manajemenrumahsakit.net :: MAMUJU, BKM — Pembangunan rumah sakit (RS) tipe B di Kabupaten Mamuju akan dimulai pembangunannya pada Agustus 2015 mendatang. Rencana ini diungkapkan Gubernur Sulbar, Anwar Adnan Saleh saat meninjau lokasi untuk lahan pembangunan RS bertipe B tersebut. Pembangunan RS ini menggunakan anggaran pinjaman dari pemerintah melalui Sarana Multi Infrastruktur (SMI) yang dulu bernama PIP.
Gubernur menjelaskan, pihaknya berjuang semaksimal mungkin mewujudkan pembangunan rumah sakit di ibukota Provinsi Sulbar bukan karena mau dikata atau mau diagung-agungkan karena mampu membangun rumah sakit. ”Kami juga tidak ada niat sedikit pun untuk menyaingi rumah sakit lain yang ada di wilayah Sulbar,” katanya.
Pemberian pinjaman dari SMI tidak begitu saja dilakukan. Tapi sebelumnya dilakukan pengkajian yang lebih mendalam. ”Jadi ketika kami mengajukan permohonan pinjaman untuk pembangunan rumah sakit ini ke PIP yang sekarang berubah nama menjadi SMI, terlebih dahulu dilakukan pengkajian secara matang. Dari pengkajian itu, SMI menyatakan kalau Sulbar sangat layak diberikan dana bantuan pinjaman untuk pembangunan rumah sakit tipe B tersebut. Sehingga turunlah persetujuan pinjaman itu,” jelas mantan politisi Senayan tersebut.
Anwar mengatakan, pembangunan rumah sakit tipe B ini semata-mata untuk kepentingan masyarakat. ”Kami selaku kepala pemerintahan di Sulbar ini sangat mengedepankan kebutuhan pada masyarakat. Bagaimana bisa sistem ekonomi daerah dan masyarakat bisa baik jika pelayanan dan sarana kesehatan masih sangat minim. Makanya, kami mempercepat terealisasinya pembangunan rumah sakit tipe B ini. Kami mau melihat daerah ini maju. Makanya, kami mengedepankan kepentingan rakyat. Dengan adanya pembangunan sarana kesehatan ini setidaknya investor yang akan masuk ke Sulbar pasti akan melihat sarana pendukungnya, yakni sarana kesehatan,” ujarnya.
Pembangunan rumah sakit tipe B di belakang rumah sakit regional yang ada di wilayah Simbuang, Kecamatan Simboro, Kabupaten Mamuju, akan melayani masyarakat golongan menengah ke bawah dan menengah ke atas secara berimbang. ”Jadi rumah sakit tipe B ini akan melayani 50 persen masyarakat menengah ke bawah dan 50 persen masyarakat menengah ke atas. Jadi kami selaku Pemprov Sulbar tetap mengedepankan kepentingan rakyat Sulbar semata-mata untuk melihat masyarakat Sulbar akan mendapatkan layanan kesehatan yang terjamin dan tidak selalu mendapat rujukan ke luas Sulbar,” paparnya.
Anwar menjelaskan, selama ini masyarakat dari kabupaten lainnya di Provinsi Sulbar yang tidak mampu ditangani pada rumah sakit yang ada di kabupaten, selalu dirujuk ke luar Sulbar. Karena di Sulbar belum ada rumah sakit tipe B dan belum memiliki dukungan sarana serta prasarana baik tenaga dokter ahli serta peralatan pendukungnya.
”Selama ini, jumlah pasien dari berbagai kabupaten di Sulbar yang dirujuk ke luar Sulbar mencapai kisaran 3.000-an orang per tahun. Ironisnya, kebanyakan mereka yang dirujuk itu meninggal ketika sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit yang dirujuk. Itu dikarenakan terlalu jauh jaraknya rumah sakit tempat rujukannya,” terang Anwar. (ala/mir/c)
Ahmad Dahlan Keluhkan Pembayaran Klaim BPJS ke Rumah Sakit Lambat
manajemenrumahsakit.net :: Batam – Wali Kota Batam Ahmad Dahlan mengeluhkan pembayaran klaim BPJS Kesehatan Batam terhadap sejumlah rumah sakit dinilai lambat.
Hal ini diungkapkan Ahmad Dahlan setelah menghadiri acara pemberian Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), dan Kartu Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas Berat (ASPDB), oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), Minggu (21/6/2015).
