|
Pengunjung website yang berbahagia, SEMINAR ADVOKASI BLUD
Untuk itu, PKMK bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Provinsi NTT dan AIPMNH menyelenggarakan Seminar Advokasi BLUD bagi RSUD di NTT pada Jumat, 27 Maret yang lalu, di Surabaya. Seminar ini menghadirkan Direktur Pendapatan Daerah dan Inventaris Daerah Kementerian Dalam Negeri, A.S. Tavipiyono, sebagai salah satu pembicara utama. Sebagai bagian dari program advokasi BLUD, seminar ini dihadiri oleh para Kepala Daerah/Sekda, DPRD, Bappeda, TAPD, Biro Hukum, Biro Organisasi, Dinas Kesehatan dan Direktur RS sebagai undangan.
31 Mar2015
6 Cara Melindungi Diri Anda Terhadap Infeksi di Rumah Sakitmanajemenrumahsakit.net :: Sebuah berita mengejutkan datang dari sebuah rumah sakit di Los Angeles, Amerika di mana telah terjadi wabah infeksi nosokomial (infeksi yang terjadi di dalam rumah sakit), yang menyebabkan tewasnya 2 orang pasien dari 7 orang pasien yang terkena. Wabah ini disebabkan oleh infeksi suatu jenis bakteri yang telah mengalami resistensi terhadap antibiotika, yang dikenal dengan nama CRE. CRE merupakan jenis bakteri yang dapat bertahan hidup pada berbagai jenis permukaan benda. Walaupun terdapat 2 jenis bakteri nosokomial lainnya yang juga cukup mematikan seperti MRSA dan C.diff, akan tetapi CRE merupakan jenis bakteri nosokomial yang paling mematikan, di mana sekitar sebagian penderita yang terinfeksi oleh CRE ini (50%) mengalami kematian. Pada kasus penyebaran CRE yang terjadi di UCLA Medical Center ini, penularan terjadi melalui alat endoskopi, yang banyak digunakan oleh dokter untuk melihat keadaan saluran pencernaan dan kandung empedu pasien. Alat endoskopi tersebut ditemukan telah terkontaminasi oleh CRE dan ternyata tidak dibersihkan dengan baik setelah penggunaan. Untuk mencegah Anda dan orang-orang tercinta terinfeksi oleh salah satu jenis bakteri mematikan di atas, seorang ahli memberikan 6 tips mengenai bagaimana melindungi diri Anda dan orang-orang tercinta Anda dari infeksi nosokomial di rumah sakit seperti yang akan dibahas di bawah ini. 1. Cari Tahu Jika Anda tahu Anda akan pergi ke suatu rumah sakit, maka bertanyalah pada dokter Anda apakah rumah sakit tersebut pernah mengalami infeksi CRE. Walaupun informasi ini merupakan hal yang sulit untuk diketahui, akan tetapi para dokter biasanya mengetahui apakah rumah sakit tempatnya bekerja pernah mengalami wabah CRE atau bakteri nosokomial lainnya.
2. Minta Petugas dan Keluarga Mencuci Tangan Saat Anda dirawat di rumah sakit, pastikan Anda meminta petugas kesehatan dan keluarga Anda untuk mencuci tangan di depan Anda sebelum menyentuh Anda atau ruangan kamar Anda. Jangan tertipu oleh sarung tangan, bila orang yang mengenakan sarung tangan tidak mencuci tangannya terlebih dahulu sebelum mengenakan sarung tangan, maka sarung tangannya pun sudah terkontaminasi. 3. Minta Dokter Membersihkan Stetoskopnya Sebelum dokter Anda menggunakan stetoskopnya pada Anda, mintalah ia untuk membersihkan permukaan stetoskopnya tersebut dengan alkohol. Stetoskop seringkali terkontaminasi oleh kuman karena jarang sekali dibersihkan setelah penggunaan. 4. Gunakan Sabun Antibakteri Saat Mandi Jika Anda akan melakukan tindakan pembedahan, maka mulailah mandi dengan menggunakan sabun yang mengandung klorheksidin selama 3-5 hari sebelum tindakan pembedahan. Hal ini dapat membantu menyingkirkan berbagai bakteri berbahaya yang terdapat pada permukaan kulit Anda. Selain itu, bagi para pria, pastikan Anda tidak bercukur sebelum masuk rumah sakit karena luka kecil pada kulit juga dapat memudahkan bakteri untuk masuk ke dalam tubuh. 5. Perhatikan Apa yang Anda Makan Selain CRE, terdapat bakteri lainnya, yaitu C. diff yang juga dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit. Infeksi bakteri ini seringkali terjadi melalui makanan yang terkontaminasi. Oleh karena itu, pastikan Anda tidak meletakkan makanan Anda pada tempat lain selain daripada tempat makanan tersebut.
