Peraturan Presiden
Peraturan Pemerintah
Undang-Undang
Prisoner with suspected case of Ebola escapes from hospital in Uganda
Kagadi, Uganda – One of five prisoners receiving treatment for a suspected case of Ebola virus in Uganda escaped overnight Friday from the hospital at the center of the outbreak, a health official said.
“Should his results come back and he is positive, that causes us a lot of worry. So right now, we have resolved that the remaining prisoners will be cuffed on the beds for fear that they might also escape,” said Dr. Jackson Amune, commissioner at the Ministry of Health.
The inmates from Kibaale prison are among 30 people at Kagadi hospital with suspected cases of the virus. Two additional patients have confirmed cases, according to Doctors Without Borders.
The prisoners have been showing Ebola-like symptoms of vomiting, diarrhea and fever, Dr. Dan Kyamanywa said Thursday.




“We do expect the number of suspected cases to increase,” Kyamanywa said. “It’s important to break transmission and reduce the number of contacts that suspected cases have.”
Read more: Ebola outbreak suspected among Uganda prisoners
Many patients fled Kagadi hospital when Ebola was confirmed, he said, and the facility is struggling to respond to all the call-outs to suspected cases.
The outbreak began in the Kibaale district in western Uganda with 53 confirmed cases. At least 16 people have died. An additional 312 people have suspected cases of the virus and have been isolated, pending further testing.
The deaths have stoked heightened fear of the virus, a highly infectious, often fatal agent spread through direct contact with bodily fluids. Symptoms can include fever, vomiting, diarrhea, abdominal pain, headache, a measles-like rash, red eyes and, at times, bleeding from body openings.
“I would like to stress that the disease is under control,” said Joaquim Saweka, the World Health Organization representative to Uganda.
Health officials urged the public to report any suspected cases, to avoid contact with anyone infected and to wear gloves and masks while disinfecting bedding and clothing of infected people. Officials also advised avoiding public gatherings in the affected district.
Read more: Could the Ebola outbreak spread to the U.S.?
Teams in Uganda are taking an aggressive approach, including trying to track down anyone who came into contact with patients infected with the virus, and health workers have been gearing up to protect themselves and deal with an influx of cases.
The workers include people from Uganda’s Ministry of Health, the U.S. Centers for Disease Control and Prevention, and the World Health Organization.
Meanwhile, officials in Kenya were taking extra precautions after at least two patients showed symptoms of the virus, according to Jackstone Omoto, a medical official in Siaya, western Kenya. One man tested negative. A second man and two relatives have been isolated at the Moi Teaching & Referral Hospital in Eldoret, pending test results. The man was traveling from South Sudan to Kenya through Uganda.
“We are tracing the bus that he (traveled on), and we have requested the company to contact the ministry so we can know who else was in the bus,” said Beth Mugo, public health minister.
The Ebola virus was first detected in 1976 in the central African nation of Zaire (now the Democratic Republic of the Congo). The virus is named after a river in that country. There are five strains of the virus, all named after the areas where they were found: Zaire, Sudan, Cote d’Ivoire, Bundibugyo and Reston, according to the WHO.
Sumber: CNN
Klaim Manjur Klinik Tong Fang Yang Bermasalah
Jakarta – Klinik Tong Fang, satu tempat pengobatan ala Cina yang populer di Jakarta, telah menjadi perbincangan publik beberapa pekan ini. Pembicaraan soal iklan klinik yang terkesan bombastis ini ramai di blackberry dan obrolan di linimasa Twitter.
Meski mendadak tenar, tapi Klinik Tong Fang di Kelapa Gading, Jakarta Utara ini, memiliki sejumlah masalah. Misalnya soal izin pengobatan. Menurut Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara Bambang Suheri, Klinik Tong Fang telah memiliki izin praktek. “Keberadaan dan izin klinik dan obat-obatannya sudah ada,” kata Bambang kepada Tempo, Ahad, 12 Agustus 2012. Tapi Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Medikolegal, Budi Sampurna, punya pendapat berbeda.
