PJT Rumah Sakit Wahidin siap hadapi MEA
Makassar – Pusat Jantung Terpadu (PJT) Rumah Sakit Dr Wahidin Sudirohusodo siap menghadapi persaingan masyarakat ASEAN (MEA) khususnya dalam hal pelayanan pengobatan dan kualitas sumber daya manusia.
“Peralatan medis yang kita miliki tidak berbeda dengan di rumah sakit lain. Jadi intinya masyarakat Makassar atau Sulawesi Selatan tidak perlu lagi harus repot-repot memeriksakan diri ke Singapura,” jelas Direktur Utama RSUP Wahidin Sudirohusodo DR Dr Khalid Saleh di Makassar, Kamis,
Untuk fasilitas medis yang ada di PJT RSUP Wahidin, kata dia, pihaknya sudah memiliki tiga alat pingiografi untuk pendeteksi jantung, pemasangan cincin dan sebagainya. Bahkan pihaknya berencana kembali mendatangkan dua peralatan serupa untuk melengkapi alat yang sudah ada saat ini.
“Kita saat ini sudah ada peralatan operasi yang harganya mencapai Rp16 miliar. Kita sudah punya tiga (dua alat baru) dan satu alat lama, dan kita juga berharap menambah dua lagi ke depan,” ujarnya.
Ia menjelaskan, untuk Makassar atau Kawasan Timur Indonesia (KTI) memang baru beberapa rumah sakit yang memiliki peralatan khusus penyakit jantung tersebut diantaranya RS Awal Bros dan Siloam yang semuanya beroperasi di Makassar.
Melihat kondisi itu maka pihaknya juga optimistis bisa menjadi pilihan pasien untuk menjaditepat berobat sebelum memutuskan membawa keluarga yang sakit ke Singapura.
Terkait pembangunan Pusat Jantung Terpadu RS Wahidin, dirinya mengaku telah dimulai sejak 2012. Pihaknya juga sudah merampungkan sebanyak tiga dari delapan lantai yang direncanakan.
Pihak rumah sakit juga berharap bisa menyelesaikan pembagunan seluruh lantai lebih cepat dari target yang direncanakan pada 2019.
Untuk Lantai I, sebut dia, akan dilengkapi poliklinik/pemeriksaan non invasive, emergency cardiac, laboratorium, radiologi, farmasi, dan rekam medik.
Selanjutnya pada Lantai II dan lantai III untuk sementara terdapat katerisasi jantung yang memiliki tiga ruangan, kamar operasi ruangan, `recovery room` ada ruangan CVCU dan `high care`.
“Target penyelesaian seluruh bangunan ini memang direncanakan 2019. Namun kami bertekad untuk bisa merampungkannya lebih cepat pada 2018 bahkan 2017 mendatang,”sebutnya.
Sumber: antaranews.com
Abaikan BPJS, RS Diancam Blacklist
BANDAR LAMPUNG–Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (Persi) Wilayah Lampung akan memberi sanksi tegas kepada rumah sakit yang kedapatan mengabaikan kepentingan peserta program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sanksi tersebut yakni melakukan blacklist dan mencabut kerja sama dalam program BPJS.
“Sanksi tegas sudah jelas. Mulai dari teguran hingga melakukan blacklist serta mencabut kerja sama dengan rumah sakit yang mengabaikan BPJS,” kata Ketua Persi Wilayah Lampung, dr Arif, saat konferensi pers di kantor BPJS Kesehatan Bandar Lampung, Rabu (16/3/2016).
Arif berjanji pihaknya akan memantau serius penerapan program BPJS di seluruh rumah sakit yang sudah terikat kerja sama. “Rumah sakit yang sudah bekerja sama kami minta maksimalkan pelayanan terhadap pasien BPJS, apalagi setelah ada kenaikan tarif yang disahkan melalui peraturan persiden,” ujarnya.
Menurut Arif, selama ini ada beberapa laporan terkait adanya perlakuan diskriminatif soal pelayanan antara pasien reguler dan pasien BPJS di sejumlah rumah sakit. Padahal, dengan adanya kenaikan tarif iuran BPJS, peserta berhak mendapatkan peningkatan kualitas pelayanan.
“Sebab itu, kami akan melakukan pengawasan ketat. Selain itu, kami akan melakukan pembinaan jika ada rumah sakit yang belum maksimal pelayanannya,” kata dia.
Ketua Persi Lampung mengapresiasi adanya kebijakan penyesuaian iuran BPJS Kesehatan yang diterapkan dengan mengacu Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2016. Ia menilai kebijakan itu untuk mempertahankan agar progran jaminan kesehatan tetap berjalan dengan baik.