6. Bersihkan Daerah Sekitar Anda Jika Anda akan dirawat di rumah sakit atau mengunjungi keluarga atau teman di rumah sakit, maka pastikan Anda membawa tisu basah antibakteri. Gunakanlah tisu basah tersebut untuk membersihkan berbagai permukaan benda di kamar inap Anda, termasuk tepi ranjang tidur, meja, remote televisi, gagang pintu, dan berbagai benda lainnya yang sering disentuh orang. Sumber: pilihdokter.com
31 Mar2015
Saham RS Mitra Diborong Investor Singapura Hingga Londonmanajemenrumahsakit.net :: Jakarta. Saham PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA) kelebihan permintaan (oversubscribed) hingga 10,3 kali untuk investor institusi dan 8,2 kali oleh investor ritel. Saham-saham ini banyak diserap oleh investor asing sebanyak 53%. Investor tersebut berasal dari Singapura, Hong Kong, hingga negara Eropa seperti London. Sementara sisanya sebesar 47% diserap oleh investor lokal. “Sekitar 53% asing, 47% lokal komposisinya. Antusiasme cukup baik, kita oversubscribed 10,3 kali institusi dan 8,2 kali ritel. Asing ada dari Singapura, Hong Kong, London, ada juga representasi fund manager AS yang ada di Asia,” ujar Direktur Utama PT Kreshna Securities Michael Steven usai pencatatan perdana saham MIKA di Gedung BEI, Jakarta, pekan lalu. Pemilik merek Rumah Sakit Mitra Keluarga ini menawarkan saham perdana sebanyak-banyaknya 261.913.000 saham biasa atau sebanyak-banyaknya 18% dari jumlah modal ditempatkan dan disetor penuh setelah penawaran umum dengan nilai nominal Rp 100 per saham dengan harga saham Rp 17.000 per saham. Sebanyak 72.753.600 saham baru dan 189.159.400 saham biasa atas nama milik Lion Investment Partners B.V sebagai pemegang saham penjual (saham divestasi) yang ditawarkan kepada masyarakat. Menurut Michael, saham sektor health care masih akan diminati tahun ini. Pasalnya, kebutuhan masyarakat untuk pelayanan kesehatan terus tumbuh.Menurutnya, faktor global seperti perbaikan ekonomi Amerika Serikat (AS) tidak akan banyak mempengaruhi kinerja saham-saham health care. “Health care itu saham yang tahan cuaca karena kita tidak tahu kapan sakit, jadi pengaruhnya sedikit karena kalau sakit, mau inflasi atau nggak, mau ada faktor global kayak gimana, ya kita tetap butuh rumah sakit,” jelas dia. Selain itu, Michael menambahkan, perlu dorongan dari pemerintah untuk turut membantu menarik minat investor asing masuk dalam negeri melalui pasar modal. “Bagaimana caranya pemerintah banyak memberikan insentif agar banyak tumbuh untuk investasi asing. Kalau bursa bagus ini iklan buat FDI, beriklan bisa lewat bursa, itu akan kedengaran di seantero dunia,” tandasnya. (dtf) Sumber: medanbisnisdaily.com
31 Mar2015
