manajemenrumahsakit.net :: TAKALAR,BKM — Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pajonga Daeng Ngalle
Puluhan Rumah Sakit Umum di Melbourne Kesulitan Dana
manajemenrumahsakit.net :: Sebanyak 32 rumah sakit umum di Melbourne dan kota lainnya di negara bagian Victroria mengalami kesulitan dana, tiga di antaranya merupakan rumah sakit besar yang sama sekali tidak memilki cadangan dana untuk keperluan mendadak.
Dalam laporan audit yang disampaikan ke Parlemen Victoria terungkap, hanya 12 rumah sakit umum yang memiliki cadangan dana yang bisa membiayai operasional mereka selama maksimal satu minggu ke depan.
Sementara Rumah Sakit Umum The Alfred, Royal Melbourne dan Mercy dilaporkan sama sekali tidak punya uang kontan yang bisa langsung dipergunakan untuk berbagai keperluan.
Audit yang dilakukan terhadap 87 rumah sakit umum dan 23 lembaga terkait yang selama ini menerima alokasi anggaran belanja negara bagian Victoria sebesar 12,6 miliar dolar (sekitar Rp 120 triliun) pertahun.
Ketua Australian Medical Association (AMA) Tony Bartone mengatakan, pemerintah perlu meningkatkan alokasi anggaran untuk rumah sakit umum.
“Kemampuan cash flow selama seminggu sama sekali tidak cukup,” katanya.
“Namun pihak managemen rumah sakit perlu mengelola dana mereka lebih baik lagi,” tambahnya.
Dalam laporan terpisah, audit ini juga mengungkap bagaimana peralatan medis yang sangat mahal seperti computed tomography (CT) dan magnetic resonance (MR) scanners dikelola di rumah sakit umum.
Peralatan CT dan MR menurut laporan ini tidak dikelola secara efisien dan efektif di kebanyakan rumah sakit umum di Victoria.
“Sangat memprihatinkan bahwa di satu rumah sakit pasien harus menunggu 98 hari untuk mendapatkan layanan foto MR, sementara di rumah sakit lainnya hanya 2 hari,” demikian laporan itu.
Sumber: radioaustralia.net.au
Penyelesaian Proyek Rumah Sakit Dihentikan
manajemenrumahsakit.net :: Tanjung, (Antaranews Kalsel) – Bupati Tabalong, Kalimantan Selatan, Anang Syakhfiani menghentikan penyelesaian pembangunan rumah sakit di Tanjung Baru, Kecamatan Murung Pudak, karena belum memiliki dokumen Analisi Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Hal tersebut disampaikan ketua komisi I DPRD Tabalong Kusmadi Uwis di Tanjung, Selasa, menyusul adanya desakan sejumlah kalangan agar penyelesaian pembangunan RSUD H Badaruddin Tanjung yang baru bisa dituntaskan.
“Bupati ingin mengevaluasi dulu penyelesaian pembangunan rumah sakit yang baru karena realisasi fisik belum 100
persen sementara dana yang terserap mencapai ratusan miliar selain itu dokumen AMDAL juga belum dibuat,” jelas Kusmadi.
Kusmadi menambahkan tahun ini Dinas Pekerjaan Umum Tabalong tengah mempersiapkan penyusunan dokumen AMDAL dengan
alokasi anggaran sekitar Rp750 juta.
Sementara itu Plt Direktur RSUD H Badaruddin Tanjung, Syaiful Bakhri saat memberikan pemaparan terkait progres
pembangunan rumah sakit baru di hadadapan anggota Komisi IV DPRD Kalsel menyebutkan proyek pembangunan fasilitas kesehatan
ini dimulai tahun anggaran 2011.
“Proyek pembangunan rumah sakit baru sejak 2011 dan sebagai pelaksana kegiatan PT Waskita Karya dengan alokasi dana
Rp271,6 miliar namun hingga saat ini belum tuntas karena fasilitas IGD dan kebidanan juga belum dibangun,” jelas Syaiful.
Pada tahun selanjutnya APBD Kabupaten kembali mengalokasikan Rp29 miliar untuk pembangunan IGD dan ICU juga oleh PT
Waskita, tahun anggaran 2014 dana untuk penyelesaian rumah sakit ini ditambah Rp9 miliar.
Sedangkan tahun ini rencanan dialokasikan dana Rp135 miliar untuk penyelesaian RSUD H Badaruddin Tanjung dengan
harapan relokasi rumah sakit bisa segera dilakukan mengingat bangunan yang lama sudah tidak memenuhi tingginya permintaan
rawat inap dari masyarakat.
