Pengantar Pelatihan Unit Cost Rumah Sakit
Blended Learning Manajemen Keuangan dan Akuntansi Rumah Sakit
Perkembangan rumah sakit di Indonesia saat ini mengalami transformasi yang begitu cepat, sehingga membutuhkan adaptasi yang tinggi dari SDMnya. Sumber daya manusia di Rumah sakit dituntut memiliki kemampuan dan pengetahuan lebih dalam untuk meningkatkan kinerja rumah sakitnya. Apabila kemampuan adaptasi ini kurang direspon maka rumah sakit tersebut akan tertinggal dari rumah sakit lainnya.
Kendala yang lumrah dihadapi antara lain keterbatasan waktu yang tersedia untuk mengikuti pelatihan atau studi lanjutan. Selain itu, pelatihan dengan waktu yang terbatas menyebabkan materi yang disampaikan tidak terserap dengan optimal sehingga pada akhirnya sulit untuk diimplementasikan.
Melihat keterbatasan metode pelatihan tatap muka dan keterbatasan waktu yang dimiliki oleh staf rumah sakit, maka PKMK FK UGM meluncurkan program blended learning manajemen keuangan rumah sakit. Program ini merupakan gabungan antara pelatihan jarak jauh dan penugasan yang dikombinasikan dengan pertemuan tatap muka. Pelatihan jarak jauh dapat diakses melalui website manajemenrumahsakit.net sementara untuk pelatihan tatap muka akan dijadwalkan sesuai dengan sesi dan materi pelatihan.
Dengan metode ini maka sebelum pelatihan tatap muka peserta telah mendapatkan materi pelatihan secara online dan memiliki pemahaman dasar mengenai topik yang akan diangkat dalam pelatihan tatap muka. Materi yang dibahas dalam blended learning meliputi materi keuangan rumah sakit diantaranya unit cost pelayanan RS, rencana bisnis dan anggaran, serta laporan keuangan berbasis SAK untuk RS BLUD.
- Laporan Keuangan berbasis Akrual untuk RS BLUD
RSUD yang sudah menjadi BLUD diwajibkan untuk menerapkan akuntansi berbasis Akrual. Pelatihan ini didesain untuk mengenalkan mengenai konsep-konsep akuntansi keuangan Akrual serta memberikan kasus-kasus akuntansi yang dihadapi oleh rumah sakit. Harapannya staf akuntansi rumah sakit memiliki bayangan real atas kasus yang terjadi. Pelatihan ini juga memberikan tools akuntansi sederhana yang dapat diterapkan di rumah sakit untuk mendukung sistem akuntansi yang masih manual.
- Rencana Bisnis dan Anggaran RS BLUD
RS yang telah menjadi BLUD membutuhkan penganggaran yang fleksibel untuk memfasilitasi fleksibilitas pengelolaan keuangan BLUD. Maka dari itu, RS BLUD tidak lagi menyusun RKA dengan format SKPD tetapi RKA yang berformat RBA. Untuk menyusun RBA diperlukan pola berfikir bisnis, hal ini yang akan dibahas dalam pelatihan RBA RS BLUD ini.
- Perhitungan Unit Cost Pelayanan RS
Salah satu komponen pendukung operasional rumah sakit adalah pendapatan. Pendapatan sangat dipengaruhi oleh volume pelayanan dan tarif. Untuk menentukan besaran tarif suatu rumah sakit harus mempertimbangkan dari berbagai sisi/ aspek, salah satu aspek yang penting adalah biaya pelayanan per unit. Dengan mengetahui besaran biaya per unit maka rumah sakit dapat menentukan strategi apa yang akan dipilih dalam menghadapi persaingan, apakah cost leadership atau peningkatan kualitas dengan tarif yang optimal. Pelatihan perhitungan unit cost akan membahas hal-hal seputar biaya satuan per unit, yang manfaatnya sangat banyak dan salah satunya adalah tarif rumah sakit.
Narasumber Pelatihan
- Dr Anastasia Susty Ambariani SE., M.Si., Akt., CA.
- Yos Hendra SE., MM., M.Ec.Dev., Ak.
- Barkah Wahyu Prasetyo SE., Ak.
