suaramandiri.com (Surabaya) – BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) yang terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dibentuk sesuai Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 menggantikan PT Askes Indonesia dan PT Jamsostek. Hasil monitoring atau pemantauan langsung pelaksanaan BPJS Kesehatan oleh KPP (Komisi Pelayanan Publik) Jatim di RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) Sidoarjo, Kamis (23/01) ternyata banyak ditemukan kendala teknis dan non teknis.
“Masyarakat masih bingung untuk mengakses pelayanan Rumah Sakit (RS), karena berubahnya alur pelayanan. Diantaranya pasien yang dulu tergabung dalam Askes harus mondar-mandir fotocopy untuk pemenuhan syarat pelayanan, di Poli Jantung. Pelayanan sistem paket INA CBG’s dirasa masyarakat menyulitkan pasien, sebab sebelumnya mendapat paket obat selama 30 hari, sekarang berkurang hanya menjadi 7 hari. Sehingga pasien harus empat kali ke RS setiap bulannya yang mengakibatkan beban transport dan akomodasi membengkak,” ungkap Nuning Rodiyah salah satu Komisioner KPP Jatim melalui BlackBerry Mesengger.
Lebih lanjut Nuning Rodiyah mengatakan untuk perspektif dari sudut pandang dari pihak RSUD Sidoarjo juga mengeluh mengenai diterapkannya BPJS kesehatan ini. Wanita cantik ini menyebut sistem rujukan yang menyulitkan RS, karena banyak pasien seharusnya bisa dilayani oleh penyelenggara kesehatan primer yaitu dokter keluarga atau Puskesmas yang langsung dirujuk ke RS. Menurutnya alasan pasien adalah tidak lengkapnya fasilitas kesehatan yang ada di dokter keluarga atau Puskesmas.
“Hal ini menimbulkan kekhawatiran RSUD Sidoarjo terhadap implementasi BPJS dengan tidak dibayarkannya klaim. Pasalnya MoU (Memorandum of Understanding) atau nota kesepahaman antara BPJS dengan RSUD Sidoarjo belum ditandatangani. Sistem informasi belum dimutakhirkan secara optimal mengakibatkan RSUD Sidoarjo sering menemukan data peserta BPJS kesehatan yang belum aktif secara sistem, tetapi memiliki kartu BPJS. Akhirnya RSUD Sidoarjo melakukan pendataan secara manual, sehingga beban pegawai RS tersebut menjadi bertambah. Selain itu, minimnya petugas verifikator di RSUD Sidoarjo dikuatirkan menimbulkan keterlambatan pembayaran klaim yang nantinya dapat menghambat pelayanan,” tandasnya.
Disinggung tanggapan RSUD Sidoarjo terkait adanya pemantauan langsung yang dilakukan KPP Jatim, Nuning Rodiyah menerangkan RS plat merah itu mengapreasiasi secara positif. Ia mengutip janji Atok Irawan, Direktur Utama RSUD Sidoarjo yang akan mengoptimalkan koordinasi dengan BPJS, meningkatkan kualitas pelayanan, dan sumber daya manusia. (Yudha)
Sumber: suaramandiri.com