Menurut Budi, belum ada peraturan yang tegas mengenai pendirian klinik pengobatan tradisional Cina. “Kami tidak pernah memberikan izin, melainkan hanya meregistrasi,” ujar Budi Sampurna seperti ditulis Majalah Tempo edisi 10 Juni 2012.
Pemberian nomor registrasi hanya berguna untuk memantau kinerja klinik, hasil khasiat, dan mengetahui efek samping atau bahaya dari praktek pengobatan itu. Pada realitanya, banyak klinik pengobatan tradisional mengklaim registrasi sebagai izin mendirikan klinik, bahkan menjadikannya sebagai satu elemen iklan. Padahal untuk mendapatkan izin, harus ada uji klinis lebih dulu dari klinik itu.
Permasalahan tak cuma di soal izin operasi saja. Bagi pasien, pengobatan Cina menimbulkan problem baru: biaya. Misalnya saja Endang, pasien klinik Tong Fang yang mengidap diabetes selama lima tahun. Kata Endang, ia datang ke Tong Fang karena penasaran dengan iklannya di televisi.
Di kunjungan pertamanya, 12 Agustus 2012, Endang mendapat arahan dari shinshe–panggilan untuk ahli pengobatan tradisional Cina–tentang apa yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi, serta obat untuk 10 hari. “Saya sudah mengeluarkan duit Rp 13 juta untuk pengobatan ini. Entah pengobatannya bakal berhasil atau tidak,” kata Endang.
Tira Regina, seorang pasien di klinik Cina lain di Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat, juga punya pengalaman serupa. Pengobatan Cina untuknya memakan biaya besar. Untuk penyakit wasirnya, Tira ditarik bayaran sampai Rp 9-12 juta. Ia sendiri datang ke sana karena tergiur iklan di televisi dan media cetak. “Waduh, saya kira ambeien tidak semahal ini,” ujar Tira.
Perempuan 30 tahun itu dikenakan biaya belasan juta untuk menebus obat herbal. Karena uang di kantong hanya Rp 500 ribu, Tira pun ambil paket mini guna pengobatan tiga hari.
Mahalnya ongkos berobat ala Negeri Gingseng itu tak hanya dikeluhkan pasien. Ahli pengobatan tradisional Cina juga mengakuinya. Misalnya saja Cim An, ahli pengobatan tradisional Tionghoa yang sudah 32 tahun membuka praktek. Kata Cim An, seharusnya harga yang diberikan itu manusiawi karena Tuhan memberi ilmu untuk menolong orang. “Bukan untuk tujuan komersial,” kata Cim An.
Tapi di sini lain dia juga memahami kenapa harga obat Cina mahal. Bahan baku obat herbal, kata dia, tak mudah dicari. Beberapa bahkan hanya dapat ditemukan di pegunungan Tibet dan lainnya cuma dapat diolah pada dua musim. Misalnya, tung cung xiao cao yang berbentuk ulat tanaman di musim dingin, dan berbentuk rerumputan di musim panas. “Harga tung cung xiao cao, untuk penyakit paru-paru, sekitar Rp 10 juta per 30 gram,” ujar sinse yang tidak beriklan ini.
Menurut perintis pengobatan Timur dalam dunia medis Indonesia, Dr. Dharma Kumara Widya, satu-satunya metode pengobatan Cina yang dapat diterima logika medis dan dibuktikan secara empiris adalah akupunktur.
Soal metode pengobatan Cina lainnya, Kepala Departemen Akupunktur Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ini menyatakan hal itu belum bisa dibuktikan secara medis. Tapi dia juga meminta masyarakat tidak apriori terhadap pengobatan tradisional Cina. Karena meski susah dibuktikan secara medis, pengobatan tradisional Cina jauh lebih tertata daripada pengobatan tradisional lain.
“Kalau tidak bermanfaat, bagaimana mungkin pengobatan tradisional itu bisa bertahan hingga ribuan tahun dan terus ada dan dipakai hingga saat ini?” katanya.