Edisi Minggu ini: 10 – 16 Juni 2014
Halo Pengunjung Website,
+ Video Inspirasi Menurut CEO Sistem Kesehatan Mayo Clinic, Robert Nesse, MD, kelompok penyedia layanan kesehatan perlu mengambil tanggung jawab dan menginisiasi model-model baru dalam pemberian layanan kesehatan yang merupakan concern terbesar bagi pasien. Video ini menjelaskan bagaimana model-model tersebut membentuk kembali lahan kompetisi. + Majalah RS 02.01.13 by Barbara A. Dellinger AAHID, IIDA, EDAC, CID |
||||
Website ini akan update setiap Selasa pagi. Nantikan Informasi terbaru setiap minggunya. | ||||
+ Arsip Pengantar Minggu Lalu |
||||
|
Patient mobility in the global marketplace: a multidisciplinary perspective |
|
Strategic collaborative quality management and employee job satisfaction |
MENCARI RS RUJUKAN NASIONAL DI ERA JKN
MENCARI RS RUJUKAN NASIONAL DI ERA JKN
Putu Eka Andayani
Secara umum, sistem rujukan dalam pelayanan dikenal sebagai suatu mekanisme dimana jika sebuah fasilitas kesehatan tidak memiliki sumber daya (SDM, peralatan) untuk menangani suatu kasus, maka pasien akan dikirim ke fasilitas kesehatan lain yang lebih canggih. www.kebijakankesehatanindonesia.net merilis bahwa Sistem Kesehatan adalah suatu jaringan penyedia pelayanan kesehatan (supply side) dan orang-orang yang menggunakan pelayanan tersebut (demand side) di setiap wilayah, serta negara dan organisasi yang melahirkan sumber daya tersebut, dalam bentuk manusia maupun dalam bentuk material[1]. Menurut Sistem Kesehatan Nasional, rujukan upaya kesehatan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung-jawab secara timbal balik, baik horisontal dan vertikal maupun struktural dan fungsional terhadap kasus penyakit atau masalah penyakit atau permasalahan kesehatan[2]. Dengan demikian, dapat dikatakan sistem ini menghendaki adanya suatu pengaturan pola kedatangan pasien ke fasilitas kesehatan, yang dimulai dengan datang ke fasilitas paling sederhana (pelayanan kesehatan primer).
Pada era berlakunya JKN, BPJS telah mengeluarkan pula buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang. Definisi yang digunakan mengacu pada definisi SKN di atas. Pola rujukan yang diatur sebagaimana gambar berikut[3].
Menurut alur di atas, jika bukan kasus emergency, maka pasien yang merupakan peserta BPJS harus mengunjungi fasilitas kesehatan primer terlebih dahulu. Jika fasilitas kesehatan primer (Puskesmas, RS Kelas D) tidak mampu menangani, maka pasien dapat dirujuk ke RS yang lebih tinggi kelasnya. Dengan demikian, implementasi JKN mengatur bahwa rujukan berjenjang adalah hal mutlak yang harus dilaksanakan dan dipatuhi. Jika dilaksanakan dengan benar, maka ini akan membuat jumlah pasien di RS rujukan tertinggi menajdi berkurang secara kuantitas, namun tingkat kesulitannya meningkat.
Permenkes No. 1 Tahun 2012 mengatur jenis-jenis rujukan, yaitu rujukan nasional, rujukan provinsi, rujukan regional antar-kabupaten serta rujukan kepulauan. Sistem ini memang dikecualikan bagi pasien yang jauh dari pusat pelayanan kesehatan primer atau dalam kasus kegawatdaruratan. Sistem ini juga menguntungkan bagi masyarakat, khususnya kelas menengah ke atas, karena sifat portabilitasnya.
Hal yang masih menjadi pertanyaan adalah definisi rujukan nasional: apakah ditentukan oleh geografis (berada di Ibukota Negara), atau ada kriteria lain yang dapat digunakan (misalnya rujukan pelayanan kesehatan tertentu)? Bagaimana konsekuensi sebagai RS Rujukan Nasional? Bagimana proses bisnisnya? Apa saja indikatornya?
Berbagai pertanyaan tersebut dibahas pada rangkaian diskusi ilmiah yang melibatkan manajemen dan klinisi dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, RS Akademik UGM serta RS Prof. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Diskusi yang diinisiasi oleh PKMK FK UGM ini bertujuan untuk membahas pusat-pusat rujukan nasional, provinsi dan antar-kabupaten dan merumuskan definisi baru yang lebih sesuai dengan proses bisnis dan indikatornya.
