manajemenrumahsakit.net :: Jakarta ( Berita ) : Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) DKI Jakarta mengancam putuskan kerja sama dengan rumah sakit swasta yang menolak mengobati pasien yang memegang Kartu Indonesia Sehat (KIS).
manajemenrumahsakit.net :: Jakarta ( Berita ) : Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) DKI Jakarta mengancam putuskan kerja sama dengan rumah sakit swasta yang menolak mengobati pasien yang memegang Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Lokakarya ”Best Practice” Program AIPMNH: ”Warisan Kemitraan”
3-4 November 2014
Reporter: Putu Eka Andayani
Reportase
Setelah program Sister Hospital-Performance Management and Leadership berjalan selama lebih dari tiga tahun, beberapa output dan dampak terhadap masyarakat mulai terlihat. Laporan menunjukkan bahwa angka kematian ibu dan bayi mulai menurun, meskipun angka kematian bayi masih fluktuatif. Tentu saja banyak pelajaran yang dapat diambil dari program ini, yang dapat ditiru dan direplikasi di daerah lain. Untuk itu, AIPMNH berinisiatif menyelenggarakan lokakarya Best Practice agar pihak-pihak yang terlibat dalam program SH-PML dapat berbagi pengalaman kepada regulator, provider pelayanan kesehatan dan pihak lain di kabupaten-kabupaten di luar daerah binaan AIPMNH. Selain sharing mengenai pegalaman menjalankan programSH-PML, lokakarya ini juga menjadi ajang bagi sharing pengalaman pelaksanaan program-program lainnya.
Lokakarya yang berlangsung di Hotel Aston Kupang selama dua hari (3-4 November 2014) ini dibuka oleh Kepala Bappeda Provinsi NTT, Ir. Wayan Darmawa. Wayan menyampaikan bahwa 14 kabupaten – 11 diantaranya menjadi mitra Sister Hospital – harus menunjukkan perbedaan dengan delapan kabupaten lain di NTT yang tidak atau belum menjadi daerah binaan AIPMNH. Perbaikan yang telah terjadi terutama dari sisi manajemen perencanaan, yang meliputi perbaikan perencanaan, keuangan, pelaksanaan dan evaluasi.
Program yang berhasil dengan baik patut diangkat ke level nasional agar dapat ditiru oleh daerah lain yang mengalami masalah yang sama. Dr. Gita Maya Koemara Sakti Soepono, MHA, Direktur Bina Kesehatan Ibu yang mewakili Dirjen Bina Gizi KIA Kementerian Kesehatan dalam sambutannya mengatakan bahwa tahun 2004-2006 juga pernah ada program P4K yang berhasil menurunkan angka kematian ibu dan bayi dengan menyentuh masalah dari hulu ke hilir sehingga dinasionalisasi.
Agar format acara lebih menarik, salah satu sesi disajikan dalam bentuk talk-show. Pada sesi ini, Faisal Djalal bertindak sebagai pemandu acara. Talkshow ini menghadirkan narasumber: Lusia Adinda Dua Nurak, SPd, MM (Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi NTT), Drs. Yoseph Ansar Rera (Bupati Sikka), Dr. Rukmono Siswihanto, SpOG(K) dari RSUP Sardjito, Joria Parmin, SST, MKeb (Penanggung jawab 2H2 Kab. Flores Timur) dan Yosepha Sita (pengelola rumah tunggu di Wolowaru, Kabupaten Ende).
dr. Rukmono mengatakan kelemahan pada petugas kesehatan adalah kurangnya teamwork dan komunikasi. Pengalaman saat pertama mengirim dokter untuk melakukan pelayanan, menunjukkan bahwa ternyata dokter (klinis) saja tidak cukup. Perlu kemampuan manajemen termasuk untuk advokasi ke para penyandang dana. Saat ini tim mengembangkan kemampuan untuk melakukan telekonferensi agar komunikasi – dalam hal ini antara tim SH-PML di RSUP dr. Sardjito dengan tim di RSUD Bajawa – bisa terjalin terus menerus.
Seluruh upaya tersebut tidak akan optimal jika tidak didukung oleh kepala daerah. Yoseph Ansar Rera menyusun regulasi yang diperlukan untuk mendukung gerakan ASI eksklusif, yang akan meningkatkan ketahanan bayi terhadap penyakit. Komitmen pemerintah Kabupaten Sikka juga ditunjukkan dengan meningkatkan anggaran untuk upaya-upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
Pada kesempatan ini, Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya berkesempatan hadir untuk memberikan sambutan. Frans berharap program seperti yang dilakukan oleh AIPMNH ini bisa direplikasi di kabupaten lain dan meminta seluruh kepala daerah memberikan dukungannya. Hal ini karena program Sister Hospital sebagai contoh, telah memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. (pea)
Halo Pengunjung website,
Tanggal 3 November 14 tahun yang lalu sejumlah praktisi dan pemerhati manajemen perumahsakitan mendeklarasikan Asosiasi Rumah Sakit Daerah atau disingkat ARSADA yang tujuannya untuk membantu RS Daerah dalam melakukan advokasi kepada pemerintah. Kini ARSADA Pusat untuk pertama kalinya merayakan Hari Ulang Tahun setelah berusia 14 tahun.