Kalau ada yang dipermasalahkan, lanjut Dharma, adalah iklan yang berlebihan. Terutama dengan berbagai testimoni. “Kalau benar hasilnya, sih, tidak apa-apa. Tapi kalau tidak itu, kan, namanya membohongi publik,” ujar Dharma.
Soal iklan inilah yang menjadi masalah klinik Tong Fang. Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara Bambang Suheri mengatakan Tong Fang menyalahi Peraturan Kementerian Kesehatan RI Nomor 1787/Menkes/Per/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan, serta Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 386/Men.Kes/SK/IV/1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Tradisional.
“Kekurangan iklan itu ada pada kata-kata yang terlalu memuja. Padahal perlu ada pembuktian di testimoni para pasien yang memuja kebaikan klinik itu,” kata Bambang.
Mengenai iklan itu, Tong Fang menolak berkomentar. “Kami tidak bisa menanggapi,” kata petugas yang tak mau menyebutkan namanya kepada Tempo, Ahad, 12 Agustus 2012. Ia mengaku tidak berwenang memberikan keterangan apa pun kepada media massa. Saat hendak mengkonfirmasi kepada atasannya, petugas tadi mengaku bosnya sedang keluar kota.
Sumber: TEMPO.Co
Gempa Iran, 300 Orang Meninggal, 5000 Terluka
Senin, 13 Agustus 2012 | 09:13 WIB
Dubai – Korban gempa yang terjadi di barat laut Iran, pada Sabtu malam, 11 Agustus 2012, terus bertambah. Korban meninggal diperkirakan mencapai 300 orang. Di lain pihak, diperkirakan 5.000 orang terluka.
Gubernur Ahar, Reza Sadighi, kepada kantor berita Fars, mengatakan hampir 300 orang diyakini tewas. Kepala Penyelamatan Darurat Nasional, Reza Masoumi, kepada Kantor Berita Mahasiswa Iran (ISNA), menambahkan sekitar 5.000 orang terluka.
Media Iran melaporkan korban paling banyak berasal dari desa-desa sekitar Kota Ahar, Varzaghan, dan Harees, dekat Kota Tabriz. Ketiga wilayah itu mengalami kerusakan terparah.
Pejabat Bulan Sabit Merah, Ahmad Reza Shaji”i, kepada kantor berita ISNA, menyebutkan lebih dari 1.000 desa terkena dampak gempa bumi. Sekitar 130 desa mengalami kerusakan lebih dari 70 persen dan 20 desa hancur total.
Korban yang mengalami luka-luka masih menyesaki rumah sakit di Tabriz, Ardabil, dan kota-kota lain. Para petugas medis masih terus berjuang menyelamatkan mereka.
Ribuan orang masih meringkuk di tenda-tenda darurat atau tidur di jalan. Mereka masih khawatir bakal ada gempa susulan. Seorang saksi mengatakan pada Reuters bahwa tenda dan perlengkapan masih terbatas sehingga sebagian dari mereka kedinginan di malam hari.
“Saya melihat rumah-rumah hancur dan hewan ternak tewas,” kata Tahir Sadati, seorang fotografer setempat. “Orang-orang membutuhkan bantua. Mereka butuh pakaian hangat, tenda, selimut, dan roti.”
Anggota parlemen dari Ahar dan Harees, Abbas Falahi, mengatakan para korban sangat membutuhkan makanan dan air minum. “Meskipun pejabat berjanji, tapi sedikit yang telah didistribusikan di wilayah ini dan kebanyakan orang dibiarkan tanpa tenda. Jika situasi terus berlanjut, jumlah korban akan meningkat,” katanys kepada Mehr.
Lembaga Geologi Amerika Serikat (USGS) mencatat gempa pertama berkekuatan 6,4 magnitudo terjadi pada 16.53 waktu setempat. Gempa ini terjadi di 60 kilometer timur laut tabriz dengan kedalaman 9,9 kilometer.
