BALIKPAPAN – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan cabang Balikpapan membantah soal paketan BPJS yang memiliki limit atau batasan biaya setiap perawatannya. Pihaknya mengatakan bahwa sesuai pernyataan sebelumnya bahwa BPJS Kesehatan akan mengcover semua jenis penyakit berdasarkan indikasi medis.
Kepala BPJS Kesehatan cabang Balikpapan Muhammad Fakhriza menegaskan, batasan biaya rumah sakit tidak benar karena BPJS tidak pernah membatasi pembiayaan dari peserta lewat paket-paket tersebut.
“Tidak benar ada pembatasan pembiayaan. Karena itulah rumah sakit harus melayani pasien sesuai kompetensi dan kemampuannya. Jadi tidak berdasarkan paket. Jadi gak benar itu,” ujar Fakhriza dengan nada tinggi, Senin (15/5) kemarin.
Fakhriza juga meminta pihak rumah sakit agar tidak mengatakan kepada pasiennya bahwa biaya pelayanan dibatasi. Sebab, pembatasan layanan rumah sakit tidak ada hubungannya yang ditanggung oleh BPJS.
“Kalau berbicara paket itu berbicara tentang bagaimana sistem pembayaran BPJS dan rumah sakit. Jadi itu hanya sistem pembayaran BPJS dan rumah sakit. Itu tidak ada hubungannya dengan pasien. Rumah sakit harusnya tetap melayani pasien sesuai kompetensinya dan kemampuannya bukan berdasarkan paket,” ujarnya.
Menanggapi pernyataan sejumlah rumah sakit di Balikpapan yang mengalami kerugian lantaran perbedaan selisih pembayaran antara tarif normal rumah sakit dengan tarif yang dicover oleh BPJS Kesehatan, ia mengatakan bahwa hal tersebut juga tidak benar. Justru pihak rumah sakit diuntungkan dengan adanya sistem pembayaran INA-CBGs ini.
“Jadi umpamanya mau dikaji untung rugi saya tidak mau berbicara satu kasus. Oke kalau memang berbicara satu kasus kemungkinan rugi itu ada. Tapi yang untung itu lebih banyak,” bebernya.
Sering ditemukannya laporan dari masyarakat terkait pemulangan atau penolakan pasien dengan alasan limit BPJS tidak mencukupi, Fakhriza menegaskan bahwa hal tersebut merupakan sebuah tindak kecurangan yang dilakukan oleh rumah sakit. Dia pun mengingatkan agar semua rumah sakit berhati-hati karena kecurangan pelayanan rumah sakit
telah ditelusuri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kalau dia dipulangkan atau ditolak itu istilahnya fraud atau kecurangan. Laporkan saja kami, nanti kami tindak lanjuti. Hati-hati loh, kecurangan ini sudah mulai ditelusuri KPK. Ya nanti akan kami laporkan,” tegasnya.
Fakhriza menuturkan bahwa sesuai ketentuan, pihaknya akan menanggung semua biaya perawatan pasien peserta BPJS Kesehatan sesuai indikasi medis dokter. Sehingga tidak ada alasan bagi rumah sakit untuk memulangkan paksa.
“Di ketentuan itu sudah disebutkan, kalau indikasi medisnya masih perlu dirawat ya dirawat. Selama dia dirawat dan dalam indikasi medis itu tidak boleh dikenakan biaya. Gak boleh juga pasien disuruh pulang dengan alasan gak cukup biayanya,” pungkasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, salah satu peserta Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) mengeluhkan layanan kesehatan program pemerintah. Belum reda pemberitaan mengenai pasien bernama Arbaya (82) dipulangkan dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kanujoso Djatiwibowo karena alasan “paket” telah habis, seorang pasien lain harus menerima kenyataan tak dapat dilayani Rumah Sakit Pertamina Balikpapan (RSPB) karena alasan “paket”.
Riduansyah (36), warga Jalan MT Haryono RT 33 Kelurahan Graha Indah, Balikpapan Utara mengeluhkan layanan BPJS saat membawa istrinya berobat. Sang istri Rani (26) sempat mengalami kecelakaan dua tahun lalu. Korban mengalami patah tulang di bagian kaki. Dokter yang menangani saat itu menyarankan pemasangan pen.
Runut waktu berjalan, pen tersebut harus dicabut. Beberapa waktu lalu, Riduan –sapaannya- telah berkonsultasi dengan salah satu dokter. Jika pen yang dipasang di kaki istrinya sudah harus dicabut. Mengingat tulang yang sebelumnya patah, telah sembuh.
Kasus ini memancing Ombudsman Republik Indonesia (ORI) berencana melakukan penelitian mendalam.
Kepala ORI Kaltim, Syarifah Rodiah mengaku baru mengetahui tentang sistem paket BPJS tersebut. Pemahaman sebagian masyarakat atau peserta, tidak ada batasan biaya dalam perawatan alias semuanya dicover BPJS. “Bukannya tidak ada batasan ya,” herannya.
“Kami sedang mengumpulkan data dan berkas. Karena kami akan melakukan investigasi,” ujarnya.
Seperti diketahui sebelumnya, Ketua Perkumpulan Rumah Sakit Indonesia (Persi) wilayah Kaltim, Edi Iskandar mengatakan bahwa sistem BPJS Kesehatan yang terbaru ini membuat pihaknya terpaksa meminta para dokter untuk menghitung biaya perawatan pasien. Sehingga pihak rumah sakit tidak dirugikan akibat besarnya biaya yang dikeluarkan rumah sakit untuk merawat pasien.
“Kayak operasi usus buntu bayar Rp 3 juta, Seksi cesar (operasi sesar) Rp 3-4 juta. Dibayar paket tidak menghitung unit cost. Mau dirawat sekian hari sama saja. Nah ini merubah system mindset dokter maupun managemen. Dokter banyak tidak siap. Tadinya tidak ikut hitung biaya sekarang dokter hitung biaya. jadi dokter kebebanan. Dia melakukan ini karena harus berhitung misalnya paket Rp 3 juta Kalau saya pakai alat bagus, nggak masuk, rumah sakit nanti rugi,” katanya.(bp-22/ono)
Sumber: prokal.co