“Pembayaran klaim BPJS Kesehatan Batam lambat terhadap sejumlah rumah sakit yang bekerja sama,” ujar Dahlan.
Dahlan mengaku, dirinya sudah bertemu dengan beberapa pihak rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan Batam. Umumnya megeluhkan perbayaran klaim lambat. “Saya minta agar pembayaran klaimnya dipercepat, uangnya ada kok,” tutur Dahlan.
Pihaknya akan memanggil Kepala BPJS Kesehatan Batam dan beberapa pengelola rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS.” Saya akan pertemukan agar permasalahannya cepat selesai,” pungkasnya.
[isk]
Sumber: batamnews.co.id
Proyek Pengembangan RSUD Depok Molor, Inilah Penyebabnya
manajemenrumahsakit.net :: Lambatnya pengerjaan proyek pengembangan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) kota Depok disebabkan oleh gagalnya lelang yang diadakan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Depok pada beberapa waktu lalu. Gagalnya lelang tersebut dikarenakan oleh adanya kebijakan baru yang dikeluakan oleh Pemkot Depok.
Kepala Dinas Tata Ruang dan Pemukiman (Distarkim) kota Depok, Kania Parwanti mengatakan bahwa target pengembangan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) kota Depok tersebut akan segera dilaksanakan pada bulan Agustus mendatang.
Tudingan Kasus Mark up Tagihan, RS Efarina Akui Kesalahannya
manajemenrumahsakit.net :: Pangkalan Kerinci – Kasus pengaduan pasien terhadap dugaan mark up tagihan terhadap Rumah Sakit (RS) Efarina terus bergulir. Kali ini, kasus memasuki tahapan mediasi oleh Dinas Kesehatan Pelalawan.
Mediasi dilaksanakan pekan lalu dengan dipimpin Kadiskes Pelalawan, dr Endit Pratikno dan dihadiri dr Edi Muhammad dari Ikatan Dokter Indonesia, staf Diskes Pelalawan. Turut hadir korban (pasien RS Efarina Aris Bulolo) dan keluarganya serta kuasa hukumnya, Konsultan kesehatan Dian Wahyuni SKM MH MHum Kes dan jajaran RS Efarina.
Dalam mediasi, RS Efarina mengakui dan disepakati adanya kesalahan komunikasi dan administrasi. Oleh karena itu, masalah ini harus segera diselesaikan antara pasien dan pihak RS Efarina.
“Titik temu dalam mediasi sudah hampir rampung. Namun karena pihak RS Efarina yang hadir saat mediasi tidak dapat memutuskan, sehingga diberikan waktu untuk mereka menyampaikan dengan pimpinan dan pemiliknya,” ungkap dr Endit kepada wartawan, Sabtu (20/06/15).
Dari pemberitaan sebelumnya, RS ini telah dilaporkan ke Polres Pelalawan karena diduga melakukan mark up tagihan dan penipuan. Pasien atas nama Aris Bulolo merasa tim dokter di rumah sakit tidak melakukan tindakan operasi bedah besar untuk mengatasi luka di perut dan kepalanya.
Namun ia merasa keberatan dengan tagihan pembiayaan sebesar Rp 20.261.000. Keluarga pasien ini pun menduga adanya rekayasa terhadap nominal tersebut.
“Pasien masuk dalam kamar operasi dan tidak ada melakukan operasi, dr. Yudi Setiawan selaku dr bedah hanya melakukan tindakan perawatan jahit luka sayat di bagian perut dan kepalanya di kamar operasi tanpa melakukan tindakan operasi bedah besar umum cito,” ujar perwakilan keluarga Aris kala itu.
“Bahkan dr Yudi Setiawan hanya menuliskan diagnosa, eksplorasi dan repair luka atau perawatan luka biasa. Tapi pihak RS Efarina membuat tagihan operasi bedah besar umum cito,” tambah Dr Sayhrinal staf Diskes Pelalawan.
Setelah dilakukan mediasi, Humas RS Efarina, Hermanus Sabtu (20/06/15) kemarin menyatakan masih mencari formula penyelesaian komunikasi administrasi yang telah disepakati.
“Kami akan melaksanakan hasil mediasi yakni dengan mengumumkan tarif kepada pasien sebelum berobat. Dan terkait permasalahan administrasi dan komunikasi dengan pasien Aris Bulolo, Kami lagi menggodok bersama pimpinan untuk penyelesaian sesuai kesepakatan mediasi di dinas kesehatan,” jelasnya.