Kepala Unit Hukum Komunikasi Publik dan Kepatuhan BPJS Kesehatan Bandar Lampung Mella Prihati mengatakan penyesuaian tarif iuran BPJS adalah peraturan dari presiden, bukan peraturan BPJS kesehatan.
“Jadi, jangan sampai masyarakat salah persepsi. Ini bukan BPJS yang menaikkan tarif, tetapi Presiden melalui peraturannya. Kami hanya pelaksana, melaksanakan regulasi yang telah ditetapkan pemerintah,” kata Mella.
Dalam Perpres No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Dalam Layanan Kesehatan, diatur penyesuaian iuran untuk peserta BPJS. Tarif baru mulai berlaku 1 April mendatang. Adapun perubahan tarif tersebut yakni untuk kelas III naik menjadi Rp30 ribu/bulan, kelas II Rp51 ribu, dan kelas I Rp80 ribu.
Dalam perpres tersebut juga terdapat aturan mengenai denda keterlambatan pembayaran iuran, di antaranya jika terlambat membayar iuran jaminan kesehatan lebih dari satu bulan, penjaminan peserta diberhentikan sementara.
Sumber: lampost.co
BPJS Kesehatan Diminta Transparan Soal Klaim ke Rumah Sakit
BATAM — Ketua Komisi IV DPRD Batam, Riky Indrakari menyesalkan kenaikan BPJS Kesehatan. Karena menurut dia, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengharuskan alokasi pusat untuk kesehatan mencapai lima persen.
“Namun, ini sudah diputuskan. Jadi, yang harus dilakukan adalah transparansi dari BPJS mengenai klaim ke rumah sakit,” kata dia, Kamis (17/3).
Ia juga meminta BPJS selalu berkoordinasi terkait dengan perubahan peraturan. Sehingga tidak ada lagi anulir dan penundaan atas keputusan BPJS.
“Ke depan, kami juga akan melakukan rayonisasi rujukan agar tidak terjadi penumpukan pada rumah sakit tertentu,” kata Riky.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam Chandra Rizal berharap rumah sakit dan klinik yang belum bekerja sama dengan BPJS agar segera mau melayani peserta program tersebut agar terjadi pemerataan.
“Saat ini faskes masih kurang jadi ada penumpukan. Dengan kenaikan ini diharapkan rumah sakit dan klinik lain juga segera bergabung melayani peserta BPJS agar tidak terjadi penumpukan,” katanya.
Kenaikan tersebut untuk fasilitas kesehatan ruang perawatan kelas III menjadi Rp 30 ribu dari sebelumnya Rp 25.500,00 per bulan, kelas II menjadi Rp 51 ribu dari Rp 42.500,00 per bulan, sedangkan peserta kelas I menjadi Rp 80 ribu dari sebelumnya Rp 59.500,00 per bulan.
Sumber: republika.co.id
Soal Pembagian Fee, Dokter Tuntut Rumah Sakit Transparan
Jakarta: Semenjak pemerintah meluncurkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), kunjungan pasien ke rumah sakit semakin meningkat. Contohnya, kunjungan pasien yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pekanbaru, Riau meningkat 90 persen bahkan 100 persen. Kondisi ini menguntungkan dokter yang bertugas di Pusat Pelayanan Masyarakat (Puskesmas).
“Selama ini dokter yang bekerja di Puskesmas biasanya tidak mendapatkan fee khusus dari asuransi, sekarang lumayan. Akhir bulan ada tambahan pendapatan. Budaya kita kalau tidak ada maka kerjanya santai tetapi kalau ada maka mulai berhitung. Budaya ini ada di provider kita. Mengapa saya mendapat segini sehingga muncul isu azas ketidakadilan,” kata Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya BPJS Pekanbaru , yang juga merupakan tenaga medis di RSUD Pekanbaru, dr. Burhanudin Agung, dalam perbincangan bersama Radio Republik Indonesia, Kamis (17/3/2016).
Dokter Burhanudin Agung menambahkan selama ini tidak ada transparansi pembagian jasa fee yang harus diterima oleh dokter. Oleh sebab itu harus ada keterbukaan dari pihak rumah sakit.
“Ini masalah transparansi karena belum ada aturan pembagian jasa medik standar diantara masing-masing rumah sakit. Rumah sakit diberi kesempatan mengantur masalah ini. Para dokter tidak bisa sepenuhnya mempermasalahkan kepada BPJS sebelum ada keterbukaan antara dokter dengan rumah sakit,” ujarnya. (Sgd/AKS)
Sumber: rri.co.id
Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
PADANG-DPRD Sumbar berharap kenaikan iuran BPJS dibatalkan. Keluhan masyarkat peserta BPJS masih banyak. Iuran dinilai baru boleh naik jika pelayanan sudah baik.