Pasien Membludak, RSI Surabaya Siapkan Gedung Baru Lima Lantaimanajemenrumahsakit.net :: SURABAYA — Rumah Sakit Islam (RSI) Ahmad Yani Surabaya segera membangun gedung lima lantai di sisi utama rumah sakit itu mulai Mei mendatang. “Kami harapkan pada harlah ke-41 sudah bisa diresmikan dan digunakan bagi pasien,” kata Ketua Umum Yayasan RSI Surabaya (Yarsis) Prof. Mohammad Nuh di Surabaya, Ahad. Di sela puncak perayaan hari uang tahun ke-40 rumah sakit itu, dia menjelaskan, pembangunannya akan menelan anggaran Rp 20 miliar yang diambil dari dana Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya (Yarsis). “Pasien RSI selalu membeludak, bahkan pasien BPJS sangat banyak, kadang kalau disatukan dengan pasien umum, tidak bisa menampung. Oleh karena itu, sekarang kami pisah tempatnya agar pasien sama-sama merasa nyaman,” katanya. Lima lantai gedung sisi utara itu, kata Direktur RSI Ahmad Yani dr. Samsul Arifin MARS, untuk lantai satu akan digunakan untuk kegiatan Muslimat Nahdlatul Ulama (NU). Lantai dua, untuk layanan cuci darah atau hemodialisis yang nantinya akan menyediakan 30 tempat tidur, sedangkan untuk lantai tiga, empat, dan lima untuk rawat inap VIP dan VVIP sebanyak 50 kamar. “Layanan hemodialisis alhamdulillah sudah ada. Cuma sekarang masih ada lima tempat tidur. Jelas ini masih kurang karena pasien cuci darah, khusus BPJS, sudah mulai membeludak,” katanya. Untuk sementara karena dalam pembangunan, kata dia, layanan RSI Ahmad Yani dialihkan ke gedung lama, khususnya layanan farmasi, kasir, dan BPJS. Namun, setelah gedung lima lantai itu selesai, lanjut dia, seluruh layanan akan dipindah ke sana. Gedung lama yang menghadap ke Jalan Raya Ahmad Yani, kata dia, akan dibongkar dan dibangun gedung sembilan lantai. “Kalau yang sembilan lantai ini kami siapkan Rp60 miliar. Semua dana swadaya dan mandiri dari yayasan dan dari umat,” katanya. Sumber: republika.co.id
31 Mar2015
Lokakarya Evaluasi dan Advokasi Badan Layanan Umum Daerah Bagi Penentu Kebijakan di NTTLokakarya Evaluasi dan Advokasi Badan Layanan Umum Daerah Bagi Penentu Kebijakan di NTT Reporter: Elisabeth Listyani
Pembukaan Lokakarya Evaluasi dan Advokasi Badan Layanan Umum Daerah Bagi Penentu Kebijakan di NTT telah diselenggarakan pada Jum’at, 27 Maret 2015 di Hotel Swiss-Belinn, Surabaya. Saat ini, lembaga pelayanan publik banyak mendapat tekanan untuk lebih meningkatkan kinerja dan mutu pelayanan, namun tetap dalam koridor efisiensi anggaran pemerintah. Tekanan yang dihadapi meliputi tekanan eksternal seperti regulasi dan tuntutan masyarakat agar RSUD meningkatkan mutu pelayanan, sedangkan tekanan internal seperti keinginan SDM untuk dapat bekerja dengan lebih baik secara profesional sehingga mendapatkan pendapatan yang lebih laik. Hal tersebut membutuhkan dukungan dan komitmen stakeholder dalam pelaksanaan BLUD. Manajemen RSUD perlu secara intensif melakukan sosialisasi kepada stakeholder ekternal dan internal karena setelah mendapatkan status BLUD, pekerjaan berat justru baru dimulai. Pekerjaan berat yang dimaksud yaitu membenahi sistem operasional dengan memanfaatkan fleksibilitas BLUD sehingga pelayanan lebih optimal dan mutu pelayanan dapat ditingkatkan.
