Jakarta: Agar penjualan obat-obatnya laris, perusahaan farmasi tidak hanya mendekati rumah sakit swasta, melainkan rumah sakit milik pemerintah ikut jadi target. Kolusi antara perusahaan farmasi dan rumah sakit ini terungkap dalam temuan Tim Investigasi Majalah Tempo, edisi pekan ini.
Sesuai catatan keuangan PT Interbat yang diperoleh Tempo, perusahaan farmasi ini mendekati rumah sakit dengan tujuan agar obat-obat mereka masuk dalam formularium atau daftar kebutuhan obat rumah sakit. Seorang mantan Medical Representatif Interbat mengatakan, Interbat akan menawarkan kerja sama kepada rumah sakit.
Adapun bentuk kerja sama tersebut, rumah sakit menerima diskon jika menggunakan obat-obat produksi Interbat, yang lalu diresepkan kepada pasien. Potongan harga yang diterima rumah sakit bervariasi, antara 10 sampai 20 persen. Potongan harga ini diterima rumah sakit dalam bentuk uang tunai. Pemberian uang tersebut yang diduga sebagai kongkalikong antara rumah sakit dan perusahaan farmasi terkait penjualan obat kepada pasien.
“Jumlah uang yang diterima dari puluhan juta sampai miliaran rupiah, tergantung isi kerja sama mereka,” kata mantan Medical Represntatif tadi, Oktober lalu. Namun yang menjadi masalah, kata dia, dengan kesepakatan tersebut, pasien akan menerima resep obat-obat dari Interbat. Padahal, katanya, bisa jadi obat itu tidak dibutuhkan untuk sakit si pasien, atau harganya yang kelewat mahal. Di samping itu, banyak pilihan obat sejenis yang bisa diresepkan dokter dengan harga yang jauh lebih murah.
Dalam catatan keuangan Interbat tersebut, sebanyak 151 rumah sakit yang diduga menerima uang dari perusahaan ini. Di antaranya ada beberapa rumah sakit milik pemerintah yang berada di Jakarta, Jawa Timur, dan Banten. Satu rumah sakit milik pemerintah yang tertera dalam catatan keuangan tersebut adalah Rumah Sakit Umum Daerah Koja, Jakarta Utara. RSUD Koja diduga menerima uang secara bertahap dengan total Rp 81 juta pada 2013-2014.
Direktur Pelayanan RSUD Koja, Theryoto mengaku belum mengetahui informasi tersebut. “Bila itu kejadian di tahun 2013 atau 2014, saya belum bisa berkomentar karena saya baru ditugaskan sebagai direktur rumah sakit terhitung mulai Januari 2015,” kara Theryoto, Oktober lalu. Ia berjanji akan menyelidiki masalah tersebut.
Pengacara Interbat, Pieter Tallaway membenarkan jika Interbat memang memberikan diskon penjualan obat untuk apotik dan rumah sakit. “Kalau ada perjanjian tertulis, itu ada pengurangan, persentase, memang ada pemotongan. Kalau dia beli banyak, ya dapat potongan,” kata Pieter, Oktober lalu. Tapi Pieter membantah jika Interbat menyuap rumah sakit.
Sumber: tempo.co