Reportase Webinar
Residen : Peserta Didik ataukah Tenaga Profesional
Pembukaan | Sesi 1 | Sesi 2 | Sesi 3 | Sesi 4 | Kesimpulan & Penutup
16 April 2014
Reportase oleh: Tri Yuni Rahmanto, SE, S.Kep, Ners.
Sesi 1: Apakah Residen dapat menjadi DPJP di RS Pendidikan Utama, RS Pendidikan Jaringan, dan RS yang membutuhkan?
Sebagai moderator, Prof. Laksono mengawali dengan memberikan pengantar bahwa webinar sebagai bentuk pembelajaran baru. “Blended Learning” sebagai model pembelajaran yang mencampurkan berbagai metode untuk dapat memberikan pemahaman pada peserta dengan memanfaatkan teknologi informasi dan internet. Kemudian terkait dengan diskusi beliau menyampaikan jika Unit Pengiriman Residen ini kuat maka akan mengurangi ketimpangan di daerah-daerah dan mutu patient safety di RS Pendidikan dapat dipertanggungjawabkan. Jika residen bekerja di luar proses pendidikan, maka harus dilakukan credential-clinical prividge dan clinical appoinment dari RS, hal ini dalam rangka menjaga mutu-patient safety, memberi pelayanan dalam rangka pendidikan untuk peserta didik.
Diperkenalkan juga 1 pembicara dan 2 pembahas pada sesi ini. Dr. dr. Srimulatsih Sp. A (K) adalah pengelola residen di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, sebagai pembicara beliau mengawali dengan pertanyaan, “Apakah residen dapat menjadi DPJP RS Pendidikan Utama, RS Pendidikan Jaringan, dan RS yang membutuhkan?” Dalam Akreditasi JCI belum lama ini, RSUP Sardjito sebagai RS Pendidikan, keberadaan residen menjadi sorotan tajam oleh tim penilai, walaupun dalam rangka pendidikan tapi pelayanan yang mengedepankan patient savety tetap terjaga baik standar maupun prosesnya, namun proses monitoring dan evaluasi diakui belum terdokumentasi dengan baik juga terkait dengan survey kepuasan pelanggan terhadap residen dan kepuasan residen terhadap dosen klinik.
dr. Ponco Birowo, PhD. SpU, Wakil Dekan II FK UI sebagai pembahas pertama memberikan pembahasan dengan pernyataan bahwa residen banyak yang tidak dibayar karena bukan pegawai (RSCM), tetapi menurut beliau bisa juga dibayar melalui potongan jasa medik konsulen seperti di RS Jantung Harapan.
Dr. Darwito, SH, Sp.B. Sp.B(K)Onk merupakan Direktur Operasional RS Kariadi Semarang sebagai pembahas kedua memberikan pembahasan bahwa ada Perda di Rembang yang sudah mengatur jasa pelayanan sehingga hak residen dan DPJP-nya tidak hilang. Beliau juga memaparkan di RS Kariadi, residen mendapat credentialing dan clinical priviledge (CP) yang dikeluarkan Ketua Program Studi yang otonom di bawah Dekan. Sedangkan clinical appointment (CI) dikeluarkan direktur RS sebab itu RS Pendidikan dan pihak akademik harus bekerjasama untuk mengelola residen.
Pada sesi diskusi dan tanya jawab, Birowo dari RSUP dr. Sardjito menanyakan kembali roh yang ingin dikemukakan apa? Menggaji residen, pemerataan spesialis atau membuat residen menjadi DPJP? Menurutnya residen bisa digratiskan karena jika mereka membayar, motivasi dan belajarnya kurang keras. Jika ingin memberikan pelayanan yang terbaik, kita harus memberi apresiasi yang terbaik pada residen? Apakah benar residen akan dijadikan menjadi DPJP? Apakah benar sesuai kompetensinya?
Atas pertanyaan dan pernyataan ini Dr. Sri Mulatsih menanggapi jasa medis sebagai konsekuensi dari adanya residen yang memberikan pelayanan dalam proses pendidikan. Survey JCI dalam proses pendidikan residen menilai apakah proses pendidikan sudah bertumpu pada patient safety, kemudian dr. Ponco Birowo berpendapat bahwa DPJP harus konsulen yang memiliki jam terbang yang tinggi. Residen bisa dianggap sebagai karyawan, yaitu dokter umum yang menjalani pendidikan tapi sejauh mana jika akan dibayar, itu yang masih jadi pertanyaan. Jawaban Dr. Darwito menanggapi bahwa saat ini banyak residen yang freelance, bahkan mereka juga membayar mahal sehingga jika digaji mungkin akan lebih baik, apalagi jika sampai gratis atau membayar sedikit, prinsipnya jika sudah punya SIP seorang dokter bisa menjalankan pelayanan tetapi tetap harus ada CP dan CA dibawah pengawasan, beliau juga setuju penggajian residen sebagai DPJP harus dilegalkan.
Prof. Laksono menambahkan bahwa kita berada dalam syitem kesehatan yang soko gurunya adalah proses pendidikan yang baik dan semua usaha yang dilakukan bermuara pada patient safety. Residen sebagai DPJP dapat menerima fee dari tindakan medisnya. Pendidikan spesilais membutuhkan biaya besar dan pendidikan dalam pelayanan sesuangguhnya implikasinya sangat berat. RS yang baik di luar negeri adalah RS Pendidikan dan mampu membekali pengalaman klinis yang baik.
Lebih lanjut sebagai penutup sesi Prof. Laksono menyampaikan diskusi terkait DPJP ini masih akan terus dilakukan, jaminan hukum harus jelas, mengirim residen harus dilakukan sesuai amanat JKN dan residen sebagai DPJP membutuhkan kematangan intelektual dan psikologis yang cukup tinggi.
Saya tertarik dengan sesi ini… karena di RSUP H. Adam Malik saya bertugas diBagian DIKLIT tenaga medis yang salah satu tugasnya adalah melakukan koordinasi dengan peserta didik PPDS,,, apakah saya bisa mendapat sesi ini secara lengkap ? terima kasih sebelumnya..