BLUD tetap mendapatkan subsidi dari pemerintah pusat (Kemenkes) dan Pemda karena BLUD bukan merupakan BUMN sehingga masih perlu mendapat dukungan finansial dari APBD. Dalam konteks BPJS, penerapannya jangan sampai terjadi fraud. Sedangkan rujukan regional masih perlu dikembangkan dimana dengan mendapatkan status BLUD dapat digunakan untuk menambah alat dan kebutuhan lainnya, sehingga jangan sampai rujukan buruk ataupun SDM kurang. Pengantar dilanjutkan oleh Kepala Dinas Provinsi NTT, dr. Stefanus Bria Seran, MPH yang berterima kasih atas kerjasama Pemerintah Australia melalui AIPMNH dengan Pemerintah Indonesia untuk menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian balita. Kondisi di lapangan apalagi yang terkait dengan rujukan masih merupakan persoalan tersendiri. Pemda dan masyarakat berusaha untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan mampu menyelesaikan masalah. Sesi berikutnya merupakan Harapan Dinas Kesehatan Provinsi Terhadap Peran RSUD Dalam Upaya Mencapai Tujuan Pembangunan di Provinsi NTT yang disampaikan oleh dr. Stefanus Bria Seran, MPH. dr. Stefanus memaparkan bahwa revolusi KIA merupakan upaya untuk menurunkan AKI dan AKB. Semestinya RSUD merupakan faskes rujukan tertinggi di wilayahnya namun banyak kendala yang dihadapi diantaranya keterbatasan tenaga medis ahli. Saat ini di Provinsi NTT mulai dibentuk rujukan regional yaitu rujukan berdasar wilayah kepulauan dengan pertimbangan jarak, waktu, sarana transportasi, dan tingkat kemampuan rumah sakit. Enam rumah sakit rujukan regional di Provinsi NTT yaitu RSUD Prof. Johannes sebagai rujukan provinsi dan regional yang meliputi Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Timor Tengah Selatan (TTS), Sabu, Rote, dan Alor. Kemudian, RSUD Atambua sebagai rujukan regional bagi Kabupaten Belu, TTU, Malaka, dan Alor. RSUD TC Hillers sebagai rujukan regional bagi Kabupaten Lembata, Flores Timur, dan Sikka. RSUD Ende sebagai rujukan regional Kabupaten Ende, Nagekeo, dan Ngada. RSUD Ruteng sebagai rujukan regional Kabupaten Manggarai, Maggarai Timur, Manggarai Barat, dan RSUD Waingapu sebagai rujukan regional Kabupaten Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, dan Sumba Timur. RSUD Ende mendapatkan dukungan dari Pemda sebagai rumah sakit rujukan regional sedangkan lima RSUD lainnya mendapatkan dukungan dari pemerintah pusat. Demi mewujudkan cita-cita sebagai rumah sakit regional, makadiperlukan berbagai upaya pembenahan terutama kondisi SDM di provinsi ini. Gambaran kondisi tenaga medis di Provinsi NTT pada tahun 2013 untuk dokter spesialis 1 / 100.000 penduduk dimana target Indonesia Sehat 2010 adalah 6 / 100.000 penduduk. Untuk dokter umum 11 / 100.000 penduduk sedangkan target Indonesia Sehat 2010 adalah 40 / 100.000 penduduk. Sementara dokter gigi 3 / 100.000 penduduk sedangkan target Indonesia Sehat 2010 adalah 11 / 100.000 penduduk. Penyediaan tenaga medis spesialis mengalami hambatan, diantaranya kandidat yang terbatas, sulit lolos sebagai PPDS, dan sulit mempertahankan dokter spesialis untuk tetap bertahan dan bekerja di NTT dari aspek kesejahteraan.
