PURWOKERTO – Setelah disarankan diselesaikan melalui jalur mediasi pada persidangan pertama Rabu (4/11) kemarin, perseteruan antara pihak pemilik tanah seluas 2.380 meter persegi yang juga mantan Direktur Rumah Sakit Islam (RSI) Purwokerto, dr Hj Suwarti Djojosubroto Amongpradja dengan pihak Yayasan RSI Purwokerto masih terus alot.
Pasalnya kedua pihak tetap enggan melunak dalam kasus tersebut. Hal ini terbukti dari sidang yang digelar pada Senin (16/11) kemarin di Pengadilan Negeri Purwokerto. “Jadi disuruh mediasi sama hakim, karena pihak yayasan juga tetap mengklaim itu milik Muhammadiyah,” kata Djoko Susanto SH, Kuasa Hukum dr Hj Suwarti Djojosubroto Amongpradja.
Lebih lanjut, kepada SatelitPost, Djoko mengatakan, hakim Kristanto Sahat, kembali menyarankan kedua belah pihak untuk melakukan kembali mediasi. “Kami disarankan kembali untuk melakukan mediasi, sehingga sidang ditunda kembali sampai tanggal 23 November nanti,” kata dia.
Pengacara yang dikenal dengan Djoko Kumis ini menuturkan, bahwa kliennya tetap pada gugatannya yakni ingin RSI menjadi milik seluruh umat Islam. RSI jangan menjadi milik suatu kelompok apalagi digunakan Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) sebagai rumah sakit pendidikan Fakultas Kedokteran.
“Jelas sekali itu RSI milik masyakat Islam pada umumnya. Klien saya tetap menginginkan itu, dan memang dari dulu bukan milik suatu kelompok,” ujarnya.
Kasus sengketa lahan RSI juga sempat memanas dengan digelarnya demo sejumlah karyawan RSI. Sejumlah spanduk bertuliskan penolakan diakusisinya RSI oleh kelompok tertentu dalam hal ini Muhamamdiyah sebagai ormas dan UMP sebagai unit amal usaha. Bahkan spanduk tersebut terpampang di hampir setiap sudut RSI Purwokerto.
Di tempat terpisah, H Ibnu Hasan, Ketua Pengurus Daerah Muhammadiyah Banyumas, kemarin memberikan klarifikasi kepada sejumlah media di Purwokerto. Ia memahami ada sejumlah karyawan dan staf yang kini mengabdi di Rumah Sakit Islam, tidak paham sejarah pendirian RSI.
Kemudian para karyawan tersebut menurut Ibnu Hasan melakukan penolakan akuisisi RSI oleh Muhammadiyah. Karena persoalan tersebut menyangkut lembaga yang dipimpinnya, maka sebagai Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Banyumas, ia angkat bicara.
“Penolakan dari para karyawan dan staf di sana karena tidak paham status dan kedudukan RSI. Dan itu wajar, bahkan kami anggap ini sebagai evaluasi ke depan saat rekruitmen karyawan,” ujar Ibnu, saat memberikan keterangan pers di Gedung KBIH PDM Banyumas, kemarin (16/11).
Di tengah mencuatnya pemberitaan tentang penolakan atas rencana akuisisi RSI oleh Muhammadiyah, menurut Ibnu ada beberapa fakta yang tidak dikemukakan ke publik. Padahal PDM Banyumas memiliki bukti-bukti otentik menyangkut apa, bagaimana dan kenapa RSI itu merupakan bagian tak terpisahkan dari Muhammadiyah.
RSI didirikan PDM Banyumas sebagai lembaga Muhammadiyah dengan SK PMD Banyumas dengan nomor A-1/002/1983 tanggal 23 Februari 1983. Saat itu, PDM yang masih disebut Pimpinan Muhammadiyah Daerah (PMD) Banyumas, membentuk badan pendiri yang beranggotakan lima orang dari unsur Muhammadiyah, yakni H AK Anshori, Drs Djarwoto Aminoto, KH Syamsuri Ridwan, Moch Soekardi, dan Moch Muflich.
Bukti bahwa RSI itu didirikan oleh badan pendiri utusan PMD dikuatkan lagi dengan terbitnya SK Pimpinan Pusat Muhammadiyah bernomor 06/PP/1985 tertanggal 25 Maret 1985. SK itu kata Ibnu, mengesahkan Yayasan RSI dengan badan hukum yang berafiliasi kepada Muhammadiyah.
Selanjutnya, pada tahun 1986, terjadi perubahan susunan badan pendiri. Berdasarkan berbagai pertimbangan organisasi, ada beberapa personel yang terpaksa digantikan karena perannya lebih dibutuhkan di badan amal usaha lain di bawah Muhammadiyah.