Presiden Joko Widodo menunjuk Nila Djuwita Anfasa Moeloek sebagai Menteri Kesehatan menggantikan Nafsiah Mboi. Nila, yang lahir pada 11 April 1949, (sebelumnya) menjabat sebagai Utusan Indonesia untuk Urusan Millenium Development Goals (MDGs). Menuntaskan pendidikan dengan spesialis mata, Nila kini menjadi Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Pusat (Perdami) dan menduduki posisi di berbagai organisasi kesehatan seperti Yayasan Kanker Indonesia dan Pimpinan Riset Medis di UI. Memimpin Kementrian Kesehatan, Nila akan menitikberatkan pada pencegahan dibanding pengobatan. Seperti kutipan dengan wawancara Kompas Tv beberapa waktu lalu, yaitu “Tidak perlu menunggu sampai sakit, karena itu akan menelan biaya lebih besar”. Ia menegaskan, seluruh program kementrian kesehatan akan dibuat satu arah, sesuai petunjuk presiden. Sebelumnya, Nila juga pernah dekat dengan lingkungan istana. Dia sempat diwawancarai untuk menduduki posisi Menteri Kesehatan pada pada era Kabinet Bersatu II, yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2009. Nila adalah istri dari Farid Afansa Moeleok, yang pernah menjabat sebagai Menteri Kesehatan di era Kabinet Reformasi Pembangunan. Selamat bekerja Bu Nila. Semoga dapat membawa sistem kesehatan Indonesia menjadi lebih baik, merata dan adil.
+ Artikel Penelitian Alberta Health Services, 10301 Southport Lane SW, Calgary, AB T2W 1S7, Sudah umum diketahui bahwa lingkungan kerja dapat mempengaruhi hasil kerja. Penelitian ini mengeksplorasi secara lebih spesifik bagaimana pengaruh tata kelola (governance) pada sistem kesehatan dengan output dari tenaga kesehatan, melalui systematic review. Ada lebih dari 4000 abstrak penelitian yang diperoleh di database yang membahas hal ini. Hasilnya menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang jelas berkontribusi positif terhadap output kerja, yaitu shared governance, Magnet accreditation dan professional development initiative. Selengkapnya, silakan simak artikelnya yang dapat diakses secara gratis di sini. |
|||
Website ini akan update setiap Selasa pagi. Nantikan Informasi terbaru setiap minggunya. | |||
+ Arsip Pengantar Minggu Lalu |
|||
|
Seminar Tahunan Patient Safety dan Hospital Expo |
|
Development and impact of the Iranian hospital performance measurement program |
manajemenrumahsakit.net :: Jakarta – Riset di beberapa rumah sakit (RS) di
manajemenrumahsakit.net :: Jakarta – Inilah nama-nama anggota Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) yang akan bertugas pada 2014 hingga 2019! Slamet Riyadi Yuwono, mantan Direktur Jenderal Bina Gizi dan KIA, Kementerian Kesehatan, Daeng M Faqih dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Tien Gartinah mewakili Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Soemaryono Rahardjo yang mewakili Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) serta Irwan Julianto yang merepresentasikan masyarakat.
Pembentukan BPRS merupakan amanat
manajemenrumahsakit.net :: SLAWI – RSUD dr Soeselo Slawi bakal menerapkan absen sidik jari atau fingerprint bagi semua karyawannya, termasuk bagi dokter dan tenaga medis lainnya.
Hal itu menyusul tragedi ngamuknya Bupati Tegal Enthus Susmono di Poli Anak di rumah sakit tersebut saat melakukan inspeksi mendadak (sidak).
Menurut Direktur RSUD dr Soeselo Slawi, dr Widodo Joko Mulyono, alat absen fingerprint yang baru datang belum lama ini, akan segera diaktifkan. Alat itu akan diletakkan di tempat strategis supaya karyawan dapat melihatnya.
“Alatnya sudah ada, nanti akan kita gunakan,” kata dokter Joko, sapaan akrab pria berkacamata ini, kemarin.
Joko mengaku sangat berterimakasih dengan ketegasan Bupati Tegal dalam menertibkan para dokter yang selama ini dikeluhkan masyarakat.
