Menjadi tenaga medis di tengah pandemi COVID-19 bukanlah hal yang mudah. Merawat pasien positif COVID-19 yang beresiko menularkan infeksi tersebut kepada tenaga medis merupakan satu dari sekian banyak tantangan yang dihadapi oleh para tenaga medis. Berdasarkan data dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sedikitnya ada 26 dokter yang telah gugur akibat pandemi ini. Sayangnya tantangan yang dihadapi oleh tanaga medis tidak sebatas di lingkungan kerja, di lingkungan rumah mereka dihadapkan kembali pada tantangan dalam menghadapi stigma di masayarat tentang kemungkinan tenaga medis menjadi sumber penularan infeksi COVID-19.
Meskipun keinginan menolong sesama besar dirasakan oleh seluruh tenaga medis di seluruh pelosok nusantara namun tak lepas dari beberapa tantangan yang harus mereka hadapi di masa pandemic COVID-19 ini antara lain : 1) Kontak langsung dengan pasien – pasien terinfeksi yang beresiko menularkan infeksi tersebut; 2) Bekerja dengan tingkat kewaspadaan yang lebih tinggi dari sebelumnya dan dengan protokol keamanan yang lebih tinggi dari sebelumnya (harus mengenakan APD berlapis); 3) Beban kerja yang tinggi, dikarenakan lonjakan jumlah pasien terinfeksi di saat pandemi yang seringnya tidak seimbang dengan kapasitas SDM yang tersedia; 4) Resiko tertular berbagai macam penyakit terutama infeksi COVID-19itu sendiri dikarenakan resiko lingkungan pekerjaan, stress kerja ataupun daya tahan tubuh yang melemah akibat beban kerja yang meningkat; 5) Stigma sebagian masyarakat yang menganggap tenaga medis sebagai salah satu sumber penularan sehingga tenaga medis tidak dapat pulang ke rumah; 6) Tertundanya bertemu suami/istri/anak karena tidak diperbolehkan pulang ke rumah oleh lingkungan sekitar rumah atau kewajiban untuk isolasi diri 14 hari setelah menangani pasien COVID-19yang mengakibatkan mereka harus tinggal di karantina / mencari hunian sementara lainnya; 7) APD berstandar yang tidak tersedia merata di seluruh rumah sakit di Indonesia; 8) Beban psikologis yang tinggi dikarenakan permasalahan-permasalahan diatas; 9) Banyaknya pasien yang tidak jujur mengenai riwayat perjalanan/kontak pada saat tenaga medis melakukan skrining, sehingga meningkatkan resiko tertular infeksi COVID-19.
Hal – hal diatas tentunya mengkhawatirkan, jika melihat secara umum, tentunya semua pekerjaan memilki resiko pekerjaan, namun seharusnya resiko ini dapat diminimalisasi dengan adanya peraturan mengenai hak dan kewajiban yang jelas. Adalah kewajiban bagi setiap rumah sakit ataupun penyedia lapangan kerja untuk memaparkan hak dan kewajiban sejelas-jelasnya kepada tiap tenaga medis. Untuk tenaga medis sendiri sering dibahas mengenai kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap tenaga medis yang bekerja di tengah pandemi COVID-19. Seperti halnya WHO yang menulis bahwa terdapat 10 kewajiban yang harus dipatuhi dalam bekerja di tengah pandemi ini yaitu : • mengikuti prosedur keselamatan dan kesehatan kerja yang telah ditetapkan, menghindari kemungkinan memaparkan orang lain pada risiko kesehatan dan keselamatan, dan berpartisipasi dalam pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja yang disediakan rumah sakit; • menggunakan protokol yang disediakan untuk menilai, melakukan triase, dan merawat pasien; • memperlakukan pasien dengan hormat, kasih sayang, dan bermartabat; • menjaga kerahasiaan pasien; • dengan cepat mengikuti prosedur pelaporan kesehatan masyarakat tersangka dan kasus yang dikonfirmasi; • menyediakan atau mendukung pencegahan dan pengendalian infeksi melalui informasi kesehatan masyarakat yang akurat, termasuk kepada orang-orang beresiko yang tidak memiliki gejala; • mengenakan, menggunakan, melepas dan membuang alat pelindung diri dengan benar; • memantau sendiri tanda-tanda penyakit dan mengisolasi diri atau melaporkan penyakit kepada atasan, jika itu terjadi; • memberi tahu manajemen jika mereka mengalami tanda-tanda stres yang tidak semestinya atau tantangan kesehatan mental yang memerlukan intervensi dukungan; dan • melaporkan kepada atasan langsung mereka setiap situasi yang mereka yakini memiliki alasan yang masuk akal untuk menimbulkan bahaya serius bagi kehidupan atau kesehatan.
