manajemenrumahsakit.net :: Medan, (Analisa).
RS Sanglah Denpasar Antisipasi Ebola
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar terus berupanya mengantisipasi adanya pasien yang diduga terinfeksi virus ebola di Bali dengan mempersiapkan petugas kesehatan untuk menggunakan alat proteksi diri.
BLUD RS. H. HASAN BASERY KANDANGAN JADI RUJUKAN SE-BANUA ANAM
KANDANGAN – Direktur Rumah Sakit Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Hasan Basry Kandangan, dokter Rasyidah mengatakan
Wabah Ebola Merebak, Sistem Kesehatan Liberia Kacau
Sistem kesehatan Liberia terguncang sebagai dampak dari bencana wabah ebola
, ungkap Menteri Informasi Liberia Lewis Brown kepada
RS Pirngadi Bakal Jadi Pusat Rujukan Cuci Darah
manajemenrumahsakit.net :: Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Pirngadi Medan bertekad menjadi rujukan pelayanan cuci darah (hemodialisa) di Sumatera Utara (Sumut). Untuk ini, pihak manajemen membangun instalasi pelayanan khusus terpadu serta akan menambah mesin cuci darah.
Instalasi pelayanan cuci darah ini rencananya, Senin (11/8),akan diresmikan Walikota Medan Dzulmi Eldin..
Menurut Kasubag Hukum dan Humas RS Pirngadi Medan,Edison Perangin-angin, sejak awal tahun 2014 ini mereka menambah mesin HD secara bertahap. Dari 25 unit mesin di akhir tahun 2013, kini sudah ada 59 mesin HD bahkan rencananya ditambah lagi hingga menjadi 70 unit.
Dengan perbaikan yang dilakukan di instalasi HD sambungnya,rumah sakit berharap dapat melakukan lebih banyak tindakan medis cuci darah kepada pasien yang membutuhkan. Penambahan kapasitas itu, merupakan kerjasama atau hibah dari pihak ketiga yaitu PT Menjangan.
Ditambahkan, rumah sakit tersebut sudah memiliki instalasi HD sejak tahun 70-an, dan menjadi Instalasi HD pertama di Sumut. Namun, sejak dihadirkan bangunan ini belum pernah diresmikan
Untuk itu,setelah direhab beberapa bulan lalu, peresmian instalasi direncanakan. Peresmian instalasi HD ini bertepatan dengan HUT ke 86 rumah sakit ini tutur dia.
Saat ini, katanya, setiap bulan sekitar 1.300 tindakan cuci darah yang dilakukan kepada pasien di rumah sakit berplat merah ini. Tindakan cuci darah ini, paling banyak dilakukan kepada pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan non PBI (penerima bantuan iuran), rata-rata 1.000 tindakan per bulan meski banyak dilakukan kepada pasien BPJS,setiap bulannya selalu ada pasien umum yang melakukan tindakan cuci darah.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Kota Medan, Ikhrimah Hamidy menyambut baik rencana RSUD dr Pirngadi Medan menjadi rujukan HD Sumut. Namun, dia meminta kepada manajemen rumah sakit untuk lebih mengutamakan pasien dari Kota Medan, karena rumah sakit tersebut adalah aset Kota Medan.
Sumber: pemkomedan.go.id
Edisi Minggu ini: 12 – 18 Agustus 2014
Dear Pengunjung Website manajemenrumahsakit.net,
12 Aug2014
Ancaman Ebola dan Guideline untuk RSIsu Global: Virus Ebola Ebola yang disebabkan oleh virus merupakan salah satu bentuk demam berdarah yang menyebabkan penyakit berat dan sering berakibat fatal. Menurut WHO, angka kematian akibat Ebola bisa mencapai 90%, namun angka ini bisa bervariasi tergantung pada kondisi pasien. Ebola bisa menyerang dengan sangat cepat dengan symptom yang muncul antara 8-10 hari setelah terpapar. Meskipun hanya 20% pasien yang mengalami symptoms yang ekstrim namun pada hari ke-6 sampai dengan ke-10 pasien bisa survive atau meninggal. Dari seluruh pasien yang meninggal akibat Ebola, penyebabnya adalah turunnya tekanan darah secar drastis yang disebut sebagai hypovolemic shock.