Berbagai harapan dari Dinas Kesehatan Provinsi NTT terhadap RSUD di kabupaten antara lain tidak boleh ada keluhan operasional dengan alasan tidak ada dana operasional, disiplin anggaran terutama untuk RSUD yang sudah BLUD dana operasional tidak boleh untuk pemeliharaan dan investasi, instrumen – instrumen BLUD digunakan dengan baik dan benar, pemenuhan tenaga kesehatan, mempertahankan dan meningkatkan budaya kerja yang sudah dibangun oleh rumah sakit mitra, komunikasi secara intensif dan terjadwal antar pemangku jabatan. Kegiatan lokakarya ini juga mengundang Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri yang diwakili oleh A.S. Tavipiyono, Direktur Pendapatan Daerah dan Investasi Daerah untuk memaparkan Implementasi Pola Pengelolaan Keuangan BLUD Pada Pelayanan Kesehatan Milik Pemerintah Daerah. A. S. Tavipiyono menyampaikan hakekat otonomi daerah, peraturan perundang-undangan BLUD, fleksibilitas yang diberikan kepada BLUD, implikasi umum penerapan PPK – BLUD pada bidang keuangan, maupun implementasi BLUD. RSUD yang telah mendapat status BLUD akan mendapat banyak fleksibilitas misalnya tidak perlu menunggu lama untuk pengadaan obat. Namun, fleksibilitas tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan. Hal lain yang menjadi perhatian yaitu implementasi BLUD yang merupakan hal baru bagi Pemda. Sehingga hal ini belum dianggap prioritas, terbatasnya SDM yang memahami BLUD, dinamika penggantian pejabat sehingga mengakibatkan implementasi BLUD tidak optimal. Seharusnya RSUD tidak perlu ragu-ragu. BLUD ibarat seperti ambulance yang berjalan maju terus karena sudah ada regulasi yang mengatur. Topik menarik berikutnya disajikan oleh Putu Eka Andayani, SKM, M.Kes yang memaparkan mengenai Isu-isu Strategis Implementasi BLUD Dalam Kaitannya Dengan Upaya Penurunan Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir dan Kebutuhan Pengembangan RSUD. Pada sesi ini, Putu Eka menyampaikan bahwa untuk menghasilkan kinerja organisasi yang tinggi dibutuhkan pemimpin dan kompetensi manajerial yang baik. Namun kondisi di Provinsi NTT menunjukkan bahwa rendahnya kinerja pemimpin atau manajer kesehatan mengakibatkan tingginya AKI dan AKB. Untuk itulah, Gubernur NTT mencanangkan Revolusi KIA dimana salah satu programnya adalah PML yang bertujuan meningkatkan kemampuan manajerial RSUD dalam melaksanakan kepemimpinan dan manajemen yang baik. Salah satu program wajib PML adalah pencapaian status BLUD. Dari 11 RSUD yang menjadi mitra masaih tersisa tiga RSUD yang belum mendapatkan status BLUD yaitu RSUD Kefamenanu, RSUD Soe, dan RSUD Lewoleba. Dengan menyandang status BLUD maka RSUD berpotensi untuk menurunkan AKI dan AKB. Berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi kegiatan SH belum serta merta menurunkan AKI dan AKB diantaranya peningkatan rujukan ke RSUD peserta SH, rujukan terlambat karena faktor adat, infrastruktur belum memadai, sistem rujukan masih kurang baik, kompetensi yang kurang memadai dari penolong pertama persalinan, maupun penyakit atau kelainan lain yang tidak dapat dicegah. Hal ini masih ditambah dengan faktor internal seperti pergantian direktur yang mewarnai sepanjang tahun 2012 – 2015 terutama untuk RSUD Ende dan RSUD Waikabubak yang sering terjadi pergantian Direktur bahkan ada pula direktur yang bukan berasal dari tenaga medis (dokter). Selain itu tidak semua Direktur RSUD sudah mengikuti pelatihan manajemen perumahsakitan. Penanganan pasien kurang optimal karena kurangnya bahan dan peralatan, bahkan peralatan di RSUD sudah dalam kondisi yang rusak, kapasitas tenaga kesehatan untuk ICU / NICU yang berkaitan dengan kasus komplikasi juga masih dirasa kurang padahal mereka sudah mendapatkan pelatihan.