Dalam mediasi, Hermanus juga sempat melontarkan kalimat kekecewaan karena tak mendapat hak jawab dari media.
“RS Efarina dilempari taik, dalam masalah ini sampai kemana mana. Kami tak dapat diberi hak jawab oleh media. Padahal RS Efarina juga banyak berjasa, tapi kenapa tak diceritakan juga. Kenapa kasus ini pihak RS Efarina dituduh kesalahan besar,” keluhnya.
Sumber: beritariau.com
Mendagri Ingatkan Ahok Tindak Tegas Rumah Sakit yang Tolak Pasien
manajemenrumahsakit.net :: JAKARTA – Menteri dalam negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengingatkan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bersikap tegas terhadap rumah sakit di ibu kota yang kedapatan menolak warga DKI sakit.
Saat memberikan sambutan dalam acara Hari Ulang Tahun (HUT) ke-488 DKI Jakarta dalam Paripurna Istimewa DPRD, Tjahjo menekankan tentang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
“Hasil evaluasi Kemendagri ada skala prioritas yang harus ditekankan dengan baik menyangkut pendidikan. Ada 14 persen warga Jakarta yang belum mendapat pendidikan layak,” kata Tjahjo, Senin (22/6/2015).
Kata Tjahjo, untuk masalah kesehatan dirinya tidak mau ada satu pun warga DKI yang sakit ditolak rumah sakit (RS).
“Perlu sanksi yang tegas untuk menutup rumah sakit yang menolak warganya,” ucapnya.
Ditanya lebih jauh mengenai bentuk ketegasan gubernur terhadap rumah sakit yang menolak warga sakit adalah pencabutan izin.
“Jangan sampai ada warga DKI satu pun yang sakit ditolak rumah sakit di Jakarta. Tegas gubernur harus dicabut izinnya,” ucap Tjahjo.
Tjahjo pun menyoroti permasalahan pembangunan infrastruktur di DKI agar tidak terpisah-pisah.
“Pembangunan infrastruktur yang terpadu, sisihkan anggaran DKI untuk Depok, untuk Bekasi, untuk Tangerang supaya jangan sampai ada kebanjiran dan transportasi yang lebih baik,” ungkapnya.
Sumber: tribunnews.com
Jelang KARS, Persi Sumut Harapkan RS Adam Malik Jadi Akreditasi Internasional
manajemenrumahsakit.net :: Medan – Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (Persi) Sumut mengharapkan RSUP H Adam Malik Medan menjadi rumah sakit pelopor akreditasi di Sumut. Bahkan rumah sakit itu akan menuju Standar Akreditasi Internasional dengan mengejar akreditasi Joint Commitee International (JCI).
Karena itu diminta kepada pegawai rumah sakit untuk benar-benar serius memahami dan menjalankan pedoman Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) tentang instrumen akreditasi, termasuk tenaga medis. Demikian dikatakan Ketua Persi Sumut Azwan Hakmi Lubis kepada wartawan di Medan, Kamis (18/6).
Terpisah, Ketua Tim Akreditasi RSUP H Adam Malik Medan, dr Mardianto menjelaskan berdasarkan penilaian internal rumah sakit, kelengkapan dokumen dan implementasi layanan yang dilakukan sudah lebih dari 80%. Dalam beberapa hari ini akan dilakukan beberapa hal dasar seperti merapikan cat ruangan, dan membersihkan beberapa daerah tertentu.
Karena, seminggu jelang kedatangan tim survei KARS, kepatuhan dokter yang akan diperkuat. Sehingga, lanjutnya, mindset dokter benar-benar berubah, bahwa fokus pelayanan pada pasien. “Sekarang kita sedang lakukan penyempurnaan, karena mengubah budaya dan mindset tidak gampang. Tapi kita yakin dokter akan memberikan yang terbaik, bahwa pasien adalah yang utama,” ujarnya.
Penguatan kepatuhan dokter ini, imbuhnya, dilakukan karena berdasarkan penilaian persentase penerapan kepatuhan dokter belum sistemik. Melalui penguatan, manajemen rumah sakit berharap 80% dokter dapat menerapkan layanan utama bagi pasien.
Dituturkan Mardianto, tim survei KARS rencananya akan turun ke RSUP H Adam Malik Medan Selasa (23/6) hingga Jumat (26/6) mendatang. Tim akan menelusuri kesiapan dari tiga kelompok kerja di rumah sakit yakni, manajemen, medik dan keperawatan.
