Reportase
Seri 2: Webinar Green Hospital
Rabu, 11 September 2024
Rumah sakit menjadi fasilitas pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk memberikan perawatan kesehatan kepada seluruh masyarakat. Namun, dalam kegiatan operasional RS menghasilkan limbah baik medis maupun non-medis. Pengelolaan limbah merupakan sebuah isu penting untuk mencapai lingkungan yang sehat dan bersih. Selain pengelolaan limbah, berbagai upaya juga dilakukan untuk mewujudkan RS yang ramah lingkungan. Green hospital merupakan sebuah konsep bangunan hijau dari RS mulai dari konstruksi bangunan, hingga upaya-upaya untuk mendukung kegiatan operasional RS yang ramah lingkungan.
Serial webinar ini dibuka oleh Dyah Dewi, S.T., M.Kes yang menyampaikan harapan untuk RS agar melanjutkan konstruksi bangunan RS sebagai bangunan hijau yang berkelanjutan.
Paparan pertama disampaikan oleh Ar Baritoadi Buldan Rayaganda Rito., ST., MA., IAI., GP tentang pengembangan tapak dan konservasi air, dimana pengembangan tapak dan penerapan prinsip konservasi air di RS harus sesuai prinsip bangunan hijau. Tujuan site development adalah mengembangkan rancangan bangunan yang responsif terhadap kondisi tapak serta memelihara atau memperluas kota sehingga bisa menjaga iklim mikro. Potensi dan hambatan tapak terkait dengan biaya operasional. Oleh karena tapak merupakan jaringan yang komprehensif, maka kesalahan rancang tapak menyebabkan dampak yang besar pada bangunan. Konsep urban heat island menegaskan bahwa area perkotaan memiliki suhu yang lebih tinggi dibanding area yang lebih jarang bangunannya, sehingga hal tersebut bisa ditangani dengan menambah naungan pohon yang akan berdampak pada suhu permukaan, dimana lebih kecil suhu permukaan maka semakin baik. Selain itu, urban heat island juga memiliki dampak terhadap menurunnya spesies dan ekosistem baik yang memberikan layanan langsung (udara segar, air) dan tidak langsung (rekreasi). Perancangan bangunan juga memiliki pengaruh terhadap listrik. Konsumsi terbesar berupa AC sebagai pendingin atau datang dari jendela. Penghematan dapat dilakukan dengan memperkecil luas jendela serta sarana untuk mengurangi panas bangunan.
Basic green area bermanfaat agar bangunan memiliki ruang terbuka hijau sesuai bangunan. Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan penanaman pohon minimal 60% dari luas lahan yang bertujuan untuk mengurangi panas, sebagai peneduh, peredam udara serta penyaring debu. Selain itu, ruang terbuka hijau hendaknya dapat diakses oleh publik sebagai fungsi rekreatif. Pengelolaan lahan juga meliputi struktur kota yang efisien dan perbaikan lahan yang rusak atau tercemar. Bangunan harus memiliki akses yang dekat dengan sarana komunitas. Selain itu, bangunan bisa saling terhubung untuk pejalan kaki (walkable distant) atau memiliki jalur pedestrian serta akses ke transportasi publik. Hal ini merupakan sebuah upaya untuk mengurangi polusi, dimana penyediaan parkir sepeda 1% dari jumlah penghuni mendapatkan skor 2 poin pada ASD (tepat guna lahan). Selain itu, syarat ASD juga menyebutkan bahwa aspal akan menyerap panas lebih banyak, sedangkan warna terang akan menyerap panas lebih sedikit karena cenderung memantulkan panas. Mengurangi risiko banjir dengan manajemen limpasan air hujan yaitu mengurangi beban volume limpasan air hujan ke jaringan kota sebesar 80-85% dari total volume hujan harian juga merupakan syarat ASD. Air hujan yang turun tersebut diharapkan bisa ditangkap dan dikelola paling sedikit 2 jam dengan sumur resapan dan/atau kolam retensi.
Dalam pedoman RS Hijau, terdapat bahasan terkait healing garden, yaitu RS menyediakan fasilitas taman untuk membantu penyembuhan pasien, meliputi percepatan recovery pasien post operasi, serta membantu pemulihan fungsi kognitif, fisik, sensory emotion, stress relief, fungsi sosial yaitu tempat gathering, dan fungsi spiritual berupa kegiatan meditasi.