Jika RSUD sudah mendapatkan status BLUD, hal-hal tersebut dapat dikurangi sehingga tidak berdampak fatal terhadap operasional pelayanan. Namun di lain sisi, BLUD juga masih membutuhkan subsidi pemerintah karena BLUD bukan merupakan kekayaan yang terpisah (masih SKPD), agar aksesibilitas masyarakat tetap terjaga, RSUD masih perlu meningkatkan kualitas pelayanan, dan RSUD perlu mencapai target baru, membuka jenis layanan baru, maupun menambah jumlah tenaga kesehatan pendukung. Kemudian sesi terakhir sebagai penutup lokakarya ini merupakan topik yang menyangkut Aspek Penganggaran Bagi BLUD dan Hasil Pendampingan Aset RS yang disampaikan oleh Yos Hendra, SE, MM, M.Ec. Dev. Beliau menggambarkan bahwa RSUD yang sudah BLUD diibaratkan seperti smartphone namun hanya dipakai untuk sms dan telepon sehingga sesungguhnya masih pada kondisi seperti handphone biasa. Hal ini memerlukan berbagai upaya agar RSUD dengan status BLUD mempunyai usaha untuk memanfaatkan status BLUD tersebut sesuai dengan fungsinya. Menurut Permendagri 61 / 2007 tentang Pedoman Teknis PPK BLUD menyatakan bahwa dasar penyusunan RBA adalah renstra bisnis. Bagi RSUD yang belum menerapkan PPK BLUD agar Pemdanya segera mempercepat penerapan PPK BLUD, sedangkan bagi RSUD yang telah menerapkan PPK BLUD maka penyusunan RKA menggunakan format RBA dan renstra bisnis. Selain itu, Yos Hendra juga menyampaikan hasil temuan penilaian aset yang sudah dilakukan di sembilan RSUD. Pemaparan tersebut cukup menarik dengan menampilkan gambar-gambar aset yang sudah tidak terpakai atau rusak dan hanya terbengkalai begitu saja namun belum dapat dihapuskan. Padahal aset yang belum dapat dihapuskan akan memberatkan neraca RSUD dan Pemda. Beberapa hasil temuan pada saat pendampingan aset diantaranya SDM kurang secara kuantitas dan kualitas, biaya pemeliharaan kurang, disiplin pegawai masih kurang, SDM salah penempatan seperti perawat ditugaskan untuk mengelola aset, perbedaan di KIR/KIB dengan kondisi lapangan, aset belum/tidak memiliki aspek legalitas, aset belum/tidak mempunyai nilai, dan sulit menghapus aset. Dengan hasil temuan tersebut diharapkan Pemda masing-masing kabupaten mempunyai perhatian sehingga penghapusan aset dapat dipercepat dan tidak memberatkan neraca. Download Materi:
30 Mar2015
RS Gigi terbesar se-ASEAN dibangun di Bantenmanajemenrumahsakit.net :: Tangerang – PT Royal Abadi Dentalindo mendirikan Rumah Sakit Gigi dan Mulut Royal di kawasan Gading Serpong, Kabupaten Tangerang, Banten, sebagai rumah sakit gigi dan mulut terbesar di Asia Tenggara.
“RS swasta kami memiliki 16 lantai pelayanan gigi dengan dilengkapi emergency department,” kata drg Johanes Hendri selaku Direktur Rumah Sakit Gigi dan Mulut Royal di Tangerang, Selasa
Tak hanya itu saja, RS ini memiliki unit general practice terbanyak Asia Tenggara dan kemampuan terbesar dalam menangani pasien BPJS.
Bahkan, teknologi yang digunakan pun terdepan dengan tujuh klinik spesialis dalam menangani kasus seperti konservasi, prostodonti, oral surgery, pedodonti, oral medicine, orthodonti dan periodinti.
Unggulan lainnya yaitu operating theater untuk operasi kompleks pertama di indonesia. “Kita juga dilengkapi fasilitas rawat inap serta menjunjung tinggi dan penerapannya sebagai training center serta audotorium pertukaran ilmu akademis,” ujarnya saat pembukaan acara galian pertama.
Direktur PT Royal Abadi Detalindo, drg Jeddy menambahkan, pendirian RS Gigi dan Mulut Royal ditargetkan selesai dalam waktu 24 bulan.
Terkait return of investment (ROI) bisa tercapai berdasarkan pilihan investasi misalnya properti kelas A dengan peralatan medis standar Eropa dan Jepang. “Maka itu, ROI di atas lima tahun,” ujarnya.
Ditambahkannya bila Royal Dental Hospital juga bekerjasama dengan seluruh asuransi dan BPJS dalam rangka menyehatkan kehidupan masyarakat.
