[JAKARTA] Jumlah rumah sakit swasta yang bekerja sama dengan program JKN-KIS terus mengalami peningkatan. Hingga Juli 2016 tercatat 1.923 rumah sakit yang menjadi provider BPJS Kesehatan, di mana 53% di antaranya adalah milik swasta.
Beberapa di antaranya sudah bergabung dengan BPJS Kesehatan sejak awal badan ini mulai beroperasi pada Januari 2014 lalu. Salah satunya adalah RS Islam Jemursari, Surabaya. RS swasta yang beroperasi sejak 2002 ini lebih cepat merespon di saat masih ada keraguan dari sejumlah RS swasta terhadap program JKN kala itu.
Euforia masyarakat untuk mendapatkan layanan di fasilitas kesehatan sejak diberlakukannya JKN turut dirasakan RS Jemursari. Pasien yang berkunjung terus melonjak. Kini, 70% dari pasien di RS Jemursari adalah peserta JKN-KIS.
Direktur RS Islam Jemursari Rochmad Romdoni mengatakan, memang awalnya sulit bagi manajemen rumah sakit, terutama tenaga medis, untuk menerima sistem yang baru pertama di Indonesia ini. Dari segi layanan dan pembiayaan, mereka dituntut untuk beralih dari sistem fee for service ke Indonesia Case Based Groups (INA CBGs).
Sistem fee for service adalah membayar terlebih dahulu untuk mendapatkan pelayanan. Sedangkan INA CBGs adalah sistem pembayaran dengan paket berdasarkan penyakit yang diderita pasien. Biaya perawatan pasien baru diklaim RS ke BPJS Kesehatan. Dengan perubahan sistem ini belum semua rumah sakit siap untuk bergabung dengan JKN-KIS.
“Sebelum kami memutuskan bergabung, kami hitung-hitung dulu untung ruginya. Tapi setelah berjalannya waktu kami sadar bahwa program ini sangat penting bagi masyarakat. Euforia yang begitu tinggi menunjukkan bahwa masyarakat sangat butuh program JKN. Yang penting bagaimana komitmen manajemen RS, dan dukungan tenaga medis,” kata Rochmad pada forum bincang JKN-KIS bersama Andy F. Noya dengan tema “Sinergi Kekuatan Bangsa Untuk Perlindungan Pekerja” di Surabaya, baru-baru ini. Diskusi ini dihadiri jajaran BPJS Kesehatan, Kemkes, direksi BUMN, badan usaha besar di wilayah Jawa Timur, asuransi komersial, dan manajemen rumah sakit.
Alasan keikutsertaan Jemursari lantaran program JKN-KIS sejalan dengan visinya untuk membantu masyarakat tidak mampu yang butuh layanan kesehatan. Selain itu, juga menjadi tanggung jawab RS untuk mendukung program pemerintah. Lagipula di 2019 nanti seluruh penduduk Indonesia akan menjadi peserta JKN-KIS, sehingga semua RS dituntut menjadi bagian dari program ini.
“Jemursari tidak semata mencari untung tetapi juga beramal. Lagipula ini adalah perintah UU yang mesti dipatuhi semua orang. Inilah alasan kami bergabung dengan JKN sejak awal diluncurkan,” kata Rochmad.
Menurut Rochmad, isu tentang rumah sakit swasta merugi karena plafon INA CBGs terlalu rendah tak membuat khawatir. RS Jemursari melakukan efisiensi di beberapa unit yang tidak berhubungan langsung dengan perawatan pasien. RS menerapkan kendali mutu dan kendali biaya dengan clinical pathway.
“Dari sisi margin mungkin kecil, tapi volumenya besar dengan melonjaknya kunjungan pasien setelah adanya JKN, itu keuntungan buat kami,” katanya.
Dalam pelaksanaannya, RS Jemursari berkomitmen tidak menarik biaya tambahan dari peserta JKN. Bila ada pasien yang meninginkan fasilitas lebih atau naik kelas, pasien membayar sendiri selisih dari yang dibayarkan BPJS Kesehatan. Pasien juga bisa menggunakan mekanisme koordinasi manfaat (coordination of benefits/CoB) antara BPJS Kesehatan dengan asuransi swasta.
Rochmad berharap ada stimulus dari Pemerintah agar RS swasta juga terus beroperasi dalam mendukung layanan JKN-KIS. Misalnya dengan menaikkan tarif INA CBGs untuk RS swasta lebih tinggi dari RS milik pemerintah. Pasalnya, kata Rochmad, selama ini investasi RS swasta menggunakan dana mandiri, sedangkan RS pemerintah disubsidi dari APBN maupun APBD. [D-13]
Sumber: beritasatu.com