Gedung khusus untuk perawatan Ibu dan Anak di RSUD Atambua, NTT
Program Sister Hospital yang dikoordinatori oleh PMPK FK UGM, dilaksanakan atas kerjasama antara Pemerintah Provinsi NTT, AIPMNH dan beberapa RS Pendidikan besar di Indonesia telah memasuki fase dari dua tahun yang direncanakan. Pada fase ini, semua RS yang terlibat telah mulai menyiapkan exit strategy masing-masing agar apa yang telah dilaksanakan di RSUD-RSUD di NTT dapat terjamin kesinambungannya.
Sebagaimana diketahui, tujuan utama program Sister Hospital ini adalah untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi di NTT. Strategi yang ditempuh adalah health service provision, yaitu dengan mengirimkan residen senior atau dokter spesialis dari RS Pendidikan besar di Jawa, Bali dan Sulsel (RS Mitra A) ke RSUD-RSUD di NTT (RS Mitra B) sehingga availabilitas tenaga ahli dapat lebih terjamin. Selain tenaga dokter, juga dilakukan pengiriman tenaga perawat dan bidan untuk memperkuat PONEK di RS Mitra B. Untuk lebih menjamin kontinuitas dari output program, ada kegiatan capacity building untuk mentransfer knowledge dari RS Mitra A ke RS Mitra B. Kegiatan ini antara lain melalui program magang khususnya tenaga perawat PONEK dari Mitra B ke ruang perawatan di RS Mitra A.
Disisi lain, system yang dibangun oleh program Sister Hospital dan PML belum menyentuh semua aspek. Dalam kurun waktu kurang lebih dua tahun dan keterbatasan SDM, improvement belum dapat dikerjakan disemua aspek sekaligus. Namun apa yang sudah dicapai perlu dipertahankan, dan improvement di aspek lain perlu diteruskan oleh RS secara mandiri.
Komite medis juga tampaknya belum menjalankan fungsi sebagai pengawas mutu yang baik. Hal ini salah satunya tampak pada banyaknya resep yang tidak sesuai dengan formularium, padahal persediaan obat dan alkes di RS lebih up to date – karena disusun berdasarkan masukan dari Tim RS Mitra A – dibandingkan dengan obat yang diresepkan oleh oknum dokter spesialis di RSUD. Ini membuat banyak pasien harus membeli obat di luar RS dan persediaan RS jadi tidak terpakai. Dalam hal ini, RS perlu punya mekanisme pengawasan dan evaluasi kepatuhan terhadap formularium.