SKN tahun 2009 telah mengatur adanya rujukan berjenjang. Menurut SKN, ada dua jenis rujukan yaitu rujukan medis dan rujukan kesehatan. Rujukan medis berkaitan dengan pengobatan dan pemulihan (pengiriman pasien, specimen, transfer pengetahuan). Rujukan kesehatan berkaitan dengan upaya pencegahan dan peningkatan kesehatan (sarana, teknologi dan operasional). Namun tidak mudah mengembangkan RS rujukan medis maupun kesehatan. Manajemen RS perlu mendukung sistem tersebut dengan infrastruktur dan sistem yang baik.
Kita bisa belajar dari Mayo Clinic yang merupakan pusat rujukan tidak saja bagi RS-RS di USA melainkan juga di negara lain. Di Mayo Clinic, sudah ada infrastruktur yang memungkinkan bagi RS faskes lain untuk berkomunikasi jarak jauh dengan para ahli (hingga sub/super spesialis) yang ada di Mayo Clinic. Sebelum merujuk pasien, sudah ada sistem yang mampu memastikan bahwa begitu tiba di Mayo Clinic, satu tim klinis sudah siap menangani pasien, demikian juga dengan fasilitas pendukung (akomodasi dan sebagainya). Juga ada infrastruktur untuk continuing education bagi para dokter dan dokter spesialis di RS perujuk, sehingga mereka juga bisa meng-update pengetahuan dan informasi klinis. Terlihat bahwa dari hubungan ini bukan hanya komunikasi mengenai pasien yang ditransfer melainkan juga perkembangan pengetahuan klinis, dimana Mayo Clinic berperan sebagai sumber rujukan referensi bagi profesional (dan institusi) kesehatan lainnya.
Pertanyaan yang masih harus didiskusikan lebih lanjut adalah apakah RS Rujukan Nasional yang dimaksud oleh JKN dan Permenkes meliputi juga hal-hal seperti tersebut di atas? Apakah proses bisnis dan indikator RS Rujukan Nasional akan menuju pemenuhan aspke-aspek tersebut? Apakah penghitungan tarif paket INA-CBGs akan mengakomodir kebutuhan pengembangan RS Rujukan Nasional? (pea)
file presentasi Prof. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD
[1] http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/component/content/article/597-memahami-sistem-kesehatan.html diakses pada 9 Juni 2014
[2] Sistem Kesehatan Nasional, Departemen Kesehatan RI, 2009
[3] Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
RSHU Bagikan Kiat Sehat kepada Wartawan
Surabaya (Antara Jatim) – Jajaran manajemen Rumah Sakit Husada Utama (RSHU) Surabaya, Jawa Timur, membagikan kiat sehat kepada wartawan dalam kunjungan ke Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara Biro Jawa Timur untuk merayakan tahun ke-8 RSHU.
“Kami ingin lebih dekat lagi mengenal bagaimana kerja dari seorang insan pers itu seperti apa, karena itu tema HUT ke-8 adalah Peduli Kesehatan Bersama dengan Insan Pers,” kata Chief Operational Officer RSHU Surabaya, dr Rudi Herdisampurno DFM, di Surabaya, Senin.
Didampingi rombongan tim RSHU, ia mengatakan kunjungan ke beberapa media yang ada di Surabaya itu juga untuk memberikan pengetahuan tambahan bagaimana cara hidup sehat bagi seorang wartawan.
“Kami juga memberikan kiat hidup sehat dan juga tata cara mencuci tangan yang bisa diimplementasikan pada kehidupan sehari-hari,” katanya.
Sementara itu, Kepala Biro Antara Jawa Timur Akhmad Munir mengaku senang dengan adanya kunjungan redaksi yang dilakukan oleh Rumah Sakit Husada Utama.
“Kami merasa tersanjung dengan adanya kunjungan ini dan berterima kasih bisa mengunjungi kantor Antara Biro Jawa Timur ini,” katanya.
Ia mengatakan kerja seorang wartawan itu memang tidak begitu berbeda dengan dokter yakni tidak terbatas waktu dan seringkali pola makan yang tidak teratur.
“Oleh karena itu, kedatangan manajemen rumah sakit ini sangat membantu kami untuk memberikan pencerahan terkait dengan pola hidup yang sehat wartawan itu seperti apa, terlebih banyak di antara rekan wartawan yang mempunyai kebiasaan merokok,” katanya.