Wabah Ebola Wabah Ebola pertama kali muncul tahun 1976 di Sudan dan Kongo, Afrika Barat. Jumlah total orang yang terinfeksi saat itu adalah 602 orang dan yang meninggal sebanyak 431 orang. Sejak itu hingga tahun 2014 sudah ada 25 kali ledakan wabah Ebola yang seluruhnya terjadi di Afrika Barat dengan jumlah total korban meninggal sebanyak lebih dari 2600 orang. Wabah kali ini pertama kali diumumkan oleh WHO pada 25 Maret yang lalu bersama dengan Kementerian Kesehatan Republik Kongo yang melaporkan adanya kejadian di bagian tenggara negara tersebut. Doctors Without Borders kemudian bergabung dengan WHO dan mendirikan pusat penanganan kasus Wbola. Juga ada usaha untuk memberikan edukasi pada masyarakat. Kemudian di negara lain yaitu Sierra Leone, Guinea dan Nigeria juga terjadi wabah dengan jumlah korban meninggal sebanyak 932 orang. Sebagian penularan terjadi akibat kontak dari petugas kesehatan ke pasien setelah sebelumnya menangani pasien yang terinfeksi. Bahkan di Sierra Leone ada 9 orang petugas kesehatan yang meninggal akibat terinfeksi virus ini, menurut Wall Street Journal.
Dua orang tenaga kesehatan asal AS yang terinfeksi dipulangkan ke negara asalny auntuk mendapatkan penanganan. Obat-obatan yang digunakan merupakan obat baru yag belum pernah diujicobakan pada manusia. Meskipun demikian, saat ini kondisi pasien membaik. Pada 1 Agustus yang lalu, CDC lalu mengeluarkan guideline penanganan pasien Ebola di RS. Guideline Penanganan Pasien Ebola di RS Berdasarkan guideline tersebut, fasilitas kesehatan harus mengevaluasi pasien untuk EVD bila pasien memiliki faktor risiko berikut:
CDC kemudian juga merekomendasikan pengukuran kontrol infeksi untuk pasien yang dicurigai EVD, antara lain:
Rekomendasi selengkapnya dari CDC mengenai penanganan pasien Ebola di RS dapat dilihat disini. (link: http://www.cdc.gov/vhf/ebola/hcp/infection-prevention-and-control-recommendations.html) (pea)
12 Aug2014
Kebijakan Kartu Indonesia Sehat: Bikin RS jadi Galau?Kebijakan Kartu Indonesia Sehat: Bikin RS jadi Galau? Salah satu program strategis Joko Widodo sebagai Gubernur DKI adalah Kartu Jakarta Sehat yang diimplementasikan dalam kurun waktu 100 hari pertamanya menjabat sebagai gubernur. Dengan kartu ini, seluruh masyarakat ber-KTP DKI bisa mengakses pelayanan kesehatan meskipun mereka tidak memiliki uang.
Dalam salah satu sesi debat capres, Jokowi menyatakan bahwa Kartu Indonesia Sehat akan menjadi salah satu prioritasnya jika ia terpilih sebagai presiden RI. Ketika pada 22 Juli lalu KPU menyatakan pasangan Ir. H. Joko Widodo – Drs. H. Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden, publik sektor kesehatan ramai mendiskusikan masalah KIS. Sebagian mempertanyakan apa perlunya KIS padahal sudah ada BPJS, apalagi BPJS adalah program baru yang dalam pelaksanaannya masih banyak masalah. Sebagian khawatir bahwa program KIS akan berbenturan dengan program BPJS dan petugas (pemberi pelayanan kesehatan) akan semakin bingung dengan berbagai program yang berganti-ganti. Tidak sedikit pula yang menyoroti bahwa KJS belum sepenuhnya berjalan baik di DKI sehingga menimbulkan apriori pada rencana penerapan program KIS di seluruh Indonesia. Benarkan demikian? Untuk memahami KIS dan bagaimana dampaknya terhadap pelayanan di RS, kita harus memahami bagaimana KJS diterapkan. Hasil wawancara website ini terhadap Dr. Kusmedi Priharto, SpOT (Direktur RSUD Tarakan) dan dr. Heru Ariyadi, MPH (Sekjen ARSADA Pusat) menunjukkan bahwa banyak hal positif dengan diterapkannya KJS. Antara lain adalah kelemahan sistem rujukan dan kapasitas pelayanan selama ini jadi telihat dengan lebih jelas. “Angka kematian di RS meningkat. Bukan berarti pelayanan di RS buruk, namun ini akibat dari semakin terbukanya akses masyarakat terhadap pelayanan di RS. Jadi jika tadinya warga miskin yang sakit terminal meninggal di rumah, kini mereka bisa dibawa ke RS untuk mendapatkan perawatan”, katanya. Dalam hal ini, meskipun kasus terminal memiliki prognosa buruk, RS tidak mungkin menolaknya sehingga dirawat di RS hingga akhirnya meninggal. Di negara maju, layanan paliatif dikembangkan di RS maupun di rumah (homecare) agar pasien meninggal dalam kondisi layak dan terawat. Hal yang menarik adalah fenomena tingginya jumlah pasien. Pada awal pelaksanaan KJS, jumlah pasien tiba-tiba meningkat sehingga menyebabkan RS-RS kewalahan. Lonjakan pasien menyebabkan antrian sangat panjang hingga “penolakan” pasien karena kapasitas RS sudah penuh. Salah satu penyebab diserbunya RS oleh pasien adalah karena pelayanan tingkat primer (PPK I baik di puskesmas maupun RS pratama) masih jauh dari memadai. Selama enam bulan pertama kondisi tersebut menimbulkan kesemrawutan pelayanan, yang pada akhirnya berangsur reda. Namun jumlah pasien hingga saat ini masih tetap tinggi.