Anggota komisi IV DPRD Kalsel, Idis Nurdin Halidi saat kunker ke Tabalong berharap Pemerintah Daerah segera
menuntaskan pembangunan rumah sakit yang baru guna meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
“Saya bisa memahami alasan bupati menunda penyelesaian proyak pembangunan rumah sakit karena untuk mengevaluasi
penggunaan anggaran dan kegiatan yang dilakukan sejak 2011,” ungkap Idis.***4***
Sumber: antaranews.com
Dua RS di Makassar Perlu Perhatian
manajemenrumahsakit.net :: Dua rumah sakit (RS) di Makassar, yaitu RS Wahidin Sudirohusodo dan RS Labuan Baji perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah maupun DPR. Banyak pasien menumpuk di satu ruangan, sarana gedung tidak memadai lagi, dan peralatan kesehatan yang tidak lengkap.
Anggota Komisi IX DPR RI Hamid Noor Yasin (F-PKS) yang mengikuti kunjungan kerja (kunker) ke Makassar, Sulsel, menilai, masih banyak yang perlu dibenahi dari layanan kesehatan terutama di dua RS yang dikunjungi. Di RS Wahidin, pasien membludak hingga menempati ruang IGD dan ICU.
Di RS Labuan Baji, kondisinya lebih memprihatinkan lagi. Selain pasiennya melebihi daya tampung,
Rumah Sakit Hello Kitty Ada di Taiwan
manajemenrumahsakit.net :: Gambar tokoh Hello Kitty sering kita temui dipasang dalam berbagai benda, mulai dari pakaian hingga hiasan-hiasan. Tapi pernahkah terbayang gambar Hello Kitty tersebut dijadikan tema sebuah rumah sakit?
Hal tersebut terjadi di Taiwan pada sebuah rumah sakit bersalin. Di sana, gambar kucing yang dicap
Indonesia Siapkan Layanan Stem Cell Di 11 Rumah Sakit
manajemenrumahsakit.net :: JAKARTA- Sebanyak 11 rumah sakit pemerintah disiapkan untuk memberikan layanan stem cell (sel punca) bagi pasien yang membutuhkan.
DPRD Kaltim Studi Banding BPJS Ke Yogyakarta
manajemenrumahsakit.net :: Samarinda (ANTARA Kaltim) – Komisi IV DPRD Kalimantan Timur melakukan studi banding ke Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito, Yogyakarta, terkait penerapan layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Zain Taufik Nurrohman dihubungi Samarinda, Senin, mengatakan kegiatan studi banding iu bertujuan mempelajari penerapan sistem pelayanan BPJS pada rumah sakit yang berada di wilayah dengan jumlah penduduk cukup banyak.
“Kita ingin melihat di Yogyakarta sistem rujukan pelayanan BPJS seperti apa. Dari tingkat puskesmas, dokter pribadi sampai dengan rumah sakit tipe C, tipe B hingga sistem rujukan ke rumah sakit tipe A,” katanya.
Untuk di Kaltim, lanjut politikus Partai Amanat Nasional itu, penerapan BPJS bermasalah di sektor hilir, yaitu berkaitan dengan pelayanan di rumah sakit.
Banyak keluhan muncul bukan hanya dari masyarakat, tetapi pihak rumah sakit juga mengeluhkan upaya mengoptimalkan pelayanan bagi peserta BPJS.
“Seperti di Rumah Sakit Abdul Wahab Syahranie, Samarinda, membludaknya pasien menjadi kendala tersendiri. Informasi yang kami dapat, masalah tersebut muncul karena sistem rujukan yang sebaiknya perlu pengaturan lebih berjenjang,” ujar Zain.
Dari kunjungan ke RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, pihaknya berharap mendapatkan masukan terkait sistem rujukan yang diterapkan di daerah ini, sehingga bisa menjadi bahan untuk membenahi pelayanan di Kaltim.
“Kalau misalnya di Yogyakarta pelayanan dan sistem rujukannya sudah terkelola dengan baik, kami ingin tahu seperti apa Yogyakarta menerapkan sistem rujukan tersebut,” tambahnya.
Nantinya, Komisi IV DPRD Kaltim juga akan mengundang pihak RS AW Syahranie dan Dinas Kesehatan untuk merumuskan pola dan sistem rujukan yang tepat agar pelaksanaan BPJS bisa berjalan dengan baik.(*)
Sumber: antarakaltim.com
Relawan Sering Dimusuhi Pihak Rumah Sakit
manajemenrumahsakit.net :: [JAKARTA] Kalau tak didampingi relawan, sudah pasti pasien kelas III selalu berada di pihak yang kalah. arena itu, tak jarang para relawan harus bersitegang dengan rumah sakit swasta maupun milik pemerintah, seperti RS Persahabatan, Cipto Mangunkusumo, RS Kartika Pulo Mas RS Pasar Rebo dll, agar rumah sakit memberikan pelayanan yang berpihak pada rakyat berpenghasilan rendah dengan mengikuti aturan Jamkeskin (Jaminan Kesehatan Keluarga Miskin).