Menanggapi pola hidup yang seperti itu, dr Indro Harianto SpPD yang turut hadir dalam rombongan mengatakan, kehidupan wartawan itu hampir sama dengan dokter, mulai dari waktu kerja yang tidak menentu sampai dengan pola makan yang tidak teratur.
“Oleh karena itu, untuk menjaga kondisi tetap sehat salah satunya yaitu dengan menjaga pola makan. Misalnya, jika makan pagi banyak mengonsumsi daging, maka pada makan siang dan makan malam sebaiknya diimbangi dengan makan buah-buahan yang banyak mengandung serat,” katanya.
Selain itu, kata dia, kalau memiliki kebiasan merokok bisa dikurangi dengan melihat lokasi dan waktu ingin merokok.
“Misalnya sebisa mungkin mengurangi dan menghindari kebiasaan merokok di ruangan yang berpendingin udara karena hal tersebut tidak bagus,” katanya.
Pihaknya juga memberikan kiat tentang lima langkah hidup sehat yang bisa diterapkan untuk menjaga kebugaran tubuh yaitu langkah pertama dengan tetap bergerak baik itu dengan cara berjalan kaki maupun melakukan aktivitas yang lainnya seperti bercocok tanam.
Langkah kedua dengan selalu berpikir dan terus berpikir untuk menjaga kegiatan otak salah satunya dengan cara mengisi teka-teki silang saat senggang.
Langkah ketiga adalah menjaga silahturahmi karena ada pepatah yang mengatakan jika menjaga silahturahmi itu bisa memperpanjang usia.
Langkah keempat adalah menjaga pola makan karena pola makan merupakan salah satu tahapan penting menjaga kesehatan seseorang.
Langkah terakhir yaitu tetap berdoa supaya mendapatkan ketenangan hati dalam menjalani aktivitas sehari-hari. (*)
Sumber: antarajatim.com
RS Awal Bros Hadirkan Dokter Ahli Kepresidenan
KOTA (RIAUPOS.CO) – Tingkat penderita penyakit jantung dewasa ini semakin meningkat, untuk dapat mengantisipasinya dan meminimalisir, Rumah Sakit (RS) Awal Bros Pekanbaru, menggelar Trans Radial Intervensi Workshop yang ditujukan untuk kalangan medis, khususnya para dokter spesialis penyakit jantung.
Kegiatan ini sendiri dilaksanakan pada Sabtu (24/5) dan Ahad (25/5), di Awaloeddin Function Hall Lantai A RS Awal Bros, Jalan Sudirman. Dalam kesempatan ini juga, manajemen RS Awal Bros menghadir dokter ahli kepresidenan dari RS Abdi Waluyo Jakarta, Dr dr M Munawar SpJP (K) FIHA FESC FACC sebagai pembicara.
Melalui rilis yang diterima Riau Pos, Ahad (25/5), Direktur RS Awal Bros Dr Roswin Rosnim Djaafar, mengatakan bahwa workshop ini diadakan untuk menambah pengetahuan dan juga meningkatkan skill (kemampuan) dokter spesialis penyakit jantung.
Dijelaskannya, tujuh peserta dari dokter spesialis, serta delapan pasien jantung koroner dalam kasus-kasus serius seperti, oklusi total kronis CTO (tersumbatnya pembuluh darah di cincin mengalami penyumbatan 90 persen), lesi bifurcasi (penyumbatan pembuluh darah dipercabangan), dan multivessel disease (penyempitan di pembuluh darah dengan skala banyak) dikumpulkan.
Dokter Tuntut Standardisasi dan Transparansi Jasa Medis
Medan-andalas Sejak diberlakukannya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 1 Januari 2014, dokter merasa khawatir dengan insentifnya, karena tidak mengetahui berapa yang diterima untuk setiap tindakan medis. Karena itu dokter-dokter di Kota Medan menuntut standardisasi dan
Pelayanan Buruk 19 Rumah Sakit Jabodetabek
Sebanyak 19 rumah sakit di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) memberikan pelayanan buruk pada masyarakat miskin. Bahkan, rumah sakit tersebut, pihak rumah sakit meminta uang lebih pada masyarakat miskin untuk mendapat pelayanan dengan kualitas buruk.
Demikian survei Citizen Report Cards