Sebagai Direktur RSUD Tarakan Jakarta, Dr. Kusmedi menganggap bahwa pelaksanaan JKN merupakan kawah candradimuka yang telah mengajarkannya untuk secara kreatif memikirkan cara-cara untuk meningkatkan efisiensi dengan tetap menjaga mutu layanan. Menurutnya, kunci pelaksanaan KJS (maupun jaminan kesehatan lainnya) adalah pada program promotif dan preventif. Kapasitas PPK I harus diperkuat. Apalagi sejak diimplementasikannya JKN pada Januari lalu, PPK I harus menguasai penanganan 155 jenis penyakit yang tidak boleh dirujuk ke RS. Ia menambahkan, “Sekarang saatnya jika hendak memperbaiki sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Bukan hanya fasilitas kesehatan, namun Fakultas Kedokteran juga harus berubah. Dengan sistem rujukan saat ini, RS Pendidikan hanya akan menangani kasus dengan tingkat severity yang tinggi”. Mahasiswa kedokteran tidak akan dapat mempelajari kasus dengan tingkat severity rendah di RS Kelas A atau RS Kelas B Pendidikan, sehingga perlu ada perubahan dalam sistem pendidikan kedokteran. Menanggapi masalah KJS versus JKN, menurut dr. Kusmedi baik KJS (atau KIS) maupun JKN sama-sama merupakan jaminan negara bagi masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan yang bermutu. Hanya saja pada JKN ada partisipasi masyarakat mampu untuk membayar iur biaya. “JKN adalah asuransi paling gila di dunia karena tidak ada batasnya, sehingga asuransi asing menjadi ketakutan. Pertanyaannya adalah berapa lama negara bisa menjamin dengan cara seperti ini?” dr. Kusmedi menambahkan.
“Jadi tidak ada masalah jika JKN diganti dengan Kartu Indonesia Sehat karena itu hanya masalah labelling”. (Mengenai Kartu Indonesia Sehat, dr. Heru Ariyadi, MPH telah menyiapkan artikel khusus yang bisa Anda simak disini). Jika nantinya Kartu Indonesia Sehat benar-benar telah diimplementasikan, yang perlu dilakukan menurutnya adalah nomenklatur yang digunakan perlu ditata kembali, sedangkan sistem tidak berubah karena pada prinsipnya sudah sama. “Paling-paling yang berubah nanti hanya PBI yang lebih luas, misalnya karena ini adalah kebijakan populis maka semua masyarakat asalkan mau dirawat di Kelas III maka bisa menggunakan KIS”, katanya. Dr. Heru mengakui bahwa saat ini program JKN masih dilematis bagi RSUD khususnya. ARSADA sejak awal menginginkan agar masyarakat dapat dilayani dengan baik, para profesional kesehatan happy karena mendapatkan imbalan yang layak, serta ada kendali mutu maupun kendali biaya oleh BPJS dan RS. Namun iuran kecil sekali, yaitu hanya Rp 19.500/orang/bulan untuk PBI dan Rp 22.500/orang/bulan untuk peserta mandiri. Meskipun demikian, menurut dr. Heru ada harapan pada pemerintahan Jokowi bahwa anggaran kesehatan akan lebih memadai, mengingat saat ini masih lebih kecil (APBN 2,5%) dibandingkan amanat UU Kesehatan (APBN 5% dan APBD 10%). Program JKA di Aceh atau Bali Mandara di Bali bisa menjadi semacam varian bagi JKN atau Kartu Indonesia Sehat. Dari penjelasan di atas, jelas bahwa implementasi KIS di seluruh Indonesia merupakan bentu dari tanggung jawab negara untuk menjamin akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu. Tentu saja ada masalah yang perlu diantisipasi. Dr. Kusmedi maupun Dr. Heru sama-sama sepakat bahwa untuk mengantisipasi masalah tersebut, maka:
Masih galau dengan KIS? (pea) |