Pada dekade terakhir, peningkatan daya komputasi dan ketersediaan sejumlah besar data telah mendorong penggunaan praktis kecerdasan buatan dalam perawatan kesehatan. Jurnal kesehatan dan medis sekarang umumnya mencakup laporan tentang pembelajaran mesin dan data besar, dan deskripsi risiko yang ditimbulkan oleh, dan tata kelola yang diperlukan untuk mengelola, teknologi ini. Algoritma pembelajaran mesin digunakan untuk membuat diagnosa, mengidentifikasi perawatan dan menganalisis ancaman kesehatan masyarakat, dan sistem ini dapat dipelajari dan ditingkatkan secara terus menerus dalam menanggapi data baru. Ketegangan antara risiko dan kekhawatiran di satu sisi versus potensi dan peluang di sisi lain telah membentuk masalah Buletin WHO tentang tantangan etika baru kecerdasan buatan dalam kesehatan masyarakat.
Stigma, Diskriminasi di Masyarakat dan Mereka yang Bertaruh Nyawa di Garda Depan
CoP Health Equity
Stigma, Diskriminasi di Masyarakat dan Mereka yang Bertaruh Nyawa di Garda Depan
Bagaimana Ahli Kesehatan Masyarakat Dapat Menangani Stigma Terkait COVID-19 dan Memberikan Keadilan Bagi Semua Lapisan Masyarakat?
Pandemi COVID-19 dampaknya tidak hanya pada fasilitas kesehatan, namun juga pada masyarakat termasuk tenaga kesehatan. Munculnya wabah global ini telah menempatkan lembaga kesehatan masyarakat dalam kewaspadaan tinggi. Untuk praktisi kesehatan masyarakat, penting untuk mengidentifikasi risiko yang semakin meningkat terhadap kesehatan terkait dengan peningkatan stigma dan diskriminasi baik terhadap ras dan individu (pasien maupun tenaga kesehatan). Sebagai contoh, stigma dan diskriminasi dapat mengancam rasa aman dan kesejahteraan seseorang; untuk anak – anak dan remaja dapat memiliki dampak yang merugikan selama masa hidup. Stigma juga menghadirkan hambatan untuk mengakses layanan kesehatan dan sosial. Lebih khusus lagi, bukti menunjukkan bahwa banyak orang mungkin menunda mencari perawatan atau menghindari pengungkapan kondisi kesehatan karena takut ditolak fasilitas layanan atau diperlakukan dengan bias.
Pencegahan dan Perawatan HIV Sebagai Bagian dari Universal Health Coverage
Majelis Umum PBB telah mengadopsi Political Declaration of the High-Level Meeting mengenai Universal Health Coverage (UHC) pada 10 Oktober 2019, hal tersebut menandakan puncak dari kumpulan usaha untuk membawa kumpulan komunitas kesehatan global dalam satu payung. Gerakan UHC tersebut adalah sebuah kesempatan emas untuk memperkukuhkan agenda intervensi dan penyakit, terutama pada negara berpenghasilan menengah ke bawah, dimana bantuan eksternal mempunyai peran yang besar dalam pendanaan faktor kesehatan. Inti dari konsep UHC adalah universalitas, non – diskriminatif, kualitas, akses dan proteksi dari beban finansial, dimana semua hal tersebut adalah suatu hal relevan dalam pelayanan HIV.
CDC Comprehensive Hospital Preparedness Checklist for Coronavirus Disease 2019 (Covid-19)
Pandemi COVID-19 masih mewabah di berbagai belahan dunia. Jumlah pasien yang terinfeksi pun terus bertambah. Berdasarkan laporan situasi IGD no 78 tanggal 7 April 2020 jumlah kasus terkonfirmasi di seluruh dunia mencapai 1.279.722 dengan 72.614 kasus kematian. Menanggapi Pandemi COVID-19 yang sedang terjadi di dunia, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) telah mengeluarkan sebuah panduan berupa checklist yang dapat digunakan untuk menentukan kesiapan rumah sakit dalam menghadapi pandemic COVID-19 termasuk dalam melakukan penanganan terhadap pasien yang positif terinfeksi COVID-19.