“Para relawan mengantar pasien sering harus memasang badan, membawa nama-nama partai supaya cepat ditangani rumah sakit. Alhasil, relawan sering dimusuhi oleh pihak rumah sakit,” kata Anggota DPRD DKI Jakarta, Sereida Tambunan kepada SP di Jakarta, Rabu (18/2)
Sebagai relawan, banyak pengaduan masyarakat yang masuk. Misalnya, yang pertama ditanya kepada pasien adalah pasien umum atau tidak. Kalau pasien umum, yang artinya bayar sendiri, pasien cepat ditangani. Tetapi kalau pasien bilang pakai kartu jamkesmas, askeskin, selalu langsung ditolak dengan alasan ruang perawatan kelas III sudah penuh.
“Alhasil, pasien sering kali terpaksa menjalani perawatan dengan status pasien umum. Mereka harus membayar DP. Saat mereka keluar rumah sakit, tak sedikit yang meninggalkan utang karena tak sanggup membayar biaya-biaya pengobatan. Ada yang harus menyicil Rp 20.000/bulan, Rp 50.000 dan seterusnya. Maka yang miskin pun makin miskin,” kata Ketua Departemen Kesehatan DPP PDI Perjuangan.
Pilihan sulit sering kali harus dihadapi oleh pasien. kalau dia benar-benar tak punya uang, relawan sering kali harus ngotot meminta mereka bertahan di rumah sakit yang menolak pasien kelas III. Kalau mereka di UGD terus, tak masalah. Umur di tangan Tuhan.
Mana mungkin orang sakit disuruh cari kamar dari rumah sakit ke rumah sakit lain. Kalau tak ada kamar kelas 3 di rumah sakit pertama yang didatangi pasien, adalah kewajiban rumah sakit untuk membawa pasien mencari rumah sakit lain, mengantar dengan ambulance ke rumah sakit lain yang ada kelas III.
Kenyataannya, orang yang hanya bisa tergeletak di tempat tidur disuruh cari rumah sakit lain. Selama perpindahan pasien ke rumah sakit lain, tak ada jaminan pasien akan bisa bertahan hidup, karena praktis akan menambah penyakit mereka.
Sebagai relawan, harus siap menjadi “Raja Tega”. Pasien diminta melawan rumah sakit, meskipun harus diletakkan di pintu UGD. Kalau didesak pindah, pasien diminta tetap tinggal di rumah sakit, biar rumah sakit yang urus.
Seharusnya pihak rumah sakit bertanya ke pasien, “Ada duit gak?” Kalau ada duit, pasien dimasukkan ke perawatan umum. Kalau tidak, pasien seharusnya diarahkan ke kelas III.
Yang sering kali ditanya kepada pasien yang baru masuk, “Pasien umum atau pakai kartu sehat?”. Ada yang salah dalam kepala kita? Ini menjadi introspeksi bagi Indonesia. Mengapa orang lari ke Penang? Tentu karena di sana pasien lebih diperlakukan manusiawi.
Pada sebuah pertemuan para relawan di RS Fatmawati dengan para dirut RS Umum, RS swasta, dan kepala puskesmas, ketidaksukaan mereka kepada para relawan pun terungkap. Tetapi, ketika kepada mereka ditanyakan relawan siapa yang bayar? Mereka tak bisa jawab.
Relawan tak pernah ambil untung dari pasien-pasien kelas III. Para relawan hanya memfasilitasi supaya pasien ditangani. Relawan tak ada yang bayar. Seharusnya relawan dibantu untuk biaya operasional, tapi siapa yang mau bantu?
Seharusnya semua rumah sakit milik pemerintah diisi dengan kelas III untuk pengobatan gratis bagi semua pasien yang tidak mampu. Dengan tanpa syarat, cukup dengan menunjukkan bahwa dia WNI. kalau ada orang yang pura-pura miskin, biarin aja dia menikmati perawata di kelas III.
Namun, hanya segelintir RS swasta yang mau bekerja sama dengan BPJS. Malah, pasien pemegang kartu BPJS sering ditolak RS swasta yang kerja sama karena sulit untuk mengklaim, selain itu biaya untuk pelayanan kesehatan sangat kecil. [N-6/L-8]
Sumber: beritasatu.com