Saat ini sektor kesehatan di Indonesia berubah cepat. Di tahun 2023 terbit UU Kesehatan 2023 dengan PP 28 tahun 2024. UU Kesehatan ini merubah banyak hal dalam sistem kesehatan. AKan tetapi UU Kesehatan 2023 tidak sampai mengenai UU Pemerintahan daerah. Dalam turunan UU Pemerintahan daerah, ada berbagai isu kritis seperti posisi RSUD dalam pemerintahan, termasuk hubungannya dengan DInas Kesehatan. Di sisi lain BPJS mengalami masalah kesulitan keuangan yang berasal dari difisit tahunan yang mulai mengurangi besaran Dana Wali Amanah yang membesar di saat Covid19. Hal ini membuat pendanaan RS semakin sulit, dalam situasi efisiensi anggaran pemerintah.
Kebijakan pemerataan pelayanan kesehatan saat ini
Presiden Prabowo telah mencanangkan beberapa Kegiatan Prioritas (KP) Hasil Terbaik Cepat (PHTC) atau quick win dalam bidang kesehatan, salah satunya adalah KP “Pembangunan rumah sakit lengkap berkualitas di daerah“, dengan anggaran yang mencapai Rp1,8 triliun. Pembangunan rumah sakit ini mencakup peningkatan kualitas rumah sakit di daerah dari kelas D menjadi kelas C beserta sarana, prasarana, dan alat kesehatannya. Peningkatan ini sekaligus untuk mendukung program pengampuan jejaring rujukan pelayanan KJSU-KIA. Ada 66 RSD Kelas D/D Pratama yang akan ditingkatkan kapasitas dan kompetensinya untuk mendukung program tersebut; 32 diantaranya berada di wilayah barat dan tengah, dan 34 lainnya berada di wilayah timur Indonesia. Dari 32 RSD yang ada di wilayah barat dan tengah, 10 diantaranya akan dikembangkan di tahun 2025 melalui quick wins presiden, 12 RSD melalui DAK, dan 10 lainnya melalui quick wins Kemenkes. 34 RSD di wilayah timur akan dikembangkan di tahun 2026 dengan pendanaan yang bersumber dari DAK maupun sumber lain.
Isu penting lain yang dihadapi oleh RSD adalah kompleksitas implementasi kebijakan KJSU-KIA yang telah mulai dilaksanakan sejak tahun 2024 yang lalu. Pada program ini, ada 316 RSD terlibat dalam jejaring pengampuan rujukan pelayanan penyakit Kanker-Jantung-Stroke-Uronefrologi dan KIA. Sebagian sumber pendanaannya berasal dari pemerintah pusat yang dialokasikan untuk peningkatan kompetensi tenaga medis, pengadaan peralatan utama, serta pembangunan beberapa sarana. Diharapkan pemda juga mengalokasikan APBD untuk memenuhi kebutuhan SDM, alkes dan sarana yang tidak terpenuhi oleh APBN. Kompleksitas muncul sejak perencanaan, dimana perlu ada upaya intensif untuk menyinkronkan penjadwalan program pusat dengan daerah, agar anggaran yang dialokasikan dapat secara optimal saling melengkapi.
Tantangan-tantangan birokratis
Tantangan yang cukup besar dihadapi oleh RSD yang sumber dayanya masih jauh dari kategori memenuhi kriteria rujukan KJSU-KIA sesuai stratanya, yang kepala daerahnya memiliki prioritas berbeda dengan pemerintah pusat, atau memiliki keterbatasan kapasitas fiskal sehingga sulit melakukan manuver dalam rangka sinkronisasi program dengan pusat. Disisi lain, bantuan dari Kementerian Kesehatan untuk RSD dalam jejaring pengampuan KJSU-KIA difokuskan pada peningkatan kompetensi klinis dan pelayanan, sedangkan kompetensi leadership dan manajerian rumah sakit belum tersentuh.
Berbagai tantangan di atas masih ditambah lagi dengan kebijakan bentuk kelembagaan yang membatasi fleksibilitas pengelolaan sumber daya RSD, kebijakan terkait KRIS yang membutuhkan banyak penyesuaian, hingga tersendatnya pencairan klaim RSD dari BPJS-K dengan berbagai faktor penyebab. Seluruh situasi ini membutuhkan kepemimpinan yang kuat di RSD serta tim yang solid untuk menjadikan RSD sebagai organisasi yang tangguh dan resilien dalam rangka menghadirkan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi masyarakat.
Apa saja jenis RSUD di Indonesia?
Saat ini ada lebih dari 800 RSD yang masing-masing menghadapi situasi lingkungan yang berbeda-beda, sehingga akan mempengaruhi kebutuhan mereka dalam bertahan dan berkembang. Secara garis besar, seluruh RSD ini dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu:
- Berada di daerah maju dan harus berkompteisi dengan RS-RS Swasta bahkan sampai ke RS luarnegeri;
- Berada di kota-kota kabupaten yang tidak terpencil tapi memerlukan penanganan yang tepat;
- RSUD-RSUD yang akan menjadi RS Pendidikan karena perluasan tempat pendidikan.
- Kelompok RS yang berada di berbagai daerah yang berbeda lingkungannya membutuhkan penanganan spesifik dan pemimpin yang tepat untuk mengembangkan RSnya.
Pemimpin yang kuat dan kompeten akan menggunakan model berpikir dan bertindak secara sense making. Dengan model ini, langkah awal yang dilakukan adalah mendeteksi adanya perubahan besar dalam lingkungan RSD. Hasil pendeteksian ini akan dianalisis lebih lanjut sehingga timbul pemahaman mengenai apa yang terjadi dan bagaimana perubahan situasi tersebut bisa mempengaruhi masa depan RSD. Hasil pemahaman lalu ditafsirkan, yang kemudian menjadi dasar untuk melakukan tindakan sebagai respon terhadap perubahan tersebut. Salah satu respon penting yang dilakukan untuk menghadapi perubahan besar adalah menyusun rencana strategis RSD.