Mengembangkan Tenaga Kesehatan yang Efektif untuk Jaminan Kesehatan Universal
Menjalankan Jaminan Kesehatan Universal, atau di Indonesia lebih umum disebutkan sebagai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), memerlukan pengembangan tenaga kerja kesehatan yang efektif. World Health Organization (WHO) mendiskusikan enam dimensi yang dapat diperhatikan untuk menghasilkan tenaga kerja kesehatan uang mendukung JKN sebagai berikut:
Problematika Keuangan Rumah Sakit di tengah Pandemi COVID 19
Penyebaran virus SARS-Cov2 yang menyebabkan penyakit COVID 19, mulai memasuki Indonesia di awal maret 2020 ini. Bersamaan dengan itu, rumah sakit di Indonesia sedang fokus pada terbitnya PMK 3 tahun 2020 yang mengubah mekanisme klasifikasi rumah sakit. Perubahan klasifikasi rumah sakit ini, menimbulkan runtutan kebijakan rumah sakit yang lainnya karena menyangkut pada keuangan rumah sakit ke depannya.
Mengurangi Kesenjangan Kesehatan pada Sebuah Generasi: Apakah Hanya Sebatas Mimpi?
Ketidaksetaraan dalam kesehatan adalah indikator dari perbedaan status kesehatan didalam populasi. Negara berpenghasilan rendah berkontribusi sebanyak 56% dari beban penyakit sedunia, disisi lain mereka hanya mencakup 2% dari pengeluaran kesehatan global. Komisi WHO dalam Social Determinants of Health (1) telah mengundang berbagai pihak untuk mengurangi kesenjangan antar kelompok yang berbeda sepanjang generasi. Hal tersebut dapat dicapai dengan meningkatkan kualitas kondisi kehidupan sehari – hari; menangani ketidaksetaraan distribusi pemegang kekuasaan, uang maupun sumber daya; serta mengukur dan memastikan dampak dari intervensi. Akan tetapi, terdapat beberapa tantangan untuk mencapai mimpi tersebut.
10 Fakta Mengenai Ketidaksetaraan Kesehatan dan Kausanya
Terdapat banyak bukti yang menunjukan bahwa faktor sosial, termasuk edukasi, bekerja atau tidak, jumlah penghasilan, jenis kelamin dan etnis mempengaruhi kesehatan seseorang. Di semua negara, tidak memandang status ekonominya, menunjukkan disparitas dalam status kesehatan dari kelompok sosial yang berbeda. Di tingkat sosioekonomi yang rendah terdapat kecenderungan munculnya permasalahan kesehatan.
Akibat Covid-19, APD Berstatus Langka
WHO telah memberikan peringatan mengenai keterbatasan suplai Alat Perlindungan Diri (APD) berupa masker yang terjadi secara global dapat membahayakan tenaga medis dari resiko terkena infeksi COVID-19 ataupun penyakit infeksi lainnya. Keterbatasan masker yang terjadi secara global ini disebabkan oleh kenaikan permintaan barang atau demand, fenomena panic buying, ataupun perilaku oknum – oknum khusus yang melakukan penimbunan dan penyalahgunaan masker.
Peran Lintas Sektor dalam Pencegahan Penyebaran Covid-19
Virus Covid-19 akhirnya merebak di Indonesia. Sejak 30 Desember 2019 sampai 16 Maret 2020 pukul 08.00 WIB, terdapat 1.138 orang yang diperiksa dari 28 provinsi dengan hasil pemeriksaan yaitu 1.011 orang negatif (188 orang ABK kru kapal World Dream dan 68 orang ABK Diamond Princess), 134 kasus konfirmasi positif Covid-19 dan 10 sampel masih dalam pemeriksaan. Adapun wilayah Indonesia yang penduduknya terkena virus Corona meliputi DKI Jakarta, Jawa Barat (Kab.Bekasi, Depok, Cirebon, Purwakarta, Bandung), Banten (Kab. Tangerang, Kota Tangerang, Tangerang Selatan), Jawa Tengah (Solo), Kalimantan Barat (Pontianak), Sulawesi Utara (Manado), Bali dan DI Yogyakarta.