SEMARANG – Direktur Utama RSUP Dr Kariadi Semarang, Bambang Wibowo, mengakui rumah sakit yang dipimpinnya masih memiliki banyak kekurangan. Pembenahan pun diagendakan, meliputi penyediaan sumber daya manusia (SDM), teknologi, fisik bangunan, dan mutu pelayanan.
Menurutnya, kebutuhan paling mendesak untuk dibenahi adalah sistem rujukan dari berbagai rumah sakit. Akibat kesemrawutan sistem ini, tak sedikit warga yang menganggap Kariadi tak mengutamakan pelayanan.
“Kami akui butuh pembenahan di berbagai aspek agar kesan itu berangsur-angsur berubah. Tentu melalui bukti nyata, tak sekadar janji,” kata Bambang dalam temu pelanggan dan mitra kerja di aula Diklat rumah sakit tersebut, Sabtu (6/7/2013).
Acara ini dihadiri sekitar 40 peserta dari berbagai kalangan. Mereka diantaranya berasal dari asosiasi profesional, lembaga perbankan, mitra, dan anggota komunitas yang aktif berkegiatan di Kariadi.
Menurut Bambang, ada empat tantangan yang harus diatasi untuk mewujudkan janji tersebut yaitu pembenahan sistem informasi manajemen, menomorsatukan keselamatan pasien, perubahan regulasi pelayanan kesehatan, dan perubahan pola pikir staf yang berorientasi pelanggan.
“Empat tantangan itu bisa terjawab apabila satu dan lainnya saling mendukung. Yang kami kejar saat ini adalah memposisikan tujuan RSUP Dr Kariadi sebagai rumah sakit pelayanan primer,” imbuhnya.
Kesemrawutan sistem rujukan berdampak terhadap kelebihan tingkat hunian kamar. Dalam dua tahun terakhir, terjadi penumpukan pasien hingga 90 persen dari 978 kamar yang tersedia.
Jumlah kunjungan pada 2012 adalah 1.142 pasien rawat jalan per hari, 112 pasien gawat darurat per hari, dan 34 pasien instalasi bedah darurat per hari. Rata-rata lama waktu pasien menginap di kelas III rumah sakit yang dibangun pada 9 September 1925 itu lebih dari 10 hari. Padahal normalnya 6 sampai 7 hari.
“Dulu kami punya 1.100 kamar, karena ada penataan lingkungan terpaksa dikurangi. Tingkat hunian yang sudah melampaui standar nasional kamar pasien itu menjadi masalah sehingga harus berurusan dengan berbagai pemberitaan, semisal pasien telantar atau ditolak,” jelas Bambang.
Sekretaris Dinas Kesehatan Jawa Tengah Sri Suharsih menilai wajar jika Kariadi menuai banyak kritik, saran, dan masukan. Ia meminta hal itu ditanggapi positif sebagai tanda kepedulian atas rumah sakit ini.
Suharsih menyebut mutu pelayanan melalui pembangunan jejaring dengan berbagai pihak harus terus dilakukan, diantaranya melalui temu pelanggan dan mitra kerja.
Sesuai keputusan Menteri Kesehatan, seluruh rumah sakit di Indonesia memiliki tujuh kewajiban, antara lain mengedepankan standar operasional prosedur (SOP) minimal, pembenahan lingkungan, dan larangan menolak pasien.
“Rumah sakit Kariadi tentu padat modal, masalah, informasi, error, dan teknologi. Faktor yang negatif itu harus diminimalkan, diantaranya melalui pembenahan mutu pelayanan,” tandas Suharsih.
Sumber: tribunnews.com