Kemudian apakah yang sebenarnya menjadi hak – hak tenaga medis terutama sebagai menjadi pihak yang berkontak langsung dengan para pasien yang terinfeksi COVID-19ataupun hak – hak mereka dalam menangani pasien secara keseluruhan di tengah pandemi COVID-19? WHO menyebutkan terdapat 14 hak dari tenaga medis yang wajib dipenuhi rumah sakit: • seluruh tenaga medis dan staf rumah sakit memikul tanggung jawab bersama secara keseluruhan untuk memastikan bahwa semua tindakan pencegahan dan perlindungan yang diperlukan diambil untuk meminimalkan risiko keselamatan dan kesehatan kerja (termasuk penerapan keselamatan dan sistem manajemen kesehatan kerja untuk mengidentifikasi bahaya dan menilai risiko terhadap kesehatan dan keselamatan; tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi (IPC)) ; kebijakan tanpa toleransi terhadap kekerasan dan pelecehan di tempat kerja.); • memberikan informasi, instruksi dan pelatihan tentang keselamatan dan kesehatan kerja, termasuk Pelatihan penyegaran tentang pencegahan dan pengendalian infeksi (IPC) serta tentang Menggunakan, mengenakan, melepas dan membuang alat pelindung diri (APD); • menyediakan persediaan IPC dan APD yang memadai (masker, sarung tangan, kacamata, gaun, pembersih tangan, sabun dan air, persediaan pembersih) dalam jumlah yang cukup untuk tenaga medis atau staf lain yang merawat pasien terduga atau terkonfirmasi sebagai pasien COVID-19, sehingga tenaga medis tidak perlu mengeluarkan biaya untuk persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja; • membiasakan personel dengan pembaruan teknis tentang COVID-19 dan menyediakan alat yang tepat untuk menilai, melakukan triase, menguji dan merawat pasien dan untuk berbagi informasi pencegahan dan pengendalian infeksi dengan pasien dan masyarakat; • sesuai kebutuhan, berikan langkah-langkah keamanan yang sesuai untuk keselamatan pribadi; • menyediakan lingkungan yang bebas dari kesalahan atua “blame-free” bagi tenaga medis untuk melaporkan insiden, seperti paparan darah atau cairan tubuh dari sistem pernapasan atau untuk kasus – kasus kekerasan, dan untuk mengadopsi langkah-langkah untuk tindak lanjut segera, termasuk dukungan kepada para korban; • memberi tahu tenaga medis tentang penilaian mandiri, pelaporan gejala dan tinggal di rumah saat sakit; • mempertahankan jam kerja yang sesuai dengan waktu istirahat; • melaporkan segera kepada bagian keselamatan dan kesehatan kerja tentang kasus penyakit akibat kerja; • tidak diharuskan untuk kembali ke situasi kerja di mana terdapat bahaya serius bagi kehidupan atau kesehatan, sampai pihak rumah sakit mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan; • memungkinkan para tenaga medis untuk menggunakan hak untuk memindahkan diri mereka dari situasi kerja yang mereka yakini memiliki alasan yang masuk akal untuk menghadirkan bahaya serius dan segera bagi kehidupan atau kesehatan mereka. Ketika seorang tenaga medis kesehatan menggunakan hak ini, mereka harus dilindungi dari segala konsekuensi yang tidak semestinya; • menghormati hak atas kompensasi, rehabilitasi, dan layanan kuratif jika terinfeksi COVID-19 setelah paparan di tempat kerja. Ini akan dianggap sebagai paparan pekerjaan dan penyakit yang dihasilkan akan dianggap sebagai penyakit akibat pekerjaan, • menyediakan akses ke kesehatan mental dan sumber daya konseling; dan • memungkinkan kerjasama antara manajemen dan tenaga medis dan / atau perwakilan mereka.
Sementara itu, tenaga medis juga tidak luput dari perlindungan hukum dalam menjalankan tugas profesinya. Sebagai contoh mengenai permasalahan pasien yang berbohong mengenai kondisinya, dapat dijerat pasal dan dijatuhi hukuman sesuai dengan peraturan yang berlaku. Beberapa undang-undang atau keputusan yang mengatur hal ini yaitu : UU No.4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular; UU No.6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan; Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular; dan Permenkes No.4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien.
Perlu diketahui terlebih dahulu mengenai yang dimaksud dengan pasien dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien (“Permenkes 4/2018”) adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung, di rumah sakit.
Kewajiban pasien, yaitu: mematuhi peraturan yang berlaku di rumah sakit; menggunakan fasilitas rumah sakit secara bertanggung jawab; menghormati hak pasien lain, pengunjung dan hak tenaga kesehatan serta petugas lainnya yang bekerja di rumah sakit; memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai dengan kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah kesehatannya; memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan jaminan kesehatan yang dimilikinya; mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit dan disetujui oleh pasien yang bersangkutan setelah mendapatkan penjelasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk menolak rencana terapi yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan dan/atau tidak mematuhi petunjuk yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk penyembuhan penyakit atau masalah kesehatannya; dan memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Sebelumnya patut diketahui bahwa COVID-19 telah ditetapkan sebagai jenis penyakit yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Pasal 5 ayat (1) huruf bUndang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular(“UU 4/1984”) menyatakan bahwa setiap orang berperan serta juga untuk: memberikan informasi adanya penderita atau tersangka penderita penyakit wabah; membantu kelancaran pelaksanaan upaya penanggulangan wabah; menggerakkan motivasi masyarakat dalam upaya penanggulangan wabah; kegiatan lainnya.
Jadi, pasien yang berbohong tentang informasi kesehatannya, sehingga menghalangi penanggulangan wabah COVID-19, padahal ia patut diduga terinfeksi atau membawa COVID-19, bisa dikenai Pasal 14 ayat (1) atau (2) UU 4/1984, yang berbunyi:
- Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
- Barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).
(Saraswati S Putri)