Rumah Sakit Swedia Buka UGD Khusus Lelaki Korban Perkosaan
manajemenrumahsakit.net :: Sebuah rumah sakit di Stockholm akan membuka layanan gawat darurat pertama di Swedia yang merawat lelaki-lelaki korban pemerkosaan.
Rumah Sakit South General sebelumnya sudah membuka sebuah pusat kesehatan yang menyediakan layanan darurat bagi perempuan korban perkosaan dan pelecehan seksual. Pada Rabu (18/6/2015), rumah sakit itu mengumumkan bahwa mulai Oktober nanti akan juga menerima lelaki dan pemuda yang menjadi korban pemerkosaan.
Pembukaan layanan gawat darurat untuk lelaki itu masuk akal karena menurut laporan media lokal di 2014 saja ada 370 kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap lelaki.
“Persepsi umum mengatakan bahwa lelaki tak bisa diperkosa,” kata Lotti Helstrom, dokter pada rumah sakit tersebut.
Ia mengatakan bahwa topik tentang pemerkosaan lelaki sampai saat ini masih tabu dibahas, padahal kasus pemerkosaan terhadap lelaki sudah jamak terjadi di masyarakat. Helstrom juga mengatakan bahwa lelaki juga butuh akses yang setara dengan perempuan dalam hal perawatan kesehatan, khususnya terkait pelecehan seksual.
Pembukaan layanan gawat darurat untuk lelaki korban pemerkosaan disambut baik oleh asosiasi edukasi seksual Swedia (RFSU). Inger Bjorklund, juru bicara RFSU, mengatakan bahwa layanan itu akan berkotribusi pada meningkatnya kesadaran masyarakat soal pelecehan seksual terhadap laki-laki.
Rumah sakit itu sendiri sebelumnya sudah memiliki layanan gawat darurat 24 jam untuk merawat perempuan korban pemerkosaan. Fasilitas itu menyediakan dokter, perawat, psikolog, dan pekerja sosial untuk membantu korban pemerkosaan. (BBC)
Sumber: suara.com
Tenaga Honorer RSUD Lamaddukkelleng Keluhkan Gaji Minim
manajemenrumahsakit.net :: Minimnya gaji bagi tenaga honorer di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Lamaddukkelleng Sengkang Kabupaten Wajo dikeluhkan. Pasalnya, gaji yang diterima tak sebanding dengan pelayanan yang diberikan dalam pengabdian mereka.
Informasi yang diperoleh, upah tenaga honorer di rumah sakit berpelat merah tersebut, hanya berkisar Rp150 sampai Rp350 ribu per bulannya. Sehingga mereka mendesak Plt Direktur RSUD Lamaddukkelleng, dr Baso Rahmanuddin segera sikapi keluhan mereka.
Selain resiko, upah yang diterima para tenaga honorer itu tidak mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Sementara jam kerja sama dan sebanding dengan pegawai organik.
Limbah Rumah Sakit Surabaya, Dibuang ke Mana?
manajemenrumahsakit.net :: Surabaya – Dari ratusan tempat layanan kesehatan di Kota Surabaya, ternyata hanya 3 rumah sakit yang memiliki ijin dan tempat pengolahan limbah B3. Rumah sakit yang lain menggunakan jasa pihak ketiga untuk pembuangannya. Kini Komisi D DPRD Surabaya terus melakukan pantuan sekaligus meminta kepada Pemkot Surabaya untuk melakukan inovasi system dan pengawasannya.
Tak banyak yang mengetahui, sebenarnya dibuang kemana limbah B3 yang diproduksi oleh beberapa tempat layanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas dan klinik di Surabaya. Padahal kasus pembakaran limbah B3 di sembarang lokasi masih banyak ditemukan, lantaran mahalnya biaya pembuangan.
Kondisi ini masih diperparah dengan perilaku sejumlah oknum yang dengan sengaja menjadi penampung beberapa jenis limbah B3 tertentu untuk didaur ulang dengan cara bekerja sama dengan orang dalam, yang kemudian distribusikan ke tempat layanan kesehatan yang lokasinya jauh di luar kota atau daerah-daerah terpencil.
Fenomena ini menjadi keprihatinan Sugito anggota Komisi D DPRD Surabaya yang sebelumnya membidangi soal pengolahan limbah saat masih aktif sebagai karyawan di salah satu perusahaan multi nasional di Indonesia.