“Kenaikan iuran BPJS belum tepat momennya. Pelayanan masih buruk. Masyarakat masih amat banyak mengeluh,” ujar Ketua Komisi V DPRD, Apris, Rabu (16/3).
Seperti diberitakan Singgalang sebelumnya, pemerintah pusat merencanakan kenaikan iuran BPJS mulai 1 April. Iuran kelas I dari Rp59.500 ribu naik menjadi Rp80 ribu. Kelas II Rp42.500 ribu menjadi Rp51 ribu. Kelas III Rp25.500 menjadi Rp30 ribu. Untuk peserta penerima bantuan iuran naik dari Rp19.225 menjadi Rp23 ribu.
Apris mengatakan iuran BPJS harusnya tak naik selama pelayanan masih buruk. Menurut dia, masih banyaknya keluhan masyarakat menjadi patokan bahwa program BPJS belum efektif.
“Selama masih buruk ya jangan dulu dinaikkan. Perbaiki dulu baru bisa berencana naik,” ujar Apris.
Dia memaparkan, terlalu banyak kekecewaan masyarakat terkait BPJS. Beberapa diantaranya sebut saja tentang fasilitas kamar rawat inap. Dalam aturan kelas I berisi dua orang. Memang ada yang menerapkan seperti itu, tapi tanpa pendingin ruangan (AC). Harusnya dengan AC. Begitu juga untuk ruang rawat inap kelas II dan III ada rumah sakit yang menempatkan pasien dalam jumlah melebihi standar.
Keluhan lain, kata dia, misalnya tentang obat-obatan. Ada obat-obatan yang harus dibayar ulang. Belum lagi antrian pendaftaran pemeriksaan pasien di rumah sakit yang terlalu lama.
“Dari subuh sudah harus mengantri. Kalau telat terpaksa mengulang besok. Padahal pasien sakit tak bisa diperlakukan seperti itu,” ujar Apris.
Belum lagi, ada pelayanan yang seolah dianaktirikan. Pihak rumah sakit, kata dia, seringkali mengenyampingkan pasien BPJS dibanding pasien umum.(Titi)
Sumber: hariansinggalang.co.id
Rumah Sakit Swasta di Riau akan Distandarkan, seperti Apa?
Badan Pembuat Peraturan Daerah (BP2D) DPRD Riau melakukan konsultasi ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI terkait wacana dilakukannya pembentukan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Standarisasi Rumah Sakit (RS) Swasta. Ranperda ini sudah masuk dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) 2016, inisiatif Pemerntah Provinsi Riau.
Kepastian ini dikatakan oleh Wakil Ketua DPRD Riau, Noviwaldy Jusman saat dikonfirmasi. “Jadi sebelum Ranperda ini di Paripurnakan dalam pemintaan persetujuan dibentuk, BP2D ingin memastikan Ranperda ini nanti dalam pembahasan pembuatannya tidak ada aturan hukum yang dilanggar atau bertentangan terhadap hukum yang diatasnya,” jelasnya.
Disampaikan politisi Demokrat Daerah PemilihanKota Pekanbaru yang akrab disapa Deded ini, tentuknya Perda ini nanti akan mengoptimalkan pelayanan yang diberikan oleh seluruh runah sakit swasta yang ada di Provinsi Riau terhadap seluruh pasien yang berobat.
“Dengan adanya standarisasi pelayanan ini, maka segala birokrasi akan dipermudah,” tambahnya.
Ditambahkan juga, di samping akan mempermudah birokrasi, juga akan memperpendek administrasi, selain itu rumah sakit swasta akan mendahulukan pemberian pengobatan dan pelayanan yang baik terhadap pasien sebelum memintra biaya pengobatannya. “Terlebih akan memberikan pelayanan yang terbaik bagi rumah sakit swasta,” tutupnya.(MC)
Sumber: http://riaubook.com
Rumah Sakit Bali Mandara Menerima Pasien Pengguna JKBM
Denpasar : Pembangunan Rumah Sakit Bali Mandara yang berlokasi di Jalan By Pass Ngurah Rai Sanur baru rampung sekitar 34 persen. Hal itu tampak ketika Gubernur Bali Made Mangku Pastika sidak ke lokasi pembangunan RS yang di disign bertaraf international, Rabu (16/03/2016).
Gubernur Bali Made Mangku Pastika berharap pembangunan RS Bali Mandara ini dapat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dari kelas bawah sampai tinggi. Meskipun RS ini bertaraf international tetapi juga memberikan pelayanan kepada pasien kelas tiga pengguna JKBM.
“Rumah sakit ini dibuat untuk masyakat pengguna JKBM” kata Gubernur kepada wartawan usai meninjau proses pembangunan beberapa unit gedung.