Gempa kedua dengan kekuatan 6,3 magnitudo terjadi 11 menit kemudian. USGS melaporkan pusat gempa berada di 48 kilometer timur laut Tabriz dengan kedalaman yang hampir sama
Sumber: TEMPO.Co
Profesor Sardjito Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional
Selasa, 14 Agustus 2012 | 05:35 WIB
Profesor Doktor Dokter Sardjito, yang namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit umum pusat di Daerah Istimewa Yogyakarta, ternyata telah dikukuhkan sebagai pahlawan nasional pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, persisnya pada 1959.
Pengukuhan tersebut didasari sertifikat yang ditemukan putranya, Budi, beberapa waktu lalu. “Jadi Profesor Sardjito sudah menjadi pahlawan. Namun Rumah Sakit Sardjito dan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada sedang mengusulkan beliau sebagai pahlawan nasional,” kata Kepala Humas dan Hukum RSUP Sardjito Tri Wahyu Yulianto, Senin 13 Agustus 2012.
Sertifikat tersebut ditemukan di dalam semacam tabung kecil untuk menyimpan ijazah kesarjanaan. Posisinya berdampingan dengan keris yang dikoleksi almarhum Sardjito.
Pengajuan usulan Profesor Sardjito menjadi pahlawan nasional dilakukan pada 30 Juli lalu. Hal itu diajukan kepada Kementerian Sosial. Kemudian, pada 31 Juli, Kementerian mengadakan pertemuan dengan tim pengusul yang dipimpin Profesor Sutaryo dari RSUP Sardjito.
Selama masa perjuangan kemerdekaan, Sardjito berperan maksimal membantu proses kemerdekaan sesuai dengan keahliannya di bidang kesehatan masyarakat. Menurut Sutaryo, Sardjito adalah lulusan pertama John Hopkins University, Amerika Serikat, yang mendapat gelar Master of Public Health, pada 1924.
Peran dalam kesehatan masyarakat itu ditunjukkan Sardjito saat bertugas di Sulawesi. Saat itu, masyarakat mengeluhkan saluran air yang sering mampat. Namun, sejak Sardjito menebar bibit ikan tawes di saluran air itu, aliran air lancar lantaran ikan-ikan tawes memakan gulma yang menghambat aliran air. “Hasil-hasil penelitian beliau sangat besar manfaatnya bagi masyarakat dan keilmuan saat ini,” kata Sutaryo.
Hasil penelitian yang dimaksud di antaranya penelitian soal penyakit influenza, basiler disentri, dan lepra. Selain itu, Sardjito meneliti dan menemukan obat batu ginjal tanpa operasi yang terbuat dari daun tempuyung, yang dikenal dengan Calcusol.
Sumber: TEMPO.Co
Sudah Ada 100 RS Menyediakan Obat Herbal
13/07/2012 08:50:21 PM
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, saat ini sudah ada sekitar 100 rumah sakit (RS) di Indonesia yang memberikan layanan kesehatan dengan menyiapkan obat tradisional (herbal). Dari jumlah tersebut, 40 RS di antaranya merupakan RS pemerintah.
Selain RS, beberapa universitas besar seperti Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gajah Mada (UGM) kini juga sudah membuka jalur pendidikan formal khusus herbal.
“Pemerintah mendukung kemajuan industri herbal dalam negeri melalui pelaksanaan berbagai program pelayanan kesehatan formal obat tradisional,” kata Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer, Ditjen Bina Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan Dr Abidinsyah Siregar dalam seminar mengenai “Hidup Sehat dengan herbal” di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, pemerintah dan swasta harus aktif mempromosikan obat herbal agar masyarakat dapat mengetahui lebih kegunaannya. Terlebih lagi, Indonesia yang beriklim tropis merupakan negara dengan keanekaragaman hayati terbesar setelah Brasil
“Apabila promosi obat herbal dapat dilaksanakan dengan baik, maka obat herbal dari Indonesia diharapkan dapat dikenal dunia internasional,” kata dia.
