Medan – Saat ini pasien di RSUD dr Pirngadi sepi. Dari pantauan wartawan Senin (28/8), di beberapa ruangan khususnya ruangan pasien kelas III, tampak banyak tempat tidur yang kosong. Sepinya ruangan pasien dari informasi yang diperoleh menyebutkan diduga hal itu menyangkut permasalahan obat obatan yang kurang dan alat kesehatan yang juga kurang memadai. Menanggapi hal itu, pengamat kesehatan Destanul Aulia SKM,PhD mengatakan, dalam era BPJS sudah ditentukan zonanya. Tetapi pasien punya hak memilih rumah sakit yang diinginkannya. “Hasil penelitian yang dilakukan, masalah tersebut soal kepuasan. Saat pasien tidak puas dengan pelayanan yang didapatkannya di rumah sakit, dia berbicara ke orang lain. Mungkin banyak yang datang ke rumah sakit Pirngadi tapi tidak puas dan mereka bicara ke orang lain,” ujar Destanul.
Menurutnya, ada beberapa hal penyebab ketidakpuasan tersebut seperti fisik rumah sakit yaitu ruangannya dan peralatan. Penyebab lain yaitu meyangkut pelayanan seperti keramahtamahan petugas dan tim medis. “Hal hal yang dirasakan itu menjadi pembicaraan dikalangan masyarakat, apalagi adanya dugaan obat obatan yang tidak ada, dokternya jarang masuk. Ini bisa melemahkan rumah sakit Pirngadi. Bahkan, lanjut Destanul, kalau hal itu terus terjadi dan diamati, tak ada pasien, RS Pirngadi bisa tutup. Padahal ada biaya dari pemerintah. Selain itu, katanya lagi, pasien akan membandingkan dengan RSswasta, kalau diruangan kelas III pakai AC.
Jadi, Destanul menyarankan, perlunya dipikirkan bersama seperti bagaimana agar pelayanan baik. Contohnya rs swasta dimana pelayanan kepada dokternya cukup baik karena fasilitas lengkap bahkan sampai kepada parkirnya. Karena itu, ia mengatakan, diperlukan seorang direktur yang berjiwa enterpreneurship, membuat rumah sakit jadi sumber pembiayaan baru apalagi RS Pirngadi sudah menjadi Badan Layanan Umum (BLU). “Direkturnya harus bertangan besi, tegas dan untuk itu juga diperlukan komitmen yang kuat,” harapnya. Menanggapi ini, Kassubag Hukum dan Humas RSUD dr Pirngadi Medan, Edison Peranginangin menyatakan, bahwasanya, rumah sakit milik Pemko Medan ini dalam menerima pasien sifatnya adalah pasif. Selain itu, di era BPJS dalam berobat pasien memakai sistem rayonisasi yang mempengaruhi kemana rumah sakit yang akan di tujunya.
“Kalau Askes dulu, rumah sakit yang diutamakan adalah milik pemerintah. Kalau sekarang kan distribusi pasiennya kan merata, dan berjenjang,” jelasnya. Namun begitu, Edison mengaku jika RSUD dr Pirngadi merupakan rumah sakit rujukan. Pasien yang masuk kerumah sakit ini, berasal baik dari daerah maupun Puskesmas dan klinik yang ada di Kota Medan. “Memang ada pengaruhnya dalam jumlah pasien. Tapi begitupun pasien rawat inap kita ada sekitar 200-an, dan rawat jalan sekitar 700-an yang masuk setiap hari,” ujarnya. (YN)
Sumber: harianandalas.com