“Jadi, rumah sakit ini menerima seluruh lapisan masyarakat untuk berobat di dalamnya,” tegasnya.
Pada kesempatan itu, Bupati Tangerang, Ahmed Zaki Iskandar, menambahkan pembangunan RS ini akan memberikan alternatif pilihan dan menjadi nilai tambah bagi warga.
“Pemkab sangat apresiasi apalagi menjadi yang terbesar di Asia Tenggara dan berada di Tangerang,” katanya.
(KR-AIF) Sumber: antaranews.com
30 Mar2015
April, Dua Rumah Sakit Tipe D di Jakarta Barat Siap Beroperasimanajemenrumahsakit.net :: JAKARTA
30 Mar2015
Rumah Sakit Mitra Plumbon Majalengka Diresmikan dan Siap Memberikan Pelayananmanajemenrumahsakit.net :: MAJALENGKA (CT) |
31 Mar2015


Meskipun kebijakan tentang BLUD sudah diimplementasikan sejak 7-8 tahun lalu, namun hingga kini pelaksanaannya masih jauh dari harapan. Salah satu tantangan klasik yang dihadapi adalah perbedaan persepsi antara penentu kebijakan di daerah dengan pelaksana di lapangan, dalam hal ini rumah sakit daerah. Apalagi jika pejabat daerah telah mengalami pergantian, biasanya perlu ada upaya sosialisasi ulang dan advokasi mengenai BLUD. Hal yang sama terjadi di NTT. Meskipun upaya untuk mempersiapkan 11 RSUD di NTT menjadi BLUD telah dimulai sejak 2012 lalu, namun hingga kini belum semua RSUD tersebut mengimplementasikan kebijakan yang sebenarnya telah pula diatur dalam UU No. 44/2009 tentang Rumah Sakit.
Lokakarya ini bertujuan untuk membahas esensi BLUD dan bagaimana agar tujuan BLUD dapat dicapai secara optimal, yaitu memberikan pelayanan bermutu secara efisien dan akuntabel. Pembukaan lokakarya ini diawali dengan pengantar yang disampaikan oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD. Prof. Laksono mengemukakan bahwa program pengembangan di Provinsi NTT masih dalam kondisi yang menggairahkan, dimana masalah-masalah masih ada sehingga perlu adanya “refreshing” mengenai BLUD sehingga RSUD dapat mengembangkan diri untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi. Penerapan BLUD mengalami kemajuan dimana hanya tersisa 3 RSUD belum berstatus BLUD yang tergabung dalam Sister Hospital.
Dengan bantuan kerja sama dalam bentuk Sister Hospital dan Performance Management and Leadership (PML) telah membuahkan hasil dimana ketersediaan dokter spesialis dapat mulai terpenuhi. Beberapa indikator terpenuhinya ketersediaan tersebut, antara lain adanya residen yang dikirim, tercapainya program wajib dan program tambahan, bergesernya pola bersalin di rumah ke RSUD dan puskesmas, bergesernya penolong persalinan dari dukun ke bidan, penurunan jumlah kematian ibu dari 330 jiwa di tahun 2008 menjadi 159 jiwa di tahun 2014. Namun satu hal yang masih harus menjadi perhatian adalah angka kematian bayi yang masih fluktuatif dengan adanya peningkatan jumlah kematian bayi 1.428 jiwa di tahun 2014 dimana AKI pada tahun 2008 sebesar 1.274 jiwa.
Hal-hal tersebut menggambarkan bahwa aturan keuangan daerah belum mendukung sehingga mengakibatkan tidak dapat terpenuhinya kebutuhan pada jelang akhir tahun anggaran RSUD, bahkan penggunaan anggaran hanya diperbolehkan pada tahun yang bersangkutan. Dampak yang dihadapi adalah pengadaan obat, BHP, bahan makanan, dan kebutuhan lain tidak dapat mengimbangi operasional pelayanan, anggaran tahun berjalan yang sudah habis tidak dapat ditambah, bahkan kerusakan alat di luar rencana tidak dapat diperbaiki pada tahun berjalan.