Sejauh ini, pihaknya juga sudah berupaya maksimal untuk peningkatan pelayanan. Upaya itu mulai menunjukan hasil positif dengan tingkat disiplin dokter yang mulai meningkat.
manajemenrumahsakit.net – Dua orang Tanaga Kerja Indonesia asal Jawa Timur yang baru saja tiba dari Liberia tiba-tiba mengeluh demam. Meski gejala demam itu belum tentu Ebola tetapi pemerintah tak mau kecolongan.
Keduanya langsung diperiksa dengan diambil specimen darahnya untuk dikirimkan ke laboratorium Balitbangkes Kemenkes RI di Jakarta. Untuk mengetahui disebabkan Ebola atau bukan, hasil pemeriksaan akan keluar paling lambat 48 jam setelah sampel diterima laboratorium.
Meski selama ini tak ada WNI yang terindikasi terjangkit Ebola, namun, Jawa Timur sudah mempersiapkan rumah sakit khusus untuk merawat pasien Ebola. “Ada delapan rumah sakit rujukan regional,” kata Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur, Harsono ketika dihubungi VIVAnews, Minggu, 2 November 2014.
Delapan rumah sakit rujukan itu adalah RSU Soedono di Madiun, RSUD Jombang, RSUD Pare di Kediri, RSUD Tulung Agung, RS Saiful Anwar di Malang, RSUD Soepomo di Surabaya, RSUD Soebandi di Jember, dan RSUD Ibnu Sina di Gresik.
Menurut Harsono, di delapan rumah sakit itu telah disiapkan ruangan khusus isolasi untuk merawat pasien Ebola. Selain itu, disiapkan pula dokter khusus, para tenaga medis, alat-alat medis dan pakian yang digunakan agar para pekerja medis itu tak tertular endemik.
“Semua sudah dipersiapkan, standar untuk tangani pasien Ebola,” ujar dia.
Masing-masing rumah sakit, kata Harsono memiliki satu ruangan khusus yang bisa menampung sekitar 15 pasien. “Ada 15 bed dalam satu ruangan di masing-masing rumah sakit,” ujar dia.
Sebelumnya, dua warga Jawa Timur, yang masing-masing berasal dari Madiun dan Kediri, diduga terkena virus Ebola. Kini, keduanya masih menjalani perawatan.
Mereka harus menjalani isolasi dan pengawasan khusus karena masa inkubasi Ebola antara 2 sampai 21 hari. Sampai saat ini, keduanya sudah memasuki hari ketujuh dan kondisinya semakin membaik.
Sebelum tiba di kota asalnya, kedua pasien tersebut sudah menjalani penelitian dan pemeriksaan saat masih berada di Liberia dan Jakarta.
Sumber: viva.co.id
manajemenrumahsakit.net :: RSUD Pare, Kabupaten Kediri mengisolasi seorang pasien yang mengisyaratkan menderita penyakit ebola. Laki-laki berusia 45 tahun itu mengeluhkan rasa nyeri pada tenggorokan disertai suhu badan yang cenderung meninggi.
“Pasien masuk sejak Jumat (31/10) dan langsung ditempatkan di ruang isolasi melati. Kita sebut saja mister X. Sebab prosedurnya memang seperti itu. Kita tidak bisa memberitahukan identitas pasien, ” ujar Humas RSUD, Hari Susanto kepada wartawan, seperti dikutip Okezone, Sabtu (1/11/2014).
Informasi yang dihimpun, pasien pernah bekerja selama tujuh bulan di Liberia, sebuah negara di benua Afrika yang merupakan pusat endemi ebola. Dan, pasien tiba di tanah air pada 6 Oktober 2014 lalu.
Hari mengatakan, pihak rumah sakit tidak ingin berspekulasi pasien penderita ebola sebelum berakhirnya masa inkubasi (virus) 21 hari. Tim medis yang dipimpin dr Harnowo juga melakukan pemeriksaan darah lengkap, hapusan darah, liver, ginjal, dan tes malaria terhadap pasien. Selain itu, pasien juga mendapatkan cairan infus ke dalam tubuhnya.
“Setiap petugas medis juga mengenakan alat perlindungan. Kita juga melarang keluarga pasien menunggu di dalam ruangan, ” tuturnya.
Seperti diketahui, virus yang penularannya melalui binatang monyet dan babi tersebut ditemukan di benua Afrika. Pada tahun 1976, untuk pertama kalinya penyakit mematikan itu teridentifikasi di wilayah Republik Congo, di kawasan desa yang berdekatan dengan sungai Ebola.(*)
Sumber: pasberita.com
manajemenrumahsakit.net :: Medan, (Analisa).