RS Bali Mandara mempunyai kapasitas kamar 176 tempat tidur terdiri dari pasien kelas tiga 48 bad, kelas dua 52 bad, kelas satu 40 bad , VIP 20 bad, VVIP 10 bad dan suites room class 6 kamar. Pembangunan fisik RS ini diharapkan tuntas pada September 2016. (Kasih/Kasih)
Sumber: rri.co.id
Iuran BPJS Naik, Rumah Sakit Makassar Janji Benahi Pelayanan
MAKASSAR – Keluhan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terhadap rumah sakit seringkali terjadi. Ini dikarenakan lebih dari 90 persen layanan BPJS Kesehatan sudah terimplementasi di sejumlah rumah sakit.
Sehingga jika satu layanan saja tidak dilakukan, maka rumah sakit tersebut akan menjadi bulan-bulanan masyarakat.
Perwakilan Persatuan Rumah Sakit Indonesia (Persi) Makassar dr Hadarati tidak menampik jika tingkat utilitas (pemanfaatan) rumah sakit setiap tahun meningkat.
Olehnya itu, pihaknya tahun ini berkomitmen meningkatkan fasilitas rumah sakit agar peserta JKN dapat terlayani dengan baik.
“Kami akan menambah tempat tidur untuk memfasilitasi peserta JKN yang terdaftar di BPJS Kesehatan. Selain itu, sistem rujukan juga dibenahi,” ujar Hadarati kepada pojoksulsel.com, Rabu (16/3/2016).
Namun pihaknya mengimbau kepada masyarakat agar lebih memperhatikan kesehatan, manjaga pola hidup dan makanan. Ini bertujuan untuk mengurangi jumlah pasien di rumah sakit yang terus meningkat.
(dian megawati/pojoksulsel)
Sumber: pojoksatu.id
Jasa Perawat tak Begitu Diperhitungkan Rumah Sakit
JAKARTA — Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) merupakan organisasi profesi perawat secara nasional yang memperingati hari ulang tahun (HUT) ke-42 pada 17 Maret 2016. PPNI berharap ada realisasi dari program Nawa Cita yang diusung Presiden Jokowi.
Ketua Umum DPP PPNI Harif Fadhillah mengatakan, organisasinya semakin konsisten dalam tujuannya untuk meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, martabat, dan etika profesi perawat. Termasuk mempersatukan dan memberdayakannya serta menunjang pembangunan kesehatan nasional sesuai dengan Undang-undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.
Menurut Harif, dalam konteks Nawa Cita ini, PPNI terus memainkan peranannya melalui kerja nyata dalam melayani masyarakat, baik secara kelembagaan diberbagai tingkatan. “Mulai dari tingkat pusat hingga di tingkat komisariat, maupun melalui anggotanya yang tersebar diseluruh Indonesia, yang jumlahnya tidak kurang 900 ribu perawat. Namun, selama ini program Nawa Cita jalan di tempat,” katanya dalam rilisnya.
Harif menjelaskan, para perawat hanya menjalani sistem rumah sakit. Kadang perawat di caci-maki apabila menyampaikan kepada keluarga pasien ketika kamar penuh. Sebetulnya, sambung dia, perawat ingin menerima semua pasien. Tapi, sistem rumah sakit tidak memungkinkan untuk melakukan hal itu.
Dia pun meminta Presiden Jokowi lebih memperhatikan nasib para perawat yang secara pendapatan dan penghargaan masih jauh dari negara lain. Apalagi menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) jangan sampai perawat indonesia tertinggal.
Mengenai keputusan pemerintah soal iuran BPJS mandiri yang naik dinilai tidak ada pengaruhnya bagi perawat, kata dia, hal itu menunjukkan perawat masih dianggap sebagai pelengkap dan kesejahteraannya belum bisa dipenuhi. “Rumah sakit hanya pusing memikirkan jasa dokter sementara jasa para perawat tidak begitu diperhitungkan,” ujar Harif.
Kerja nyata PPNI, lanjut dia, ditujukan baik ke dalam diri organisasi maupun ke luar organisasi yakni menuju masyarakat Indonesia yang sehat pada umumnya. Kerja nyata dimaksud, antara lain peningkatan kinerja organisasi dalam bentuk penyusunan berbagai peraturan organisasi menuju modernitas, keberlanjutan kepemimpinan di semua tingkatan, dan membangun jejaring kerja sama dengan berbagai pihak.
“Perawat hadir di setiap tatanan pelayanan dimana salah satu bentuknya adalah Gerakan Perawat Mendukung Masyarakat Indonesia Sehat,” ujarnya.
Sumber: republika.co.id