Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran khususnya dalam teknologi pelayanan darah, pengelolaan komponen darah dan pemanfaatannya dalam pelayanan kesehatan harus memiliki landasan hukum sebagai konsekuensi asas negara berlandaskan hukum. Oleh karena itu, dalam rangka memberikan pelindungan kepada masyarakat, pelayanan darah hanya dilakukan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kompetensi dan kewenangan, dan hanya dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi persyaratan. Hal ini diperlukan untuk mencegah timbulnya berbagai risiko terjadinya penularan penyakit baik bagi penerima pelayanan darah maupun bagi tenaga kesehatan sebagai pemberi pelayanan kesehatan maupun lingkungan sekitarnya. Seluruh pelayanan kesehatan berupa transfusi darah meliputi perencanaan dan pelestarian pendonor darah, penyedia darah, pendistribusi darah dan tindakan medis pemberian darah kepada pasien untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Pelayanan penyediaan darah berupa tranfusi darah adalah upaya pelayanan kesehatan yang memanfaatkan darah manusia sebagai bahan dasar untuk pengobatan dengan tujuan kemanusiaan dan tidak untuk tujuan komersial. Darah dilarang diperjualbelikan dan dikomersilkan dengan dalih apapun. Pelayanan transfusi darah sebagai salah satu upaya kesehatan dalam rangka penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan sangat membutuhkan ketersediaan darah atau komponen darah yang cukup, aman, mudah diakses dan terjangkau oleh masyarakat.
Ketersediaan bank darah di rumah sakit akhirnya harus sudah menjadi sebuah kewajiban. Di samping pelayanan yang akan ditingkatkan oleh karena ketersediaan darah juga terkait dengan penanganan kegawatan kasus yang membutuhkan transfusi komponen darah. Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan pelayanan tranfusi darah yang aman, bermanfaat, mudah diakses, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Saat ini di Indonesia setiap tahun masih kekurangan sekitar 500 ribu kantong darah, karena menurut WHO seharusnya kebutuhan minimal darah di Indonesia sebanyak 2% dari jumlah penduduk atau kira kira sekitar 5,1 juta kantong per tahun, faktanya saat ini baru tersedia 4,5 juta kantong dari 3,05 juta donor. Berdasarkan hal tersebut, Menteri Kesehatan, Prof. Dr. dr. Nila F Moeloek, Sp. M(K) berharap masyakarat semakin banyak terlibat dan menjadi pendonor, karena itu PMI senantiasa melakukan kegiatan donor darah sesering mungkin dengan melibatkan semua unsur lapisan masyarakat.
Regulasi tentang pengelolaan darah sebagai salah satu sarana penyembuhan telah disusun. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 2011 Bank Darah Rumah Sakit yang selanjutnya disingkat BDRS, adalah suatu unit pelayanan di rumah sakit yang bertanggung jawab atas tersedianya darah untuk transfusi yang aman, berkualitas, dan dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pelayanan kesehatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Pasal 7 menyebutkan BDRS harus menyusun rencana kebutuhan darah untuk kepentingan pelayanan darah berdasarkan rencana kebutuhan darah sebagaimana dimaksud pada ayat dan disusun rencana tahunan kebutuhan darah secara nasional oleh Menteri. Kemudian pada pasal 41 disebutkan BDRS dapat didirikan di rumah sakit sebagai bagian dari unit pelayanan rumah sakit dengan tugas antara lain :
- menerima darah yang sudah diuji saring dari Unit Transfusi Darah (UTD);
- menyimpan darah dan memantau persediaan darah;
- melakukan uji silang serasi darah pendonor dan darah pasien;
- melakukan rujukan bila ada kesulitan hasil uji silang serasi dan golongan darah ABO/rhesus ke UTD secara berjenjang;
- menyerahkan darah yang cocok bagi pasien di rumah sakit;
- melacak penyebab reaksi transfusi atau kejadian ikutan akibat transfusi darah yang dilaporkan dokter rumah sakit; dan
- mengembalikan darah yang tidak layak pakai ke UTD untuk dimusnahkan.
Pasal 47 BDRS wajib melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan pelayanan transfusi darah sesuai dengan standar.
Regulasi di atas kemudian dijabarkan dalam aturan yang lebih teknis dengan Peraturan Menteri Kesehatan No 83 Tahun 2014 juga mengatur bahwa pelayanan transfusi darah merupakan upaya pelayanan kesehatan yang memanfaatkan darah manusia sebagai bahan dasar dengan tujuan kemanusiaan dan tidak untuk tujuan komersial. Setiap rumah sakit wajib memiliki Bank Darah Rumah Sakit. BDRS merupakan unit pelayanan yang ditetapkan oleh direktur rumah sakit dan dapat menjadi bagian dari laboratorium di rumah sakit adalah suatu unit pelayanan di rumah sakit yang bertanggung jawab atas tersedianya darah untuk transfusi yang aman, berkualitas, dan dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pelayanan kesehatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Dengan diberlakukannya Permenkes 83 Tahun 2014, maka peran rumah sakit yang memiliki BDRS semakin jelas khususnya dalam hal tugas dan tanggung jawab antara BDRS dengan UTD. Permenkes ini juga menekankan bahwa BDRS merupakan pelayanan rumah sakit yang terintegrasi dengan UTD yang memiliki tugas dan tanggung jawab jelas, dengan didukung bangunan, sarana dan prasarana, peralatan dan ketenagaan yang jelas pula, termasuk kualifikasi SDM dan uraian tugasnya.
Disusun oleh: Tri Yuni Rahmanto, MPH
Referensi:
http://kanalpengetahuan.fk.ugm.ac.id/peran-bank-darah-rumah-sakit-bdrs/
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN DARAH.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2014 UNIT TRANSFUSI DARAH, BANK DARAH RUMAH SAKIT, DAN JEJARING PELAYANAN TRANSFUSI DARAH.