Konservasi dan efisiensi air terkait dengan dampak krisis air. Pengelolaan air di RS dilakukan dengan melihat area terbanyak atau unit mana di RS yang banyak melakukan konsumsi air. Potensi penghematan air dapat dilakukan salah satunya dengan melakukan konservasi air di WC, toilet, urinal, dan lainnya. Sebagai upaya penghematan air bersih, mengganti atau mengontrol air bisa mendapat penghematan dengan upaya konservasi air bangunan hijau yang bertujuan untuk mengoptimalkan air bersih serta mengurangi biaya penggunaan air. Selain itu, pemantauan konsumsi air dan penghematan yang terukur juga harus dilakukan. Upaya untuk melakukan penggantian air untuk flush WC di RS dilakukan dengan fixture air. Upaya penghematan air lainnya dilakukan melalui daur ulang air berupa air hujan dan air daur ulang dari kondensasi air AC melalui penggunaan air hujan, serta irigasi hemat untuk pengganti air yang difungsikan untuk menyiram taman di RS.
Selanjutnya, Ar Rosalia Rachmad Rihadiani ST., MARS., IAI., HDII., GP membahas tentang material resources cycle (MRC) yang merupakan standar yang dipakai untuk bangunan, dimana terdapat perbedaan perhitungan karena MRC melihat ke ruang dalam. Manajemen bertugas melakukan kebijakan pembelian dengan melalui seleksi material, dimana material yang akan dibeli harus masuk dalam sertifikasi green. Manajemen juga melakukan seleksi terhadap sertifikasi material terkait sertifikasi mana yang masih aktif dan yang tidak aktif. Lisensi produk akan diperbarui 1 tahun sekali dengan standar green, serta ditandai label green product berdasarkan kategori dan status. Kebijakan pembelian dilakukan oleh manajemen dengan membuat surat pernyataan komitmen manajemen puncak yang berkepentingan dalam pembuatan kebijakan. Prioritas manajemen puncak dalam lingkup material meliputi finishing, meliputi komponen langit-langit, dinding, dan lantai, serta furnishing meliputi komponen perabit, saniter, dan aksesoris. Kriteria RS yang ramah lingkungan meliputi kegiatan proses daur ulang, serta proses produksi masuk green label (max radius 1000 km). Hal ini dilakukan dengan pembuatan surat pernyataan pengelolaan sampah. Prioritas manajemen puncak dalam hal ini meliputi penentuan material awal dan operasional, yaitu apakah memungkinkan untuk pengelolaan sampah plastik sendiri oleh RS, serta proses daur ulang. Kebijakan pengelolaan limbah juga dapat dilakukan dengan kerjasama antara RS dengan kontraktor dan pengelolaan sampah. Saat fase operasional dan pemeliharaan, manajemen RS harus menentukan pengelolaan sampah yang ramah lingkungan dengan kegiatan kerjasama dengan gedung dan pengelolaan sampah.
Penggunaan material bekas untuk keperluan finishing dan funishing dapat dilakukan dengan menunjukkan lokasi dan ukuran finishing bekas dari lokasi proyek. Contohnya, penggunaan kembali botol untuk menguatkan akses interior ruangan RS serta sisa keramik yang dapat dijadikan sebagai mozaik hiasan. Pemanfaatan tersebut harus dibuktikan dengan bukti fotografis bahwa material berasal dari gedung yang direnovasi dan tidak ambil dari luar RS. Penggunaan kayu bersertifikat yang didapatkan dari hutan yang dalam waktu pendek dapat tumbuh kembali bersifat terfabrikasi dan tidak dalam bentuk utuh. Selain itu, dapat juga memanfaatkan material dengan dampak lingkungan rendah, meliputi pengembangan material dari plastik yaitu daur ulang dan pengolahan plastik menjadi furnitur wastafel, serta pengolahan masker menjadi furnitur baru. Hal ini dapat dilakukan melalui kerjasama dengan pabrik yang bisa mengelola masker untuk menjadi furnitur. Selain itu, RS juga dapat memakai bahan pembersih yang ramah lingkungan, dan tidak menggunakan material pembersih yang mengandung material beracun tidak baik untuk lingkungan. Praktik pengelolaan limbah sesuai syarat MRC yaitu melakukan pemisahan limbah untuk mengurangi beban tempat pembuangan akhir, dengan cara pemisahan limbah kedalam 7 jenis sampah plastik. Syarat MRC selanjutnya yaitu praktik pembelian, dimana kegiatan tersebut harus menunjuk tim manajemen pelaksana pembelian produk ramah lingkungan untuk mengidentifikasi jenis produk ramah lingkungan. Salah satu produk tersebut yaitu menggunakan bahan kertas ramah lingkungan (kertas bekas) sebagai jenis kertas yang bisa didaur ulang. Selanjutnya, dapat dilakukan kerjasama dengan produsen pengolah sampah kertas agar bisa digunakan kembali. Contoh produk yang dihasilkan oleh produk daur ulang yaitu bioplastic, harapannya RS dapat memanfaatkan bioplastic tersebut dalam kegiatan operasional RS sebagai pengganti plastik kemasan obat-obatan yang didapatkan pasien dari unit farmasi RS.
Reporter : Bestian Ovilia Andini