“Untuk mendirikan Yayasan yang akan membangun Rumah Sakit, itu harus ada pembentukan badan pendiri terlebih dahulu. Jadi tidak bisa dibantah bahwa RSI itu sejak awal memang diniatkan dibangun oleh unsur Muhammadiyah untuk kepentingan masyarakat secara umum,” ujar Ibnu.
Ibnu berharap kepada pihak-pihak yang tak mengetahui dasar hukum pendirian RSI supaya tidak mengeluarkan pernyataan yang justru memperkeruh suasana. “Kalau dr Hj Suwarti Djojosubroto Amongpradja itu hanya mantan Direktur. Dia itu ya hanya pekerja saja.” katanya. (san/enk)
Ibnu Minta UMP Tidak Dikait-kaitkan
Ketua PDM Banyumas H Ibnu Hasan membenarkan ada keterkaitan rencana menjadikan RSI sebagai Rumah Sakit pendidikan yang harapannya akan mendukung kebutuhan unit amal usaha lainnya, yakni Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP).
“Harus diluruskan bahwa rencana akuisisi RSIP ini, bukan oleh UMP, tetapi oleh Muhammadiyah. Sebab kedudukannya di PDM, baik RSIP maupun UMP itu sama-sama unit amal usaha yang tidak bisa saling akuisisi,” ujarnya.
Sekadar diketahui pembaca SatelitPost, gedung di sebelah timur Kampus UMP Dukuhwaluh yang rencananya akan digunakan sebagai rumah sakit pendidikan oleh UMP berdiri Desa Karangsoka ternyata berada di jalur hijau, sehingga IMB gedung tersebut bermasalah.
Saat itu anggota DPRD Kabupaten Banyumas Subagyo SPd bahkan memerintahkan untuk melakukan pembongkaran. UMP dianggap telah melanggar Perda 10 Tahun 2011.
Terkait adanya keresahan di tengah karyawan dan staf RSI dengan adanya rencana tersebut, Ibnu menjamin akan ada kebijakan yang tidak akan menimbulkan kerugian bagi seluruh yang terlibat.
“Kita tidak menutup telinga, ada yang tidak suka atas rencana ini. Kita positive thinking, karena tidak tahu bagaimana sejarahnya. Mungkin dia mendaftar kerja di RSI, dulu tidak dibekali pemahaman ke-Muhammadiyahan. Kita akan tetap berusaha sebijak mungkin sesuai dengan yang diinstruksikan pada Yayasan, untuk tidak bertangan besi,” kata Ibnu.
Ketua PDM juga tetap berharap para karyawan tetap bekerja dan mengabdikan diri senyaman mungkin di RSIP. Namun apabila mereka tidak nyaman dengan kondisi yang ada ya pihaknya tidak bisa memaksa karyawan untuk terus bekerja. (enk/yon)
Rencana “Akuisisi Aset” RSI
*Diakui ada rencana jadi RS Pendidikan FK UMP
*Gedung RS FK UMP di Karangsoka bermasalah di jalur hijau
*UMP melanggar perda dan syarat pengajuan IMB
RSI Tidak Ganti PKU Muhammadiyah
Berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan badan pendiri dengan berbagai saran, menurut Ketua PDM Banyumas H Ibnu Hasan, nama RSI akan diubah menjadi RS PKU Muhammadiyah.
“Kenapa pakai nama RSI ini supaya lebih universal, tetapi fakta bahwa RSI ini merupakan unit amal usaha milik Muhammadiyah ini yang harus terus difahamkan,” ujarnya.
Muhammadiyah kata Ibnu mendirikan unit amal di berbagai bidang seperti, sekolah maupun rumah sakit. Semua itu diniatkan untuk mendukung gerakan dakwah Muhammadiyah. Sehingga, terkait ada kekhawatiran akan berpengaruh terhadap penghasilan para karyawan jika kemudian RSI diakuisisi Muhammadiyah, itu tidak sepenuhnya benar.
“Seperti unit-unit amal usaha di bawah Muhammadiyah yang lain memang diwajibkan berkontribusi terhadap Muhammadiyah, terutama untuk mendukung gerakan dakwahnya. Tetapi tidak bisa kemudian beranggapan itu melulu soal dana. Support itu bermacam-macam, misalnya program dan lain-lain. Kecuali, unit amal usaha itu sudah dianggap mampu mandiri, baru diharapkan ada kontribusi berupa finansial,” ujarnya.
Kondisi RSI saat ini, diakuinya belum bisa dikatakan mandiri sepenuhnya. Masih banyak hal yang harus dibenahi di RSI, dan ditingkatkan serta terus dikembangkan untuk kemaslahatan umat. Sehingga kekhawatiran-kekhawatiran itu tidak perlu ditakutkan. (enk)
Sumber: http://satelitnews.co/