manajemenrumahsakit.net :: Pelayanan Kesehatan jiwa seharusnya dibuat setara dengan pelayanan kesehatan lainnya. Karena orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) memiliki kesempatan pulih jika dideteksi, didiagnosis dan ditreatment dengan cepat.
“Integrasi kesehatan jiwa pada pelayanan umum di Puskesmas sebenarnya bisa menjadi kunci dalam penanganan ODGJ dan orang dengan masalah jiwa (ODMK),” kata Prof Dr Budi Anna Keliat, Guru Besar Keperawatan Jiwa Universitas Indonesia dalam diskusi jelang peringatan Hari Kesehatan Jiwa pada setiap 10 Oktober, di Jakarta, Jumat (9/10).
Diskusi dibuka Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan (Kemkes), Eka Viora dan Ketua Konsorsium Pekerjaan Sosial Indonesia (KPSI), Bagus Utomo.
Akibat masih minimnya rumah sakit jiwa (RSJ) di Indonesia, lanjut Budi Anna Keliat, penanganan ODGJ dan ODMK dilakukan dengan cara pemasungan. Dari sekitar 1 juta kasus gangguan jiwa berat, ada sekitar 18 ribu orang dipasung.
“Penemuan pasien dipasung hanya fokus pada pelayanan kuratif dan rehabilitatif, belum menyelesaikan masalah kesehatan jiwanya,” ujarnya.
Menurut Budi Anna Keliat, pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia masih menyelesaikan masalah di hilir dan bersifat pasif. Fokus pelayanan pun masih di institusi atau rumah sakit jiwa.
“Artinya, menunggu masyarakat membawa ODMK ke rumah sakit jiwa. Pelayanan yang pasif ini merugikan masyarakat. Karena masyarakat tidak tahu kapan memutuskan membawa pasien ke rumah sakit jiwa,” ujarnya.
Ditambahkan, hal ini