit. “Karena sedikitnya pasien ini, jarang dokter yang berminat bekerja di RS ini,” ujar Direktur RS Kusta Kediri, Dr Nur Siti Maimunah saat menerima kunjungan rombongan Humas Pemprov Jatim, Sabtu (13/9/2014).
Untuk itu, pihaknya sedang mengajukan agar dibangun lagi poli spesialis lain untuk pasien umum.
“Makanya kita butuh banyak dokter spesialis. Sementara ini yang ada masih dokter spesialis mata. Kita target 5 tahun kedepan dokter spesialis di berbagai bidang yang kita butuhkan sudah bisa terpenuhi,” pungkasnya.
Nur menambahkan, sejak berdiri tahun 1956, pihaknya baru memiliki seorang dokter ahli mata. Itupun karena dokternya adalah asli putra kediri.
Dokter ahli mata itu pun, ungkap Nur, baru aktif bekerja di RS Kusta Kediri sejak setahun yang lalu. RS Kusta Kediri merupakan satu dari dua RS khusus penderita kusta-lepra milik Pemprov Jatim. RS Kusta lainnya berlokasi di Mojokerto.
Dipaparkan Nur, seluruh dokter yang mengabdi di RS Kusta Kediri adalah dokter umum. Itupun jumlahnya cuma 6 orang dokter. “Ketambahan seorang dokter ahli mata, jadi totalnya ada 6 orang dokter yang bekerja di sini,” terangnya.
Karyawan Rumah Sakit Sierra Leona tak Dibayar
REPUBLIKA.CO.ID, FREETOWN — Saat penyakit melanda wilayah Siera Leone, pemerintah justru gagal membayar upah para pekerja medis. Staff di rumah sakit distrik di Sierra Leone mengatakan, mereka belum dibayar selama dua pekan. Padahal pekerjaan yang mereka jalani ini memiliki risiko yang sangat besar.
Aljazirah melaporkan, para pekerja lokal mulai melakukan aksi mogok. Sekitar 80 pekerja memadati pintu masuk kompleks rumah sakit, pada Jumat (12/9). Ini membuat tindakan operasi di bangsal perawatan ebola tak berjalan. Para pekerja melakukan aksi damai, namun cukup frustasi dengan keadaan tersebut.
Tindakan ini dilakukan setelah sejumlah aksi lain dilakukan staf rumah sakit yang sama. Mereka kala itu memprotes kondisi kerja yang buruk, tingkat infeksi di antara rekan-rekan dan tingkat upah yang minim. Mereka mengatakan tak mau ambil risiko.
Para pekerja direkrut secara nasional untuk meningkatkan jumlah staf di Rumah Sakit Pemerintah Kenema. Mereka beroperasi di dalam tenda dengan zona risiko tinggi sebagai perawat dan staf pendukung. Mereka mengobati orang sakit, disinfeksi peralatan terkontaminasi, membersihkan kotoran, muntah, darah dan membersihkan serta mengubur mayat.
Sumber: republika.co.id
Pasien BPJS Kesehatan Bisa Pindah Rumah Sakit
manajemenrumahsakit.net :: PURWOKERTO – Meskipun alur Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dibuat berjenjang, namun pasien bisa berpindah di rawakt ke rumah sakit yang lain. Kepindahan ini tentu harus dengan alasan yang kuat dan didasari dengan rekomendasi dari rumah sakit asal.
Bisa saja, kalau ada rekomendasi dari Rumah Sakit seharusnya, kata Kepala BPJS Kesehatan Cabang Utama Purwokerto, Jawa Tengah, Arief Syaefudin seperti yang dilansir Radar Banyumas (Grup JPNN.com), Sabtu (13/9).
Arief menjelaskan biasanya alasan pasiennya dipindahkan dari rumah sakit A ke rumah sakit B karena rumah sakit A memiliki fasilitas kurang lengkap untuk jenis penyakit yang diderita pasien. Sehingga, rumah sakit A memberikan rujukan ke rumah sakit B untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik lagi.
Namun, lanjut dia dalam beberapa kasus pasien minta dipindahkan ke rumah sakit lain karena alasan lain. Padahal rumah sakit tersebut mempunyai fasilitas yang sama.Biasanya karena pasien tersebut harus dirawat, dan di rumah sakit seharusnya tidak ada yang mengurus. Makanya mereka mengajukan pindah rumah sakit. Ada beberapa kasus juga, mereka pindah rumah sakit yang sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP), ujarnya.
Proses perpindahan sendiri, kata dia hampir sama alurnya dengan pasien yang akan dirawat pada rumah sakit sesuai alurnya. Pasien datang ke fasilitas kesehatan (faskes) tingkat I. Selanjutnya dokter dari faskes tersebut akan memnerikan rujukan untuk ke rumah sakit yang sesuai dengan alurnya. Rumah sakit tersebutm nantinya yang akan memberikan rujukan untuk rumah sakit yang dituju, katanya.
Sebenarnya, lanjut dia pasien bisa pindah rumah sakit asal rumah sakit tersebut bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Kalau bekerjasama, masih bisa pindah, pungkasnya. (ida/awa/jpnn)
Sumber: msn.com
RSUD Badaruddin Tuntas 2017
manajemenrumahsakit.net :: Tanjung, (Antaranews Kalsel) – Kepala Badan Perencanan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, Erwan mengatakan pembangunan rumah sakit daerah H Badaruddin Tanjung ditargetkan bisa tuntas pada 2017.
Sebelumnya pemerintah daerah menargetkan relokasi dan pembangunan RSUD H Badaruddin Tanjung di kawasan Tanjung Baru, Kecamatan Murung Pudak bisa selesai pada tahun ini, kata Erwan di Tanjung ibukota Tabalong, Kamis,
“Sejumlah fasilitas rumah sakit seperti ruang unit gawat darurat dan poliklinik belum dibangun karena itu tiap tahun dialokasikan dana bagi penyelesaian pembangunan RSUD H Badaruddin Tanjung dan targetnya 2017 bisa dituntaskan,” jelasnya.
Pada tahap awal pembangunan rumah sakit di lahan milik Pemkab Tabalong seluas 8,8 hektare, dialokasikan dana sekitar Rp30 miliar dari APBD kabupaten 2011 dan untuk penyelesaiannya akan menelan dana Rp133,4 miliar dalam waktu 3 tahun.
Relokasi RSUD H Badaruddin Tanjung ke kawasan Tanjung Baru disebabkan di lokasi yang lama Jalan Jaksa Agung Tanjung sudah tidak memungkinkan untuk dilakukan pengembangan karena sudah dikeliling pemukiman warga dan fasilitas umum seperti sekolah.
Terpisah Kepala Dinas Pekerjaan Umum Tabalong, Noor Rifani mengatakan tahun ini sudah dialokasikan dana Rp1,4 miliar untuk kelanjutan pembangunan RSUD H Badaruddin Tanjung dan masih ada kekurangan dana sekitar Rp24 miliar untuk pembangunan ruang operasi dan fasilitas lainnya.
“Saat ini perlu tambahan dana sekitar Rp34 miliar untuk pembangunan ruang operasi dan sejumlah fasilitas lainnya, diharapkan penyelesaian pembangunan RSUD H Badaruddin Tanjung bisa lebih cepat sehingga pelayanan kesehatan bagi masyarakat juga lebih maksimal,” jelas Rifani.
Sarana pelayanan kesehatan di Tabalong selain RSUD H Badaruddin Tanjung juga ada rumah sakit milik PT Pertamina di Kecamatan Murung Pudak dan 15 puskesmas.
Sumber: antaranews.com