Rumah Sakit Universitas Airlangga ditarget menjadi rumah sakit yang mandiri pada 1 Januari 2018 mendatang. Hal itu diungkapkan oleh Rektor UNAIR Prof. Mochammad Nasih saat memberikan pengarahan di hadapan jajaran manajemen RS UNAIR dalam Rapat Kerja I, Sabtu (1/4).
“Mulai 1 Januari 2018, kita akan menyerahkan pengelolaan operasional Rumah Sakit UNAIR sepenuhnya kepada manajemen dan Dewan Pengawas Rumah Sakit UNAIR. Jadi, keberadaan Dewan Pengawas RS UNAIR merupakan representasi universitas,” ungkap Nasih.
Nasih mengatakan, status rumah sakit pendidikan di bawah Kemenristekdikti memiliki sejumlah konsekuensi logis. Ia mengingatkan agar RS UNAIR meluluskan dokter spesialis dan meningkatkan publikasi riset.
“Itulah kontrak kinerja dengan Dikti. Pemerintah sudah mengeluarkan banyak dana untuk membangun rumah sakit ini, jadi setidaknya kita juga memberikan kontribusi ini kepada publik,” imbuh Nasih.
Ia meminta agar manajemen RS UNAIR memperhatikan sejumlah asas pengelolaan seperti pengelolaan pendapatan secara mandiri, membiayai seluruh kegiatannya secara mandiri dari aspek operasional, pemeliharaan, maupun pengembangan sumber daya manusia, alat, bangunan, dan sistem.
“Kami yakin dan percaya sepenuhnya kepada pihak RS UNAIR. Maka kami mohon kerjasamanya agar semua berjalan sebaik-baiknya,” pinta Rektor.
Menghadapi target semacam itu, Direktur RS UNAIR Prof. Nasronuddin mengatakan, pihaknya sudah mempersiapkan kebutuhan terhadap kemandirian tersebut sejak tahun 2016. Direktur RS UNAIR mengungkapkan empat langkah menuju kemandirian rumah sakit yang berdiri sejak lima tahun lalu. Yakni, menerapkan efisiensi pada pelayanan BPJS tanpa mengurangi kualitas.
“Kita melakukan langkah-langkah efisiensi terkait layanan BPJS dengan tidak mengurangi kualitas sehingga tetap menarik dan membuat nyaman pasien,” tutur Nasron.
Kedua, meningkatkan jumlah pasien umum yang berobat ke RS UNAIR melalui pendekatan profesional. Para dokter di RS UNAIR yang belum sepenuhnya memanfaatkan jatah tiga surat ijin praktik (SIP), akan didorong untuk menggunakan SIP tersebut di fasilitas kesehatan wilayah pinggiran. Tujuannya, agar tercipta potensi rujukan pasien tersebut ke RS UNAIR.
Ketiga, membangun jejaring kerja sama dengan asuransi swasta. “Asuransi itu membawa pasien. Maka, kombinasi efisiensi BPJS dengan pasien umum, maka finansial akan membaik,” imbuh pakar penyakit tropik itu.
Langkah-lainnya adalah meningkatkan pelayanan tata laksana yang sudah ada seperti pengobatan dengan stem cell, hemodialisis, ruang perawatan Intensive Care Unit (ICU), termasuk pelayanan di eks Rumah Sakit Penyakit Tropik dan Infeksi.
Selain di bidang sarana dan prasarana, pihaknya juga akan berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan para karyawan di RS UNAIR.
Targetnya, persiapan pihak RS UNAIR dalam mendokumentasikan rencana-rencana tersebut akan rampung pada bulan September 2017 dan diserahkan pada Rektor UNAIR.
Penulis: Defrina Sukma S
Sumber: unair.ac.id