Dr Abidinsyah menjelaskan, strategi pengembangan dan pemanfaatan obat tradisional Indonesia saat ini meliputi tiga segmen yaitu, jamu, sediaan ekstrak terstandar dan sediaan fitofarmaka.
Dia menambahkan, alam Indonesia menyediakan banyak tanaman obat yang perlu digali, diteliti dan dikembangkan agar dapat digunakan lebih luas oleh masyarakat, karena dari 940 spesies tanaman yang berpotensi menjadi obat baru 283 spesies yang digunakan industri obat tradisional.
“Hidup sehat dengan herbal adalah alternatif pilihan, namun kondisi tubuh yang sehat merupakan kebutuhan setiap orang apalagi alam Indonesia menyediakan banyak tanaman obat,” papar dia.
Sementara itu, PT Deltomed Laboratories mempromosikan gaya hidup back to nature melalui penerapan hidup sehat dengan herbal yang diwujudkan melalui aplikasi standar cara pengolahan obat tradisional yang baik.
“Pemerintah menyambut baik kerja sama sinergis dengan pihak industri untuk mempromosikan penggunaan obat tradisional, melahirkan inovasi baru obat tradisional dari Indonesia serta mengajak seluruh masyarakat untuk menerapkan pola hidup sehat dengan herbal,” papar dia..
Menurut Abidinsyah, dalam satu dasawarsa terakhir ini banyak jenis obat modern di pasar dan munculnya berbagai jenis obat modern yang baru, sehingga terdapat kecenderungan global untuk kembali ke alam (back to nature).
Faktor yang mendorong masyarakat untuk mendayagunakan obat bahan alami antara lain, mahalnya harga obat modern dan banyak efek sampingnya. Selain itu faktor edukasi dan publikasi melalui media masa juga ikut berperan dalam meningkatkan penggunaan obat tradisional.
Sumber: pdpersi.co
Grand Desain Kesehatan Nasional Harus Ada
Jum”at, 03 Agustus 2012 | 05:14 WIB
Praktisi kesehatan, Nova Riyanti Yusuf, mengatakan pemerintah harus segera membuat grand desain pembangunan kesehatan nasional. Kalau tidak, keinginan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengurangi jumlah warga yang berobat ke luar negeri, tak akan terwujud.
“Berobat ke luar negeri itu soal pilihan, karena pelayanan kesehatan di dalam negeri tidak memadai,” kata Nova Riyanti saat dihubungi. Ia menanggapi tentang keluhan Presiden SBY tentang banyaknya warga yang berobat ke luar negeri, yang disampaikan dalam sidang kabinet di Kementerian Kesehatan, Kamis, 2 Agustus 2012.
Menurut Nova, saat ini kondisi rumah sakit di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Selain peralatan yang tidak memadai, rumah sakit yang ada juga belum mampu memenuhi pelayanan kesehatan seluruh masyarakat. Akibatnya, kapasitas rumah sakit tidak pernah cukup untuk menampung pasien.
Pelayanan kesehatan dasar, dia menambahkan, seharusnya sudah bisa diselesaikan di tingkat puskesmas sehingga rumah sakit benar-benar bisa menjadi rujukan untuk penanganan lanjutan. Namun, kenyataannya puskesmas yang ada tidak mampu memberi layanan lebih sehingga harus melulu dirujuk ke rumah sakit. “Rumah sakit, seperti Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, akhirnya hanya menjadi puskesmas raksasa.”
Selain tidak adanya grand desain pembangunan kesehatan, anggaran kesehatan juga belum menjadi prioritas utama pemerintah. Akibatnya, banyak rumah sakit yang tidak memiliki peralatan medis yang memadai. Rumah sakit juga sering tidak dilengkapi dengan tenaga ahli yang memadai.
Nova khawatir, dengan kondisi rumah sakit yang ada sekarang, pemerintah juga akan kesulitan melaksanakan sistem jaring pengaman sosial yang akan diberlakukan mulai 2014 mendatang. Menurut Wakil Ketua Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat ini, pemerintah harus segera membenahi manajemen rumah sakit.
Sumber:TEMPO.Co